Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PJBL 3

“EXTENDED SPECTRUM β LACTAMASE (ESBL)”

Oleh :

Gita Widya Wijayanti 185070201111013

Alliya Avisa 185070207111005

Moh. Arif hidayatulloh 185070200111013

Davit Wira Adi Pratama 185070207111003

Vara Adhimah 185070201111023

Pitria Dyah Nuralita 185070200111009

Diah Ika Milenia Kusumawati 185070200111011

Anggraeni Citra Kusuma 185070200111031

Dinda Iqlima Musayadah 185070201111015

Anggun Septiani 185070207111007

Berta Putri A. S 185070201111007

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 2. Penulis
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak pada
penyusunan makalah ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Akhiyan Hadi Susanto, S.Kep, M.Biomed selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
penulis dalam penyusunan makalah ini.
2. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material
dan moral.
3. Sahabat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapat balasan dari Allah SWT. Besar harapan penulis agar makalah
ini dapat bermanfaat.

Malang, 27 Nopember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ESBL merupakan enzim yang dapat menghidrolisis
penicillin, cephalosporin generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali
cephamycin dancarbapenem).1,2 ESBL berasal dari β-laktamase
yang termutasi. Mutasi ini menyebabkan peningkatan aktivitas
enzimatik β-lactamase sehingga enzim inidapat menghidrolisis
chepalosporin generasi III dan aztreonam. Extended spectrum beta-
lactamases (atau ESBLs for short) juga merupakan sejenis enzim atau
bahan kimia yang diproduksi oleh beberapa bakteri. Enzim ESBL
menyebabkan beberapa antibiotik tidak bekerja untuk mengobati infeksi
bakteri. Antibiotik umum, seperti sefalosporin dan penisilin, sering
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Dengan infeksi ESBL,
antibiotik ini bisa menjadi tidak berguna. ISK, diare, dan pneumonia
adalah beberapa kondisi yang mungkin disebabkan oleh infeksi ESBL.
Penggunaan antibiotika golongan cephalosporin generasi III
secara luasuntuk pengobatan infeksi di rumah sakit disebutkan menjadi
salah satu faktorrisiko infeksi oleh bakteri penghasil ESBL.4 Selain
resisten terhadap antibiotikagolongan cephalosporin, bakteri
penghasil ESBL juga sering menunjukkanresistensi pada
penggunaanfluoroquinolone.4,5,6Selain panggunaan antibiotikasecara
berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS (Length of Stay)yang
lamadan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter
urin, kateter venadan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga
merupakan risiko tinggi untukterinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi ESBL?
2. Apa penyebab ESBL?
3. Bagaimana cara ESBL ditransmisikan dan ditularkan?
4. Bagaimana penatalaksanaan ESBL?
5. Bagaimana peran perawat dalam manajemen ESBL?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk melihat gambaran besar konsep ESBL.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi ESBL.
2. Untuk mengetahui dan memahami Apa penyebab ESBL.
3. Untuk mengetahui dan memahami cara ESBL ditransmisikan dan
ditularkan.
4. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan ESBL.
5. Untuk mengetahui dan memahami peran perawat dalam
manajemen ESBL.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa mampu mengetahui gambaran umum ESBL
1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan
1. Sebagai bahan referensi dalam menangani pasien dengan kondisi
ESBL.
1.4.3 Bagi Perguruan Tinggi
1. Sebagai bahan rujukan penulisan karya ilmiah mengenai ESBL
BAB II
ISI

1. Apa yang dimaksud dengan ESBL?


ESBL adalah singkatan dari Extended Spectrum Beta-Lactamase.
Beta-laktamase merupakan enzim yang mempunyai kemampuan dalam
menghidrolisis antibiotika golongan penicillin, cephalosporin generasi
satu, dua, dan tiga serta golongan monobactam dan menyebabkan
resistensi ke seluruh antibiotika tersebut. Antibiotik umum seperti
sefalosporin dan penisilin yang sering digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri menjadi tidak efektif dengan adanya infeksi ESBL. Enzim ESBL
biasanya diproduksi oleh bakteri yang terdapat di usus.

Jenis bakteri yang paling umum memproduksi ESBL meliputi:


 Escherichia coli (E. coli)
Bakteri E. coli biasanya merupakan bakteri tidak berbahaya yang
hidup di usus. Namun, bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi
dan keracunan makanan jika jumlahnya terlalu banyak.
 Klebsiella pneumoniae
Bakteri ini juga merupakan bakteri tidak berbahaya yang biasanya
hidup di mulut, hidung, dan usus. Namun, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih. Bakteri ini juga ditemukan pada
lingkungan rumah sakit dan dapat menyebabkan penyebaran infeksi
dalam rumah sakit.
E. coli dan Klebsiella biasanya dapat diobati dengan antibiotik umum
seperti penisilin dan sefalosporin. Akan tetapi jika bakteri ini memproduksi
enzim ESBL, infeksi yang disebabkan tidak dapat lagi diobati dengan
antibiotik tersebut. ESBL dapat dideteksi secara clinical microbiology
(phenotypic) dan molecular detection (genotypic). Selain kedua bakteri
diatas, mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang
dewasa adalah Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia.
Spesies Enterococcus, dan Pseudomonas.
ESBL ini merupakan bakteri yang menyebabkan Sepsis. Penelitian
yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya yang dilakukan
di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012 mengenai profil
penderita sepsis akibat bakteri penghasil Extended-Spectrum Beta
Lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis karena
bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata kejadian
sebesar 47,27 kasus per tahunnya. Kejadian sepsis ini disertai dengan
adanya proses inflamasi.

2. Apa penyebab ESBL?


Penyakit akibat ESBL disebabkan oleh bakteri gram negatif (70%),
bakteri gram positip (20-40%), jamur dan virus (2-3%), protozoa
(Iskandar, 2002). Produk bakteri yang berperan penting pada sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama
membran terluar bakteri gram negatif dan berperan terhadap timbulnya
syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006).
Kebanyakan infeksi ESBL disebarkan melalui kontak langsung
dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi (darah, cairan dari luka, air
seni, atau dahak). Infeksi ini juga dapat disebarkan melalui benda atau
permukaan yang telah terkontaminasi kuman. Terlebih lagi, seseorang
dapat terkena infeksi ESBL dengan menyentuh air atau tanah yang
terkontaminasi yang mengandung bakteri. Bersentuhan dengan hewan
yang membawa bakteri juga dapat menyebarkan bakteri.
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki resiko lebih tinggi
terkena infeksi ESBL yaitu:
 Memiliki sistem imun yang lebih lemah
 Memiliki penyakit kronis seperti kanker dan diabetes
 Sudah pernah diobati dengan antibiotik sebelumnya
 Baru menjalani operasi
 Pernah tinggal di rumah sakit berulang kali atau untuk jangka waktu
yang lama
 Memiliki luka terbuka
3. Bagaimana cara ESBL ditransmisikan dan ditularkan?
 Melalui Kontak
a. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan
kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan
pasien. Transmisi kontak langsung juga bisa terjadi antar dua
pasien.
b. Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak
seseorang yang rentan dengan obyek tercemar yang berada di
lingkungan pasien.
 Melalui Percikan (droplet)
Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva,
membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh
percikan partikel besar yang mengandung mikroorganisme.
berbicara, batuk bersin dan tindakan sperti penghisapan lendir dan
broknkoskopi dapat menyebarkan organisme.
 Melalui Udara (airborne) transmisi airborne terjadi melalui
penyebaran partikel partikel kecil ke udara, baik secara langsung
atau melalui partikel debu yang mengandung mikroorganisme
infeksius. Partikel infeksius dapat menetap di udara selama beberapa
jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau
dalam jarak yang lebih jauh.
 Melalui perantara organisme yang ditularkan oleh benda benda
terkontaminasi seperti makanan, air dan peralatan.
 Melalui vektor terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan
binatang pengerat lain menularkan mikroorganisme (Depkes RI,
2007).
4. Bagaimana penatalaksanaan ESBL?
Penatalaksanaan yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab
infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah
bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi
kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif
terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila
terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi. Obat yang biasa
digunakan adalah obat golongan carbapenem, fosfomyci, obat golongan
penghambat beta-lactamase seperti sulbactam dan tazobactam, antibiotic
non beta lactam, misalnya makrolid, colistin.
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C)
dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid),
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi
pasien yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah
CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak
mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30%
dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuannya untuk menghilangkan patogen penyebab, oleh
karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi
seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis
yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti
resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam
pertama sejak setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau
lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau
jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.
Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif,
penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin
seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan
dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan
endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam
berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
b. Terapi cairan
c. Vasopresor dan inotropik
d. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
e. Nutrisi
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam
lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin
f. Kontrol gula darah
g. Gangguan koagulasi
Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan
substitusi faktor pembekuan.
h. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal.
5. Bagaimana cara mencegah terjadinya ESBL?
Terdapat beberapa cara mencegah penyebaran infeksi bakteri ESBL:
 Mencuci tangan, terutama jika sedang berada di rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lain.
 Menggunakan sarung tangan jika berada di sekitar individu yang
terinfeksi atau memegang benda yang ada di rumah sakit.
 Mencuci baju, selimut, dan benda lain yang disentuh atau dipakai
selama menderita infeksi ESBL.
 Menghindari kontak dekat dengan orang atau hewan yang terinfeksi
bakteri.
 Menghindari memegang wajah dan mulut.
 Menggunakan pakaian lengan panjang ketika berada di sekitar orang
yang terinfeksi.
 Mengonsumsi antibiotik seperti yang diinstruksikan dokter.
 Jika terbukti menderita infeksi ESBL, individu dapat diisolasi dalam
suatu tempat di rumah sakit agar infeksi dapat dibatasi dan tidak
menyebar ke orang lain di rumah sakit tersebut.
6. Bagaimana peran perawat dalam manajemen ESBL?
Peran yang dilakukan untuk manajemen ESBL adalah melakukan asuhan
keperawatan.
 Ketidakefektifan pola napas
-Monitor Respirasi: Status oksigen
-Monitor TTV
-Mengajarkan batuk efektif
-Melakukan postural drainage
 Resiko Infeksi
-Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi atau kegagalan untuk
membaik selama masa terapi
-Kolaborasi dalam pemberian obat
-Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
 Nutrisi kurang dari kebutuhan
-Monitor penurunan BB
-Monitor intake cairan dan makanan
-Menganjurkan diet tinggi serat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ESBL adalah singkatan dari Extended Spectrum Beta-Lactamase.
Beta-laktamase merupakan enzim yang mempunyai kemampuan dalam
menghidrolisis antibiotika golongan penicillin, cephalosporin generasi
satu, dua, dan tiga serta golongan monobactam dan menyebabkan
resistensi ke seluruh antibiotika tersebut. Antibiotik umum seperti
sefalosporin dan penisilin yang sering digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri menjadi tidak efektif dengan adanya infeksi ESBL. Enzim ESBL
biasanya diproduksi oleh bakteri yang terdapat di usus.
3.2 Saran
Penulis berharap dalama makalah selanjutnya dapat disebutkan
kembali secara rinci asuhan keperawatan pada pasien dengan
ESBL.
DAFTAR RUJUKAN

a) Mulvey Michael, Extended-Spectrum Beta-Lactamase Resistance.


Canadian Antimicrobial Resistance Alliance.2006.
b) Paterson DL, Bonomo RA, Extended-Spectrum Beta Lactamases: a
Clinical Update, Clin. Microbiol. Rev. 2005, 18(4):657-86
Bhattacharya S, From Petri Disk to the Patient, Indian Journal of
Medical Microbiology.2006;24(1):20-4.
c) Pitout JD, Laupland KB, Extended-spectrum β-lactamase-producing
Enterobacteriaceae: an emerging public-health concern, Lancet Infect
Dis 2008; 8: 159–66.
d) Rishi, Clark J, ESBL : A Clear and Present Danger?. Critical Care
Research and Practice Journal, 2012.
e) Rupp ME, Fey PD, Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)-
Producing Enterobacteriaceae Considerations for Diagnosis,
Prevention and Drug Treatment, Drugs 2003; 63 (4): 353-65
f) Steven WJ, Deverick JA, May DB, Richard HD, Utility of a Clinical
Risk Factor Scoring Model in Predicting Infection with Extended-
Spectrum β-Lactamase-Producing Enterobacteriaceae on Hospital
Admission, Infection Control and Hospital Epidemiology.2013; 34(4) :
385-92.
g) Tumbarello M, Trecarichi EM, Bassetti M, dkk. Identifying patients
harboring extended spectrum-beta-lactamase-producing Entero
bacteriaceae on hospital admission: derivation and validation of a
scoring system. Antimicrob Agents Chemother 2011;55(7):3485–90.
h) Winarto, Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta
Lactamase) Dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-
2005. Semarang: Media Medika Indonesia. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.2009;260–7.

Anda mungkin juga menyukai