KARDIOVASKULER
Dosen Pengampu:
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, serta sholawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena bimbingan dan jalan kemudahan yang telah diberi oleh Allah
SWT tugas makalah pada mata kuliah farmakologi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Terselesaikannya tugas makalah pada mata kuliah farmakologi ini juga atas bantuan
dari berbagai belah pihak, antara lain :
1. Ibu Nurul Hayati., S.Kep., Ners., M.Kep selaku Kepala Prodi D3 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang yang telah memberi
fasilitas berupa perpustakaan.
2. Ibu Indriana Noor Istiqomah., S.Kep., Ners., M.Kep selaku Dosen Pengampu mata
kuliah farmakologi yang telah membimbing dalam poses pembuatan tugas makalah
pada mata kuliah farmakologi ini dengan baik.
3. Orang tua kita yang telah membantu penyelesaian tugas makalah pada mata kuliah
farmakologi ini dengan cara memberi bantuan berupa material.
4. Rekan-rekan kelas 2C yang telah memberi dukungan kepada kita untuk dapat
menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah farmakologi ini dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Seperti pada peribahasa “Tiada gading yang tak retak” sebagaimana tugas makalah
pada mata kuliah farmakologi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan demikian
kita sebagai penyusun sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Semoga dengan adanya tugas makalah ini, dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR…………………………………………………..……………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….3
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………….4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….4
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………...7
BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………………...34
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….34
4.2 Saran……………………………………………………………………………...35
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….36
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………38
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang
mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk semua
sel hidup dalam tubuh, dan juga membawa produkproduk limbah dari jaringan ke sistem tubuh
hingga akhirnya dieliminasi dari tubuh. Jantung adalah organ utama dari sistem kardiovaskular
dan bertanggung jawab untuk mendistribusikan darah ke seluruh tubuh manusia (Vorvick,
2013). Apabila salah satu dari sistem kardiovaskuler ini terganggu, maka akan memicu
terjadinya penyakit kardiovaskuler. Berbagai macam penyakit pembuluh darah, antara lain
obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus, aterosklerosis, hipertensi, iskemik, stroke, infark
miokard, dan berakhir pada gagal jantung yang merupakan end terminal (Aaronson and Ward,
2010).
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler. Gagal jantung adalah
sindroma klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Hal tersebut terjadi akibat adanya
gangguan yang mengurangi pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas
miokard (disfungsi sistolik) (Parker et al, 2008). Pada gagal jantung, curah jantung tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh, atau dapat memenuhi kebutuhan hanya dengan peningkatan
tekanan pengisian (preload). Mekanisme kompensasi mungkin mampu untuk mempertahankan
curah jantung saat istirahat, namun tidak cukup selama menjalani aktivitas fisik. Fungsi jantung
akhirnya menurun, dan gagal jantung menjadi berat (dekompensata) (Aaronson and Ward,
2010).
4
akan terus meningkat. Gagal jantung bukanlah diagnosis penyakit, tetapi sindrom klinis yang
mungkin memiliki karakteristik yang berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, ras atau
etnis, dan status fraksi ejeksi ventrikel kiri (Bui et al, 2011).Sekitar 3-20 per 1000 orang pada
populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia
(100 per 1000 orang pada usia diatas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena
peningkatan usia, populasi, dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Di
Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun akibat gagal jantung, 5%
dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan
nasional (Gray et al, 2005).
Berdasarkan etiologi, faktor resiko gagal jantung meningkat dari waktu ke waktu.
Menurut hasil studi yang telah dilakukan oleh Dunlay et al, pada kasus gagal jantung,
hipertensi merupakan faktor resiko paling sering terjadi dengan prosentase 66%, yang diikuti
oleh merokok 51% (Dunlay et al, 2009). Coronay Arthery Disease (CAD) dan hipertensi adalah
dua penyebab utama gagal jantung, CAD dan obesitas penyebab dalam kasus gagal jantung
sistolik dan hipertensi penyebab dalam kasus gagal jantung diastolik (terutama pada orang tua)
(J.M. Cruickshank, 2010). Analisis Framingham Heart Study mengungkapkan bahwa tekanan
darah rata-rata untuk pasien yang dapat mengakibatkan gagal jantung adalah 150/90 mmHg.
Selain itu, obesitas yang didefinisikan sebagai indeks massa tubuh lebih dari 30kg/m2, diakui
sebagai faktor risiko independen pada gagal jantung. Obesitas menyebabkan perubahan ukuran
ruang dan massa dalam ventrikel kiri yang dapat berlanjut dari waktu ke waktu mengakibatkan
disfungsi sistolik dan diastolik (Ramani et al, 2010). Penyebab lainnya yaitu disfungsi miokard,
overload volume, overload tekanan, gangguan pengisian, aritmia dan curah tinggi (Aaronson
and Ward, 2010).
Tujuan pengobatan pada pasien gagal jantung yaitu untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan hidup, dan memperlambat
progresi perburukan jantung (Aaranson and Ward, 2010). Strategi dalam pengobatan penyakit
gagal jantung, yaitu memperbaiki kontraktilitas miokardial, menurunkan beban awal (preload)
dan beban akhir (afterload) (Olson, 2003).
Terapi farmakologi yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung, antara lain:
Diuretik digunakan untuk mengontrol akumulasi cairan; Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) digunakan untuk memperlambat progresivitas gagal jantung (remodeling),
menurunkan preload dan afterload, serta memperbaiki parameter hemodinamik; Angiotensin
5
Receptor Blocker (ARB) sebagai alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi ACEI;
Beta bloker digunakan untuk memblokir reseptor beta adrenergic akibatnya jantung berdetak
lebih lambat sehingga dapat menurunkan denyut jantung dan konsumsi oksigen, serta
menghambat aktivasi neurohormonal yang menyebabkan disfungsi miosit. Digoksin dapat
digunakan untuk menunjang fungsi jantung dengan meningkatkan kontraktilitas dan
mengurangi gejala (Aaronson and Ward, 2010) (Randall and Neil, 2009).
ACEI dan diuretik memang merupakan lini pertama dalam pengobatan gagal jantung,
namun telah banyak studi yang menyatakan bahwa dengan diberikannya β-blocker dengan
kenaikan dosis secara bertahap atau tappering on bersama dengan ACEI dan diuretik selama
kurang lebih 1 tahun dapat menurunkan mortalitas (Neal, 2005). β-blocker adalah obat yang
digunakan untuk mengobati berbagai kondisi termasuk angina, tekanan darah tinggi, irama
jantung yang abnormal, infark miokard (serangan jantung) dan gagal jantung. Kegunaan obat
tersebut terutama berasal dari blokadenya terhadap reseptor-β1 jantung. Beta bloker
menduduki reseptor beta-adrenergik sehingga kekuatan dan kecepatan detak jantung berkurang
karena preload dan afterload berkurang (Kenny, 2012). β-blocker yang digunakan pada terapi
gagal jantung hanya ada tiga, yaitu carvedilol, metoprolol suksinat dan bisoprolol. Bisoprolol
merupakan beta bloker generasi kedua secara selektif mengantagonis reseptor β1
(kardioselektif) (Aaronson and Ward, 2010).
Bisoprolol, antagonis selektif-β1 yang diperlihatkan pada uji CIBIS-II tahun 1999,
dapat menurunkan mortalitas dengan cara ditambahkan pada terapi standar (ACEI dan
diuretik). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Taniguchi et al tentang peralihan dari
carvedilol ke bisoprolol memperbaiki keadaan efek samping pada pasien gagal jantung dengan
pusing atau hipotensi yang dilakukan pada sejumlah 13 pasien dengan gejala pusing (100%)
dan 9 dari 16 dengan hipotensi (56%) merasa lega dari gejala atau tanda-tanda yang merugikan
(Taniguchi, 2013). Bisoprolol memperlambat aktivitas jantung dengan cara menghentikan
pesan (neurotransmitter) yang dikirim oleh saraf simpatis ke jantung. Hal tersebut dilakukan
dengan memblokir reseptor beta-adrenergik, akibatnya jantung berdetak lebih lambat sehingga
tekanan darah dalam pembuluh darah berkurang dan jantung akan lebih mudah untuk
memompa darah ke seluruh tubuh (Allen, 2012). Bisoprolol diberikan pada pasien dengan
keadaan yang sudah stabil ditandai dengan tidak adanya overload cairan (oedem). Bisoprolol
biasanya diberikan sebagai terapi tambahan terhadap ACEI ataupun diuretik, dimulai dengan
pemberian dosis rendah 1,25 mg per hari dan kemudian meningkat setiap beberapa minggu
sampai dosis target tercapai yaitu 10 mg per hari (Parker et al, 2008).
6
1.2 Tujuan
7
BAB 2
KONSEP OBAT GOLONGAN KARDIOVASKULER
1. Glikosida Jantung
a. Pengertian
Jenis: Obat Glikosida Jantung (Digoksin) ini termasuk ke dalam jenis obat tablet
dan obat suntik.
Dosis: Oral, untuk digitalisasi cepat: 1-1,5 mg/24 jam dalam dosis terbagi; bila
tidak diperlukan cepat: 250 - 500 mcg sehari (dosis lebih tinggi harus
dibagi).
c. Interaksi
8
Pemberian bersama kinidin menaikkan kadar digoksin plasma sampai sekitar
70-100%. Hal tersebut diperkirakan karena kinidin mengurangi klirens ginjal
dan volume distribusi digoksin (terjadi perpindahan digoksin dari otot skelet).
Dengan demikian dosis digoksin harus dikurangi sampai 50% dan dilakukan
pemantauan kadar digoksin plasma. Verapamil, suatu antagonis kalsium
menunjukkan interaksi yang sama dengan kinidin.
2. Antiangina
a. Golongan Nitrat
9
b. Golongan Antagonis Kalsium
Cara Kerja: Antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium melalui
saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan ini
mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh
darah, sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard,
pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung, dan
tonus vaskuler sistemik atau koroner. Pemilihan obat-obat golongan
antagonis kalsium berbeda-beda berdasarkan perbedaan lokasi
kerja, sehingga efek terapetiknya tidak sama, dengan variasi yang
lebih luas daripada golongan beta bloker. Terdapat beberapa
perbedaan penting di antara obat-obat golongan antagonis kalsium
verapamil, diltiazem, dan dihidropiridin (amlodipin, felodipin,
isradipin, lasidipin, lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin,
dan nisoldipin). Verapamil dan diltiazem biasanya harus dihindari
pada gagal jantung karena dapat menekan fungsi jantung sehingga
mengakibatkan perburukan klinis.
Kontra Indikasi: Syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan, menyusui.
Cara Kerja: Beta bloker yang masa kerjanya relatif singkat harus diberikan 2
atau 3 kali sehari. Namun, banyak diantaranya yang tersedia
sebagai sediaan lepas lambat, sehingga pemberiannya untuk
hipertensi cukup sekali sehari. Untuk angina, meskipun dengan
sediaan lepas lambat, kadang-kadang masih perlu diberikan 2 kali
sehari. Beberapa beta-bloker seperti atenolol, bisoprolol,
karvedilol, dan nadolol memiliki masa kerja yang panjang
sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Beta bloker
memperlambat denyut jantung dan dapat menyebabkan depresi
10
miokard; beta bloker dikontra indikasikan pada pasien termasuk
anak-anak dengan blok AV derajat dua atau tiga. Beta bloker harus
juga dihindari pada pasien gagal jantung tidak stabil yang
memburuk. Diperlukan kehati-hatian dalam memulai pemberian
beta bloker pada pasien gagal jantung stabil. Sotalol dapat
memperpanjang interval QT, dan kadang-kadang menyebabkan
aritmia ventrikel yang mengancam jiwa (penting: perhatian khusus
untuk menghindari hipokalemia pada pasien yang menggunakan
sotalol).
Kontra Indikasi: Asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi yang
nyata, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua
atau tiga, syok kardiogenik; feokromositoma.
3. Anti Disritmia
a. Pengertian
11
b. Klasifikasi
Jenis: Obat Distrimia (Aritmia) ini termasuk ke dalam jenis obat tablet.
Cara Kerja: Kalsium dapat memicu kontraksi otot, termasuk otot di pembuluh
darah. Verapamil bekerja dengan cara menghambat kalsium
masuk ke sel-sel otot di pembuluh darah, sehingga otot pembuluh
darah menjadi lebih rileks. Otot yang rileks akan membuat aliran
darah lebih lancar, sehingga menurunkan tekanan darah dan
meredakan keluhan angina. Verapamil juga bekerja dengan
mengurangi impuls listrik jantung yang mengontrol detak jantung.
Dengan begitu, verapamil dapat menormalkan irama jantung pada
penderita gangguan irama jantung.
Indikasi: Hipertensi.
Dosis: Hipertensi, 240-480 mg sehari dalam 2-3 dosis terbagi. Injeksi intravena
lambat selama 2 menit (3 menit pada usia lanjut), 5-10 mg (sebaiknya
dengan pemantauan ECG); pada takiaritmia paroksimal jika perlu 5 mg
lagi setelah 5-10 menit.
12
B. Obat Diuretik
1. Pengertian
Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung
dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika
kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri dan pada
pasien dengan gagal jantung kronik.
2. Klasifikasi Diuretik
Dosis: edema, dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis
penunjang 5-10 mg 1-3 kali seminggu. Hipertensi, 2,5 mg pada
pagi hari; dosis yang lebih tinggi jarang diperlukan (lihat
keterangan diatas).
Cara Kerja: Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan
noradrenalin dari saraf adrenergik pasca ganglion. Obat-obat
golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah pada posisi
berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu,
obat-obat ini sudah jarang sekali digunakan, tetapi mungkin masih
13
diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten. Jarang
digunakan pada anak-anak.
Dosis: 0,05-0,10 mg sebagai obat lini kedua yang ditambahkan 1-2 minggu setelah
pemberian tiazid/diuretika sebagai obat lini pertama. Sebagai dosis awal
dapat digunakan 0,25 mg selama 1 minggu.
2. Alfa Bloker
Cara Kerja: Doksazosin dan prazosin menghambat reseptor alfa pasca sinaptik dan
menimbulkan vasodilatasi, namun jarang menyebabkan takikardi. Obat
ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama,
sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama. Peindoramin dan
terazosin memiliki sifat yang serupa prazosin. Untuk pengobatan
hipertensi yang resisten, alfa bloker dapat digunakan bersama obat
antihipertensi lain.
Indikasi: Hiperplasia prostat jinak pada pasien yang memiliki riwayat hipertensi
maupun tekanan darah normal.
14
3. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Indikasi: Hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan
hipertensi berat yang resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung
kongestif (tambahan); setelah infark miokard; nefropati diabetik
(mikroalbuminuri lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes tergantung
insulin.
Dosis: Hipertensi, digunakan sendiri, awalnya 12,5 mg 2 kali sehari; jika digunakan
bersama diuretika (lihat keterangan), atau pada usia lanjut; awalnya 6,25
mg 2 kali sehari (dosis pertama sebelum tidur); dosis penunjang lazim 25
mg 2 kali sehari; maksimal 50 mg 2 kali sehari (jarang 3 kali sehari pada
hipertensi berat). Gagal jantung (tambahan), awalnya 6,25 - 12,5 mg di
bawah pengawasan medis yang ketat (lihat keterangan di atas); dosis
penunjang lazim 25 mg 2 - 3 kali sehari; maksimal 150 mg sehari.
Profilaksis setelah infark miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel
kiri (asimtomatik atau simptomatik) yang stabil secara klinis, awalnya 6,25
mg, dimulai 3 hari setelah infark, kemudian ditingkatkan dalam beberapa
minggu sampai 150 mg sehari (jika dapat ditolerir dalam dosis terbagi).
Nefropati diabetik, 75-100 mg sehari dalam dosis terbagi; jika diperlukan
penurunan tekanan darah lebih lanjut, antihipertensi lain dapat digunakan
bersama kaptopril; pada gangguan ginjal yang berat, awalnya 12,5 mg 2
15
kali sehari (jika diperlukan terapi bersama diuretika, sebaiknya dipilih
diuretika kuat daripada tiazid).
4. Beta Bloker
Nama Obat: Propanolol Hidroklorida.
Cara Kerja: Golongan obat ini menghambat adrenoseptor beta (beta bloker)
menghambat adrenoreseptor beta di jantung, pembuluh darah perifer,
bronkus, pankreas, dan hati. Penggunaan beta bloker pada anak masih
terbatas.
Kontra Indikasi: Asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi yang nyata,
hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga,
syok kardiogenik; feokromositoma.
Dosis: Oral, hipertensi, dosis awal 80 mg 2 kali sehari, tingkatkan dengan interval
mingguan bila perlu; dosis penunjang 160-320 mg sehari. Hipertensi portal,
dosis awal 40 mg 2 kali sehari, tingkatkan sampai 80 mg 2 kali sehari sesuai
dengan frekuensi jantung; maksimal 160 mg 2 kali sehari. Feokromositoma
(hanya bersama alfa bloker), 60 mg sehari selama 3 hari sebelum
pembedahan atau 30 mg sehari pada pasien yang tidak cocok untuk
pembedahan. Angina, dosis awal 40 mg 2-3 kali sehari; dosis penunjang
120-240 mg sehari. Aritmia, kardiomiopati obstruktif hipertropik, takikardi
ansietas, dan tirotoksikosis (tambahan), 10-40 mg 3-4 kali sehari. Ansietas
dengan gejala-gejala seperti palpitasi, berkeringat, tremor, 40 mg 4 kali
sehari selama 2-3 hari, kemudian 80 mg 2 kali sehari, mulai 5-21 hari
setelah infark. Profilaksis migren dan tremor esensial, dosis awal 40 mg 2-
3 kali sehari; dosis penunjang 80-160 mg sehari. Injeksi intravena, aritmia
dan krisis tirotoksik, 1 mg selama 1 menit; jika perlu ulang dengan interval
2 menit; maksimal 10 mg (5 mg dalam anestesia). Catatan. Bradikardi yang
berlebihan dapat diatasi dengan injeksi intravena atropin sulfat 0,6-2,4 mg
dalam dosis terbagi 0,6 mg setiap kali. Overdosis: lihat penanganan darurat
keracunan.
16
5. Vasodilator
Cara Kerja: Obat jenis ini merupakan obat yang poten terutama jika dikombinasi
dengan beta bloker dan tiazid. Penting: hati-hati terhadap bahaya
penurunan tekanan darah yang sangat cepat.
Indikasi: Hipertensi paru primer; perbaikan tukak, nyeri dan rasa dingin yang
disebabkan oleh oklusi arteri kronik.
Dosis: Oral, hipertensi, 25 mg dua kali sehari, dapat ditingkatkan hingga maksimal
50 mg dua kali sehari; gagal jantung (dosis awal dilakukan di rumah sakit)
25 mg 3-4 kali sehari, jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan setiap 2 hari;
dosis penunjang lazim 50-75 mg empat kali sehari. Injeksi intravena
lambat, hipertensi dengan komplikasi ginjal dan krisis hipertensi, 5-10 mg
diencerkan dengan 10 mL NaCl 0,9%; dapat diulangi setelah 20-30 menit
(lihat peringatan). Infus intravena, hipertensi dengan komplikasi ginjal dan
krisis hipertensi, dosis awal 200-300 mcg/menit; dosis penunjang 50-150
mcg/menit.
6. Simpatolitik
Cara Kerja: Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan
noradrenalin dari saraf adrenergik pasca ganglion. Obat-obat
golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah pada posisi
berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu,
obat-obat ini sudah jarang sekali digunakan, tetapi mungkin masih
diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten. Jarang
digunakan pada anak-anak.
17
Dosis: 0,05-0,10 mg sebagai obat lini kedua yang ditambahkan 1-2 minggu setelah
pemberian tiazid/diuretika sebagai obat lini pertama. Sebagai dosis awal
dapat digunakan 0,25 mg selama 1 minggu.
Kemudian, untuk jenis Obat Antihipertensi dibedakan menjadi 7 kategori, yaitu (1)
Diuretik, (2) Beta Bloker, (3) Alfa Bloker, (4) Ca Antagonist, (5) Penghambat ACE, (6)
Penghambat Saraf Sentral, dan (7) Vasodilator. Selanjutnya, untuk kategori Obat Beta
Bloker bekerja pada reseptor Beta Jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah
jantung. Setelah itu, kategori Obat Beta Bloker ini dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu (1)
Asebutol, (2) Atenolol, (3) Metaprolol, dan (4) Propanolol. Kemudian, obat Propranolol
(Beta Bloker) ini memiliki Nama paten, yaitu : Blokard, Inderal, Prestoral dan juga Sediaan
obat yang berbentuk Tablet.
Mekanisme kerja : Mekanisme kerja Obat Propanolol ini tidak begitu jelas, diduga karena
menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal,
menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : Obat Propanolol ini diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat
mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat
lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
2.3 Indikasi
18
6. Pasien Miokard Infark (Serangan Jantung).
7. Pasien Feokromositoma (Tumor Kelenjar Adrenal).
2.4 Kontra Indikasi
Kontra Indikasi (Tolakan) dari Obat Propanolol ini, meliputi:
1. Pasien Syok Kardiogenik (Jantung tidak mampu memompa Darah ke Seluruh Tubuh).
2. Pasien Asma Bronkial (Jalan Napas Paru Membengkak (Edema) dan Menyempit).
3. Pasien Brikadikardia (Detak Jantung Lambat).
4. Pasien Blok Jantung Tingkat II dan III (Blok Jantung Komplit).
5. Pasien Gagal Jantung Kongestif (Gagal Jantung dalam memompa pasokan Darah).
6. Pasien Diabetes Mellitus (Kencing Manis).
7. Pasien Wanita Hamil dan Menyusui (Ibu Mengandung Bayi dan Ibu Menyusui Bayi).
2.5 Efek Samping
Efek Samping dari obat Propanolol ini, meliputi:
1. Pasien Bradikardia (Detak Jantung Lambat).
2. Pasien Insomnia (Sulit Tidur)
3. Pasien Mual dan Muntah (Sensasi Mual yang meliputi keinginan untuk Muntah).
4. Pasien Bronkospasme (Mengencang dan Menegangnya Otot-Otot yang melapisi
Bronkus pada Paru-Paru).
5. Pasien Agranulositosis (Sumsum Tulang tidak memproduksi Sel Darah Putih).
6. Pasien Depresi (Gangguan Suasana Hati (Mood) yang ditandai dengan Perasaan Sedih
yang mendalam dan Rasa Tidak Peduli).
2.6 Peringatan
Interaksi Obat : Hati – hati bila Obat Propanolol ini diberikan bersama dengan reserpine
karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena
menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat
terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan
metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
2.7 Dosis/Aturan Pakai
Dosis/Aturan Pakai untuk Obat Propanolol ini adalah Dosis Awal 2 x 40 mg/hr,
diteruskan Dosis Pemeliharaan.
19
BAB 3
1) Glikosida Jantung
Saat ini digoksin jarang digunakan sebagai terapi pengaturan detak jantung yang
harus segera dilakukan. Meskipun digoksin dapat diberikan secara intravena,
munculnya respons tetap memerlukan waktu beberapa jam; gejala takikardi yang
menetap bukan merupakan suatu indikasi untuk pemberian dosis melebihi yang
dianjurkan. Tidak dianjurkan pemberian secara intra-muskular. Pada pasien dengan
gagal jantung ringan, dosis muatan (loading dose) tidak diperlukan, dan kadar digoksin
dalam plasma yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu sekitar satu minggu dengan
dosis sebesar 125 – 250 mcg dua kali sehari, yang kemudian dapat diturunkan.
2) Anti Angina
Angina stabil. Pasien dengan serangan akut angina stabil harus diobati dengan
gliseril trinitrat sublingual. Jika serangan terjadi lebih dari dua kali dalam seminggu,
diperlukan terapi obat dan harus diberikan bertahap sesuai dengan respons yang
20
diperoleh. Asetosal dengan dosis 75 mg/hari dan harus diberikan pada pasien dengan
angina. Prosedur revaskularisasi dapat dilakukan.
Pasien angina stabil ringan atau sedang tanpa disfungsi ventrikel kiri, dapat
diobati dengan gliseril trinitrat sublingual dan pemberian beta bloker secara teratur.
Apabila diperlukan, antagonis kalsium dihidropiridin kerja panjang dan nitrat kerja
panjang dapat ditambahkan. Pada pasien tanpa disfungsi ventrikel kiri dan pada pasien
di mana beta bloker tidak sesuai, dapat diberikan diltiazem atau verapamil dan dapat
ditambahkan nitrat kerja panjang apabila gejala tidak cukup teratasi. Pada pasien yang
gagal diobati atau tidak dapat mentoleransi terapi standar, dapat dicoba diberikan
nikorandil (di Indonesia obat ini belum tersedia).
Bagi pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, dapat digunakan nitrat kerja
panjang dan apabila diperlukan dapat ditambahkan antagonis kalsium dihidropiridin
kerja panjang. Statin harus dipertimbangkan untuk menurunkan risiko serangan
jantung.
3) Anti Disritmia
21
Kebanyakan pasien yang diberi amiodaron mengalami mikrodeposit yang
reversibel di kornea yang jarang mengganggu penglihatan tetapi bagi pengendara mobil
pada malam hari mudah silau oleh lampu besar. Namun, apabila penglihatan terganggu
atau apabila terjadi neuritis optik maupun neuropati optik, amiodaron harus dihentikan
untuk mencegah kebutaan dan diperlukan nasihat dokter. Karena adanya kemungkinan
reaksi fototoksik, pasien disarankan untuk melindungi kulit dari cahaya selama
berbulan-bulan setelah menghentikan amiodaron dan disarankan untuk menggunakan
pelindung sinar matahari yang berspektrum lebar untuk melindungi kulit terhadap sinar
ultraviolet dan sinar yang visible (tabir surya).
22
c. Pada Pasien yang mendapatkan Anti Hipertensi
Hipertensi berat jarang terjadi pada neonatus namun dapat muncul dengan
gejala gagal jantung kongesti dengan penyebab yang paling sering adalah gangguan
ginjal dan dapat juga diikuti dengan kerusakan emboli arteri. Indikasi antihipertensi
pada anak-anak meliputi hipertensi simtomatik, hipertensi sekunder, kerusakan organ
utama yang disebabkan oleh hipertensi, diabetes melitus, hipertensi yang menetap
meskipun sudah mengubah gaya hidup, hipertensi paru. Efek pengobatan dengan
antihipertensi pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak belum diketahui;
pengobatan dapat diberikan hanya apabila manfaat pemberian diketahui dengan pasti.
23
Tujuan ; Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in
adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
6) Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan
yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
3.3 Intervensi Keperawatan
1) Glikosida Jantung
Digoksin mempunyai waktu paruh yang panjang dan dosis penunjang hanya
perlu diberikan sehari sekali (meskipun dosis tinggi dapat diberikan dalam dosis terbagi
untuk mengurangi efek mual). Digitoksin juga mempunyai waktu paruh yang panjang
dan dosis penunjang hanya perlu diberikan sehari sekali atau pada hari tertentu. Fungsi
ginjal pasien merupakan faktor yang paling menentukan dosis digoksin, meskipun
eliminasi digitoksin bergantung pada metabolisme hati.
Efek yang tidak diinginkan bergantung pada kadar glikosida jantung dalam
plasma dan bergantung juga pada sensitivitas dari sistem konduksi atau miokardium,
yang sering meningkat pada penyakit jantung. Kadang-kadang sulit untuk membedakan
antara efek toksik obat atau perburukan kondisi klinis karena gejalanya mirip. Selain
itu, kadar plasma saja tidak dapat menandakan adanya toksisitas namun hampir dapat
dipastikan terjadi peningkatan risiko toksisitas jika kadar digoksin dalam plasma
mencapai 1,5-3 mcg/L. Glikosida jantung harus digunakan dengan sangat hati-hati pada
lansia karena meningkatnya risiko terjadi toksisitas digitalis pada kelompok pasien
tersebut.
24
diperlukan, suplemen kalium (atau pada anak, dapat diberikan makanan yang kaya akan
kalium). Manifestasi yang serius memerlukan penatalaksanaan secara cepat dari dokter
spesialis. Anak-anak. Dosis berdasarkan pada berat badan; anak-anak memerlukan
dosis yang relatif lebih besar dibanding dewasa.
2) Anti Angina
Angina tidak stabil. Pasien dengan angina tidak stabil harus dirawat di rumah
sakit. Tujuan tata laksana angina tidak stabil adalah untuk memberikan terapi
pendukung dan mengurangi rasa sakit selama serangan akut dan mencegah terjadinya
infark miokard dan kematian. Pengobatan awal dengan asetosal (kunyah atau
didispersikan dalam air) dengan dosis 300 mg diberikan untuk mendapatkan efek
antiagregasi. Apabila asetosal sudah diberikan sebelum pasien dirawat, maka hal ini
harus dilaporkan ke dokter.
Heparin atau heparin dengan berat molekul rendah yaitu dalteparin atau
enoksaparin sebaiknya juga diberikan. Nitrat digunakan untuk menghilangkan nyeri
iskemik. Apabila gliseril trinitrat sublingual tidak efektif, dapat diberikan gliseril
trinitrat bukal atau intravena atau isosorbid dinitrat intravena. Pasien tanpa
kontraindikasi sebaiknya menerima beta bloker oral atau intravena. Pada pasien tanpa
disfungsi ventrikel kiri dan pada pasien yang tidak dapat menggunakan beta-bloker,
dapat diberikan diltiazem atau verapamil.
25
3) Anti Disritmia
Bila terjadi sesak napas atau batuk yang baru muncul dan memburuk harus
selalu diduga terjadi pneumonitis. Gejala neurologik yang baru muncul menunjukkan
kemungkinan terjadinya neuropati perifer. Amiodaron juga dihubungkan dengan
hepatotoksisitas dan obat sebaiknya dihentikan bila terjadi gangguan fungsi hati yang
berat atau muncul tanda-tanda klinis penyakit hati.
Pada gagal hati, hipokalemia yang disebabkan oleh diuretika dapat mencetuskan
ensefalopati, terutama pada sirosis alkoholik. Diuretika mungkin juga meningkatkan
risiko hipomagnesemia pada sirosis alkoholik, dan menimbulkan aritmia.
Spironolakton, diuretika hemat kalium, dipilih untuk edema yang timbul akibat sirosis
hati. Suplemen kalium atau diuretika hemat kalium jarang diperlukan bila tiazid
digunakan pada pengobatan rutin hipertensi. Suplemen kalium terutama diperlukan
pada kondisi-kondisi berikut:
1. Jika pasien termasuk usia lanjut, karena pasien semacam ini sering kekurangan
kalium dalam dietnya.
2. Pasien yang menggunakan digoksin atau obat anti aritmia, dimana deplesi kalium
dapat menimbulkan aritmia jantung.
3. Pasien yang mungkin mengalami hiperaldosteronisme, misalnya pada stenosis arteri
ginjal, sirosis hati, sindroma nefrotik, dan gagal jantung yang berat.
26
4. Pasien dengan kehilangan kalium yang berlebihan, seperti pada diare kronis yang
terkait dengan malabsorpsi usus atau penyalahgunaan pencahar.
5. Pasien yang menerima dosis tinggi tiazid atau diuretika kuat.
27
pemberian asetosal. Bila tidak ada kontraindikasi, asetosal dianjurkan untuk semua
pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau pasien dengan risiko mengalami penyakit
kardiovaskuler 10 tahun ke depan sebesar 20% atau lebih dan berusia lebih dari 50
tahun. Asetosal juga bermanfaat pada pasien dengan diabetes.
28
2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 %
dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat
ditentukan dengan rumus 220–umur.
3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan.
4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
3. Edukasi Psikologis.
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi ini ada 3, meliputi :
1) Tehnik Biofeedback.
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek
tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik Relaksasi.
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
3) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint
National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure,
USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor.
29
2. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan :
a. Dosis obat pertama dinaikan.
b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.
c. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis,
Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator.
3. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh :
a. Obat ke-2 diganti.
b. Ditambah obat ke-3 jenis lain.
4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
a. Ditambah obat ke-3 dan ke-4.
b. Re-evaluasi dan konsultasi.
c. Follow Up untuk mempertahankan terapi.
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan
cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan
darahnya.
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan
darahnya.
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas.
4) Meyakinkan penderita/klien. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat
mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan
darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter.
5) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu.
6) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita.
7) Ikut sertakan keluarga penderita dalam proses terapi.
8) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga
dapat mengukur tekanan darahnya di rumah.
30
9) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau
2 x sehari.
10) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan
masalah-masalah yang mungkin terjadi.
11) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti
obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal. Usahakan
biaya terapi seminimal mungkin.
12) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.
13) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi.
3.5 Evaluasi Keperawatan
31
g. Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan alasan :
mungkin tujuan tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau mungkin ada
faktor lingkungan yang tidak diatasi.
Macam-Macam Evaluasi, yaitu :
a. Evalusi Kuantitatif.
Evaluasi Kuantitatif ini dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah pelayanan atau
kegiatan yang telah dikerjakan. Contoh : jumlah pasien hipertensi yang telah dibina
selama dalam perawatan perawat.
b. Evaluasi Kualitatif.
Evaluasi Kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu
dari tiga diimensi yang saling terkait yaitu :
1) Struktur atau Sumber.
Evaluasi ini terkait dengan tenaga manusia, atau bahan-bahan yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam upaya keperawatan hal ini menyangkut
antara lain:
- Kualifikasi perawat.
- Minat atau dorongan.
- Waktu atau tenaga yang dipakai.
- Macam dan banyak peralatan yang dipakai.
- Dana yang tersedia.
2) Proses.
Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan. Misalnya : mutu penyuluhan yang diperlukan kepada klien
dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.
3) Hasil.
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam melaksanakan tugas-
tugas kesehatan.
Hasil dari Keperawatan pasien dapat diukur melalui 3 bidang :
a) Keadaan Fisik.
Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui suhu tubuh turun, berat badan
naik, perubahan tanda klinik.
b) Psikologik-Sikap.
32
Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif terhadap petugas
kesehatan.
c) Pengetahuan-Perilaku.
Misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang diberikan keluarga dapat
menjelaskan manfaat dari tindakan keperawatan.
33
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem
kardiovaskuler. Sebagai salah satu dari tim medis perawat setidaknya telah memahami
dengan betul akan pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal
dengan tujuan minimal.
34
4.2 Saran
1. Rumah Sakit
Rumah sakit dapat memberikan himbauan atau support lebih intensif kepada
perawat dalam memberikan tindakan pemberian obat antihipertensi untuk pasien yang
mengalami hipertensi atau gangguan pada sistem kardiovaskular sesuai dengan SOP
sebagai upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan aktivitas/istirahat bagi pasien dan
upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari suatu rumah sakit tersebut.
2. Perawat
Perawat diharapkan dapat meningkatkan tindakan perawatan pada sistem
kardiovaskular/pulmonal terutama pada pasien hipertensi, yaitu pemberian obat
propranolol sebagai obat untuk mengatasi penyakit hipertensi (antihipertensi),
dukungan kepatuhan program pengobatan, memberikan pengobatan secara
farmakologis dan pengobatan secara non-farmakologis dengan mengajarkan diet
kepada pasien untuk mengatasi hipertensinya, mengajarkan latihan fisik secara teratur,
dan mengedukasi psikologis pasien supaya dapat terbebas dari penyakit hipertensinya
sehingga praktik keperawatan pada pasien hipertensi yang dilakukan rawat inap di
rumah sakit menjadi lebih baik.
3. Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan metode
korelasi untuk mengetahui faktor-faktor dan prosedur tindakan pemberian asuhan
keperawatan yang dapat mempengaruhi dalam pelaksanaan perawatan pada pasien
hipertensi yang dilakukan rawat inap di rumah sakit menjadi lebih baik. Kemudian,
dengan adanya suatu penelitian dari peneliti, juga diharapkan ada suatu hasil dan
kesimpulan yang benar dari penelitian tersebut dengan cara mengkaji secara ilmiah dan
membandingkan prosedur pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
dengan baik dan benar sesuai dari hasil dan sumber ilmiah yang telah dikaji oleh
peneliti dalam penelitiannya tersebut.
35
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Anggraini Harahap, Nila Aprilia, Oktari Muliati. 2019. “HUBUNGAN
PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI TENTANG HIPERTENSI DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KAMPA TAHUN 2019,” Jurnal Ners, 19 (2):1-6.
Chandra Tri Wahyudi, Diah Ratnawati, Sang Ayu Made. 2017. “PENGARUH DEMOGRAFI,
PSIKOSOSIAL, DAN LAMA MENDERITA HIPERTENSI PRIMER TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI,” Jurnal JKFT: Universitas
Muhammadiyah Tangerang, 17 (2):14-28.
Saiful Nurhidayat. 2016. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan Pendekatan
Riset.” (online), (http://eprints.umpo.ac.id/2194/, diakses 27 September 2016).
Ninik Mas Ulfa, Imam Nugroho. 2021. METODE MEDICATION PICTURE KOMBINASI
PILL COUNT DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN MINUM OBAT ORAL
ANTIDIABETES DAN ORAL ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN LANSIA. Jakarta:
Graniti.
36
Badan POM RI. 2015. “Glikosida Jantung”. (online), (http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-
sistem-kardiovaskuler-0/21-obat-inotropik-positif/211-glikosida-jantung, diakses 5
September 2015).
dr. Merry Dame Cristy Pane. 2020. “Diuretik – Manfaat, dosis dan efek samping - Alodokter”.
(online), (https://www.alodokter.com/diuretik, diakses 5 Juli 2020).
dr. Tjin Willy. 2018. “Aritmia – Gejala, penyebab dan mengobati - Alodokter”. (online),
(https://www.alodokter.com/antiaritimia, diakses 11 Desember 2018).
Yunita Indah Prasetyaningrum. 2014. Hipertensi Bukan untuk Ditakuti. Jakarta: FMedia.
37
LAMPIRAN
Nomor Lot Tanggal Kadaluarsa Nomor NDC Nama Dagang Nama Generik
Batch obat spesifik dari Menunjukkan bahwa National Drug Code Nama obat yang Nama kimia obat
tempat produksi obat; setelah tanggal itu obat (NDC) adalah nomor diberikan oleh yang terdaftar dalam
penting untuk mendapat- tidak boleh digunakan yang digunakan untuk pabrik National Formulary
kan kembali informasi mengidentifikasi obat
mengenai obat tersebut tertentu
tersebut
38