Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun unutk seorang
dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan
obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapar
dibuat secara sintesis. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Jadi Analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan
serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan.
Apa yang dikonsumsi oleh ibu akan ditransfer ke janin. Ada kalanya, ibu hamil yang
mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat dan ibu hamil
yang mengalami demam memerlukan penggunaan antipiretik. Sebagian antibiotik dan
antipiretik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi
dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk
semua fase kehamilan. Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas mengenai obat-obat
antibiotik dan antipiretik apa saja yang aman dan tidak aman untuk ibu hamil.

B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan Antibiotik?


2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antibiotik?
3. Apa saja golongan-golongan obat antibiotic?
4. Apa saja antibiotik yang aman dan tidak aman bagi ibu hamil?
5. Apa yang dimaksud dengan Antipiretik?
6. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antipiretik?
7. Apa saja golongan-golongan obat antipiretik?
8. Apa saja antipiretik yang aman dan tidak aman bagi ibu hamil?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang obat antibiotik dan antipiretik.
2. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja dan golongan-golongan obat antibiotik
dan antipiretik.
3. Untuk mengetahui dan memahami pemberian obat antibiotik dan antipiretik yang
aman dan tidak aman bagi ibu hamil dan mengetahui efek antibiotik dan antipiretik
pada kehamilan.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Antibiotika
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu Anti (melawan) dan Biotikos
(cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk
menggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Namun istilah ini kemudian digeser
dengan ditemukannya obat antibiotik sintetis.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke semua jenis mikroba dan
termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus,
dll. Antibiotik berbeda dengan istilah disinfectant karena desifektant membunuh kuman
dengan cara membuat lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja
dariantibiotik adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dan dapat membunuh kuman
tanpa merugikan inang.
Prinsip Penggunaan Antibiotik:
a. Berdasarkan penyebab infeksi: Dari hasil pemeriksaan mikrobiologis, pemberian
antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educate guess.
b. Berdasarkan faktor pasien: Fungsi ginjal dan hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap
infeksi, daya tahan terhadap obat, usia, wanita hamil dan menyusui.

B. Mekanisme Kerja Antibiotik


Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau
membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah
perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri,
sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi
misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi
tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin,
tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya,
bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

3
C. Indikasi Pemakaian Antibiotika
Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila
penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and
Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek yang berkelanjutan
selama lebih 10 – 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan
pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi
dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika
Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39
C dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan
pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin,
Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 – 3 hari membaik pengobatan dapat
dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 – 14 hari.
Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus.
Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4
tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang
lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus
Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur darah
atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur
urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan
sensitivitas terhadap antibiotika. Untuk mengetahui penyakit tifus harus dilakukan
pemeriksaan darah Widal dan kultur darah gal. Anak usia di bawah 5 tahun yang
mengalami infeksi virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi
kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus dengan peningkatan
sedikit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala tifus dan dihantam dengan
antibiotika.
Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit
yang sembuh sendiri dalam waktu 5 – 7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk,
pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2
hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah
mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya
secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama
sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik
Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 penderita pilek(flu) karena virus
didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan

4
mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi saluran napas Atas
dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas
termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.

D. Efek Samping Antibiotika


1. Gangguan pencernaan
Salah satu efek samping antibiotik yang paling umum adalah masalah pencernaan,
seperti diare, mual, kram, kembung dan nyeri.
2. Gangguan fungsi jantung dan tubuh lainnya
Beberapa orang yang mengonsumsi antibiotik mengalami jantung berdebar-debar,
detak jantung abnormal, sakit kepala parah, masalah hati seperti penyakit kuning,
masalah ginjal seperti air kecing berwarna gelap dan batu ginjal dan masalah saraf
seperti kesemutan di tangan dan kaki.
3. Infeksi
Efek samping yang paling rentan dirasakan perempuan adalah infeksi jamur pada
organ reproduksi yang dapat menyebabkan keputihan, gatal dan vagina mengeluarkan
bau serta cairan.
4. Alergi
Orang yang mengonsumsi antibiotik juga sering mengalami alergi, bahkan hingga
bertahun-tahun. Alergi yang sering terjadi adalah gatal-gatal dan pembengkakan di
mulut atau tenggorokan.
5. Resistensi (kebal)
Orang yang keseringan minum antibiotik bisa mengalami resistensi atau tidak
mempan lagi dengan antibiotik. Ketika seseorang resisten terhadap antibiotik, ada
beberapa penyakit dan infeksi yang tidak dapat lagi diobati, sehingga memerlukan
antibiotik dengan dosis lebih tinggi. Semakin tinggi dosis maka akan semakin
menimbulkan efek samping yang serius dan mengancam jiwa.
6. Gangguan serius dan mengancam nyawa
Penggunaan antibiotik dosis tinggi dan dalam jangka lama dapat menimbulkan efek
sampaing yang sangat serius, seperti disfungsi atau kerusakan hati, tremor (gerakan
tubuh yang tidak terkontrol), penurunan sel darah putih, kerusakan otak, kerusakan
ginjal, tendon pecah, koma, aritmia jantung (gangguan irama jantung) dan bahkan
kematian.

5
E. Antibiotik Pada Kehamilan
Infeksi pada saat kehamilan tidak jarang terjadi, mengingat secara alamiah risiko
terjadinya infeksi pada periode ini lebih besar, seperti misalnya infeksi saluran kencjng
karena dilatasi ureter dan stasis yang biasanya muncul pada awal kehamilan dan menetap
sampai beberapa saat setelah melahirkan. Dalam menghadapi kehamilan dengan infeksi,
pertimbangan pengobatan yang harus diambil tidak saja dari segi ibu, tetapi juga segi janin,
mengingat hampir semua antibiotika dapat melintasi plasenta dengan segala konsekuensinya.
Berikut akan dibahas antibiotika yang dianjurkan maupun yang harus dihindari selama
kehamilan, agar di samping tujuan terapetik dapat tercapaisemaksimal mungkin, efek
samping pada ibu dan janin dapat ditekan seminimal mungkin.

1. Penisilin.

Obat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah


menembus plasenta dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun cairan
amnion. Penisilin relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan, meskipun
perlu pertimbangan yang seksama dan atas indikasi yang ketat mengingat
kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu.

a. Ampilisin:
Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin. Kadar
ampisilin dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah
pemberiannya pada ibu dan bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi
ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin dalam cairan amnion relatif rendah
karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping meningkatnya kecepatan
aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada periode akhir
kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yangi lain pada janin telah matur,
kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu.
Farmakokinetika ampisilin berubah menyolok selama kehamilan. Dengan
meningkatnya volume plasma dan cairan tubuh, maka meningkat pula volume
distribusi obat. Oleh sebab itu kadar ampisilin pada wanita hamil kira-kira
hanya 50% dibanding saat tidak hamil. Dengan demikian penambahan dosis
ampisilin perlu dilakukan selama masa kehamilan.

6
b. Amoksisilin:
Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral jauh lebih baik
dibanding ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan sempurna baik
setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti halnya dengan ampisilin
penambahan dosis amoksisilin pada kehamilan perlu dilakukan mengingat
kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif rendah dibanding saat tidak
hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar seperempat sampai
sepertiga kadar di sirkulasi ibu.
2. Sefalosporin

Sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester
pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam
pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian
berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin
seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu
yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir kehamilan.

3. Tetrasiklin

Seperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat dengan mudah
melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin. Jika diberikan pada
trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan terjadinya deposisi tulang in utero,
yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi
prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali
setelah proses remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika
diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan
terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap disertai
hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding manfaat yang
diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.

4. Aminoglikosida

Aminoglikosida dimasukkan dalam kategori obat D, yang penggunaannya oleh wanita


hamil diketaui meningkatkan angka kejadian malformasi dan kerusakan janin yang bersifat
ireversibel. Pemberian aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu
aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada ibu, dan juga

7
dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin, terutama jika diberikan pada
periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada kehamilan.

5. Kloramfenikol

Pemberian kloramfenikol pada wanita hamil, terutama pada trimester II dan III, di
mana hepar belum matur, dapat menyebabkan angka terjadinya sindroma Grey pada bayi,
ditandai dengan kulit sianotik (sehingga bayi tampak keabuabuan), hipotermia, muntah,
abdomen protuberant, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan
yang cepat & tidak teratur, serta letargi. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu
obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa
disertai malformasi anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversibel. Pemberian
kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu
terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.

6. Sulfonamida

Obat-obat yang tergolong sulfonamida dapat melintasi plasenta dan masuk dalam
sirkulasi janin, dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadarnya dalam sirkulasi
ibu. Pemakaian sulfonamida pada wanita hamil harus dihindari, terutama pada akhir masa
kehamilan. Hal ini karena sulfonamida mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya
dengan protein, sehingga mengakibatkan terjadinya kern-ikterus pada bayi yang baru
dilahirkan. Keadaan ini mungkin akan menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir.

7. Eritromisin

Pemakaian eritromisin pada wanita hamil relatif aman karena meskipun dapat terdifusi
secara luas ke hampir semua jaringan (kecuali otak dan cairan serebrospinal), tetapi kadar
pada janin hanya mencapai 1-2% dibanding kadarnya dalam serum ibu. Di samping itu,
sejauh ini belum terdapat bukti bahwa eritromisin dapat menyebabkan kelainan pada janin.
Kemanfaatan eritromisin untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia pada
wanita hamil serta pencegahan penularan ke janin cukup baik, meskipun bukan menjadi obat
pilihan pertama. Namun ditilik dari segi keamanan dan manfaatnya, pemakaian eritromisin
untuk infeksi tersebut lebih dianjurkan dibanding antibiotika lain, misalnya tetrasiklin.

8
8. Trimetoprim

Karena volume distribusi yang luas, trimetoprim mampu menembus jaringan fetal
hingga mencapai kadar yang lebih tinggi dibanding sulfametoksazol, meskipun kadarnya
tidak lebih tinggi dari ibu. Pada uji hewan, trimetoprim terbukti bersifat teratogen jika
diberikan pada dosis besar. Meskipun belum terdapat bukti bahwa trimetoprim juga bersifat
teratogen pada janin, tetapi pemakaiannya pada wanita hamil perlu dihindari. Jika terpaksa
harus memberikan kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol pada kehamilan, diperlukan
pemberian suplementasi asam folet.

9. Nitrofurantoin

Nitrofurantoin sering digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Jika


diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi
dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya
umur kehamilan, kadar nitrofurantoin dalam plasma janin juga meningkat. Sejauh ini belum
terbukti bahwa nitrofurantoin dapat meningkatkan kejadian malformasi janin. Namun
perhatian harus diberikan terutama pada kehamilan cukup bulan, di mana pemberian
nitrofurantoin pada periode ini kemungkinan akan menyebabkan anemia hemolitik pada
janin.

Indeks Keamanan Kehamilan Antibiotik


Obat dikategorikan berdasarkan resiko terhadap sistem reproduksi dan perkembangan
janin dan besarnya perbandingan resiko dan manfaat.

1. Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperhatikan adanya risiko terhadap
janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester
selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin.
2. Kategori B: studi pada system reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan
adanya risiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol pada wanita hamil bselum pernah
dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya
efek samping obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi
terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada
trimester berikutnya).
3. Kategori C : studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi

9
terkontrol pada wanita atau studi terhaap wanita dan binatang percobaan tidak dapat
dilakukan . obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari
risiko yang mungkin ditimbulkan pada janin.
4. Kategori D : terbukti menimbulkan risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau
penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan)
5. Kategori X : studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin berdasarkan pengalaman pada manusia ataupun binatang percobaan,
dan besarnya risiko obat ini pada wanita hamil jelas jelas melebihi manfaat yang
mungkin diperoleh. Obat golongan ini dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita
kemungkinan untuk hamil.

Antibiotik yang perlu perhatian khusus ( Tidak boleh untuk ibu hamil dan menyusui )

1. Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti


amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate,
kanamycin sulfate, dan netilmicin sulfate.
2. Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na,
cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam
monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
3. Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4. Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin,
spiramycin, dan azithromycin.
5. Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garam Na-
nya.
6. Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin,
sparfloxacin dan norfloxacin.
7. Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak
boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).

10
Obat Aman Bagi Kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama
kehamilan:

1. Amoxicillin
2. Ampicillin
3. Clindamycin
4. Erythromycin
5. Penicillin

Daftar Indeks keamanan Obat Antibiotik untuk Ibu Hamil/Kehamilan & Menyusui :

Lactation Risk Categories Pregnancy Risk Categories

L1 (safest) A (controlled studies show no risk)


L2 (safer) B (no evidence of risk in humans)
L3 (moderately safe) C (risk cannot be ruled out)
L4 (possibly hazardous) D (positive evidence of risk)
L5 (contraindicated) X (contraindicated in pregnancy)

Generik Dagang PRC LRC

Larotid,
Amoxicillin Amoxil Approved B L1

Aztreonam Azactam Approved B L2

Ultracef,
Cefadroxil Duricef Approved B L1

Cefazolin Ancef, Kefzol Approved B L1

Cefotaxime Claforan Approved B L2

Cefoxitin Mefoxin Approved B L1

Cefprozil Cefzil Approved C L1

Ceftazidime Ceftazidime, Approved B L1

11
Fortaz,
Taxidime

Ceftriaxone Rocephin Approved B L2

Ciprofloxacin Cipro Approved C L3

Clindamycin Cleocin Approved B L3

L1
L3
E-Mycin, Ery- early
tab, ERYC, postn
Erythromycin Ilosone Approved B atal

Fleroxacin - Approved - NR

Gentamicin Garamycin Approved C L2

Kebecil,
Kanamycin Kantrex Approved D L2

Moxalactam Moxam Approved - NR

Nitrofurantoin Macrobid Approved B L2

Ofloxacin Floxin Approved C L2

Penicillin - Approved B L1

Streptomycin Streptomycin Approved D L3

Sulbactam - Approved - NR

Gantrisin, Azo-
Sulfisoxazole Gantrisin Approved C L2

Achromycin,
Sumycin,
Tetracycline Terramycin Approved D L2

12
Ticarcillin,
Ticarcillin Ticar, Timentin Approved B L1

Trimethoprim/su Proloprim,
lfamethoxazole Trimpex Approved C L3

F. Pengertian Antipiretik
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu badan
pada keadaan demam. Obat antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh
yang tinggi atau hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif
pada orang normal. Pada umumnya demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan
suatu penyakit tersendiri. Oleh sebab itu pembahasan antipiretik secara khusus jarang
ada, pada umumnya pembahasannya antipiretik ada pada pembahasan obat anti nyeri
(analgetika). Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
dalam keadaan demam. Walaupun keadaan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in
vitro, tidak semua berguna sebagai antipeiertik karena bersifat toksik bila digunakan
secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada
disentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan obat AINS lainnya dapat
menghambat. Fenilbutazon dan antiruematik lainnya tidak dibenarkan untuk digunakan
sebagai antipiretik atas alasan tersebut.

G. Mekanisme Kerja Obat Antipiretik


Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior
(yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

H. Kontra Indikasi Obat Antipiretik


Pada obat antipiretik dimana pada segala penyakit yang menghasilkan gejala
demam. Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik sebaiknya diberikan jika
demam lebih dari 38,5oC. Demam kurang dari 38,5oC. Sebaiknya jangan cepat-cepat
diberi obat, selain dapat menurunkan demam, sebagian besar obat-obat antipiretik
tersebut juga memiliki khasiat mengurangi nyeri.

13
I. Efek Samping Obat Antipiretik
1. Gangguan saluran pencernaan
Selain menimbulkan demam dan nyeri ternyata prostaglandin berperan melindungi
saluran cerna. Senyawa ini dapat menghambat pengeluaran asam lambung dan
mengeluarkan cairan (mukus) sehingga mengakibatkan dinding saluran cerna rentan
terluka, karena sifat asam lambung yang bisa merusak.
2. Gangguan hati(hepar)
Obat yang dapat menimbulkan hepar adalah parasetamol karena penderita gangguan
hati disarankan mengganti dengan obat lain.
3. Reaksi obat
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan reaksi alergi. Reaksi dapat berupa asma
bronkial hingga mengakibatkan syok.
4. Alergi obat, gatal-gatal, pusing, mual muntah, dan nyeri ulu hati.

J. Macam-Macam Obat Antipiretik


Contoh obat antipiretik : parasetamol, panadol, paracetol,paraco, praxion,
primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat,
salisilamida.
Jenis-Jenis Obat Antipiretik
1. Paracetamol
Nama dagang : Asetaminopen, Panadol (glaxso), Tylenol, Tempra, Nipe,
pamol(intrbat),sanmol (sanbe) .
Paracetamol merupakan derivat-asetanilida, adalah metabolit dari fenasetin,
yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik
dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen).Komposisi
dari obat parasetamol :
a. Tiap sendok teh (5ml) mengandung paracetamol 120mg
b. Tiap tablet mengandung paracetamol 100mg
c. Tiap tablet mengandung paracetamol 100mg
Cara kerja obat parasetamol adalah derivate paminofenol yang mempunyai
sifat antipiretik atau analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga berdasarkanefek sentral. Sifat analgesic parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Pada penggunaan oral parasetamol
diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai

14
dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian, dapat diekskresikan
melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam
bentuk terkonyugasi.

Indikasi:
Untuk nyeri dan demam. Khasiat paracetamol antara lain sebagai analgetik
(nyeri ringan sampai sedang) dan antipiretik tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada
umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi
(pengobatan mandiri).Nyeri ringan sampai sedang termasuk dysmenorrhea, sakit
kepala; pereda nyeri pada osteoarthritis dan lesi jaringan lunak; demam termasuk
demam setelah imunisasi; serangan migren akut, tension headache.

Kontraindikasi :
Tidak boleh digunakan pada penderita dengangangguan fungsi hati berat,
hipersensitif terhadap paracetamol. Hipersensitif terhadap paracetamol dan defisiensi
glucose-6 fosfat dehidrogenase.
Peringatan dan Perhatian :
a. Pemberian harus berhati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal serta
penggunaan jangka lama pada pasien anemia
b. Jangan melampaui dosis yang disarankan
c. Harap ke dokter bila gejala demam belum sembuh dalam waktu 2hari atau rasa
sakit tidak berkurang selama5 hari.

Efek samping dari obat parasetamol :


Efek samping jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan
darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada
dosis 6 gram mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversibel. Dosis besar
menyebabkan kerusakan fungsi hati. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol
dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
Dosisnya itu sendiri melalui :
a. Oral 2-3x sehari 0,5-1 gram, maximum 4 gram per hari, pada gangguan kronis
maksimum 2,5 gram per hari, anak-anak 4-6x 10mg/kg BB, yakni rata-rata usia 3-
12 bulan 60mg, 1-4 tahun 120-180mg,4-6 th 180mg, 7-12 th 240-360mg, 4-6x
sehari.

15
b. Rectal 20mg/kg setiap kali, dewasa 4x sehari 0,5-1 gram. Anak-anak usia 3-12
bulan 2-3x 120mg, 1-4 th 2-3x 240mg, 4-6 th 4x 240mg, dan 7-12th 2-3 x 0,5 g.
Cara penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, dapat terlindung dari cahaya.

2. Asam Asetilsalisilat
Nama dagang : asetosal, Aspirin, Cafenol, Naspro
Asetosal adalah obat anti nyeri tertua (1899), yang sampai kini paling banyak digunakan di
dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat. Komposisi dari obat asam asetilsalisilat yaitu
tiap tablet mengandung asam asetilsalisilat 100mg . Cara kerja obat asam asetilsalisilat
bekerja dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga dapat
menurunkan demam, dan menghambat pembentukan prostaglandin sehingga meringankan
rasa sakit.

Indikasi:
Dapat menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot.

Kontraindikasi:
Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu sebaiknya jangan diberikan asetosal
melainkan parasetamol, karena beresiko terhadap syndrom grey yang berbahaya. Syndrom ini
bercirikan muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernafasan, konvulsi dan adakalanya
koma.Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama
pada triwulan terakhir dan sebelum persalinan, karena lama kehamilan dan persalinan dapat
diperpanjang, juga kecenderungan perdarahan meningkat.

Dosis dan cara pemberian :


a. Pada nyeri dan demam oral dewasa 4x 0,5-1g setelah makan, maksimum 4g sehari, anak-
anak sampai 1th 10mg/kgBB 3-4x sehari, 1-12th 4-6x, diatas 12th4x 320-500mg,
maksimum 2g per hari
b. Rectal dewasa 4x 0,5-1gr, anak-anak sampai 2th 2x 20mg/kgBB, diatas 2th 3x 20mg/kg
BB.

Efek samping:
Efek samping yang paling sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko
tukak lambung dan perdarahan samar. Penyebabnya adalah sifat asam dari asetosal, yang

16
dapat dikurangi dengan kombinasi dengan suatu antasidum (MgO, alumuniumhidroksida,
CaCO3atau garam kalsiumnya (carbasalat, Ascal).
Pada dosis besar, faktor lain memegang peranan yakni hilangnya efek pelindung dari
prostasiklin terhadap mukosa lambung. Selain itu asetosal menimbulkan efek –efek spesifik,
seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus (telinga mendengung) pada dosis lebih tinggi. Efek
yang lebih serius adalah kejang-kejang bronki hebat pada pasien asma meski dalam dosis
kecil dapat mengakibatkan serangan.

3. Asam mefenamat
Nama dagang : mefinal, (sanbe), mefentan (kalbe)
Cara kerja obat itu sendiri yaitu asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non
steroid, bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzyme siklooksigenase sehingga mempunyai efek antiinflamasi dan
antipiretik.

Indikasi :
Meredahkan nyeri ringan sampai sedang sehubung dengan sakit kepala, sakit gigi,
dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri otot dan nyeri sesudah operasi.

Kontra indikasi :
a. Pasien yang hipersensitif terhadap asam mefenamat.
b. Penderita dengan tukak lambung dan usus.
c. Penderita dengan gangguan ginjal berat.

Dosis yang digunakan dan cara pemberian asam mefenamat :


Pada dewasa dan anak-anak > 14 tahun dosis awal 500 mg, selanjutnya 250 mg setiap 6 jam
sesuai kebutuhan.

Peringatan dan perhatian pemberian asam mefenamat itu sebaiknya :


a. Diminum sesudah makan
b. Jangan digunakan lebih dari 7 hari atau melebihi dosis yang dianjurkan kecuali atas
petunjuk dokter
c. Hati-hati jika digunakan pada wanita hamil dan menyusui

17
Efek samping dari asam mefenamat :
a. Sistem pencernaan terasa mual, muntah, diare dan rasa sakit pada abdominal
b. Pada sistem saraf akan terasa ngantuk, pusing, penglihatan kabur dan insomnia.

Cara penyimpanannya dapat disimpan pada suhu kamar (25-30)OCdan tempat kering serta
terhindar dari cahaya langsung.

4. Praxion
Praxion adalah obat untuk menurunkan demam, meringankan rasa sakit pada keadaan sakit
kepala dan sakit gigi.

Komposisi :
Praxion drops tiap ml mengandung 100 mg paracetamol micronized.
Praxion 120 suspensi tiap 5 ml mengandung 120 mg paracetamol micronized.

Cara kerja obat :


Sebagai analgesik- antipiretik, dimana sebagai analgesik bekerja dengan
meningkatkan ambang rangsangan rasa sakit, sedangkan antipiretik diduga bekerja langsung
pada pusat pengatur panas di hipotalamus.

Kontra indikasi :
a. Pada penderita gangguan fungsi hati yang berat.
b. Penderita hipersensitif terhadap komponen obat ini.

Dosis yang digunakan pada obat ini antara lain :


Dibawah 1 tahun dosis 60 mg ( alat tetes0,6 ml) 3-4 kali sehari.
1-2 tahun dosis 60-120 mg ( alat tetes 0,6 ml-1,2 ml) 3-4 kali sehari atau sesuai petunjuk
dokter.

Peringatan dan perhatian :


a. Hati hati pengguna obat ini pada penderitapenyakit ginjal.
b. Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak menghilang,
segera hubungi unit pelayanan kesehatan.

18
c. Penggunaan obat ini penderita mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan kerusakan
hati.

Efek samping :
Pada penggunaa obat jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati dan
reaksi hipersensitifitas.

K. Penggunaan Obat Pereda Nyeri Dan Demam (Analgesik-Antipiretik) Pada Ibu hamil

1. Paracetamol
Obat paling aman dalam kategori ini adalah parasetamol. Parasetamol, merupakan
analgetika-antipiretik yang relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan.
Meskipun kemungkinan terjadinya efek samping hepatotoksisitas tetap ada, tetapi
umumnya terjadi pada dosis yang jauh lebih besar dari yang dianjurkan.
2. Antalgin
Antalgin, dikenal secara luas sebagai pengurang rasa nyeri derajat ringan. Salah satu
efek samping yang dikhawatirkan pada penggunaan antalgin ini adalah terjadinya
agranulositosis. Meskipun angka kejadiannya relatif sangat jarang, tetapi pemakaian
selama kehamilan sebaiknya dihindari.
3. Ibuprofen
Ibu hamil sebaiknya menghindari ibuprofen, kecuali atas resep dokter. Pemakaian
reguler ibuprofen bisa mempengarui pertumbuhan pembuluh darah bayi dan
menyebabkan hipertensi di paru-paru bayi.
4. Aspirin
Begitu pula asetosal (aspirin). Ibu hamil sebaiknya menghindari obat ini, kecuali atas
resep dokter. Asetosal bisa meningkatkan risiko perdarahan pada ibu bersalin jika
diminum menjelang bersalin.

19
L. Daftar Obat (YANG AMAN) untuk Wanita Hamil
No Kategori Pilihan Obat Keterangan
1 Analgetik Parasetamol (B)(dapat digunakan Aspirin dapat
dengan dosis normal pada semua digunakan, namun untuk
umur kehamilan, untuk indikasi trimester ketiga harus
analgetik antipiretik) dihindari.
Untuk
antiinflamasi,NSAIDs
seperti ibuprofen dan
diklofenak dapat
digunakan pada 2
trimester awal.
Selektif COX-2
Inhibitor tidak
direkomendasikan
karena data yang masih
kurang.
2 Gout Probenecid (B)(drug of choice)
Ibuprofen (C)(antinyeri untuk Menjadi golongan D
serangan gout, dengan beberapa ketika usia kehamilan
batasan) lebih dari 30 minggu
3 Antialergi Loratadine (B)(first choice) H1-blocker generasi
pertama dilaporkan
dapat menyebabkan
neonatal respiratory
depression
Cetirizine (B)(second choice)
4 Asma Salbutamol (C), Metaproterenol (C), Direkomendasikan
dan Terbutaline (B)kerja dalam sediaan inhalasi
pendek(Agonis B2-adrenergik kerja
pendek)
Beclomethasone (B) atau Budesonid Oral Beclomethasone

20
(B)(Inhalasi kortikosteroid) atau Budesonid masuk
kategori C
5 Ekspektoran dan N-asetilsistein (B), Ambroksol (C), Mukolitik yang
Mukolitik dan Bromheksin (A)(first choice) mengandung iodine
dikontraindikasikan
terutama setelah
trimester pertama (dapat
menekan fungsi tiroid ).
6 Gastritis Antasida dan sukralfat (B)(dapat
digunakan pada semua trimester)
Ranitidin (B)(diberikan ketika Ranitidin lebih dipilih
antasida atau sukralfat tidak daripada simetidin (B)
menunjukkan perbaikan gejala) sehubungan
antiandrogenic dari
simetidin.
Omeprazol (C) Pilihan utama untuk
reflux esophagitis
7 Konstipasi Lactulose (B)
8 Antidiare Loperamid (C)
9 Antikolesterol Cholestyramine (C) dan Colestipol HMG CoA reduktase
(B)(hanya digunakan jika indikasi tidak boleh diberikan
kuat untuk diberikan) (X)
10 Antibiotik Penisilin (B)(antibiotik pilihan Dapat diberikan pada
untuk wanita hamil) dosis biasa
Cephalosporin (B)(dipilih golongan
yang lebih lam)
Beta lactam lain Hanya jika penisilin
atau cephalosproin tidak
efektif
Eritromisin (B)merupakan pilihan Spiramisin (C)(pilihan
utama untuk golongan macrolide untuk toksoplasma pada
trimester pertama)

21
11 Tuberkulosis Isoniazid (C) dan Pyridoxin Tes fungsi hati setiap
bulan
Rifampisin (C)
Ethambutol (C)(Kombinasi Pirazinamid (C)
ethambutol dengan isoniazid dan digunakan jika first line
Rifampisin merupakan first line) tidak efektif

22
M. PERTANYAAN

1. Apa itu pre-eklampsi, patofisiologisnya, penatalaksanaannya dan kenapa


ditemukan protein dalam urine?
Jawab :
Pengertian Preeklampsia :
Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya
kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine
(proteinuria). Preeklamsia juga sering dikenal dengan nama toksemia atau hipertensi
yang diinduksi kehamilan.
Gejala preeklamsia biasanya muncul saat usia kehamilan memasuki minggu
ke-20 atau lebih (paling umum usia kehamilan 24-26 minggu), sampai tak lama
setelah bayi lahir. Preeklamsia yang tidak disadari oleh sang ibu hamil bisa
berkembang menjadi eklamsia, kondisi medis serius yang mengancam keselamatan
ibu hamil dan janinnya.

Patofisiologi Preeklampsia :
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara
teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan
terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas
dapat dianggap bukan preeklamsi.
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan
trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai
dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar
dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes
fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh
perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

23
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ:

1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal

3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan
salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang
menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.

4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

24
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.

Penatalaksanaan Preeklampsia :
Pengobatan dan Pencegahan Preeklamsia
Apabila seorang wanita hamil memiliki risiko tinggi untuk mengalami
preeklamsia, biasanya dokter akan memberikan aspirin dosis rendah, mulai dari usia
kehamilan 12 minggu sampai bayi lahir, untuk menurunkan risiko terkena
preeklamsia.
Wanita yang kekurangan asupan kalsium sebelum dan saat kehamilan, juga
akan disarankan mengonsumsi suplemen kalsium untuk mencegah preeklampsia.
Meski demikian, wanita hamil sebaiknya jangan mengonsumsi obat, vitamin, atau
suplemen apa pun tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter kandungan.
Pada dasarnya, hanya proses kelahiranlah yang bisa menyembuhkan
preeklamsia. Jika preeklamsia muncul ketika usia janin belum cukup untuk dilahirkan,
dokter kandungan akan memonitor kondisi tubuh penderita dan bayi dengan seksama,
hingga usia bayi sudah cukup untuk dilahirkan. Dokter juga biasanya akan lebih
sering melakukan pemeriksaan darah dan USG terhadap pasien.
Ketika preeklamsia semakin parah, wanita hamil akan disarankan untuk rawat
inap di rumah sakit sampai janin siap dilahirkan. Dokter akan menjalankan
pemeriksaan NST secara rutin guna memantau kesehatan janin.
Jika preeklamsia muncul ketika usia janin sudah cukup untuk dilahirkan,
biasanya dokter akan menyarankan tindakan induksi atau bedah caesar untuk
mengeluarkan bayi sesegera mungkin. Langkah ini diambil agar preeklamsia tidak
berkembang menjadi lebih parah.

25
Obat-obatan yang biasanya diberikan pada wanita hamil yang menderita
preeklamsia adalah:
 Antihipertensi. Dokter akan meresepkan obat penurun tekanan darah yang aman bagi
janin dan ibunya.
 Kortikosteroid. Paru-paru janin bisa berkembang lebih cepat dalam waktu singkat
dengan bantuan obat ini. Selain itu, kortikosteroid juga dapat meningkatkan kinerja
liver dan trombosit, sehingga kehamilan dapat dipertahankan lebih lama
 Antikejang. Dokter bisa saja meresepkan obat antikejang jika preeklamsia yang
diderita cukup parah, agar terhindar dari munculnya kejang.

Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :

1. Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi
perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya
gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri
meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan
gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien
harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan
protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin
setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti
protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap
2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi
ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat
tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit
begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai
tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri
kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi
penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat
senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada
preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk
menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak
menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini

26
tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat
anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya
direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah
mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi
berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan
kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang.
Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu
fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin.
Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring
baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan
lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi
penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di
rumah. Namun, tidak ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan
kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita
dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya
kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar
penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan
preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST
dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan
konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test.
Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum
dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk
mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk
mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika
terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan
secara berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi
uteroplasenter.

2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,
mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan
merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau

27
terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi
persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif
sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan
segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera
diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau
gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada
kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan
pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan
menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada
wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi
konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi
ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas
3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia
kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan.
Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan
serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin
sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu
yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu,
pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat
adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan.
Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis
dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk
pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan
diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri
rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik

28
< 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada
wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5
mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg.
Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan,
atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual,
labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya
efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti
merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9
penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu
penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering
didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat
dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium,
maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah
mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali
muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan
selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam
kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan
darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi
dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi
(vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu
dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular
yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan
ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi
cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema
otak.

Kenapa protein ditemukan dalam urine :


Proteinuria (albuminuria) adalah suatu kondisi dimana terdapat terlalu banyak
protein dalam urin yang disebabkan oleh kerusakan ginjal. Albumin merupakan
sejenis protein yang berfungsi mencegah merembesnya cairan dalam darah yang
keluar menuju jaringan lain. Tugas ginjal adalah menyaring semua produk limbah dari
dalam darah, kecuali albumin.

29
Tanda-tanda proteinuria hanya akan terlihat setelah ginjal telah mengalami
kerusakan parah dan kadar protein dalam urine menjadi tinggi. Jika hal ini terjadi,
maka berbagai gejala akan muncul, misalnya pembengkakan pada pergelangan kaki,
tangan, perut atau wajah.
Pada wanita hamil, kejadian pre-eklampsia dan hipertensi gestasional (tekanan
darah tinggi selama kehamilan) merupakan penyebab potensial lain dari kejadian
albuminuria.

2. Apa isi gestiamin, indikasi dan aturan pakainya?


Jawab :
Isi kandungan gestiamin :
Setiap 1 tablet gestiamin mengandung: 20mg AA 10%, 105 mg DHA 10%, 3000 IU
Vitamin A, 200 IU Vitamin D3 , 100 mg Vitamin C, 2 mg Vitamin B1, 2 mg Vitamin
B2, 3 mg Vitamin B6, 3 mcg Vitamin B12, 30 IU Vitamin E, 20 mg Nicothinamide, 8
mg Ca Panthotenate, 100 mg Ca Karbonat, 1 mg Asam Folat, 1 mg Mangan II Sulfat ,
35 mcg Biotin, 1 mg Tembaga Sulfat, 15 mg Zn Sulfat, 5 mg Mg Sulfat, 30 mg Fe
Sulfat, 150 mcg Kalium Yodium.
Indikasi :
Dukungan untuk memenuhi kebutuhan multivitamin dan asam lemak esensial pada
masa kehamilan atau menyusui.
Aturan pakai :
Diminum sesudah makan 1 tablet per hari atau sesuai petunjuk dokter.

3. Penyebab oedem pada ibu hamil?


Jawab :

Kaki bengkak saat hamil dapat disebabkan oleh hal normal (fisiologis) dan
tidak normal (patologis). Pada saat hamil, secara normal terjadi penumpukan mineral
natrium yang bersifat menarik air, sehingga terjadi penumpukan cairan di jaringan.
Hal ini ditambah dengan penekanan pembuluh darah besar di perut sebelah kanan
(vena kava) oleh rahim yang membesar, sehingga darah yang kembali ke jantung
berkurang dan menumpuk di tungkai bawah. Penekanan ini terjadi saat ibu berbaring

30
terletang atau miring ke kanan. Oleh karena itu, ibu hamil trimester ketiga disarankan
berbaring ke arah kiri.
Pembengkakan yang tidak normal dapat disebabkan oleh preeklampsia,
selulitis, dan trombosis vena dalam. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab
kaki bengkak pada kehamilan yang diwaspadai, karena memberikan risiko tinggi
kepada ibu dan bayi.

4. Apa itu nullipara?


Jawab :
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia
kehamilan lebih dari 28 minggu / belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup
di luar rahim.

5. Apa itu hiperurecimia?


Jawab :

Kondisi hyperuricemia merupakan indikasi dari tingginya kadar asam urat dalam
darah. Manusia memiliki kadar asam urat lebih tinggi (hyperuricemia) karena
kekurangan enzim hati, uricase, dan ekskresi fraksional asam urat yang lebih rendah.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Antipiretik yaitu obat demam yang mekanisme kerja obat antipiretik, bekerja,dengan
cara menghambat produksi prostalglandin E2 di hipotalamusanterior (yang meningkatkan
sebagai respon adanya pirogen endogen) yang termasuk obatnya itu parasetamol, panadol,
paracetol, paraco, praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal
atau asam salisilat, salisilamida. Obat antipiretik yang paling aman ontuk ibu hamil adalah
paracetamol.
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek
samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya
digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.

Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:

1. Amoxicillin
2. Ampicillin
3. Clindamycin
4. Erythromycin
5. Penicillin

B. SARAN
Agar setiap mahasiswa kebidanan memahami pengertian, macam – macam, kegunaan,
interaksi obat dan efek samping dari suatu jenis obat terutama pada obat antibiotic dan
antipiretik dalam kehamilan, serta dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

32
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu
Hamil Dan Menyusui. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Fitrianingsih Dwi, dkk.2009. farmakologi obat-obat dalam praktek kebidanan. Yogyakarta :
Binari Media Utama.
Anonimus. 2011. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi edisi 11. Jakarta : Medita Indonesia
Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui, Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat

33

Anda mungkin juga menyukai