SPONDILITIS TB
OLEH
Fitri Ainun Malahayati
105101105520
PEMBIMBING
dr. Husaemah Syam, Sp.A
NIM : 105101105520
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing,
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW. Karena beliaulah sebagai suritauladan dalam
kehidupan dunia ini. Mudah-mudahan kita yang termasuk umatnya selalu
senantiasa dan setia kepadanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.2. Epidemiologi
Insiden tuberkulosis ekstrapulmonal adalah 3% yang diantaranya terdapat
10% kasus TB tulang.
2.3. Etiologi
Patogen penyebab penyakit ini adalah bakteri berbentuk basil (bacillus).
Bakteri tersebut berasal dari genus Mycobacterium dan merupakan famili
Mycobactericeae yang terdiri dari sekitar 60 spesies, diantaranya Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan spesies paling umum dan merupakan penyebab
tersering dari tuberkulosis. Selain itu, terdapat juga beberapa spesies lain seperti
Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosis di Afrika Barat),
Mycobacterium avium, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium microti yang
dapat berpengaruh pada manusia.
Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit
untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun
dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini
disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang
terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat).
Bakteri ini bersifat acid-fastnon-motile, tidak membentuk spora dan
memiliki panjang sekitar 2 – 4 µm. Mycobacterium tumbuh lambat, waktu
pembentukannya adalah 12 – 24 jam dan tumbuh paling baik pada suhu 37 –
410C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dapat menginfeksi organ-
organ pada tubuh manusia, seperti pada paru-paru, mediastinum limfe nodus,
mesenterium, saluran pencernaan, sistem genitourinari. Bakteri basil ini dapat
dorman dalam waktu yang lama dan dapat berkembang biak setiap 15-20 jam
pada kondisi aerobik yang menguntungkan.
2.4. Patofisiologi
Perjalanan infeksi pada vertebra melalui 2 jalur utama yaitu arteri dan vena,
serta jalur tambahan. Jalur utama berlangsung secara sistemik mengalir sepanjang
arteri ke perifer masuk ke dalam korpus vertebra, berasal dari arteri segmental
lumbal yang memberikan darah ke separuh dari korpus yang berdekatan, di mana
setiap korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri. Di dalam korpus ini berakhir
sebagai end artery sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai di
daerah paradiskus.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, yaitu sebuah anyaman vena
epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson
pada daerah perivertebral. Pleksus ini beranastomosa dengan pleksuspleksus pada
dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal dan pelvis. Jika terjadi aliran balik
akibat perubahan tekanan pada dinding dada dan abdomen maka basil dapat ikut
menyebar.
Jalur ketiga adalah penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral
yang telah terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal anterior
dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan.
Osteomielitis tuberkulosis dan artritis dipercayai muncul dari fokus basil M.
tuberculosis yang bersarang di tulang selama mikobakteriemia dari infeksi
primernya. Fokus primer dapat aktif atau hanya diam, tampak nyata atau laten,
baik di paru, kelenjar limfe mediastium, mesenterium, atau di wilayah leher atau
ginjal maupun organ dalam yang lain. Basil M. tuberculosis mungkin berjalan dari
paru ke spinal melalui pleksus venosus paravertebral Batson, melalui drainase
limfatik ke kelanjar paraaorta. Pada individu sehat respons imun selular sudah
mengandung basil ini tapi tidak melakukan eradikasi.
Penyebaran infeksi tuberkulosis akan menyebabkan inflamasi pada
paradiskus, terjadi hyperemia, edema sumsum tulang belakang dan osteoporosis.
Desttruksi tulang terjadi progresif, akibat lisis jaringan tulang di bagian anterior,
serta adanya iskemi sekunder, periartritis dan endarteritis, akan menyebabkan
kolapsnya bagian tersebut. Hal ini akan menyebabkan hilangnya kekuatan
mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi
kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dengan lengkung saraf posterior yang
tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresivitasnya
(angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah
vertebra yang terlibat yang sering disebut sebagai gibbus. Bila sudah timbul
deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah
meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar
lordosis di mana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior
sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya
bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat
badan disalurkan melalui prosesus artikular. Dengan adanya peningkatan sudut
kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk
deformitas rongga dada berupa barrel chest.
Abses dingin (cold abscess) dibentuk dari koleksi produk pencairan dan
eksudatif reaktif. Abses dingin sebagian besar berisi serum, lekosit, material
kaseosa, debris tulang dan basil tuberkel. Cold abscess terbentuk jika infeksi telah
menyebar ke otot psoas atau jaringan ikat sekitarnya. Pembentukan abses
paravertebral terjadi pada hampir setiap kasus. Dengan kolapsnya korpus vertebra
maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkejuan dan tulang nekrotik serta
sumsum tulang akan menonjol keluar
Tuberkulosis tulang belakang pada anak-anak rentan mengalami
perkembangan deformitas yang cepat dan berat setelah terjadi kolaps vertebra
dikarenakan ketidakmatangan dan fleksibilitasnya. TB pada anak, meskipun
setelah penyembuhan, deformitas masih tetap dapat berkembang. Rajasekaran
mendeskripsikan bahwa terdapat 4 tanda-tanda tulang belakang pada anak-anak
yang mengalami deformitas yang berat yaitu: retropulsi, translasi lateral vertebra
dan toppling.
2.6. Diagnosis
2.7. Tatalaksana
B. Terapi Pembedahan
Terapi bedah saat ini relatif sudah ditinggalkan yang kemudian digantikan
dengan OAT sebagai terapi utama. Intervensi bedah awal, jika operasi
diindikasikan, dianjurkan untuk menghindari ketidakstabilan tulang belakang
lebih lanjut dan komplikasi neurologis. Indikasi untuk intervensi bedah meliputi:
1) Defisit neurologis akut seperti paraplegia atau paraparesis; 2) Deformitas
tulang belakang yang tidak stabil atau dengan disertai nyeri seperti adanya kifosis
(300 untuk dewasa, 150 derajat untuk anak); 3) Resisten terhadap terapi medis; 4)
Abses paravertebral yang besar atau luas; 5) Nyeri berat karena kompresi dada; 6)
Diagnosis yang tidak terbatas.
2.8. Pencegahan
2.9. Prognosis
Prognosis untuk defisit neurologis didapatkan baik pada 75% hingga 95%
pasien spondilitis TB yang diobati. Banyak faktor yang mempengaruhi pemulihan
dari paraplegia yang dihasilkan dari spondilitis TB. Faktor tersebut meliputi
kondisi fisik umum pasien, termasuk status imunologis, usia, status medulla
spinalis, tingkat dan jumlah vertebra yang terlibat. Faktor lain yang
mempengaruhi pemulihan adalah derajat kelainan bentuk tulang belakang (hampir
tidak ada pemulihan bahkan setelah operasi dekompresi radikal pada pasien
dengan kyphosis lebih dari 600), durasi dan tingkat paraplegia, waktu untuk mulai
pengobatan, jenis pengobatan dan sensitivitas obat.