Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2016

UNIVERSITAS HALU OLEO

TUBERKULOMA

PENYUSUN:

Eka Dewi Yuliani, S.Ked

K1A1 12 036

PEMBIMBING:

dr. Sri Muryati, Sp.S., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2016

0
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Eka Dewi Yuliani

NIM : K1A1 12 036

Judul : Tuberkuloma

Bagian : Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, September 2016

Pembimbing

dr. Sri Muryati, M.Kes., Sp.S

1
TUBERKULOMA

Eka Dewi Yuliani, Sri Muryati

I. PENDAHULUAN

Tuberkulosis dikenal sejak 1000 tahun SM seperti yang tertulis dalam

kepustakaan Sansekerta kuno. Nama tuberkulosis berasal dari kata

tuberkulum, berarti benjolan kecil, yang merupakan gambaran patologik khas

penyakit ini.(1)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakteri menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberkulosis yang paling sering mengenai paru-paru.

Bakteri ini ditularkan secara droplet dari satu orang ke orang lain.

Tuberkuloma Sistem Saraf Pusat (SPP) merupakan TB ekstraparu yang jarang

ditemui dibandingkan dengan TB ektraparu yang lain. Keterlibatan SPP ialah

sekitar 0,5-2% dari total pasien TB, umumnya terjadi lesi intrakranial,

sedangkan tuberkuloma intramedullar jarang terlibat yakni 2/1000 kasus

tuberkuloma SPP. (2)

II. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data WHO tahun 2015 melaporkan kejadian TB Pada

tahun 2014 dengan angka kematian 1,5 juta orang (1,1 juta HIV-negatif dan

0,4 juta HIV-positif). Jumlahnya terdiri dari 8.90.000 laki-laki, 4.80.000

perempuan dan 1.40.000 anak-anak. Di seluruh dunia, 9,6 juta orang

diperkirakan telah jatuh sakit dengan TB pada tahun 2014 yaitu 5,4 juta laki-

laki, 3,2 juta perempuan dan1,0 juta anak.(3)

2
Sebagian besar perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 2014 terjadi di

Asia (58%), Daerah Afrika (28%), Timur Mediterania (8%), wilayah Eropa

(3%) dan Daerah Amerika (3%). Terdapat Enam negara yang menonjol

memiliki jumlah terbesar kasus TB pada tahun 2014 adalah India, Indonesia,

China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Tingkat kejadian TB di India,

Indonesia dan China merupakan 43% dari total keseluruhan. India, Indonesia

dan China merupakan Negara dengan jumlah kasus TB terbanyak: 23%, 10%

dan 10% dari total global. Indonesia yang memiliki jumlah populasi 2.54.455

jiwa, saat ini menduduki urutan ke 2 dunia dengan kasus TB terbanyak,

mengalahkan China yang memiliki jumlah populasi lebih banyak yakni

1.369.436 jiwa. (3)

Paru-paru merupakan lokasi utama infeksi Mycobacterium tuberkulosis,

setelah itu dapat menyerang organ lain. Sekitar 5-10% dari kasus TB

mengenai sistem saraf pusat. TB intrakranial memiliki dua proses patologis:

meningitis TB dan tuberkuloma intrakranial. Hanya 10% yang mengalami

tuberkuloma, sisanya meningitis TB.(4)

III. ANATOMI

Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Otak dan

medulla spinalis dibungkus oleh sistem membran yang disebut meningen, dan

dikelilingi oleh liquor cerebrospinal, kemudian dilindungi oleh tulang-tulang

tengkorak dan kolumna vertebralis.(5)

3
1. Otak

Otak terletak di dalam cavum crania dan bersambung dengan medulla

spinalis melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen

dan berlanjut ke medulla spinalis. Otak dibagi menjadi tiga bagian:

a. Rhombencephalon, dibagi menjadi medulla oblongata, pons, dan

cerebellum.

b. Mesenchepalon, bagian sempit dari otak yang menghubungkan

prosenchealon dengan rhombencepalon. Rongga sempit

mesenchepalon adalah ventriculus tertius dan ventriculus quartus.

c. Prosenchepalon, dibagi menjadi dienchepalon (diantara otak yang

terdiri dari halamus di dorsal dan hypothalamus di ventral), yang

merupakan bagian sentral prosenchepalon, dan cerebrum. Cerebrum

merupakan bagian otak yang terbesar, terdiri dari dua hemispherium

cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut

corpus callosum. Pembagian masing-masing permukaan hemispherium

menjadi lobus-lobus diberi nama sesuai dengan tulang tengkorak yang

menutuinya, lobus frontalis, lobus parietal, lobus occipital, lobus

temporal. (5)

2. Medulla spinalis

Medulla spinalis terletak di dalam canalis vertebralis columna vertebralis

dan dibungkus oleh tiga meningen. Disepanjang medulla spinalis, melekat

31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau motorik dan radix

posterior atau sensorik. (5)

4
Gambar 1. Susunan Sistem Saraf Pusat(5)

IV. ETIOLOGI

Kuman penyebab tubekulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis yang

anaerobic, nonmotile, nonspora, dan tahan asam. Bakteri ini berbentuk batang

lurus atau sedikit melengkung, tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3

– 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberkulosis sangat kompleks,

terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel

M.tuberkulosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa

dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai

panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan

glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain

yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti

arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks

5
tersebut menyebebkan bakteri M.tuberkulosisbersifat tahan asam, yaitu

apabila sekali diwarnai, tahan terhadap alkohol.(6)

V. PATOGENESIS

Penularan tubekulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel

infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada

ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Perjalanan penyakit TB terdapat 4 fase.(1,7)

Fase pertama adalah fase tuberkulosis primer. Bila partikel infeksi

terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan

paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.

Kuman akan akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.(1,7)

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau

sarang (focus) Ghon.(7) Basil kemudian masuk ke kelenjar limfe di hilus paru

dan menyebabkan limfadenitis regional. Timbul reaksi yang khas berupa

pembentukan granuloma sel epiteloid dan pengejuan di lesi primer dan

kelenjar limfe hilus. Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer dapat mengalami resolusi

dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau membentuk fibrosis dan

kalsifikasi (95% kasus).(1)

6
Sekalipun demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi

berupa penyebaran miliar melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui

bronkus. Penyebaran miliar menyebabkan tuberkulosis di seluruh paru-paru,

tulang, otak dan lain-lain. Penyebaran hematogen merupakan fase kedua.(1)

Fase ketiga adalah fase tidur (dormant) atau fase laten. Basil yang

dormant bisa terdapat di otak, tulang panjang, vertebra, ginjal dan lainnya.

Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup

(infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila terjadi perubahan

keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada infeksi HIV. Fase keempat

adalah TB post primer yang muncul sebagai infeksi endogen yaitu berasal dari

kuman yang dormant. Mayoritas reinfeksi 90%, dapat terjadi di paru maupun

di luar paru. Penyebaran Myobacterium secara hematogen paling sering terjadi

di daerah tubuh yang kaya oksigen, termasuk otak yang dapat menyebabkan

tuberkuloma ataupun meningitis TB. (1)

VI. DIAGNOSIS

Manifestasi klinis tuberkuloma tidak spesifik. Pasien dengan intrakranial

tuberkuloma paling sering hadir dengan beberpa gejala sebagai berikut: (8,9)

1. Kejang (60 sampai 100%), serangan kejang sebagai manifestasi perubahan

kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi dan perubahan suplai

darah ke jaringan otak.

2. Gejala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (56- 93%),

diakibatkan oleh adanya pertambahan massa dalam tengkorak. Gejalanya

berupa:

7
a. Nyeri kepala

Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan

kadang-kadang hebat sekali. Nyeri disebabkan oleh traksi dan

pergeseran struktur-struktur peka nyeri seperti aerteri, vena, sinus-

sinus vena dan sraf-saraf otak.

b. Mual-muntah

Mual-muntah terjadi akibat rangsangan pusat muntah di medulla

oblongata. Muntah berhubungan dengan peningkatan intrakranial

disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa didahului

mual dan dapat bersifat proyektil.

c. Papiledema

Papiledema disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan

pembengkakan dan pembesaran diskus optikus.Tanda ini dilihat

dengan pemeriksaan funduskopi

3. Defisit neurologis fokal (33-68%).Gangguan fokal terjadi terjadi apabila

terdapat penekanan pada jaringan otak. Hal ini tergantung letak massa

pada setiap bagian otak, sebagai berikut: (8)

a. Lobus frontalis:

1) Memberikan gejala perubahan mental, yang bermanifestasi sebagai

perubahan ringan dalam kepribadian. Beberapa penderita

mengalami periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah

laku penderita menjadi aneh. Perubahan tersering adalah perubahan

dalam berargumentasi yang sulit dan member penilaian.

8
2) Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada daerah dan lintasan

motorik. Jika letak di ujung bawah prasentralis menyebabkan

kelemahan pada wajah, lidah dan ibu jari, sedangkan pada lobules

parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstremistas

bawah.

3) Ataksia yang menyebabkan gaya berjalan yang tidak mantap.

4) Gangguan bicara apabila lobus frontalis kiri atau dominan kiri

yang terkena.

b. Lobus Oksipitalis: Dapat menimbulkan kejang konvulsif yang

didahului oleh aura.Keterlibatan korteks oksipitalis menyebabkan

hemianopsia homonym kontralateral. Dapat terjadi agnosia visual,

kesulitan untuk memperkirkan jarak, dan kecenderungan untuk tersesat

dalam lingkungan yang sudah dikenalnya.

c. Lobus temporalis: Menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran

yang mungkin terjadi akibat iritasi korteks pendengaran temporalis

atau korteks yang berbatasan. Terjadi berbagai tingkat afasia sensorik,

dimulai dengan kesulitan menyebutkan objek bila lobus temporalis

hemisfer yang dominan ikut terlibat.

d. Korteks sensorik lobus parietalis: Hilangnya fungsi sensorik korteks,

gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua titik, grafestesia, kesan

posisi, dan stereognosis.

9
e. Serebellum: Menyebabkan papil edema dini dan sering menimbulkan

nyeri kepala nuchal, juga adanya gangguan gerak yang bervariasi

sesuai ukuran dan lokasinya.

f. Hipotalamus: Menyebabkan somnolen, diabetes insipidus, obesitas,

dan gangguan pengaturan suhu.

g. Ventrikel: Peningkatan tekanan intrakranial yang cepat yang disertai

gejal-gejala papil edema.

Selain manifestasi klinik di atas, perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang

yaitu:(2,9,10,11,12)

1. Radiografi

MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi tuberkuloma dari

parenkim otak.Tuberkuloma intrakranial biasanya tunggal namun sering

multiple dan disertai dengan efek massa dan udem. Gambaran khas

tuberkuloma berupa nodul dengan area pusat yang kecil (nekrosis

perkejuan) pada CT menunjukkan gambaran dengan densitas rendah dan

pada MRI T2WI/FLAIR menunjukkan densitas yang tinggi (hiperintens).

a. CT Scan

1) NECT (Noncontrast Enhanced Computed Tomography): Iso-

Hiperdense

2) CECT (Contrast Enhanced Computed Tomography): Iso-

Hiperdense disertai enhace permukaan

b. MRI

1) T1WI: isointense/hypointense

10
2) T1WI + C: isointense/hypointense disertai enhance permukaan

3) T2WI: hyperintense

4) FLAIR: hyperintense disertai enhance permukaan

Gambar 2: CECT. Cincin isodense enhace serebellum dekstra(10)

Gambar 3: MRI axial T1WI+C, cincin enhace di lobus frontal kiri dan lobus
parietal kiri (2)

11
Evaluasi pencitraan sesudah pemberian terapi OAT menunjukkan

adanya penurunan ukuran tuberkuloma dan pada CT menunjukkan adanya

area kalsifikasi bentuk bercak. Tuberkuloma intrakranial dapat disertai

dengan meningitis TB atau berdiri sendiri.(9)

2. H-Magnetic Resonansi Spektroskopi (H-MRS)

Diagnosis dini dan spesifik sangat penting untuk memulai

perawatan yang memadai, terutama jika SSP yang terlibat. Kurangnya

produksi sputum dapat menunda diagnosis. Selain itu, dengan MRI akan

menampilkan lesi abses TB yang tidak spesifik dan dapat menyerupai

abses dari etiologi infeksi lainnya. Maka dari itu, H-MRS dapat

meningkatkan spesifisitas diagnosis dengan mengidentifikasi lipid yang

terdapat dalam lesi yang dianggap sebagai karakteristik untuk TB. H-MRS

dapat membantu untuk membedakan berbagai etiologi infeksi. (13)

Peninggian kadar asetat dan suksinat mengindikasikan lesi abses

piogenik, sedangkan jika dominasi kadar lipid yang tinggi

mengindikasikan lesi tuberkuloma. Hal ini disebabkan karena sel dinding

mikobakterium sebagian besar terdiri dari lipid berbeda dengan bakteri

yang lain. Selain itu, enzim proteolitik pada inflamasi TB kurang jika

dibandingkan dengan inflamasi piogenik. Di sisi lain lain, asetat dan

suksinat adalah produk akhir dari abses piogenik.(13)

Penggunaan H-MRS masih sangat sulit diaplikasikan di wilayah

geografis yang sangat endemik TB, karena area yang sangat endemik TB

terletak hampir di negara-negara miskin. Dengan demikian, H-MRS masih

12
dianggap sebagai teknologi canggih yang hanya tersedia di negara-negara

kaya.(13)

Gambar 4. MRI otak yang menampilkan multiple cincin yang enhace dan H-
MRS yang memperlihatkan peninggian kadar lipid.(11)

3. Serologi

Tes serologis untuk diagnosis TB, didasarkan pada serum antibodi

IgG terhadap antigen mikobakterium dan menggunkan teknik Enzyme-

Linked Immunosorbent (ELISA). Bila diagnosis diragukan, bukti serologi

tuberkulosis mendukung jika tidak ada gambaran histopatologi. Antibodi

antimikrobial tidak terdapat pada orang yang sehat. Tes ELISA positif

untuk mendukung diagnosis intrakranial tuberkuloma. Contohnya, pada

pasien yang memiliki lesi multiple nodular enhance bersamaan dengan

subcutaneous nodul, ELISA negatif untuk neurocysticerosis sementara

positif pada tuberkulosis. Biopsi subkutan nodul hanya terlihat pada

13
tuberculous granuloma. Pemeriksaan tes serologi umumnya terbatas

karena harga yang relatif mahal.(9)

4. Biopsi

Diagnosis yang akurat dari tuberkuloma tidak mungkin sampai lesi

otak yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Lesi enhace

(pada pasien epilepsi), yang sebelumnya dianggap sebagai tuberkuloma,

mayoritas yang ditemukan granuloma sistiserkus pada biopsi. Dalam

sebuah studi preoperative, diagnosis yang benar tuberkuloma hanya 39

dari 52 (75%) pasien. 7 glioma dan 2 medulloblastoma. Biopsi otak

merupakan prosedur yang berisiko dan bahkan dapat menyebabkan

kematian. Gambaran biopsi pada kasus tuberkuloma, akan didapatkan

agregat histiosit epiteloid, sel raksasa (Giant cell), daerah nekrosis

kaseosa.(9,14)

Gambar 5. Gambaran Histopatologi Tuberkuloma: sel raksasa dan


nekrosis kaseosa.(10)

14
VII. Diagnosis Banding

1. Neurocysticercosis

Neurocysticercosis adalah gangguan neurologis yang disebabkan

oleh kista dari larva cacing pita taenia solium. Gangguan ini dapat

mempengaruhi setiap organ, tetapi tempat yang paling umum adalah

sistem saraf pusat (ruang subarachnoid, ventrikel, atau sumsum tulang

belakang), mata, dan otot. Neurocisticercosis berkembang setelah menelan

telur dari kotoran pembawa cacing pita (kontaminasi fecal-oral).(9)

Gambaran klinik dan CT Scan keduanya sangat mirip. Beberapa

poin diagnostik telah disarankan dari waktu kewaktu tapi tidak terbukti

bermanfaat. Pada tuberkuloma terdapat gambaran target sign yang

paonomonik. Kalsifikasi punctata serupa juga telihat pada granuloma

cysticercus. Pada pasien dengan kejang parsial, CT Scan kepala biasanya

menunjukkan lesi cincin kecil yang enhace. Awalnya lesi-lesi ini

dipertimbangkan sebagai tuberkuloma dan diberi pengobatan

antituberkulosis. Selanjutnya, terdapat penelitian yang menyatakan dengan

tegas bahwa kebanyakan lesi ini lebih banyak ditemukan pada cysticercus,

hanya sedikit yang terdapat pada tuberkuloma. Dalam penelitian mereka,

keberadaan tanda peningkatan tekanan intrakranial, deficit neurologic

fokal, bersama dengan ciri CT tertentu dari lesi (ukuran >20 mm , batas

irregular, dan midline shift) mengarah kepada peningkatan intrakranial

parenkimatous tuberkuloma. (9)

15
2. Lesi otak lainnya local

Abses otak biasanya ditandai pada CT scan dengan lesi kistik

sentral yang mengandung lesi cincin yang enhace yang didefinisikan

dengan baik dengan sejumlah besar edema sekitarnya. Abses TB juga

dapat dibedakan secara klinis dan radiologis dari abses piogenik.

Terdapatnya kalsium di dalam lesi intrakranial yang berlarut-larut

membuat diagnosis tuberkuloma mungkin. Gumma sifilis dapat berupa

lesi solitar berbatas tegas di otak, tapi lesi ini bisa menjadi tidak lazim jika

tidak ditemukan bentuk klinis sifilis di tempat lain. (9)

Nocardia, sebuah 'Gram positif' bacillus aerobik yang lebih mirip

seperti jamur daripada bakteri, kebanyakan terjadi pada orang dengan

sistem kekebalan tubuh yang rendah, dan menghasilkan kapsul yang

buruk, sering multiloculated, abses cair di otak. Terdapat bukti dari 60%

kasus pada penyakit paru. Actinomycosis, yang menyerang sistem saraf

pada 1 sampai 3 persen dari pasien dengan infeksi sistemik, memproduksi

nanah dalam kapsul yang mengisi kavitas berupa butiran belerang yang

khas. Bukti penyakit cervicofacial, dada atau perut adalah selalu ada. (9)

Penyakit protozoa dapat menghasilkan lesi fokal di otak, terutama

yang disebabkan amoebiasis dan toksoplasmosis. Toksoplasmosis yang

didapat adalah penyakit yang dominan terjadi pada orang dengan

immunocompromised, dan biasanya menyebabkan ensefalitis, nodul

mikroglial berbatas tegas, atau lesi hemoragik dan lesi nekrotik di

parenkim otak. (9)

16
Penyakit jamur tertentu yang dapat menghasilkan granuloma

intrakranial perlu dipertimbangkan menjadi diagnosis banding.

Cryptococcus neoformans, yang biasanya menyebabkan meningitis kronis,

dapat menyebabkan granuloma soliter. Candida albicans dapat

menghasilkan abses parenkim otak multiple atau granuloma pada orang

dengan immunocompromised. Ini mirip tuberkuloma, meskipun granuloma

Candida cenderung dominan terletak pada white matter daripada di

korteks dan biasanya berhubungan dengan pleositosis cairan tulang

belakang dan prognosis buruk. Bukti kandidiasis di tempat lain dalam

tubuh harus hadir. Aspergillosis, yang menyebabkan infeksi

bronkopulmonalis pada orang immunocompromised yang juga dapat

mengakibatkan abses otak soliter atau multiple yang dapat terkalsifikasi

menjadi granuloma. Penyakit jamur lain yang menghasilkan granuloma

intracerebral adalah mucormycosis khususnya pada mereka dengan

diabetes yang tidak terkontrol. kista hidatid otak muncul yang terlihat

lusen pada radiografi dan mungkin berubah menjadi massa gelatinous

sangat jarang. (9)

Tumor otak primer atau lesi intrakranial lokal umumnya

cenderung disalahartikan sebagai tuberkuloma, terutama

oligodendroglioma yang lebih cenderung mengalami kalsifikasi dan

menghasilkan lesi hiperdense yang terlihat pada CT scan. Tumor

metastatik ke sistem saraf sering multiple dan beberapa muncul gambaran

hiperdense pada CT scan seperti tumor sekunder dari paru, melanoma,

17
koriokarsinoma dan karsinoma sel ginjal. Tidak adanya gambaran edema

substansial dan efek massa pada CT scan, adanya kalsifikasi pada lesi dan

evolusi lambat dari lesi dikeluarkan dari kemungkinan ini. limfoma sistem

saraf pusat primer adalah lesi otak yang jarang. Sebaliknya tidak dapat

dibedakan pada atas dasar klinis dan radiologi dari tuberkuloma. (9)

VIII. Pengobatan

Tuberkuloma dapat diobati dengan anti Tuberkulosis. Lama pengobatan

biasanya lebih lama daripada pengobatan TB biasa. Lama pengobatan masih

diperdebatkan tapi beberapa merekomendasikan 18-24 bulan. The American

Thoracic Society (ATS, 2003) dan panduan UK National Institute for Health

and Clinical Excellence (NICE, 2006) merekomendasikan pengobatan

Tuberkuloma selama 12 bulan. INH, rifampicin, dan pyrazinamid harus

diberikan pada 2 bulan pertama dan dicukupkan 4 obat dengan pilihan

etambutol, ethionamid dan streptomisin IM. ethionamid dan streptomisin IM

tidak direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada ibu hamil.

Ethionamid bersifat teratogenik, dan streptomisin bersifat ototoxic pada fetus,

kedua obat ini sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil.(10)

Setelah 12 bulan pengobatan lebih 2-3 pasien masih memiliki gambaran

radiografi otak lesi enhace. Meskipun itu tidak jelas bahwa mewakili lesi aktif

atau hanya inflamasi, melanjutkan pengobatan mungkin bijaksana. Resolusi

total pada tuberkuloma diamati ketika CT Scan memperlihatkan lesi enhace

atau hanya daerah kalsifikasi.(12)

18
Kortikosteroid sistemik sebagai terapi tambahan diindikasikan pada

edema perilesi. Intervensi bedah mungkin dibutuhkan pada keadaan

komplikasi akut atau diagnosis tidak meyakinkan.(12)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong D. Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:

EGC; 2010.hal. 50-6.

2. Lee DY, Kim SP, Kim IS. Coexistence of spinal intramedullary tuberculoma

and multiple intracranial tuberculomas. Korean J Spine 2015; 12(2):99-102.

3. WHO. Tuberculosis – epidemiology.. 2nd Edition. Global tuberculosis Report

2015:p13-14.

4. Wasay M, Moolani MK, Zaheer J, Khealani BA, Smego RA. Prognostic

indicators in patients with intracranial tuberculoma: a review of 102 cases.

Aga Khan University 2004 Feb: 1-6.

5. Snell RS, editor. Neuroanatomi klinik. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2011:hal.1-0.

6. PDPI. Pedoman penatalaksanaan TB (konsensus TB). Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia 2011:p2-3.

7. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohardi B,

Alwi I, Simadibrata SM, Setisti S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi 4.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2007.hal. 988-93.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC;2005.hal.1187-9.

9. Garg RK. Diagnosis of intracranial tuberculoma. Ind. J. Tub 1996;43: 35-9.

10. Lee WY, Ling M, Anderson G, Achawal S, Thaker HK. Isoniazid-resistant

intracranial tuberculoma treated with a combination of moxifloxacin and first-

line anti-tuberculosis medication. Journal of Medical Microbiology 2011; 60:

1550–2

20
11. Pereira NMD, Shah I, Biyani N, Shah F. Frontal lobe tuberculoma. Oxford

Medical Case Reports 2016;1:12–4.

12. Monteiro R, Carneiro JS, Costa C, Duarte R. Cerebral tuberculomas - a

clinical challenge. Respiratory Medicine Case Reports 2013 Apr:34-7.

13. Santy Ky, Nan P, Chantana Y, Laurent D, Nadal D, Richner B. The diagnosis

of brain tuberculoma by H-magnetic resonance spectroscopy. Eur J Pediatr

2011 Jan: 1-9.

14. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, editor. Buku ajar patologi.Volume 2.

Jakarta: EGC; 2007.hal.923-4.

21

Anda mungkin juga menyukai