Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2021

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SPONDILITIS TB

OLEH
Fitri Ainun Malahayati
105101105520

PEMBIMBING
dr. Husaemah Syam, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Fitri Ainun Malahayati

NIM : 105101105520

Judul Referat : SPONDILITIS TB

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2021

Pembimbing,

dr. Husaemah Syam, Sp.A


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW. Karena beliaulah sebagai suritauladan dalam
kehidupan dunia ini. Mudah-mudahan kita yang termasuk umatnya selalu
senantiasa dan setia kepadanya.

Referat dengan judul “SPONDILITIS TB” ini dapat terselesaikan dengan


baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Secara khusus penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr.
Husaemah Syam, Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya


dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir
kata, penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.

Makassar, Agustus 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan yang penting dan
salah satu penyebab kematian pada anak, terutama di negara berkembang. Pada
tahun 2016, organisasi kesehatan dunia WHO melaporkan 10,4 juta kasus baru
tuberkulosis di dunia dan 1 juta kasus merupakan tuberkulosis anak. Indonesia
berada pada urutan kedua kasus tuberkulosis terbanyak setelah India dengan lebih
dari 1 juta kasus baru. Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018
menemukan 11,1% kasus sakit tuberkulosis anak dari semua kasus tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit dengan angka kematian dan risiko penularan
yang tinggi.1
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar lewat udara yang
ditularkan oleh penderita, misalnya saat batuk. Bakteri M. tuberculosis umumnya
menyerang paru-paru (TB paru), namun dapat juga menyerang organ lain (TB
ekstrapulmonal).2 Manifestasi infeksi Mycobacterium tuberculosis pada
ekstrapulmonal terjadi akibat adanya penyebaran hematogen dan limfogen.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah penyebaran hematogen
tersamar (occult hematogenic spread) sehingga menyebabkan tuberkulosis pada
organ di luar paru (ekstrapulmonal). Spondilitis tuberkulosa adalah salah satu
infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai tulang belakang. Penyakit ini
pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan
adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang
belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga
ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga spondilitis
tuberkulosis dikenal juga dengan Pott’s disease.
Komplikasi spondilitis tuberkulosis dapat mengakibatkan morbiditas yang
cukup tinggi yang dapat timbul secara cepat ataupun lambat. Spondilitis
tuberculosis dapat menghasilkan peradangan granulomatosa yang ditandai dengan
infiltrasi limfositik dan sel epiteloid dan pada akhirnya mengakibatkan kasus
nekrosis jaringan yang terinfeksi, serta membentuk abses. Dengan destruksi
progresif korpus vertebral, deformitas tulang belakang menimbulkan kyphosis
pada pasien. Deformitas ini dapat bermanifestasi sebagai knuckle deformity
(kolapsnya satu vertebra), deformitas gibbus (kolapsnya dua atau tiga vertebra),
atau kyphosis global (keterlibatan beberapa vertebra yang berdekatan). Defisit
neurologis merupakan manifestasi dari kompresi langsung yang disebabkan oleh
abses, jaringan granulasi, sekuestrum atau gangguan kanal yang tidak stabil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Spondilitis Tuberkulosis atau disebut juga Pott’s disease adalah suatu
penyakit infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai tulang belakang dan
memerlukan deteksi dini untuk mencegah komplikasi neurologis yang lebih
lanjut. Lokasi spondilitis tuberkulosis yang paling umum adalah vertebra
thorakolumbal diikuti oleh vertebra thorakal, vertebra lumbal dan vertebra
cervikal. Nyeri punggung merupakan manifestasi yang sering dikeluhkan (83-
100% dari kasus). Nyeri punggung yang terjadi pada spondilitis tuberkulosis
dapat diperburuk oleh gerakan tulang belakang, batuk, dan pembebanan berat
(weight bearing) oleh karena disrupsi dari diskus intervertebralis dan
ketidakstabilan tulang belakang, kompresi saraf, atau fraktur patologis. Selain
itu, gambaran sistemik seperti demam dan penurunan berat badan juga dapat
muncul pada penyakit ini.
Spondilitis tuberkulosis merupakan bentuk paling berbahaya karena dapat
menyebabkan destruksi pada corpus vertebra, deformitas, spondylolisthesis,
paraplegia dan insufisiensi paru sekunder.

2.2. Epidemiologi
Insiden tuberkulosis ekstrapulmonal adalah 3% yang diantaranya terdapat
10% kasus TB tulang.

2.3. Etiologi
Patogen penyebab penyakit ini adalah bakteri berbentuk basil (bacillus).
Bakteri tersebut berasal dari genus Mycobacterium dan merupakan famili
Mycobactericeae yang terdiri dari sekitar 60 spesies, diantaranya Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan spesies paling umum dan merupakan penyebab
tersering dari tuberkulosis. Selain itu, terdapat juga beberapa spesies lain seperti
Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosis di Afrika Barat),
Mycobacterium avium, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium microti yang
dapat berpengaruh pada manusia.
Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit
untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun
dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini
disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang
terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat).
Bakteri ini bersifat acid-fastnon-motile, tidak membentuk spora dan
memiliki panjang sekitar 2 – 4 µm. Mycobacterium tumbuh lambat, waktu
pembentukannya adalah 12 – 24 jam dan tumbuh paling baik pada suhu 37 –
410C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dapat menginfeksi organ-
organ pada tubuh manusia, seperti pada paru-paru, mediastinum limfe nodus,
mesenterium, saluran pencernaan, sistem genitourinari. Bakteri basil ini dapat
dorman dalam waktu yang lama dan dapat berkembang biak setiap 15-20 jam
pada kondisi aerobik yang menguntungkan.

2.4. Patofisiologi
Perjalanan infeksi pada vertebra melalui 2 jalur utama yaitu arteri dan vena,
serta jalur tambahan. Jalur utama berlangsung secara sistemik mengalir sepanjang
arteri ke perifer masuk ke dalam korpus vertebra, berasal dari arteri segmental
lumbal yang memberikan darah ke separuh dari korpus yang berdekatan, di mana
setiap korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri. Di dalam korpus ini berakhir
sebagai end artery sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai di
daerah paradiskus.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, yaitu sebuah anyaman vena
epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson
pada daerah perivertebral. Pleksus ini beranastomosa dengan pleksuspleksus pada
dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal dan pelvis. Jika terjadi aliran balik
akibat perubahan tekanan pada dinding dada dan abdomen maka basil dapat ikut
menyebar.
Jalur ketiga adalah penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral
yang telah terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal anterior
dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.
Osteomielitis tuberkulosis dan artritis dipercayai muncul dari fokus basil M.
tuberculosis yang bersarang di tulang selama mikobakteriemia dari infeksi
primernya. Fokus primer dapat aktif atau hanya diam, tampak nyata atau laten,
baik di paru, kelenjar limfe mediastium, mesenterium, atau di wilayah leher atau
ginjal maupun organ dalam yang lain. Basil M. tuberculosis mungkin berjalan dari
paru ke spinal melalui pleksus venosus paravertebral Batson, melalui drainase
limfatik ke kelanjar paraaorta. Pada individu sehat respons imun selular sudah
mengandung basil ini tapi tidak melakukan eradikasi.
Penyebaran infeksi tuberkulosis akan menyebabkan inflamasi pada
paradiskus, terjadi hyperemia, edema sumsum tulang belakang dan osteoporosis.
Desttruksi tulang terjadi progresif, akibat lisis jaringan tulang di bagian anterior,
serta adanya iskemi sekunder, periartritis dan endarteritis, akan menyebabkan
kolapsnya bagian tersebut. Hal ini akan menyebabkan hilangnya kekuatan
mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi
kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dengan lengkung saraf posterior yang
tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresivitasnya
(angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah
vertebra yang terlibat yang sering disebut sebagai gibbus. Bila sudah timbul
deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah
meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar
lordosis di mana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior
sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya
bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat
badan disalurkan melalui prosesus artikular. Dengan adanya peningkatan sudut
kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk
deformitas rongga dada berupa barrel chest.
Abses dingin (cold abscess) dibentuk dari koleksi produk pencairan dan
eksudatif reaktif. Abses dingin sebagian besar berisi serum, lekosit, material
kaseosa, debris tulang dan basil tuberkel. Cold abscess terbentuk jika infeksi telah
menyebar ke otot psoas atau jaringan ikat sekitarnya. Pembentukan abses
paravertebral terjadi pada hampir setiap kasus. Dengan kolapsnya korpus vertebra
maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkejuan dan tulang nekrotik serta
sumsum tulang akan menonjol keluar
Tuberkulosis tulang belakang pada anak-anak rentan mengalami
perkembangan deformitas yang cepat dan berat setelah terjadi kolaps vertebra
dikarenakan ketidakmatangan dan fleksibilitasnya. TB pada anak, meskipun
setelah penyembuhan, deformitas masih tetap dapat berkembang. Rajasekaran
mendeskripsikan bahwa terdapat 4 tanda-tanda tulang belakang pada anak-anak
yang mengalami deformitas yang berat yaitu: retropulsi, translasi lateral vertebra
dan toppling.

Gambar 2.4.1. Tulang belakang berisiko deformitas berat pada anak-anak

2.5. Manifestasi Klinik


Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami
keadaan sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas, demam lama tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar limfe
superfisial yang tidak sakit, batuk lebih dari 30 hari, terjadi diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare disertai benjolan/masa di abdomen dan
tanda-tanda cairan di abdomen.
Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada bayi di bawah 1
tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar berjalan atau melompat.
Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang
disertai oleh nyeri. Nyeri punggung merupakan manifestasi yang sering
dikeluhkan (83-100% dari kasus). Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan
enggan menggerakkan punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan
menolak jika diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari
lantai. Nyeri tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan deformitas
pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus disertai oleh timbulnya
gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi
yang tidak stabil serta dapat berkembang secara progresif. Terdapat 2 tipe klinis
kiposis yaitu mobile dan rigid. Pada 80% kasus, terjadi kiposis 100, 20% kasus
memiliki kiposis lebih dari 100 dan hanya 4% kasus lebih dari 300 . Kelainan yang
sudah berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun tanpa paraplegia.
Abses dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada
bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal.
Paraplegia pada pasien spondilitis TB dengan penyakit aktif atau yang
dikenal dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2 tipe defisit neurologi ditemukan
pada stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan onset awal, dan paraplegia
pada pasien yang telah sembuh yang biasanya berkembang beberapa tahun setelah
penyakit primer sembuh yaitu dikenal dengan onset lambat.

2.6. Diagnosis

2.7. Tatalaksana

A. Kemoterapi atau Terapi Antituberkulosa


Pengobatan obat anti tuberculosis (OAT) adalah pengobatan utama baik
pada TB dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi. Pemberian OAT sangat
penting karena dapat menembus dengan baik ke target lesi. Berbagai penelitian
telah menunjukkan bahwa mayoritas (82-95%) pasien dengan Spondilitis TB
merespon dengan sangat baik terhadap pengobatan OAT.

Tabel 2.7.1. Dosis OAT untuk anak

Durasi terapi farmakologi untuk spondylitis TB telah lama diperdebatkan.


World Health Organization (WHO) merekomendasikan 9 bulan pengobatan, yaitu
4 obat isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, atau streptomisin diberikan
dalam fase “inisiasi” selama 2 bulan. Kemudian diikuti oleh isoniazid dan
rifampisin selama 7 bulan dalam fase “lanjutan. Adapun pedoman-pedoman
nasional dan internasional lainnya juga merekomendasikan durasi pengobatan 9-
12 bulan, yang dapat diperpanjang hingga 24 bulan dalam kasus berat.
Tabel 2.7.2. Panduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak

B. Terapi Pembedahan
Terapi bedah saat ini relatif sudah ditinggalkan yang kemudian digantikan
dengan OAT sebagai terapi utama. Intervensi bedah awal, jika operasi
diindikasikan, dianjurkan untuk menghindari ketidakstabilan tulang belakang
lebih lanjut dan komplikasi neurologis. Indikasi untuk intervensi bedah meliputi:
1) Defisit neurologis akut seperti paraplegia atau paraparesis; 2) Deformitas
tulang belakang yang tidak stabil atau dengan disertai nyeri seperti adanya kifosis
(300 untuk dewasa, 150 derajat untuk anak); 3) Resisten terhadap terapi medis; 4)
Abses paravertebral yang besar atau luas; 5) Nyeri berat karena kompresi dada; 6)
Diagnosis yang tidak terbatas.

Berbagai teknik pembedahan yang saat ini dipertimbangkan untuk


pengobatan spondylitis TB adalah: 1) Debridemen / dekompresi dan fusi anterior,
diikuti oleh fusi posterior simultan atau berurutan dengan instrumentasi; 2) Fusi
posterior dengan instrumentasi, diikuti oleh debridemen / dekompresi dan fusi
simultan atau berurutan; 3) Dekompresi posterior dan fusi dengan autografts
tulang; dan 4) Debridemen / dekompresi dan fusi anterior dengan autografts
tulang.
Manajemen bedah TB tulang belakang harus disesuaikan secara individual
untuk mencapai hasil yang diperlukan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
adalah usia pasien, lokasi lesi tulang, adanya komorbiditas medis, tingkat
keparahan kyphosis, jumlah tingkat yang terkena, daerah tulang belakang yang
terlibat dan pengalaman dan preferensi ahli bedah.

2.8. Pencegahan

2.9. Prognosis
Prognosis untuk defisit neurologis didapatkan baik pada 75% hingga 95%
pasien spondilitis TB yang diobati. Banyak faktor yang mempengaruhi pemulihan
dari paraplegia yang dihasilkan dari spondilitis TB. Faktor tersebut meliputi
kondisi fisik umum pasien, termasuk status imunologis, usia, status medulla
spinalis, tingkat dan jumlah vertebra yang terlibat. Faktor lain yang
mempengaruhi pemulihan adalah derajat kelainan bentuk tulang belakang (hampir
tidak ada pemulihan bahkan setelah operasi dekompresi radikal pada pasien
dengan kyphosis lebih dari 600), durasi dan tingkat paraplegia, waktu untuk mulai
pengobatan, jenis pengobatan dan sensitivitas obat.

Tabel 2.9.1. Faktor klinis yang mempengaruhi prognosis Spondilitis Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai