Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANTIBIOTIK

Disusun Oleh

1. Mega Dearma Saragih


200208017
2. Meliasna Br Manik
200208018

3. Pebri T Padang
200208020

Dosen Pengampu

apt. Jon kenedy Marpaung S.si.,M.farm

PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS


FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN
2021

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga makalah yang kami buat ini dapat terselesaikan. Dengan berbagai sumber
referensi yang di dapat akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
Antibiotik. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing kami :
1. Rony Abdi Syahputra selaku Dosen Pengampu Farmakologi
2. Kepada teman-teman yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan kami, maka dengan ini kami menerima
kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan makalah ini.

Medan,26 Juli 2021

Penyusun

2
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Antibiotik............................................................5
B. Macam-macam Obat
Antibiotik...............................................................................5
C. Mekanisme Kerja..................................................................8
D. Resistensi Antibiotik.............................................................10
E. Sediaan Antibiotik................................................................11
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan............................................................................14
B. Saran......................................................................................14
REFERENSI....................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antibiotik ditemukan pertama kali oleh Paul Ehlrich pada tahun 1910 dan
penggunaannya sebagai antimikroba selama 70 tahun terakhir sangat efektif untuk
menyembuhkan pasien dengan penyakit infeksi (CDC/Center for Disease Control and
Prevention, 2017).
Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, salah satunya adalah
fungi yang mempunyai fungsi menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.Antibiotik
adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.
Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi berbagai bakteri pada tumbuhan, hewan, dan
manusia.
Penggunaan antibiotik yang begitu luas dan lama menyebabkan organisme infeksius
telah mampu beradaptasi dengan antibiotik, hal ini menyebabkan efektivitas dari antibiotik
itu berkurang dan terjadi resistensi antibiotik (CDC, 2017). Salah satu faktor yang
mendukung terjadinya resistensi antibiotik adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran
pasien terhadap antibiotik. Pemahaman perlu dilandasi adanya pengetahuan yang akan
menjadi acuan setiap individu untuk berperilaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik?
2. Apa saja macam-macam obat antibiotik?
3. Bagiamana mekanisme kerjanya?
4. Apa saja sediaan antibiotik?
5. Bagaimana resistensi antibiotik?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang antibiotik.
2. Dapat menyebutkan golongan antibiotik.
3. Dapat menjelaskan mekanisme kerja antibiotik.
4. Dapat menjelaskan sediaan antibiotik.
5. Dapat menjelaskan resistensi antibiotik.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi. Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi berbagai bakteri pada
tumbuhan, hewan, dan manusia.
Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotika (latin : anti =
lawan, bios = hidup ) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan miro organisme hidup tertuam
fungi dan bakteri ranah. Yang memiliki khasiat mematikan atau mengahambat pertumbuahn
banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.
Antibiotik ditemukan pertama kali oleh Paul Ehlrich pada tahun 1910 dan
penggunaannya sebagai antimikroba selama 70 tahun terakhir sangat efektif untuk
menyembuhkan pasien dengan penyakit infeksi (CDC/Center for Disease Control and
Prevention, 2017).
Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau
membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah
perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga
sintesis protein dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya
kloramfenikol dan tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi
tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi enisilin, tetrasiklin
erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih
besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

B. Macam-Macam Obat Antibiotik

a. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis
yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R) benzilpenisilin ternyata
paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia
(1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Pensilin terdiri dari:
1) Benzil pinisilin
 Benzil pinisilin
 Fenoksimetilpinisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis
invasive, gonore.
Kontraindikasi : hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
2) Penisilin tahan penisilinase
 Kloksasilin

5
 Flukoksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
3) Penisilin spectrum luas
 Ampisilin
 Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis
invasive, gonore.
Kontraindikasi : hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
4) Penisilin anti pseudomona
 Tikarsilin
 Piperasilin
 Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.Antibiotik umum dalam golongan penicillin
meliputi: amoxicillin, ampicillin, dicloxacillin, oxacillin, dan penicillin V kalium.
b. Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama
melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid. Sefalosforin terbagi atas:

 SefaISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media


 Sefotakzim=Indikasi ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis
media.
 Sefuroksim= Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena
hemofilus, meningitis.
 Sefamandol=Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
 Sefposoksim=Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis
dan tonsillitis, hanya yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap
antbiotika lain.
Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi)
mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, dll.
Obat yang umum ditemukan dalam golongan ini meliputi: cefaclor, cefdinir, cefotaxime,
ceftazidime, ceftriaxone, cefuroxime.
c. Tetrasklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin


lama semakin berkurang karena masalah resistansi. Tetrasklin terbagi atas:

6
 Tetrasklin. Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga
keterangan diatas) klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena
keganasan atau sirosis, akne vulganis.
 Hidroklorida
 Doksisiklin
 Oksitetraklin
Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan
gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan intrakranial, hepatotoksisitas,
pankreatitis dan kolitis.
Golongan tetrasiklin meliputi obat: demeclocycline, doxycycline, eravacycline, minocycline,
omadacycline, dan tetracycline
d. Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan
gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas
aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya
sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa. Aminoglikosida terbagi:

 Amikasin
 Gentamisin
 Neomisin sulfat
 Netilmisin
Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau pasien gangguan
fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka interval pemberian harus
diperpanjang.Contoh yang paling sering ditemukan adalah: gentamicin, tobramycin,
amikacin.
e. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik.


Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat hemophilus influenzae, deman
tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya,
obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
Indikasi: Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus
influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat.
Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria.
Efeks samping: kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia
aplastik (dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme,
mual, muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.

f. Makrolid
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin,
sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin.

7
Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan
enteritis karena kampilo bakteri.
Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi ringan efek samping ini dapat
dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.
Obat yang paling umum diresepkan meliputi: azithromycin, clarithromycin, dan
erythromycin.
g. Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-trasin dan
gramisidin, dan berciri struktur polipeptida siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas.
Berlainan dengan antibiotika lainnya yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika ini
dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah. Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif
termasuk Pseudomonas, basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif.

h. Golongan antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman mikobakterium.
Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin,
INH, dapson, etambutol dan lain-lain.
i. Quinolon

Quionolone atau dikenal sebagai fluoroquinolone, merupakan golongan obat yang


biasa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih yang sulit diobati saat pilihan obat
lain sudah tidak efektif.Obat dalam golongan quinolon, mencakup: ciprofloxacin,
levofloxacin, moxifloxacin.

C. Mekanisme Kerja
Bentuk antibiotik bisa bermacam-macam, mulai dari tablet, kapsul, sirup, krim,
hingga obat oles. Dokter akan meresepkan jenis antibiotik sesuai dengan infeksi yang dialami
seseorang. Mekanisme kerja antibiotik dalam membunuh bakteri terjadi lewat beberapa cara
yaitu:
 Menghancurkan dinding tubuh bakteri
 Mengganggu proses reproduksi bakteri
 Menghentikan produksi protein dari bakteri
Mekanisme kerja antibiotik akan langsung dimulai sesaat setelah Anda
mengonsumsinya. Namun kapan gejala atau rasa sakit bisa membaik sangat bergantung pada
kondisi tubuh setiap orang dan karakteristik dari bakteri yang menyerangnya.Biasanya,
antibiotik diresepkan untuk diminum habis selama 7-14 hari. Dalam beberapa kasus,
antibiotik juga bisa habis dalam waktu beberapa hari saja.
Ketika Anda merasa sudah lebih sehat, direkomendasikan untuk tetap menghabiskan
seluruh antibiotik yang diresepkan agar bakteri benar-benar mati secara keseluruhan. Selain
itu, menuntaskan konsumsi antibiotik bisa mencegah resistensi bakteri dari antibiotik ke
depannya.

8
Ketika seseorang sakit dan pemicunya adalah bakteri, maka dokter bisa meresepkan
antibiotik. Namun tidak untuk sakit yang hanya disebabkan oleh virus atau penyebab lainnya.
Mekanisme kerja antibiotik adalah menghentikan bakteri berkembang biak sekaligus
menghancurkannya.

Pada dasarnya, tubuh manusia bisa secara alami membunuh bakteri berbahaya lewat
sel darah putih. Di sinilah pentingnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Namun terkadang
apabila jumlah bakteri terlalu banyak atau toksinnya yang dikeluarkan kuat, antibiotik
diperlukan untuk membantu.
Dari penjelasan tentang mekanisme kerja antibiotik, jelas terlihat bahwa fungsinya
adalah menyerang bakteri dalam tubuh. Namun lebih jauh lagi, ada beberapa infeksi bakteri
yang kerap membutuhkan antibiotik seperti:
 Sinus
 Infeksi telinga
 Infeksi kuit
 Meningitis
 Pneumonia akibat bakteri
 Batuk rejan
 Sakit tenggorokan karena bakteri Streptococcus
 Infeksi saluran kemih
Meski demikian, mekanisme kerja antibiotik tidak akan efektif melawan infeksi
akibat virus dan jamur. Pengobatannya harus berbeda serta tidak semua penyakit bisa dan
perlu diatasi dengan antibiotik.
Sementara itu, perlu diperhatikan pula efek samping dari konsumsi antibiotik.
Beberapa yang paling umum terjadi adalah:
 Diare
 Mual
 Muntah
 Kram
 Hilang nafsu makan
 Kembung
 Sakit perut
Untuk menghindari efek samping, konsumsi antibiotik sesuai dengan dosis serta
tanyakan kepada dokter cara terbaik untuk mengonsumsinya. Ada beberapa antibiotik yang
perlu diminum dalam kondisi perut kosong dan ada pula yang perlu dikonsumsi dengan
makanan untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping.

D. Resistensi Antibiotik
Sejak ditemukannya lebih dari 70 tahun yang lalu, antibiotik merupakan obat yang
diketahui telah menyelamatkan jutaan umat di dunia.

9
Antibiotik memiliki kontribusi yang signifikan dalam membatasi morbiditas dan
mortalitas. Begitu banyak penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti
mikobakterium, stafilokokus, streftokokus, enterokokus dan sebagainya dapat diobati dengan
menggunakan antibiotik.
Tidak hanya itu, antibiotik juga digunakan untuk mencegah munculnya infeksi
khususnya pada pasien paska operasi. Kemampuan antibiotik dalam mengatasi maupun
mencegah penyakit infeksi menyebabkan penggunaannya mengalami peningkatan yang luar
biasa. Bahkan antibiotik digunakan secara tidak tepat atau tidak rasional untuk penyakit yang
tidak perlu dan terdapat kecenderungan antibiotik dibeli bebas atau tanpa resep dokter.
Akibatnya telah terjadi perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
1 Resistensi bakteri terhadap antibiotik telah menjadi masalah global yang serius.
Setiap tahunnya ditemukan sekitar 440 ribu kasus baru TB-MDR (Tuberculosis-Multi Drug
Resistance) dan menyebabkan 150 ribu kematian di seluruh dunia.
2 Diperkirakan 25 ribu orang di Eropa meninggal akibat infeksi yang disebabkan
bakteri yang multiresisten. Sekitar 2 juta orang di Amerika Serikat terinfeksi oleh bakteri
yang resisten terhadap antibiotik setiap tahunnya dan paling sedikit 23.000 orang meninggal
tiap tahunnya akibat infeksi tersebut.
3 Hasil Penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention
(AMRIN Study) yang merupakan penelitian kolaborasi Indonesia dan Belanda di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001-2005 menunjukkan
terdapat bakteri multi-resisten, seperti MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus)
dan bakteri penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamases). 4,5
Infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan membahayakan nyawa
pasien oleh karena infeksinya menjadi sulit diobati dan berpengaruh pada biaya pelayanan
kesehatan. Biaya kesehatan akan menjadi lebih tinggi oleh karena kesakitan yang lebih lama
dan masa rawat di rumah sakit menjadi lebih lama. Efek resistensi ini sangat
mengkhawatirkan sehingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyusun rencana aksi global
untuk mengatasinya.
Rencana aksi global yang diajukan oleh WHO meliputi data pengamatan resistensi
pada manusia dan hewan, penyusunan peraturan, menentukan model bisnis baru untuk
pengembangan obat baru serta kajian dampak dari resistensi antibiotika.6
Di Indonesia, Kemenkes telah membuat suatu pedoman umum penggunaan
antibiotika dan diundangkan dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011. Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi tenaga
kesehatan dalam menggunakan antibiotik pada pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan
kesehatan serta kebijakan pemerintah sehingga optimalisasi penggunaan antibiotik secara
bijak dapat tercapai. Pedoman tersebut juga menjelaskan mengenai prinsip pencegahan
mikroba resisten melalui dua cara, pertama mencegah munculnya mikroba resisten akibat
selection pressure dengan cara penggunaan antibiotik secara bijak dan kedua, mencegah
penyebaran mikroba resisten dengan cara meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip
kewaspadaan standar.7

10
Dengan demikian, pedoman penggunaan antibiotika yang bijak harus menjadi
prioritas utama untuk semua pelayanan kesehatan di Indonesia. Apabila semua kegiatan
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka akan terwujud pengendalian mikroba resisten
di rumah sakit dan bukan tidak mungkin pembiayaan penggunaan antibiotik dapat ditekan.
Contoh
Bronkopneumonia adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur atau adanya benda asing yang menyebabkan peradangan pada parenkim paru
ditandai dengan adanya gejala demam tingi, dyspnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare
serta batuk produktif dan non-produktif (Hidayat, 2009). Penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien bronkopneumonia anak di salah
satu Klinik di Kota Bandung berdasarkan pada parameter tepat indikasi penyakit, tepat
pemilihan obat, tepat dosis dan tepat penilaian kondisi pasien. Studi observasional non
eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dilakukan pada peresepan
bronkopneumonia anak dan sumber data pada penelitian ini yaitu berbentuk rekam medik.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencatat hasil diagnosis dari rekam
medik pasien anak dengan penyakit bronkopneumonia. Evaluasi penggunaan antibiotik
berdasarkan tepat indikasi nilainya 100%, tepat obat 100%, tepat pasien 100% dan tepat dosis
100%. Persentase antibiotik yang digunakan yaitu : antibiotik amoxicilin sebanyak 40%,
antibiotik cefixime sebanyak 52% dan penggunaan antibiotik metronidazole untuk infeksi
sekunder sebanyak 8%.

E. Sediaan Antibiotik
Proses pencampuran sediaan rekonstitusi antibiotik parenteral harus dilakukan sesuai
dengan standar aseptic dispensing yang meliputi; sistem manajemen, prosedur, sarana
prasarana, SDM, teknik aseptik, dan penjaminan mutu. Proses rekonstitusi sediaan antibiotik
yang tidak sesuai GPP (Good Preparation Practices) dapat memicu ketidakefektifan terapi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui profil pencampuran sediaan rekonstitusi
antibiotik parenteral di ICU RSUD DR. M.M Dunda berdasarkan pedoman pencampuran
Depkes RI tahun 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasional deskriptif
menggunakan lembar check list dan angket secara accidental sampling selama periode April-
Mei 2018, dengan subjek penelitian perawat ICU.
Data yang diperoleh dianalisis secara univariat (persentase). Hasil penelitian
menunjukkan semua fasilitas berupa ruangan tidak tersedia. Namun untuk fasilitas tempat
persiapan (administrasi; dan penyiapan alat kesehatan dan bahan obat) serta tempat cuci
tangan dan ganti pakaian tetap tersedia meskipun bukan berupa ruangan. Fasilitas peralatan
yang tersedia adalah sarung tangan dan masker, dan yang tidak tersedia adalah baju
pelindung, kacamata pelindung, High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter, Pass Box dan
Laminar Air Flow (LAF). Persentase kesesuaian prosedur penyiapan 56% (sesuai), peracikan
50% (sesuai), dan pembuangan 50% (sesuai). Persentase hasil pengukuran tingkat
pengetahuan perawat mengenai peracikan antibiotik parenteral 83% (baik sekali). Kata
Kunci: Rekonstitusi, Antibiotik Parenteral, Pedoman Pencampuran, ICU, Perawat

11
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.M Dunda merupakan salah satu rumah sakit di
wilayah Kabupaten Gorontalo. Rumah sakit ini telah memberikan pelayanan kesehatan yang
maksimal dengan menyediakan ruangan khusus yaitu ICU (Intensive Care Unit). Menurut
Farid (2011) dalam Dewanti dkk (2014), Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian
dari rumah sakit, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk merawat serta
memantau secara ketat pasien-pasien yang menderita cedera, penyakit atau penyulit-penyulit
yang mengancam jiwa atau berpotensi mengancam nyawa.Pasien ICU memiliki keadaan
patofisiologis yang kompleks dan menggunakan banyak obat. Rata-rata pasien ICU diberikan
6-9 obat per hariketika dirawat di ICU (Helmsh dkk, 2006), dan pasien di ICU umumnya
mendapatkan terapi secara intravena, mengingat kondisi pasien di ICU berada dalam kondisi
yang tidak stabil (Serrurier dkk, 2006 dalam Dwijayanti dkk, 2016). Sediaan injeksi intravena
(IV) menurut Levchuk (1992), dapat diberikan secara tunggal, maupun berupa pencampuran
dengan sediaan parenteral lainnya. Menurut Kastango (2004), pencampuran intravena
(intravenous admixtures) merupakan suatu proses pencampuran obat steril dengan larutan
intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan
intravena. Ruang lingkup dari intravenous admixtures adalah pelarutan atau rekonstitusi
serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan penyiapan suntikan intravena
kompleks.
Berkaitan dengan pelarutan atau rekonstitusi serbuk steril, terdapat beberapa obat
antimikroba parenteral dalam bentuk sediaan injeksi kering sehingga harus dilarutkan terlebih
dahulu dengan pelarut (Ramadheni dkk, 2016). Faktor ketidakstabilan di dalam air
menyebabkan sediaan injeksi antibiotika turunan β-laktam seperti golongan sefalosporin dan
meropenem tersedia dalam bentuk serbuk yang harus direkonstitusi dengan pelarut yang
sesuai segera sebelum digunakan (Lucida dkk, 2014).Proses rekonstitusi adalah proses
pencampuran medium pelarut atau pembawa ke dalam masa serbuk kering sehingga
menghasilkan zat tersuspensi atau terlarut.
Proses rekonstitusi sediaan antibiotik yang tidak sesuai GPP (Good Preparation
Practices) dapat memicu ketidakefektifan terapi. Bila berlangsung terus menerus dapat
menjadi salah satu pemicu terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu (Dwi,
2016).Dalam melakukan proses pencampuran antibiotik parenteral, harus dilakukan sesuai
dengan standar aseptic dispensing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kemenkes (2011),
bahwa peracikan antibiotik steril (misalnya: parenteral, tetes mata, salep mata) dilakukan
sesuai standar aseptic dispensing yang meliputi: sistem manajemen, prosedur, sarana
prasarana, SDM, teknik aseptis, dan penjaminan mutu (quality assurance). Lebih lanjut juga
dijelaskan Ulfa dkk (2017), bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam pencampuran sediaan
parenteral secara aseptis adalah ruang bersih, kabinet LAF (Laminar Air Flow), dan personel
yang berkompeten memenuhi syarat sebagai petugas dispensing.
Sementara proses rekonstitusi dan pencampuran sediaan intravena biasanya dilakukan
oleh perawat segera sebelum disuntikan kepada pasien. Proses ini perlu diawasi oleh farmasis
untuk menjamin bahwa prosedur yang dilakukan telah sesuai GPP (Lucida dkk, 2014). Selain
itu, risiko kesalahan dalam pencampuran meningkat karena informasi yang tidak cukup
mengenai kompatibilitas obat dan pencampurannya secara steril atau aseptis (Giorgi dkk,
2010). Hal ini didukung oleh penelitian dariMelviya (2018), dimana terjadi inkompatibilitas
fisika sebanyak 8,77% pada pasien pediatri rawat inap di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto
Semarang meskipun sudah menggunakan pelarut yang sesuai dengan literatur. Dan sebanyak

12
21,95% sediaan yang mengalami inkompatibilitas juga terjadi pada pasien geriatri rawat inap
di rumah sakit yang sama (Bernadelpin, 2017).
Berkaitan dengan proses pencampuran obat di ruangan ICU RSUD Dr. M.M Dunda,
dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa masih terdapat beberapa perawat yang
belum mengetahui perihal SOP pencampuran obat. Disisi lain, semua perawat yang bertugas
diruangan tersebut diperbolehkan melakukan pencampuran obat sesuai dengan shift kerja.
Dalam hal proses pencampuran obat, tenaga pendispensing bekerja hanya berdasarkan
petunjuk dari dokter, sedangkan koordinasi dengan bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) kurang dilakukan. Adanya koordinasi antara tenaga pendispensing dengan pihak IFRS
sangat diperlukan dalam menghasilkan sediaan parenteral. Dalam Surahman dkk (2008),
telah dijelaskan bahwa IFRS bertanggung jawab terhadap sediaan obat dari pengadaan hingga
distribusi ke pasien, ketepatan dosis, rute pemberian, dan penjaminan mutu obat terutama
sediaan parenteral.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses pencampuran obat
dan dapat berefek terhadap kesehatan dan keselamatan pasien khususnya di ruangan ICU
RSUD Dr. M.M Dunda, maka perlu dilakukan penelitian yang mengkaji pencampuran
sediaan rekonstitusi antibiotik parenteral di ICU RSUD DR. M.M Dunda mulai dari
ketersediaan sarana prasarana, proses pencampuran sediaan rekonstitusi antibiotik parenteral
hingga pengetahuan tenaga pendispensing.

13
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, salah satunya adalah
fungi yang mempunyai fungsi menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.Antibiotik
ditemukan pertama kali oleh Paul Ehlrich pada tahun 1910 dan penggunaannya sebagai
antimikroba selama 70 tahun terakhir sangat efektif untuk menyembuhkan pasien dengan
penyakit infeksi (CDC/Center for Disease Control and Prevention, 2017).
Macam-macam obat antibiotik terdiri dari penisilin, sefalosforin,
tetrasklin,aminoglikosida, kloramfenikol, makrolid, polipeptida,golongan antimikobakterium
dan quinolon. Mekanisme kerja antibiotik dalam membunuh bakteri terjadi lewat beberapa
cara yaitu:Menghancurkan dinding tubuh bakteri,mengganggu proses reproduksi
bakteri,menghentikan produksi protein dari bakteri.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi
tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi enisilin, tetrasiklin
erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih
besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

B. Saran
Untuk mahasiswa D3 Kebidanan dapat menambah pengetahuan lagi dengan mencari
dan membaca lebih banyak referensi lainnya untuk menambah pengetahuan.

14
Referensi
https://www.sehatq.com/artikel/bagaimana-mekanisme-kerja-antibiotik-agar-ampuh-lawan-
bakteri.
Fitrianingsih, Dwi. 2009. Farmakologi Obat-Obatan Dalam Kebidanan. Nuha Medika :
Yogyakarta
Mika TK, Susanti, 2011. Farmakologi Kebidanan Aplikasi Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta
: Trans Info Media
http://www.who.int/diunduh 7 September 2017
Attwood, D. 2008. Physical Pharmacy. London: Pharmaceutical Press.

15

Anda mungkin juga menyukai