Anda di halaman 1dari 42

P

A
G
BAB I E
PENDAHULUAN \
*
M
1.1. LATAR BELAKANG E
R
Pneumonia merupakan salah satu infeksi yang tersering pada neonatus G
dan salah satu penyebab terpenting kematian perinatal. Diperkirakan 3,9 juta E
F
dari 10,8 juta kematian setiaptahunnya terjadi pada 28 hari pertama O
R
kehidupan. Pneumonia neonatal merupakan infeksi parenkim paru dengan
M
terjadinya serangan dalam beberapa jam sejak kelahiran, yang A
T
dapatdisamakan dengan kumpulan gejala-gejala sepsis. Infeksi dapat 2
ditularkan melalui plasenta,aspirasi, atau diperoleh setelah kelahiran.
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam etiologi. Organisme yang
penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus sejak
lahir sampai usia 3 minggu,kelompok bakteri pathogen yang umum
didapatkan ialah B streptokokus dan bakteri gramnegatif. Infeksi bakteri ini
merupakan penularan yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae
paling sering didapatkan pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada
umur3 bulan sampai umur prasekolah, virus dan Streptococcus pneumoniae
yang paling dominanmenyebabkan pneumonia, sedangkan bakteri lain yang
berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus,dan Moraxella catarrhalis.
Pneumonia pada neonatus memberi gejala gangguan pernapasan pada
bayi baru lahir,seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea >
60x/menit, retraksi dada, batuk danmendengus. Tanda awal dan gejala
pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan,letargi, iritabilitas,
sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayitidak
baik.
Pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan
pencitraan dadaradiografi dianggap komponen penting dalam membuat
diagnosis pneumonia neonatal.Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan
pada penilaian awal kondisi neonatus dan untukmenegakkan diagnosis,
tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek daritindakan
P
A
G
terapi intervensi. Radiografi thorax konvensional tetap menjadi diagnosis E
andalan pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada neonatus, \
*
radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi supine dan dalam M
proyeksi anteroposterior. Pada pneumonia didapatkan perbercakan dengan E
R
pola garis di perihilar yang dapat menyerupai Transient Tachypnea of the G
Newborn (TTNB), Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group E
F
B dapat menyerupai Hyaline Membrane Disease (HMD) dengan penurunan O
R
volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD harus dianggap sebagai
M
pneumonia sampai terbukti sebaliknya.Efusi pleura pada 25% kasus. A
T
Data pasien rawat inap dengan pneumonia di Ruang Panji RSUD 2
Gambiran Kota Kediri selama periode Juli – Desember 2021, sebanyak 6
kasus (5%) dari total 106 kelahiran bayi di Ruang Panji RSUD Gambiran di
semester akhir 2021.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun
makalah asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Pada By Ny D dengan Neonatus Pneumonia di Ruang
Panji”.

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Dapat memahami apa yang dimaksud dengan Pneumonia dan
asuhan keperawatan pada neonatus dengan Pneumonia.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Pneumonia
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi Pneumonia
c. Mengetahui patofisiologi bayi Pneumonia
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi
Pneumonia
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan Pneumonia berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan Pneumonia
P
A
G
g. Mengetahui kesenjangan antara konsep dasar teori dengan penerapanE
nyata di lapangan. \
*
M
E
R
G
E
F
O
R
M
A
T
2
P
A
G
BAB II E
TINJAUAN PUSTAKA \
*
M
2.1 TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT E
R
2.1.1 PENGERTIAN G
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapatE
F
konsulidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.O
R
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
M
konsulidasi, begitu pun dengan aliran darah disekitar alveoli, menjadiA
T
terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi,2
bergantung pada banyaknya jaringan paru – paru yang sakit. (Somantri
Irman, 2008:74)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri, mikrobakteri, jamur dan
virus. Klien beresiko terkena pneumonia jika memiliki kelainan mendasar
yang kronis, penyakit akut yang parah, system kekebalan tubuh yang
tertekan dari penyakit atau obat-obatan, imobilitas, dan factor lain yang
mengganggu mekanisme perlindungan paru-paru normal. (Puspasari.
2019:86)

2.1.2 ETIOLOGI
Banyak kuman yang bisa menyebabkan pneumonia yang paling umum
adalah bakteri dan virus di udara yang kita hirup. Tubuh biasanya mampu
mencegah kuman ini menginfeksi paru – paru, tapi kadang kala kuman ini bisa
mengalahkan system kekebalan tubuh. Pneumonia diklafikasikan menurut jenis
kuman yang menyebabkannya dan dimana seseorang terkena infeksi.
(Puspasari.2019:86-88).
A. Pneumonia yang didapat di Masyarakat
Pneumonia yang didapat dimasyarakat adalah jenis pneumonia yang
paling umum. Itu terjadi diluar rumah sakit atau fasilitas keperawatan kesehatan
lainnya. Ini mungkin disebabkan oleh :
P
A
G
a. Bakteri. Penyebab paling umum pneumonia adalah bakteriE
Streptococcus pneumoniae jenis ini bisa terjadi otomatis atau\
*
setelah seseorang terserang pilek atau flu. Hal ini dapatM
mempengaruhi satu bagian (lobus) paru-paru, suatu kondisi yangE
R
disebut pneumonia lobar. G
b. Organisme pathogen. Myeoplasma pneumonie juga bisaE
F
menyebabkan pneumonia. Gejalannya lebih ringan dari pada jenisO
R
pneumonia lainnya.
M
c. Jamur. Jenis pneumonia ini paling sering terjadi pada orangA
T
dengan masalah kesehatan kronis atau system kekebalan tubuh2
yang lemah, dan pada orang-orang yang telah menghirup
organisme dalam jumlah banyak. Jamur yang menyebabkannya
bisa ditemukan ditanah atau kotoran burung dan bervariasi
tergantung lokasi geografis.
d. Virus. Beberapa virus dapat menyebabkan flu dan flu bisa
menyebabkan pneumonis. Virus adalah penyebab paling umum
pneumonia pada anak – anak dibawah 5 tahun.

B. Pneumonia yang didapat di rumah sakit


Beberapa orang terkena pneumonia saat tinggal di rumah sakit karena
penyakit lain. Pneumonia yang didapat di rumah sakit bisa serius karena bakteri
penyebabnya mungkin lebih tahan terhadap antibiotic dan karena orang yang
mendapatkannya sudah sakit. Orang yang menggunakan ventilator mekanik
(sering digunakan di unit perawatan intensif) beresiko tinggi terkena pneumonia
jenis ini.
C. Pneumonia saat mendapat perawatan Kesehatan
Pneumonia yang didapat dari perawatan kesehatan adalah infeksi bakteri
yang terjadi pada orang – orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang atau yang mendapat perawatan di klinik rawat jalan, termasuk pusat
dialysis ginjal. Seperti pneumonia yang didapat di rumah sakit, pneumonia yang
didapat dari perawatan kesehatan dapat disebabkan oleh bakteri yang lebih tahan
terhadap antibiotic.
D. Pneumonia aspirasi
P
A
G
Pneumonia aspirasi terjadi saat makanan, minuman, muntahan, atau airE
liur masuk ke paru-paru. Pneumonia jenis ini lebih mungkin terjadi jika ada\
*
sesuatu yang mengganggu reflex muntah normal, seperti cedera otak atauM
masalah menelan atau penggunaan alcohol atau obat-obatan terlarang. E
R
G
2.1.3 TANDA DAN GEJALA E
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yangF
O
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawahR
yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besarM
A
mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganismeT
dari lingkungan didalam udara yang dihirup. 2

Sterilitas saluran nafas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan


dan pembersihan yang efektif. Saat terjadi inhalasi – bakteri mikroorganisme
penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh
dan aspirasi melalui orofaring – tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme
pertahanan primer dengan meningkatkan respon radang. Timbulnya hepatisasi
merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru –
paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan
relative sedikit eritrosit.
Kuman pneumococcus difagosit oleh leukosit dan sewaktu resolusi
berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta
kuman. Paru masuk kedalam tahap hepatisasi abu – abu dan tampak berwarna abu
– abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi normal
tanpa kehilanagan kemampuan dalam pertukaran gas. (Somantri irman,2008:78).
P
A
G
E
\
*
M
E
R
G
E
F
O
R
M
A
T
2
P
A
G
E
\
*
M
E
R
G
E
F
O
R
M
A
T
2
P
A
G
E
2.1.4 KLASIFIKASI \
*
Klasifikasi pneumonia menurut MTBS Kemenkes RI (2015) yaitu M ;
a. Pneumonia berat : Gejalanya, tarikan dinding dada keE
R
dalam atau saturasi oksigen <90%. Pengobatannya, beri G
oksigen maksimal 2-3 liter/menit dengan menggunakanE
F
nasal prong, beri dosis pertama antibiotic yang sesuai, rujukO
R
segera.
M
b. Pneumonia : Gejalanya, nafas cepat. Pengobatannya, beriA
T
amoksilin 2x sehari selama 3 hari atau 5 hari, beri pelega2
tenggorokan dan pereda batuk yang aman, obati wheezing
bila ada, apabila batuk >14 hari atau wheezing berulang
rujuk untuk pemeriksaan lanjut, nasihati kapan kembali
segera, kunjungan ulang 2 hari
c. Batuk bukan pneumonia : Gejalanya, tidak ada tanda-tanda
pneumonia berat maupun pneumonia. Pengobatannya : Beri
pereda tenggorokkan dan pereda batuk yang aman, obati
wheezing bila ada, apabila batuk > 14 hari rujuk untuk
pemeriksaan batuk karena sebab lain, apabila batuk > 21
hari rujuk untuk pemeriksaan TB, apabila wheezing
berulang rujuk untuk pemeriksaan lanjut, nasihati kapan
kembali, kunjungan ulang 2 hari jika tidak ada perbaikan.

2.1.5 KOMPLIKASI
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk ( baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulent, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan
retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
P
A
G
pernafasan bronkial, pleural friction rub. (Pneumonia, 2017.JurnalE
Pneumonia anak). \
*
M
E
R
G
E
F
O
R
M
A
T
2

2.1.6 PENATALAKSANAAN
Antibiotic diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan gram dan
pedoman antibiotic (pola resistensi, factor resiko, etiologi harus
dipertimbangkan). Terapi kombinasi juga bisa digunakan. Pengobatan
suportif meliputi hidrasi, antipiretik, obat antitusif, antihistamin, atau
dekongestan hidung. Bedrest dianjurkan sampai infeksi menunjukkan
tanda-tanda membaik. Terapi oksigen diberikan untuk Hipoksemia.
Pemberian oksigenasi suportif meliputi pemebrian fraksi oksigen, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis. Jika diperlukan, dilakukan pengobatan
atelectasis, efusi pleura, syok, gagal pernapasan, atau sepsis jika
diperlukan. Bagi klien beresiko tinggi terhadap CAP, disarankan
melakukan vaksinasi pneumokokus. (Puspasari.2019:91).

2.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto rontgen dada (chest x-ray), ABGs/Pulse Oximetry, Kultur
sputum dan darah/ gram stain, Hitung darah lengkap/ complete blood
count (CBC), Tes serologic, Laju endapan darah (LED), Pemeriksaan
fungsi paru, Elektrolit, Bilirubin. (Somantri irman,2008:80).
P
A
G
E
\
*
2.2 TINJAUAN PUSTAKA ASUHAN KEPERAWATAN M
2.1.8 PENGKAJIAN E
R
2.1.8.1 Anamnesa : G
1. Data Demografi E
F
a. Nama O
R
b. Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
M
c. Jenis Kelamin A
T
d. Suku / Bangsa 2
e. Alamat

2. Keluhan Utama :
Pasien dengan pneumonia didapatkan keluhan sesak napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
1. Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala – gejala infeksi saluran pernafasan termasuk
rhinitis dan batuk. Suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia
bakteria. Pneumonia virus tidak bisa dibedakan dengan pneumonia
bakteri dan mukuplasma.
2. Pneumonia stafilokokus
Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah
dalam waktu beberapa hari hingga satu minggu. Kondisi suhu
tinggi, batuk dan adanya kesulitan pernafasan.

2.1.8.2 Pemeriksaan fisik


1. Inspeksi
Perlu kita perhatikan adanya tachypnea, dyspnea, sianosis,
sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen,
batuk semula non produktif menjadi produktif, dan nyeri
dada pada waktu narik nafas.
P
A
G
E
\
*
2. Palpasi M
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,E
R
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit. G
Nadi kemungkinan mengalami peningkatan (takikardi). E
F
3. Perkusi O
R
Lakukan perkusi pada area dada yang sakit dan biasanya
M
akan didapatkan suara redup pada sisi yang sakit. A
T
4. Auskultasi 2
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang
pneumonia akan terdengar stridor. Apabila dengan
steteskop akan terdengar suara nafas berkurang, ronchi
halus pada sisi yang sakit, ronchi basah pada masa resolusi.
Pernafasan bronkial, egotomi, bronkofomi, dan kadang-
kadang terdengar bising gesek pleura.
Selain itu penilaian APGAR pun perlu dilakukan, menurut
Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode sederhana
yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah
kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfeksia atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi jantung
(Heart Rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle
tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to
stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang hidung
setelah jalan nafas dibersihkan. Menurut Nofita (2011) nilai
APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit
sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai
sesudah bayi lahir.apabila memerlukan intervensi berdasarkan
penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka
penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat
menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian
P
A
G
efektivitas upaya resusitasi. Apabila nilai APGAR kurang dari 7E
maka penilaian tambahan masih diperlukan yaitu 5 menit sampai\
*
20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 atauM
lebih. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mataE
R
ditentukan oleh tiga tanda penting yaitu pernafasan, denyut G
jantung, dan warna. Resusitasi yang efektif bertujuan memberikanE
F
ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yangO
R
cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital
M
lainnya (Novita.2011) A
T
2

Tabel 1.1
Skor APGAR
Kriteria 0 1 2
Warna kulit Seluruh Warna kulit tubuh Warna kulit
(Appearance) badan normal merah tubuh,tangan, dan
biru/pucat muda, tetapi kaki normal
tangan dan kaki merah
kebiruan muda, tidak ada
sianosis
Denyut Tidak ada <100 kali atau >100 kali atau
jantung menit menit
(Pulse)
Respon reflek Tidak ada Meringis atau Meringis atau
(Grimace) respon menangis lemah bersin atau batuk
terhadap ketika distimulasi saat stimulasi
stimulus saluran napas
Tonus otot Lemah atau Sedikit gerakan Bergerak aktif
(Activity) tidak ada
Pernafasan Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat,
(Respiratory) teratur pernafasan baik
P
A
G
dan teratur E
\
*
Klasifikasi : M
7-10 Tidak asfiksia E
R
4-6 Asfiksia sedang G
E
0-3 Asfixia berat
F
O
2.1.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN R
M
Muttaqin (2008), diagnosa yang sering muncul pada anak dengan kasus A
pneumonia adalah sebagai berikut : T
2
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan gelisah, sianosis, sputum berlebih dijalan nafas,
dispneu, frekuensi dan pola nafas berubah.
b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi ditandai dengan dispneu, bunyi nafas tambahan
ronki/wheezing), sianosis, gelisah, pola napas abnormal (cepat).
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan ditandai
dengan membrane mukosa pucat, berat badan menurun 10% dibawah
rentang ideal.
d. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (adanya
kemerahan serta cairan pada tali pusat).
P
A
G
E
\
*
2.1.10 INTERVENSI KEPERAWATAN M
E
N Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI R
G
o.
E
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)F
O
b.d sekresi yang tertahan d.d gelisah, Kriteria Hasil: Observasi :
R
sianosis, sputum berlebih dijalan 1. Produksi sputum menurun M
1. Monitor pola nafas atau frekuensi
A
nafas, dispneu, frekuensi dan pola 2. Dispnea menurun nafas T
nafas berubah. 3. Gelisah menurun 2. Monitor adanya bunyi nafas 2

4. Frekuensi nafas membaik tambahan


5. Pola nafas membaik 3. Monitor sputum
4. Monitor TTV
5. Mengobservasi penggunaan
oksigen

Teraupetik :
1. Posisikan semi fowler)
2. Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
P
A
G
E
\
*
Kolaborasi: M
E
1. Kolaborasi pemberian obat atau
R
G
antibiotic
E
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Pertukaran Gas (L.01003) Dukungan Ventilasi (I.01002) F
O
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d Kriteria Hasil: Observasi
R
dispneu, bunyi nafas tambahan, sianosis, 1. Dispnea menurun 1. Identifikasi adanya kelelahan Motot
A
diaforesis, gelisah, pola napas abnormal 2. Gelisah menurun bantu nafas T
(cepat). 3. Sianosis membaik 2
2. Identifikasi efek perubahan posisi
4. Pola nafas membaik terhadap setatus
5. Bunyi nafas tambahan menurun pernafasan
Respon ventilasi mekanik (L.01005) 3. Monitor TTV
1. FiO2 memenuhi kebutuhan meningkat 4. Monitor status respirasi dan
2. Infeksi paru menurun oksigenasi (mis. Frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot
bantu nafas tambahan).

Teraupetik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
P
A
G
E
\
2. Berikan posisi semi fowler *atau
flower M
E
3. Berikan oksigenasi sesuai R
G
kebutuhan.
E
F
O
Kolaborasi
R
1. Kolaborasi M
pemberian
A
bronchodilator atau antibiotic, T
jika perlu 2
P
A
G
E
\
3 Defisit Nutrisi b.d kurangnya asupan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119) *
nutrisi d.d membrane mukosa kriteria hasil: Observasi M
E
pucat, berat badan menurun 10% 1. Berat badan membaik 1. Monitor berat badan R
G
dibawah rentang ideal 2. Membrane mukosa membaik 2. Monitor asupan nutrisi
E
Status nutrisi bayi (L.03031) 3. Monitor tumbuh kembang F
O
1. Proses tumbuh kembang membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
R
jenis nutrien M
A
5. Mengobservasi penggunaan Tsela
ng nasogastik 2

Traupetik
1. Berikan ASI / nutrisi enteral

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan DPJP jenis nu
trien (parenteral) yang dibutuhkan,
jika perlu.
2.1.12 EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :
- Pertukaran gas menjadi efektif,
- Menunjukkan fungsi paru yang normal dan bebas dari tanda-
tanda distres pernafasan.
- Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
- Jalan nafas kembali efektif.
- Pola nafas kembali efektif.
- Tidak ada distress respirasi.
- Bayi tidak menggigiL.
- Bayi tidak gelisah.
- Bayi tidak letargi

PAGE \* MERGEFORMAT 2
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI “D” DENGAN PNEUMONIA

3.1 PENGKAJIAN
Nama : BY NY D
Jenis Kelamin : Perempuan
No.RM : 4610xx
Tanggal/ Jam lahir : 30-11-2022 jam 13.00 WIB
Anak ke : ke-4
Nama Ayah : Tn. P
Nama Ibu : Ny. D
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
Tanggal MRS : 2-12-2022
Alamat : Pesantren
Diagnose medik : NA+ASF SEDANG+PNEUMONIA

Riwayat Kesehatan
 Riwayat Sekarang
Bayi baru lahir Spontan B tanggal 30-11-2022 jam 13.00. Bayi lahir di
bidan diagnosa N. Aterm. Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan
49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 33 cm. segera setelah lahir
bayi langsung menangis AS 7-8 dilakukan resusitasi dan pulang kerumah
pada tanggal 1-12-2022 jam 15.00. bayi datang ke IGD RSUD Gambiran
tanggal 2-12-2022 jam 09.00 dengan keluhan bayi diberi minum lalu
tampak kebiruan saat diberi ASI (diteteki).

PAGE \* MERGEFORMAT 2
PA
G
E
 Riwayat Antenatal \*
M
Usia ibu saat hamil 40 tahun. Ibu hamil G4 P3-3 dengan usia kehamilan
ER
39-40 minggu. Ibu rutin kontrol ke bidan 4x dan USG 2x ke dokter G
Spesialis Obstetri Ginekologi. EF
O
R
 Riwayat Intranatal M
AT
Bayi lahir spontan B dengan diagnose ibu G4P3-3 39-40 minggu letak2
kepala, ketuban jernih, perdarahan normal. Bayi dilakukan IMD.

 Riwayat Post natal


Bayi lahir dengan apgar score 7-8, bayi mendapat resusitasi saat lahir.
Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik. Dilakukan langkah awal
resusitasi, evaluasi vital sign, HR=138 x/mnt, RR=56 x/mnt, SpO2=98%,
tetapi bayi tidak merintih dan tidak terdapat retraksi dada.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Diperiksa tanggal : 2-12-2022 jam : 09.00 WIB
Berat badan : 2750 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar kepala : 33 cm
KULIT
a) Warna kulit : Chyanosis
b) Cyanosis : Iya
c) Kemerahan (RASH) : tidak ada
d) Tanda lahir : tidak ada
e) Turgor kulit : >3”
f) Suhu kulit : 37.8oC
KEPALA/ LEHER
a) Frontanela anterior : lunak
PA
G
E
b) Sutura sagitalis : tepat \*
c) Gambaran wajah : simetris M
ER
d) Caput succedanum : tidak ada G
e) Cepal hematom : tidak ada EF
O
f) Telinga : normal R
g) Hidung : simetris, ada napas cuping hidung, frekuensi 64 M
AT
x/mnt. 2
h) Mata : tidak ada secret
i) Mulut : tidak ada kelainan
DADA DAN PARU
a) Bentuk : simetris
b) Suara nafas : kanan kiri sama, bersih, ronchii +, sputum
berlebih, ada penggunaan otot bantu napas
c) Respirasi : terpasang 02 nasal dari IGD
JANTUNG
a) CRT : >3 detik
b) Denyut jantung : 138x/mnt, lemah, teratur
ABDOMEN
a) Lingkar abdomen : 26 cm, abdomen supel, tidak ada distended
b) Bising Usus : ada
c) Peristaltik Usus : 6 x/menit
d) Tali Pusat : basah
GENETALIA
Laki-laki
a) Testis sudah turun
b) Alat genetalia bersih
EKSTREMITAS
a) Gerakan : lemah
b) Ekstremitas atas : Normal
c) Ekstremitas bawah : Normal, tidak ada odema pada ekstrimitas
d) Kelainan tulang : Tidak ada
e) Spina/Tulang belakang : Normal
PA
G
E
\*
REFLEK M
ER
a) Rooting reflek : lemah G
b) Menggenggam : lemah EF
O
c) Menghisap : lemah R
d) Babinski : ada M
AT
TONUS/AKTIFITAS 2
a) Aktifitas : gerak lemah
b) Menangis : bayi merintih
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DL

3.3 PROGRAM THERAPI


1. Pemasangan CPAP PEEP 7 FiO2 60%
2. Nutrisi : Cairan dan nutrisi ~ 100 ml/kg/hr
ASI 12 x 20-25 ml
3. Supportif : Thermoregulasi

1.3 ANALISA DATA


No. DATA MASALAH ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. Ds: - Gangguan pertukaran gas Ketidak seimbangan
Do: ventilasi - perfusi
1. Dispneu (sesak)
2. Gelisah
3. Sianosis
4. Frekuensi RR : 74
x/mnt dan pola
nafas berubah
5.Bunyi nafas ronki
6.Terpasang alat bantu
nafas CPAP
PA
G
E
- PEEP 7 FiO2 60 \*
2. Ds: - Deficit nutrisi KurangnyaMasupan nutrisi
ER
Do: G
1. Membrane mukosa EF
O
pucat R
M
2. Berat badan menurun
AT
10% 2
- dibawah rentang
ideal (BB klien turun dari
3000gr menjadi 2200gr)
3. Klien terpasang infus
dextrose 10% +
aminosteril 6% 20ml, ca
gluconas 2ml, kcl 1ml,
NaCl 8ml berjumlah 220
ml/hr
3. Ds: - Risiko infeksi Efek prosedur invasif
Do:
1. Klien terpasang alat
invasive
(OGT, Infus, CPAP PEEP
7 FiO2 60%)
PA
G
E
\*
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN M
ER
Dari hasil pengkajian di atas didapatkan diagnosa sebagai berikut :G
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan EF
dengan
O
ketidakseimbangan R
ventilasi-perfusi ditandai dengan dispneu (sesak), bunyi nafas M
AT
ronki, sianosis, gelisah, pola napas cepat : RR 74 x/mnt. 2
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
ditandai dengan membrane mukosa pucat, berat badan menurun
10% dibawah rentang ideal.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive.
3.5 INTERVENSI
1. Diagnosa keperawatan :
Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d
dispneu, bunyi nafas tambahan, sianosis, diaforesis, gelisah, pola napas
abnormal (cepat).
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas dapat teratasi dengan Kriteria Hasil:
1. Dispnea menurun
2. Gelisah menurun
3. Sianosis membaik
4. Pola nafas membaik
5. Bunyi nafas tambahan menurun
Respon ventilasi mekanik (L.01005)
1. FiO2 memenuhi kebutuhan meningkat
2. Infeksi paru menurun

Intervensi
Dukungan Ventilasi (I.01002)
Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
PA
G
E
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap setatus pernafasan \*
3. Monitor TTV M
ER
4. Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. Frekuensi dan G
kedalaman napas, penggunaan otot bantu nafas tambahan) EF
O
Teraupetik R
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas M
AT
2. Berikan posisi semi fowler atau flower 2
3. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan DPJP dalam pemberian antibiotic

2. Diagnosa keperawatan :
Defisit Nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d membrane
mukosa pucat, berat badan menurun 10% di bawah rentang ideal.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan status
nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Berat badan membaik
2. Membrane mukosa membaik
Status Nutrisi Bayi (L.03031)
1. Proses tumbuh kembang membaik

Intervensi
Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1. Monitor berat badan
2. Monitor asupan nutrisi
3. Monitor tumbuh kembang
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Mengobservasi penggunaan selang nasogastik
Traupetik
1. Berikan ASI sesuai kebutuhan
PA
G
E
\*
Kolaborasi M
ER
1. Kolaborasi dengan DPJP dalam pemberian nutrisi parenteral
G
EF
(Infus dextrose 10%, aminosteril 6% 20ml, ca gluconas 2 ml,
O
kcl 1ml, NaCl 8 ml melalui IV berjumlah 220 ml/hr) R
3. Diagnosa keperawatan : M
AT
Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasive 2
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24
jam diharapkan tingkat infeksi dapat teratasi
dengan Kriteria hasil :
1. Kemerahan menurun

Intervensi :
Observasi
1. Monitor karakterisitik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Traupetik
1. Bersihkan dengan luka sesuai kebutuhan
2. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antibiotic (Bactesin 2x150mg,
gentamycin 1x15 mg)

2.8 IMPLEMENTASI
Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Ttd
1 2-12-2022 1. Memonitor TTV Pukul 14.00 wib
Jam 09.00 (RR :74x/m, N :109x/m, S: -
S :36,6°C)
PA
G
E
2. Memberikan alat bantu O: \*
nafas atau oksigenasi (CPAP 1. Pasien dispneu M
ER
PEEP 7 FiO2 60%) (sesak) G
3. Memberikan posisi semi 2. Pola nafas belum EF
O
fowler membaik (takipneu) RRR
M
4. Mengkolaborasi pemberian 74 x/mnt
AT
antibiotic (Bactesin 150 mg, 3. Klien terpasang alat 2
gentamycin 1x15 mg / IV) bantu nafas (CPAP
PEEP 7 FiO2 60%)
1. Mengidentifikasi adanya 4. Px sianosis
Jam 12.00 kelelahan otot bantu nafas 5. Px gelisah
2. Mengidentifikasi efek 6. Px mendapat terapi
perubahan posisi terhadap antibiotic Bactesin
setatus pernafasan 2x150 mg dan
3. Monitor status respirasi dan Gentamycin 1x15 mg
oksigenasi (frekuensi, melalui IV
penggunaan otot bantu nafas
tambahan) A:
1. Masalah belum
teratasi

P:
1. Lanjutkan intervensi
2. Monitor TTV
3. Monitor status
respirasi dan oksigenasi
(frekuensi, penggunaan
otot bantu nafas)
4. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
PA
G
E
\*
M
ER
2 2-12-2022 1. Memonitor berat badan Jam 14.00 G
Jam 09.00 2. Memonitor asupan nutrisi S: - EF
O
3. Mengidentifikasi O: 1. Berat badan belumR
M
kebutuhan kalori dan membaik (BB klien
AT
jenis nutrient 2750 gr) 2
2. Membrane mukosa
Jam 12.00 1. Mengobservasi penggunaan klien pucat
selang nasogastik 3. Proses tumbuh
2. Mengkolaborasi dengan kembang belum
ahli gizi jenis nutrient yang membaik
dibutuhkan (Dextrose 10% ,
aminosteril 6% 20ml, ca A:
gluconas 2ml, kcl 1ml, Nacl 1. Masalah belum
8ml melalui IV berjumlah teratasi
220ml/hr).
P:
1. Lanjutkan intervensi
2. Monitor tumbuh
kembang
3. Monitor berat badan
4. Monitor asupan
nutrisi
5. Mengobservasi
penggunaan selang
nasogastik
6. Berikan ASI sesuai
kebutuhan harian yaitu
12 x 20-25 cc
3. 2-12-2022 1. Memonitor karasteristik Jam 14.00
Jam 09.00 luka akibat pemasangan S: -
PA
G
E
CPAP O: \*
2. Memonitor tanda-tanda 1. Pasien M
terdapat
ER
infeksi kemerahan diarea
G
3. Jelaskan tanda dan gejala menempelnya CPAP EF
O
infeksi bila ada R
M
A:
AT
Jam 12.00 1. Memonitor karasteristik 1. Masalah belum2
luka akibat pemasangan teratasi
CPAP
2. Memonitor tanda-tanda P:
infeksi 1. Lanjutkan intervensi
3. Jelaskan tanda dan gejala 2. Monitor tanda-tanda
infeksi bila ada infeksi
PA
G
E
1 3-12-2022 1. Mencuci tangan procedural Jam 14.00 \*
Jam 08.00 2. Memonitor TTV (RR :68 S: - M
ER
x/m, N :110 x/ m, T :36,5°C), O: G
3. Memonitor status respirasi K/u lemah EF
O
dan oksigenasi (frekuensi, Terpasang CPAP PEEPR
penggunaan otot bantu 7 FiO2 60% SPO2 98%M
AT
nafas) : Tidak ada pernapasan Retraksi berkurang, RR2
cuping hidung, dada 58 x/mnt Suhu: 36.8⸰C
mengembang dan SpO2 98%, CRT 2 detik, perfusi
Retraksi berkurang, CRT 2 hangat, lembab
detik, perfusi hangat, lembab Tidak ada pernapasan
4. Mempertahankan cuping hidung, dada
kepatenan jalan nafas. CPAP mengembang dan CPAP
terpasang dengan baik. terpasang dengan baik
5. Melakukan kolaborasi HR 138 x/mnt
pemberian antibiotic 1. Pasien sesak
(Bactecyn 150mg, (dispneu) berkurang
gentamycin 1x15 mg) 2. Terpasang alat bantu
nafas (CPAP PEEP 7
Jam 10.00 3. Mengukur vital sign FiO2 60%)
HR:138x/mnt, RR:58x/mnt, 3. Gelisah berkurang
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 96%, 4. Sianosis berkurang
Retraksi berat, CRT 2 detik, 5. Pola nafas membaik
perfusi hangat, lembab (takipneu) RR : 68
Tidak ada pernapasan cuping x/mnt
hidung, dada mengembang 6. Suara nafas ronki
dan CPAP terpasang dengan berkurang
baik 7. Pasien mendapat
4. melakukan observasi terapi antibiotik
retensi : Tidak ada retensi Bactecyn 2x150 mg,
lambung. gentamycin 1x15 mg
5. Mengukur vital sign melalui IV
PA
G
E
Jam 12.00 HR:138x/mnt, RR:58x/mnt, A: Gangguan pola nafas \*
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, tidak efektif M
ER
Retraksi berat, CRT <1 detik, P: G
perfusi hangat, lembab 1. Lanjutkan intervensi EF
O
Tidak ada pernapasan cuping observasi, terapeutik tiap
R
M
hidung, dada mengembang 2 jam dan kolaborasi
AT
dan CPAP terpasang dengan 2. Monitor status 2
baik respirasi dan oksigenasi
6. Melakukan observasi (frekuensi, penggunaan
retensi : Tidak ada retensi otot bantu nafas)
lambung. 3. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
4. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu
nafas
5. Identifikasi efek
perubahan posisi
terhadap status
pernafasan
PA
G
E
2 3-12-2022 1. Melakukan cuci tangan Jam 14.00 \*
Jam 08.00 procedural S: - M
ER
2. Memonitor tumbuh O: G
kembang 1. Pasien mengalami EF
O
3. Memonitor berat badan peningkatan berat badanR
M
4. Memonitor tumbuh (BB : 2760 gr)
AT
kembang 2. Pucat pada memberan2
mukosa berkurang
Jam 10.00 1. Mengobservasi penggunaan A: 1. Masalah teratasi
selang nasogastik. NGT Sebagian
terpasang dengan baik, tidak P:
ada lesi, tidak ekspulsi. 1. Lanjutkan intervensi
2. melakukan cek retensi 2. Monitor berat badan
lambung. Tidak ada retensi 3. Monitor asupan nutris
lambung. 4. Monitor tumbuh
3. memberi minum ASI 12 x kembang
5 cc melalui NGT 5. Observasi
penggunaan selang
Jam 12.00 1. Memonitor asupan nutrisi nasogastik
dengan mengecek sisa retensi 6. Berikan ASI sesuai
lambung. Tidak ada sisa ASI kebutuhan
yang diberikan sebelumnya. 7. Kolaborasi dalam
2. Memberikan ASI 12 x 5 pemberian vitamin
cc / NGT.
3. memberikan sanbeplex
1x0.3 cc
3. 3-12-2022 1. Melakukan monitoring Jam 14.00
Jam 08.00 tanda-tanda perlukaan akibat S: -
pemasangan CPAP. Tempat O:
melekat CPAP tampak 1. Kemerahan pada area
kemerahan. Terpasang pemasangan CPAP
Duoderm. berkurang dengan
PA
G
E
2. memonitor tanda infeksi pemasangan duoderm \*
akibat perawatan A: M
ER
10.00 1. Mempertahankan teknik 1. Masalah teratasi G
steril saat melakukan Sebagian EF
O
perawatan P: R
M
1. Lanjutkan intervensi
AT
2. Monitor potensial 2
perlukaan
3. Monitor tanda-tanda
infeksi
4. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan
1 4-12-2022 1. Mencuci tangan procedural Jam 14.00
Jam 08.00 2. Monitor respirasi dan status S: -
oksigen. RR 56x/mnt SpO2 O:
99% HR 138x/mnt 1. Dispneu (sesak) klien
3. Memonitor status respirasi berkurang
dan oksigen (frekuensi, 2. Pasien terpasang alat
penggunaan otot bantu nafas). bantu nafas (CPAP
Retraksi berkurang, CRT <1 diturunkan 5% tiap 12
detik, perfusi hangat, lembab jam PEEP 7 FiO2 55%)
Tidak ada pernapasan cuping 3. Pasien tampak tenang
hidung (gelisah menurun)
4. Mempertahankan 4. Tidak terdapat
kepatenan jalan nafas. Dada sianosis (sianosis
mengembang dan CPAP membaik)
terpasang dengan baik. 5. Pola nafas klien
5. Memberikan antibiotic membaik RR : 54 x/mnt
Bactesin 150 mg, gentamycin 6. Bunyi nafas ronki
15 mg pada klien berkurang
Jam 10.00 1. Mengidentifikasi adanya A:
PA
G
E
kelelahan otot bantu nafas 1. Masalah teratasi \*
2. Mengidentifikasi efek Sebagian M
ER
perubahan posisi terhadap P: G
status pernafasan EF
1. Lanjutkan intervensi
O
Jam 12.00 1. Monitor respirasi dan status 2. Monitor status R
M
oksigen. RR 56x/mnt SpO2 respirasi dan oksigenasi
AT
99% HR 138x/mnt 3. Pertahankan 2
kepatenan jalan nafas
4. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu
nafas
PA
G
E
2 4-12-2022 1. Melakukan cuci tangan Jam 14.00 \*
Jam 08.00 procedural S: - M
ER
2. Memonitor berat badan O: G
3. Monitor tumbuh kembang 1. Membrane mukosa EF
O
4. Mengobservasi penggunaan pasien tidak pucat R
M
selang nasogastik. Selang 2. Proses tumbuh
AT
terpasang dengan baik, tidak kembang pasien 2
ada ekspulsi. mengalami peningkatan
5. Melakukan observasi 3. Pasien mengalami
retensi. Tidak ada retensi, peningkatan berat badan
memberi ASI 12 x 10 cc / (BB 2780 gr)
NGT. A:
6. Memberi Sanbeplex 1x0.3 1. Masalah teratasi
cc sebagian
P:
Jam 10.00 1. Memonitor asupan nutrisi. 1. Lanjutkan intervensi
Melakukan observasi retensi 2. Mengobservasi
sisa ASI yang diberikan penggunaan selang
sebelumnya. Tidak ada nasogastik
retensi. 3. Monitor asupan
2. Melakukan observasi nutrisi
retensi. Tidak ada retensi, 4. Lanjutkan pemberian
memberi ASI 12 x 10 cc / ASI, tambahkan 5cc
NGT. perhari tiap kalli minum.
5. Monitor berat badan
Jam 12.00 1. Melakukan observasi
retensi. Tidak ada retensi,
memberi ASI 12 x 10 cc /
NGT.
3. 4-12-2022 1. Memonitor karakteristik Jam 14.00
Jam 08.00 luka tempat melekat CPAP S:
(tidak ada kemerahan, tidak O:
PA
G
E
ada bau, terpasang Duoderm) 1. Tidak terdapat \*
2. Memonitor tanda-tanda kemerahan (membaik) M
ER
infeksi 2. Tidak terdapat caiaran
G
berbau busuk (membaik) EF
O
3. Tidak terdapat R
M
bengkak dan tanda
AT
infeksi lain 2
A:
1. Masalah teratasi
P:
1. Hentikan intervensi
2. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan
PA
G
E
BAB IV \*
PEMBAHASAN M
ER
G
4.1. Pengkajian EF
O
Hasil pengkajian didapatkan data klien masih sulit dalam bernafas,R
sesak/dispneu, gelisah, sianosis, terpasang alat bantu pernafasan (CPAP PEEP M7
AT
FiO2 60%), terdapat suara nafas tambahan (ronki), pola nafas cepat (takipneu).2
Hal ini merupakan tanda dan gejala yang terjadi pada pasien pneumonia
dispneu(sesak), pola nafas cepat (takipneu), terdapat suara nafas ronki, gelisah.
4.2. Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, penulis merumuskan diagnosa yang
muncul sesuai dengan keadaan pasien. Ada 3 diagnosa yang sesuai dengan
teori, yaitu: Gangguan Pertukaran Gas, Defisit Nutrisi dan Resiko Infeksi.
Diagnose ini ditegakkan oleh penulis karena pada bayi dengan pneumonia,
rentan sekali mengalami resiko atau gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
4.3. Intervensi
Rencana keperawatan disusun berpedoman pada label SLKI dan SIKI.
Gangguan Pertukaran Gas SLKI pertukaran gas (L.01003), respon ventilasi
mekanik(L.01005) dan SIKI dukungan ventilasi (I.01002). Diagnose Deficit
Nutrisi SLKI status nutrisi (L.03030), status nutrisi bayi (L.03031) SIKI
manajemen nutrisi (I.03119), dan diagnose resiko infeksi SLKI tingkat infeksi
(L.14137) SIKI perawatan luka (I.14564).
4.4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang penulis lakukan sudah sesuai
dengan label SIKI yaitu:
1. Diagnosa Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Dukungan Ventilasi (L.01002), Observasi : Mengidentifikasi adanya
kelelahan otot bantu nafas, Memonitor TTV, Memonitor status respirasi
dan oksigenasi (mis. Frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot
bantu nafas tambahan),Teraupetik : Mempertahankan kepatenan jalan
PA
G
E
nafas, Memberikan posisi semi fowler atau flower, Memberikan \*
oksigenasi sesuai kebutuhan, Kolaborasi : Mengkolaborasi pemberian M
ER
bronchodilator atau antibiotik. G
2. Diagnosa Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi. EF
O
Manajemen Nutrisi (L.03119), Observasi : Memonitor berat badan,R
Memonitor asupan nutrisi, Memonitor tumbuh kembang, Mengidentifikasi M
AT
kebutuhan kalori dan jenis nutrient, Mengobservasi penggunaan selang2
nasogastik, Terapeutik : Memberikan nutrisi enteral dan parenteral,
Kolaborasi: Mengkolaborasi dengan DPJP dalam pemberian nutrisi
parenteral (Infus dextrose 10%, aminosteril 6% 20ml, ca gluconas 2 ml,
kcl 1ml, NaCl 8 ml melalui IV berjumlah 220 ml/hr)
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur perawatan.
Perawatan Luka (L.14564), Observasi : Memonitor tanda-tanda infeksi,
Traupetik : Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan,
Edukasi : Menjelaskan tanda dan gejala infeksi, Kolaborasi :
Mengkolaborasi pemberian antibiotic (bactesin 2x150 mg, gentamycin 1x
15 mg)
4.5. Evaluasi
Setelah dilakukan perawatan selama tiga hari, masalah gangguan
pertukaran gas teratasi sebagian, deficit nutrisi masalah teratasi sebagian,
resiko infeksi masalah teratasi dan terus dilakukan monitor.
BAB V
EVALUASI

5.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitial. Serangan mungkin terjadi dalam
beberapa jam kelahiran dan merupakan bagianyang dapat disamakan
dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas
pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada
kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arahsyok dan kematian. Pada
neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri dari pada virus. Infeksi
ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan
ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari
intubasi dan
ventilasi. Kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan pada neonat
us sejak lahir sampai usia 3 minggu ialah Bstreptokokus dan bakteri gram
negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang bersumber dari ibu.
Pneumonia neonatorum memberikan gambaran gangguan
pernapasan pada bayi barulahir, dengan gejala berupa pernafasan yang
bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksidada, batuk dan
mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan
bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang
tampak hampir sama, danketerlibatan organ dan pengobatan empirik
regimen yang sama. Takipnea merupakan tandayang paling sering
didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi
dada(36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan
(43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%).
Diagnosis pneumonia neonatorum didapatkan dari anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan fisis, foto thoraks danlaboratorium.
Pada kasus Ini tidak terdapat faktor resikosepsis pada ibu pasien. Pasien
dilahirkan secara Sectio Caesarea atas indikasi bekas SC dengan APGAR
Score 4-6. Pasien tampak sesak dan merintih beberapa saat setelah lahir,

PAGE \* MERGEFORMAT 2
sesak bertambah seiring dengan bertambahnya waktu. Pada pemeriksaan fi
sik ditemukan adanya pernapasan cuping hidung, retraksi pada subcostal d
an intercostal dan sianosis perifer. Pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelaster lihat. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. Pada
gambaran foto thoraks, ditemukan adanya bercak infiltrat dikedua lapang
paru. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis, trombosit,
CRP, IT Rasio dalam batas normal. Penatalaksanaan pada pasien ini
adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yangsesuai, serta tindakan
suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapioksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,
elektrolit, dan gula darah.

5.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang
lebih baik

PAGE \* MERGEFORMAT 2
PA
G
E
DAFTAR PUSTAKA \*
M
ER
DF Aryani.(2018). Jurnal Riset Kesehatan Nasional. http//ojs.itekes-bali.ac.id G
Http//www.repository.usu.ac.id EF
O
Indonesia. Kementrian Kesehatan RI. Sekretariat Jendral Profil Kesehatan IndonR
esia Tahun 2018. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2019 M
AT
Mayjend H.M Ryacudu, R. (2020). Dokumentasi Ruang Neonatus. Lampung. 2

Mendri, Ni Ketut, Prayogi, Sarwo Agus. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak
Sakit & Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 240 halaman

Merlinda, P.S., Widya, G.C. (2019, 31 Juli). Trend, Pneumonia Toddler. Disetujui
Juli 21, 2019 dari web site HIGEIA: http//journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/higeia

Mubarak, Iqbal, Chayatin, Nurul. (2018). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EG


C. 336 halaman

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengur


us Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengur


us Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Puspasari, Scholastica, F.A. (2019). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan G


angguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 352 halaman

Rendle, John, Gray, O.P, Dodge, J.A. (1994). Penyakit Anak. Jakarta: Binarupa A
ksara. 291 halaman

Setiadi, (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Yogyak


arta: Graha Ilmu

Soemantri, Irman. (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sis
tem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. 178 halaman

Suriadi, Yuliani, Rita. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung
Seto. 280 halaman

Anda mungkin juga menyukai