Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia. Menurut undang -undang tersebut, gangguan jiwa merupakan
gangguan dalam pikiran, perilaku maupun perasaan yang berupa gejala-gejala
“aneh” pada diri seseorang. Gejala gangguan jiwa bisa bermacam-macam,
namun yang paling berbahaya ketika kita tidak menganggap hal serius pada
gejala -gejala ini dan seolah akan baik-baik saja.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan
berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak
pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang. Data (Riskesdas, 2013) memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk (Kemenkes RI, 2016).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah resiko bunuh diri. Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatri
kontemporer, karena jumlah yang terlibat dan riset yang mereka buat. Percobaan
bunuh diri 10 kali lebih sering, peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi
15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40
tahun menjadi penyebab terbanyak. Masalah ini bersifat emosional, peracunan
diri sendiri secara khusus cenderung membangkitkan respon tak rasional dan
agresif dari perawat dan dokter. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
2

karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping
yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul
secara berulang tanpa rencana yang spesipik untuk bunuh diri.
Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk
melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien dengan resiko bunuh diri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
Asuhan Keperawatan ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Pasien Ny.S dengan resiko bunuh diri ?”.
C. Tujuan
1. Umum
Untuk mendapatkan pengalaman dalam melakukan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan resiko bunuh diri.
2. Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
resiko bunuh diri.
b. Menganalisi data pada pasien dengan resiko bunuh diri.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
d. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan resiko bunuh diri.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.

D. Manfaat
1. Bagi instansi
a. Instansi Pendidikan
Bagi pendidikan agar dapat menjadi referensi dalam proses belajar
mengajar, sehingga mahasiswa dapat memahami dan mempelajari
lebih dalam tentang gangguan jiwa pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
3

b. Instansi Kesehatan
RSJ Sambang Lihum dapat lebih meningkatkan asuhan
pelayanannya sehingga RSJ Sambang Lihum dapat dikenal lebih
unggul dalam segi pelayanan kepada pasien.
2. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti, serta mampu
mengaplikasikan tindakan asuhan keperawatan khususnya pada
pasien gangguan jiwa dengan halusinasi sesuai teori yang telah di
pelajari di pendidikan.
3. Bagi ruangan
Sebagai salah satu bahan referensi untuk menambah keilmuan
tentang melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien
berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping
yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh
diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri.
Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat
yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri,
agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri (Yusuf dkk., 2015).
Resiko bunuh diri adalah resio untuk menciderai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya
(Stuart, 2006).

B. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang menyertainya (Yusuf dkk, 2015), yaitu :
1. Apakah klien mengalami :
a. Ide bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
d. Sindrom mencederai diri sendiri yang disengaja
2. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan
anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan
resiko bunuh diri.
3. Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk
kerumah sakit adalah perilaku kekerasan dirumah.
4. Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula klien tampak memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
5. Wawancara
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
5

c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.


d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,
panik, marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang
yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis
atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier).
l. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
m. Konflik interpersonal.
n. Latar belakang keluarga.
o. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

C. Tingkatan
Pengelompokkan bunuh diri, antara lain:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien
mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
6

2. Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,
tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun
dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini,
pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat
yang tinggi.

D. Klasifikasi
1. Bunuh diri egoistik, akibat seseorang yang mempunyai hubungan
sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik, akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik, akibat lingkungan tidak dapat memberikan
kenyamanan bagi individu.

E. Rentang Respon
Adaptif Maldaptif

Peningkatan Risiko Destruktif diri Pencedere Bunuh diri


diri destruktif tidak
an diri
langsung

Gambar 7.1 Rentang Respons Protektif Diri


Sumber: Keliat (2011)
7

Keterangan:
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan
kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial,
dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera
tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya
sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

F. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial).
Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol adalah
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

I. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor predisposisi
1. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
8

2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor risiko penting untuk perilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
perilaku merusak diri.

B. Faktor presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.

II. Pohon Masalah


Effect Bunuh diri

Core Problem Risiko bunuh diri

Caused Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


9

III. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Masalah Data yang perlu dikaji
keperawatan
Risiko bunuh diri Subjektif:
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelum dari keluarga
 Berbicara tentang kematian, mananyakan
tentang dosis obat yang mematikan
 Mengungkapkan adanya konflik interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasan saat kecil.
Objektif:
 Impulsif
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi,
psikosis, dan penyalahgunaan alkohol)
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis,
atau penyakit terminal)
 Pengagguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier)
 Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun
 Status perkawinan yang tidak harmonis.
.

IV. Diagnosa Keperawatan


Risiko bunuh diri
10

V. Intervensi Keperawatan
Dx. Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko bunuh Pasien Setelah dilakukan 2 kali SP 1
diri dengan mampu interaksi pasien dapat 1. Identifikasi beratnya
faktor resiko mengidentifik terhindar dari resiko bunuh masalah resiko bunuh diri:
perubahan asi dan diri, dengan kriteria hasil: isyarat, ancaman,
sikap dan mengendalik 1. Pasien dapat percobaan (jika percobaan
perilaku yang an resiko mengidentifikasi segera rujuk)
nyata bunuh diri tentang resiko bunuh 2. Identifikasi benda-benda
dan diri berbahaya dan
2. Pasien terhindar dari mengamankannnya
benda-benda (lingkungan aman untuk
berbahaya pasien)
3. Pasien mampu 3. Latih cara mengendalikan
mengendalikan diri diri dari dorongan bunuh diri,
agar terhindar dari buat daftar aspek positif diri
resiko bunuh diri sendiri, latih afirmasi/
4. Pasien mampu berpikir positif yang dimilki
memasukan dalam 4. Masukan pada jadwal
jadwal harian latihan berpikir positif 5x/
hari

Setelah dilakukan 2 kali SP 2


Pasien interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan berpikir
mempu terhindar dari resiko bunuh positif tentang diri sendiri,
mengendalik diri, dengan kriteria hasil: beri pujian dan kaji ulang
an dorongan 1. Pasien dapat 2. Latih cara mengendalikan
bunuh diri mengendalikan diri diri dari dorongan bunuh
dengan dari dorongan bunuh diri, buat daftar aspek
membuat diri dengan membuat positif keluarga dan
daftar aspek daftar kegiatan positif lingkungan
positif 2. Pasien mampu 3. Masukan pada jadwal
memasukan dalam kehiatan harian latihan
jadwal harian berpikir positif keluarga

Setelah dilakukan 2 kali SP 3


interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan berpikir
Pasien terhindar dari resiko bunuh positif diri sendiri, keluarga
mampu diri, dengan kriteria hasil: dan lingkungan, beri pujian
mengungkap 1. Pasien dapat dan kaji resiko bunuh diri
kan harapan mengungkapkan 2. Diskusikan harapan dan
dan masa harapan dan masa masa depan lingkungan
depan depan 3. Diskusikan cara mencapai
2. Pasien mampu harapan dan masa depan
memasukan dalam 4. Latih cara-cara mencapai
jadwal harian harapan dan masa depan
secara bertahap
5. Masukan pada jadwal
kegiatan harian
Setelah dilakukan 2 kali
interaksi pasien dapat
Pasien terhindar dari resiko bunuh SP 4
mampu diri, dengan kriteria hasil: 1. Evaluasi kegiatan berpikir
mengkapkan 1. Pasien dapat positif diri sendiri, keluarga
latihan untuk mengungkapakan dan lingkungan serta
mencapai latihan untuk mencapai kegiatan yyang dipilih, beri
11

masa depan masa depan pujian


2. Pasien mampu 2. Latih tahap kedua latihan
memasukan dalam mencapai masa depan
jadwal harian 3. Masukan dalam jadwal
harian
Setelah dilakukan 2 kali
interaksi pasien dapat
Pasien terhindar dari resiko SP 5
mampu bunuh diri, dengan 1. Evaluasi kegiatan berpikir
memenuhi kriteria hasil : positif diri sendiri, keluarga
kebutuhan 1. Pasien dapat dan lingkungan serta
berpikir positif memenuhi kegiatan yyang dipilih, beri
secara kemampuan berpikir pujian
mandiri dan positif secara mandiri 2. Nilai kemampuan yang
melakukan 2. Pasien mampu telah mandiri
cara secara memasukan dalam
mandiri jadwal harian

VI. Rencana Tindakan Keperawatan Jiwa


SP untuk Pasien Sp untuk Keluarga

Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1


1. Identifikasi beratnya masalah resiko 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
bunuh diri : isyarat ancaman, percobaan keluarga dalam merawat pasien
(jika percobaan segera rujuk)
2. Jelaskan pengertian, tanda dan
2. Identifikasi benda-benda berbahaya dan gejala serta proses terjadinya resiko
mengamankannya (lingkungan aman bunuh diri, (gunakan booklet)
untuk pasien)
3. Jelaskan cara merawat pasien
3. Latihan cara mengendalikan diri dari dengan Resiko Bunuh Diri
dorongan bunuh diri : buat daftar aspek
4. Latih cara memberikan pujian hal
positif diri sendiri, latihan afirmasi /
positif pasien, memberi dukungan
berpikir aspek positif yang dimiliki.
pencapaian masa depan
4. Masukan pada jadwal latihan berpikir
5. Anjurkan membantu pasien sesuai
positif 5 kali per hari.
jadwal dan memberikan pujian
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan2
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif tentang 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
diri sendiri. Beri pujian. Kaji ulang resiko memberikan pujian dan penghargaan
bunuh diri. atas keberhasilan dan aspek positif
pasien. Beri pujian.
2. Latih cara mengendalikan diri dari
dorongan bunuh diri : buat daftar aspek 2. Latih cara memberi penghargaan
positif keluarga dan lingkungan, latih pada pasien dan menciptakan
afirmasi / berpikir positif keluarga dan suasana positif dalam keluarga :
lingkungan. tidak membicarakan keburukan
anggota keluarga
3. Masukkan pada jadwal latihan berpikir
positif keluarga dan lingkungan. 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
12

jadwal dan memberikan pujian.

Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan3


1. Evaluasi kegiatan berpikir positif diri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
sendiri, keluarga dan lingkungan, beri memberikan pujian dan penghargaan
pujian. Kaji resiko bunuh diri pada pasien serta menciptakan
suasana positifdalam keluarga. Beri
2. Diskusikan harapan dan masa depan
pujian
3. Diskusikan cara mencapai harapan dan
2. Bersama keluarga berdiskusi dengan
masa depan.
pasien tentang harapan masa depan
4. Latih cara-cara mencapai harapan dan dan langkah-langkah mencapainya
masa depan secara bertahap (setahap
3. Anjurkan membantu pasien sesuai
demi setahap)
jadwal dan memberikan pujian
5. Masukan pada jadwal latihan berpikir
positif diri sendiri, keluarga dan
lingkungan, dan tahapan kegiatan yang
dilatih.
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif diri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
sendiri, keluarga dan lingkungan, serta memberikan pujian, penghargaan,
kegiatan yang dipilih . Beri pujian. menciptakan suasana positif dan
kegiatan awal dalam mencapai
2. Latih tahap kedua latihan mencapai
harapan masa depan. Beri pujian
masa depan
2. Bersama keluarga berdiskusi tentang
3. Masukan pada jadwal latihan berpikir
langkah dan kegiatan untuk encapai
positif diri sendiri, keluarga dan
harapan masa depan.
lingkungan, serta kegiatan yang dipilih
untuk persiapan masa depan. 3. Jelaskan follow up ke RSJ / PKM,
tanda kambuh, rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
13

Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5


1. Evaluasi kegiatan latihan peningkatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
positif diri, keluarga dan lingkungan. beri memberikan pujian, penghargaan,
pujian menciptakan suasana positif dan
membimbing langkah-langkah dalam
2. Evaluasi tahap kegiatan mencapai
mencapai harapan masa depan. Beri
harapan dan masa depan
pujian
3. Latih kegiatan harian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat
4. Nilai apakah resiko bunuh diri teratasi pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol RSJ / PKM
14

BAB III
TINJAUAN KASUS
Ruangan Rawat : Intensif Wanita
Tanggal Dirawat : Kamis, 4 Juli 2019
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Ny. S (P) Tanggal Pengkajian : Selasa 9 Juli 2019
Umur : 56 Thn No. RM : 02-13-xx
Alamat : Jalan Prona III, Banjarmasin
Informan : Pasien, keluarga dan rekam medis
II. ALASAN MASUK DAN FAKTOR PENCETUS
Pasien mengatakan sekitar satu bulan yang lalu berhenti dari berjualan
jagung bakar karena jualannya tidak laku, kemudian pasien hanya berdiam
diri di rumah tanpa bekerja, pasien tinggal bersama dengan anak dan
cucunya kadang-kadang ke rumah saudara. Berdasarkan penuturan
keluarga, pasien adalah orang yang pendiam dan tidak pernah menceritakan
masalah dan perasaannya kepada keluarga. Sekitar sepuluh hari yang lalu
pasien mulai mengatakan ingin mati saja namun keluarga tidak
menghiraukan. Tiga hari kemudian pasien mulai berteriak-teriak dirumah
ingin mati dan ingin menggantung tali untuk bunuh diri, akhirnya keluarga
langsung membawa pasien ke rumah sakit jiwa sambang lihum.
Masalah Keperawatan: Resiko bunuh diri, Koping individu tidak efektif

III. KELUHAN UTAMA


Pasien sering mengatakan ingin mati saja ketika ditanya, karena pasien
merasa tidak punya apa-apa lagi.
Masalah keperawatan: Resiko bunuh diri

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya ? Berhasil Kurang berhasil Tidak berhasil
3. Perilaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik - - - - - -
- - - - - -
Aniaya seksual - - - - - -
- - - - - -
15

Penolakan - - - - - -
- - - - - -
Kekerasan dalam - - - - - -
keluarga
- - - - - -
Tindakan criminal - - - - - -

Jelaskan No. 1, 2, dan 3


1. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu
2. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami pengobatan jiwa
sebelumnya.
3. Selama ini pasien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik,
aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, tindakan
kriminal.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Tidak Ya

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Pasien telah bercerai dengan suaminya sekitar 30 tahun yang lalu, dan
hanya tinggal dengan anak dan cucunya, pasien dahulu adalah seorang
penjual jagung bakar namun berhenti berjualan karena jualannya tidak
laku
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif

V. FISIK
Tanggal: 9 Juli 2019/pukul: 12.00 wita
1. Tanda vital : TD: 100/80 mmHg HR: 90x/m RR: 20x/m T:
0
36,2 C
2. Ukur : TB: 157 CM BB: 52 kg
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
16

Jelaskan :
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan nyeri, tidak ada keluhan pada
tubuhnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
VI. PSIKOSOSIAL
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan
: Cerai
--------------- : Tinggal satu rumah
: Meninggal
: Pasien

Jelaskan:
Pasien adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, pasien sudah bercerai
dengan suaminya sekitar 30 tahun yang lalu, pasien memiliki 2 anak
perempuan dan tinggal dengan salah satu anak dan juga cucunya,
pasien menyangkal adanya riwayat keluarga yang mengalami gangguan
jiwa

Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak efektif


17

1. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Saat ditanya persepsi pasien terhadap bagian tubuh yang disukai
dan tidak sukai, pasien tampak sehat dan tidak ada kecacatan.
b. Identitas :
Pasien berjenis kelamin perempuan dan menyadari bahwa dia
adalah seorang perempuan, pasien juga mengatakan namanya Ny. S
pasien bercerai dengan suaminya sekitar 30 tahun, sebelumnya
pasien berjualan jagung bakar.
c. Peran :
Pasien seorang ibu dengan dua anak dan memiliki peran seorang
nenek dengan tiga cucu, sebelumnya pasien berjualan jagung bakar.
Di RSJ sambaing lihum pasien menyadari dirinya sebagai pasien
yang sakit dan menjalani rutinitas di RSJ sambang lihum.
d. Ideal diri :
Pasien berharap bisa selalu bersama keluarga dan anaknya, pasien
ingin cepat sembuh dan pulang, pasien juga ingin bekerja kembali.
e. Harga diri :
Pasien merasa sedih ketika berhenti bekerja, pasien merasa dirinya
tidak berharga dan merasa malu ketika harus membebani anaknya
dirumah sehingga mengatakan ingin bunuh diri saja.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti:
Pasien mengatakan sayang pada anak dan cucunya, karena pasien
hanya tinggal dengan mereka, pasien ingin segera kembali berkumpul.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan dimasyarakat, pasien
mengatakan tidak suka berkumpulkan dengan banyak orang, pasien
lebih suka diam dirumah saja. Di RSJ pasien mengikuti kegiatan sehari-
hari seperti mandi, marapikan tempat tidur, berdandan, senam.
18

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:


Pasien mengatakan malu terhadap dirinya sehingga pasien hanya
berkomunikasi seadanya dengan perawat.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan:
Pasien beragama islam, pasien meyakini dirinya sedang sakit dan
beranggapan bahwa sakitnya ini adalah nasib yang diberikan Tuhan
kepadanya.
b. Kegiatan ibadah:
Pada saat dirumah pasien melakukan sholat meskipun tidak rutin dan
pada saat di RSJ Sambang Lihum pasien hanya berdoa.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Penggunaan pakaian Cara berpakaian
Tidak rapi tidak sesuai tidak seperti biasanya
Jelaskan :

Pasien tampak bersih, tidak berbau dan rapi, kuku kaki dan tangan pasien
bersih, pasien mengganti pakaian 2 kali sehari, pasien juga berpakaian
rapi dan penggunaan pakaian seragam RSJ sambang lihum berwarna
biru.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap

Apatis Lambat Membisu

Tidak
mampu
Loghorea Echolalia
Inkoheren memulai
pembicaraan
Jelaskan :
Pasien berbicara ketika ditanya pasien tidak mau memulai pembicaraan
terlebih dahulu. Pada saat berkomunikasi pasien berbicara lembat dan
suara lemah, ada kontak mata namun pasien sering menunduk.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
19

3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi
Tik Grimasen Tremor
Kompulsif
Jelaskan :
Pasien tampak lesu dan tidak bersemangat, ketika melakukan aktivitas
di RSJ sambang lihum, seperti senam dan makan.
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif

4. Alam perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa
Khawatir

Jelaskan :
Pasien mengatakan sedih, merasa dirinya sendirian, tidak ada keluarga
yang mengunjungi, tidak memiliki uang, dan pasien beranggapan lebih
baik jika dia mati saja.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah, resiko bunuh diri

5. Afek

Datar Tumpul Labil Tidak sesuai

Jelaskan :

Ketika diajak berbicara pasien tampak tidak semangat dan ekspresi


wajahnya hanya datar.

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

6. Interaksi selama wawancara

Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung

Kontak mata (+) Defensif Curiga

Jelaskan :
Pasien tampak tenang ketika diajak berkomunikasi, pasien tampak
kooperatif, pasien mampu kontak mata namun tidak bertahan lama.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
20

7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
Pada saat pengkajian pasien tampak tenang, tidak ada gangguan
persepsi pada penglihatan, perabaan, pendengaran, pengecapan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Proses pikir

Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi

Pengulangan
Flight of idea Blocking
pembicaraan/perseverasi
Neologisme
Jelaskan :
Ketika ditanya perawat pasien mampu menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang ditanyakan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9. Isi pikir

Obsesi Fobia Hipokondria

Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis

Waham
Agama Somatik Ke Besaran Curiga

Kontrol
Nihilistic Sisip pikir Siar pikir
pikir
Jelaskan :
Pasien mengatakan lebih baik mati saja karena tidak memiliki apa-apa,
demi kebaikannya dan agar tidak merepotkan orang lain.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri, Harga diri rendah
21

10. Tingkat kesadaran

Bingung Sedasi Stupor

Disorientasi

Waktu Tempat Orang

Jelaskan :
Tingkat kesadaran composmentis, orientasi waktu baik pasien tahu
bahwa hari ini hari selasa dan dia sudah dirawat 5 hari, orientasi tempat
baik pasien tahu bahwa dirinya dirumah sakit jiwa, pasien mampu
memanggil nama mahasiswa perawat yang berkenalan dengannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

11. Memori
Gangguan daya ingat jangka
Gangguan daya ingat jangka panjang
pendek

Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi


Jelaskan :
1. Daya ingat saat ini :
Pasien dapat mengingat kegiatan yang dia lakukan pada subuh tadi
seperti mandi, makan, dan sudah minum obat.

2. Daya ingat jangka pendek :

Pasien dapat mengingat dia dibawa kerumah sakit jiwa karena berteriak
dirumhah.

3. Daya ingat jangka panjang

Pasien mengatakan masih ingat tentang kejadian masa lalu seperti


tinggal di Madura, berjualan jagung bakar.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Tidak mampu
Tidak mampu
Mulai beralih berhitung
berkonsentrasi
sederhana
22

Jelaskan :
pasien mampu berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Pasien mampu
berhitung seperti Rp 5.000,. + Rp 5.000., = Rp 10.000.,
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

13. Keterampilan penilaian

Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan :

Pasien mampu diajak berkomunikasi, pasien dapat menilai mandi


terlebih dahulu sebelum makan, pasien dapat menilai bahwa mengamuk
itu perbuatan salah.

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

14. Daya tilik diri


Menyalahkan hal-hal diluar
Mengingkari penyakit yang diderita
dirinya
Jelaskan :
Pasien mengatakan dirinya mengalami sakit pada jiwanya dan harus
berobat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan

Bantuan minimal Bantuan total

Mandiri

Jelaskan :
Pasien mampu makan 3 x sehari, makan dengan rapi dan bersih. Pasien
makan secara benar dengan tangan kanan, mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantuan Total Mandiri
23

Jelaskan :
Pasien melakukan BAB dan BAK sendiri ke toilet dan mampu
membersihkan kembali, pasien BAK ± 4 kali/hari dan BAB 2 hari 1 kali.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Mandi
Bantuan minimal
Bantuan total

Mandir
Jelaskan :
Pasien 2x sehari mandi secara mandiri di kamar. Pasien menggunakan
sabun dan gosok gigi, terkadang menggunakan shampoo.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal
Bantuan total

Mandiri

Jelaskan :
Pasien mampu berpakaian dan merapikan dirinya seperti bersisir,
memakai bedak, menggunakan lipstik secara mandiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Istirahat dan tidur

Tidur siang lama : 11.00 s.d 12.00.

Tidur malam lama : 21.00 s.d 06.00

Kegiatan sebelum/sesudah tidur : duduk, mandi dan makan

Jelaskan :
Sebelum tidur pasien bisa duduk duduk dan kegitan setelah tidur mandi,
makan,istirahat, senam, TAK, dan berkomunikasi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
24

6. Penggunaan obat

Bantuan minimal Bantuan total

Mandiri

Jelaskan :

Obat disediakan dan diberikan sesuai jadwal minum obatnya, dan


diarahkan untuk mengambil air minum sebelum minum obat dan saat
dijelaskan 8 benar obat pasien kurang mengetahui tentang manfaat
obat.

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawata

7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak

Perawatan pendukung Ya Tidak


Jelaskan :
Berdasarkan rekam medik pasien tidak pernah mengalami gangguan
jiwa dan tidak pernah dirawat di rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada masalah keperawatan

8. Kegiatan di dalam rumah


Mempersiapkan
Ya Tidak
makanan
Menjaga kerapihan Ya
Tidak
rumah
Mencuci pakaian Ya Tidak

Pengaturan keuangan Ya Tidak


Jelaskan :
Pasien mengatakan mampu membantu saudaranya dan anaknya dalam
menyiapkan makan, bersih-bersih rumah, mencuci pakaian sendiri
Masalah Keperawatan : Tidak Ada masalah keperawatan
25

9. Kegiatan di luar rumah


Belanja Ya Tidak

Transportasi Ya Tidak

Lain-lain Ya Tidak

Jelaskan :
Pasien tidak diperbolehkan keluarga berbelanja dan bepergian sendirian
karena usia tua dan takut tersesat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

IX. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif

Bicara dengan orang lain Minum alcohol


Mampu menyelesaikan
Reaksi lambat/berlebih
masalah
Teknik relaksasi
Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif
Menghindar

Olahraga Mencederai diri

Lainnya……………………….
Lainnya…………………………

Jelaskan :
- Pada saat pengkajian pasien mampu berbicara dengan orang lain
- Pasien bisa mengikuti senam yang diarahkan
- Pasien terlihat menjauh ketika ada orang baru yang mendekatinya
- Ketika ditanya pasien menjawab dengan lambat dan suara lemah.

Masalah Keperawatan: Harga diri rendah

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik:
Pasien tidak suka bergaul dengan kelompok masyarakat, lebih
duka diam dirumah.
26

Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik:


Pasien seorang pendiam, jarang ada interaksi dilingkungan
rumahnya dan sering dirumah saja.
Masalah dengan pendidikan, spesifik:
Pasien mengatakan tidak pernah sekolah dan tidak bisa baca
tulis.
Masalah dengan dukungan pekerjaan, spesifik:
Pasien tidak bekerja lagi karena jualan jagung bakarnya tidak
laku.
Masalah dengan dukungan perumahan, spesifik:
Pasien hanya tinggal bersama anak dan cucunya
Masalah dengan dukungan ekonomi, spesifik:
Pasien tidak bekerja sehingga untuk kebutuhan ekonomi
dibantu keluarga
Masalah dengan dukungan pelayanan kesehatan, spesifik:
Pasien tidak pernah berobat ke puskesmas maupun rumah
sakit sebelumnya, bila sakit hanya membeli obat di luar.
Masalah lainnya, spesifik
Pasien menjauh ketika ada orang baru mendekati, pasien
hanya bicara seperlunya.

XI. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa System pendukung
Penyakit fisik
Faktor presipitasi

Koping Obat-obatan

Lainnya………………………………………………………………………
Jelaskan :
- Pasien merasa dirinya sendirian, pasien mengatakan tidak memiliki
apa-apa dan tidak layak hidup lagi.
- Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit jiwa yang dialaminya
- Pasien tidak mengetahui obat-obatan yang diminumnya
- Pasien tampak bingung ketika ditanya perawat
- Pasien banyak diam ketika ditanya perawat
27

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah, resiko bunuh diri, kurang


pengetahuan

XII. ASPEK PENUNJANG


Diagnosa Medik : F.23.2
F.23.2 adalah gangguan psikotik akut dengan gejala-gejala psikotik
secara komparatif, bersifat cukup stabi dan memenuhi kriteria untuk
skizofrenia.
Hasil Laboratorium : 5 Juli 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 11.8 11.5 – 14 Cell/uL
Leukosit 9300 4000-10000 Cell/uL
Eritrosit 4,5 4.5 – 6 X10/uL
Hematokrit 36 35 – 47 X10/uL
Trombosit 270 150-450 X1000/uL
Terapi Medis 28

Nama Obat Dosis Aturan Pakai Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Interaksi obat Rasional
Haloperidol 1,5 mg 2x sehari Mengatasi gejala psikosis Tidak digunakan dalam sedasi,gangguan  Menurunkan kadar Berdasarkan
pada gangguan mental, kondisi psikotik yang otonomik dan haloperidol jika diagnosa pasien
seperti skizofrenia. berhubungan dengan endokrin pemberian bersama mengalami
demensia. Haloperidol dapat carbamazepine. psikosis akut dan
menyebabkan gagal jantung,  Resiko aritmia gejala skizofrenia
kematian mendadak, atau dengan pemberian
pneumonia pada orang diuretik.
dewasa yang lebih tua  Meningkatkan kadar
dengan haloperidol dengan
kondisi demensia. pemberian clozapine
Flouxetine 10mg 1x sehari Mengobati depresi, Pendarahan, aritmia, Sakit kepala, mual,  Menyebabkan Berdasarkan
serangan panik, gangguan jantung. diare, lemas, tidak sindrom serotonin jika pengkajian pasien
gangguan obsesif nafsu makan, pemberian dengan mengalami depresi
kompulsif, gangguan insomnia. sumatriptan, fentanyl, karena jualannya
makan tertentu (bulimia) tramadol. tidak laku
dan serangan panik.
 Meningkatkan resiko
pendarahan
pemberian dengan
aspirin, obat
antiinflamasi.
Clozapine 25 mg 2x sehari Mengurangi gejala Hipersensitivitas. Sakit kepala,  Meningkatkan kadar Berdasarkan
psikosis, tidak dapat mengantuk, clozapine dengan diagnosa pasien
membedakan antara pandangan kabur, pemberian mengalami
khayalan dan kenyataan. pusing, mual, ciprofloxacin. psikosis akut dan
konstipasi.  Menurunkan kadar gejala skizofrenia
clozapine dengan
pemberian
omeprazole
29

XIII. ANALISA DATA KEPERAWATAN


No Data Maladaftif Masalah
Keperawatan
1. DS:
- Pasien mengatakan ingin mati saja
- Pasien mengatakan sedih, merasa dirinya
sendirian, tidak ada yang mengunjungi
- Pasien mengatakan tidak memiliki apa-apa dan
tidak layak hidup lagi.
Resiko bunuh diri
- Keluarga mengatakan saat dirumah pasien ingin
menggantung tali untuk bunuh diri
DO:
- Ketika ditanya pasien menjawab dengan suara
lambat dan lemah
- Ketika ditanya pasien sering menunduk.
2. DS:
- Pasien mengatakan sedih karena berhenti
bekerja, pasien merasa dirinya tidak berharga
dan malu ketika harus membebani anaknya.
- Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan
dimasyarakat, tidak suka berkumpul dengan
banyak orang, lebih suka dirumah.
- Pasien mengatakan dia adalah orang yang
pendiam, tidak pernah menceritakan masalah
kepada keluarga

DO: Harga Diri Rendah


- Pasien hanya berkomunikasi seadanya dengan
perawat
- Pasien tidak mau memulai pembicaraan
terlabih dahulu
- Pasien sering menunduk
- Ketika diajak bicara pasien tampak tidak
bersemanagatdan ekspresi wajahnya datar
- Pasien terlihat menjauh ketika ada orang baru
yang mendekati
3. DS:
- Pasien mengatakan berhenti bekerja ± 1 bulan
karena jualannya tidak laku
- Pasien hanya diam dirumah dengan anak dan
Koping Individu tidak
cucunya
DO: efektif
- Pasien adalah seorang janda
- Pasien tampak lesu dan tidak bersemangat
ketika beraktivitas di RSJ.
4. DS:
- Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit
jiwa yang dialaminya
- Pasien mengatakan tidak mengetahui obat-
Kurang Pengetahuan
obatan yang diminumnya
DO:
- Pasien tampak bingung ketika ditanya perawat
- Pasien banyak diam ketika ditanya perawat
30

XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Resiko bunuh diri


2. Harga diri rendah
3. Koping individu tidak efektif
4. Kurang pengetahuan

XIV. POHON MASALAH


A. Pohon masalah

Bunuh diri

Effect

Resiko bunuh diri

Core Problem

Harga diri rendah

Causa

Koping Individu tidak efektif

Sumber: Budi, 2014


31

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN

Nama Klien : Ny.S Dx Medis : F.23.2


No. RM : 02-13-xx Ruangan : Intensive Wanita

No PERENCANAAN
Tgl DX INTERVENSI
Dx Tujuan Kriteria hasil
9 Resiko Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 1
Juli 1 bunuh diri mengidentifikasi dan interaksi pasien dapat 1. Identifikasi beratnya
2019 dengan mengendalikan resiko terhindar dari resiko masalah resiko
faktor bunuh diri dan bunuh diri, dengan bunuh diri: isyarat,
resiko kriteria hasil: ancaman,
perubahan 1. Pasien dapat percobaan (jika
sikap dan mengidentifikasi percobaan segera
perilaku tentang resiko rujuk)
yang bunuh diri 2. Identifikasi benda-
nyata 2. Pasien terhindar benda berbahaya
dari benda-benda dan
berbahaya mengamankannnya
3. Pasien mampu (lingkungan aman
mengendalikan untuk pasien)
diri agar terhindar 3. Latih cara
dari resiko bunuh mengendalikan diri
diri dari dorongan bunuh
4. Pasien mampu diri, buat daftar
memasukan aspek positif diri
dalam jadwal sendiri, latih
harian afirmasi/ berpikir
positif yang dimilki
4. Masukan pada
jadwal latihan
berpikir positif 5x/
hari

Pasien mempu Setelah dilakukan 2 kali SP 2


mengendalikan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
dorongan bunuh diri terhindar dari resiko berpikir positif
dengan membuat bunuh diri, dengan tentang diri sendiri,
daftar aspek positif kriteria hasil: beri pujian dan kaji
1. Pasien dapat ulang
mengendalikan 2. Latih cara
diri dari dorongan mengendalikan diri
bunuh diri dari dorongan bunuh
dengan membuat diri, buat daftar
daftar kegiatan aspek positif
positif keluarga dan
2. Pasien mampu lingkungan
memasukan 3. Masukan pada
dalam jadwal jadwal kehiatan
harian harian latihan
berpikir positif
keluarga.
32

No PERENCANAAN
Tgl DX INTERVENSI
Dx Tujuan Kriteria hasil
Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 3
mengungkapkan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
harapan dan masa terhindar dari resiko berpikir positif diri
depan bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
kriteria hasil: dan lingkungan, beri
1. Pasien dapat pujian dan kaji
mengungkapkan resiko bunuh diri
harapan dan 2. Diskusikan harapan
masa depan dan masa depan
2. Pasien mampu lingkungan
memasukan 3. Diskusikan cara
dalam jadwal mencapai harapan
harian dan masa depan
4. Latih cara-cara
mencapai harapan
dan masa depan
secara bertahap
5. Masukan pada
jadwal kegiatan
harian.
Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 4
mengkapkan latihan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
untuk mencapai masa terhindar dari resiko berpikir positif diri
depan bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
kriteria hasil: dan lingkungan
1. Pasien dapat serta kegiatan
mengungkapakan yyang dipilih, beri
latihan untuk pujian
mencapai masa 2. Latih tahap kedua
depan latihan mencapai
2. Pasien mampu masa depan
memasukan dalam 3. Masukan dalam
jadwal harian jadwal harian

Pasien mampu
memenuhi Setelah dilakukan 2 kali SP 5
kebutuhan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
berpikir positif terhindar dari resiko berpikir positif diri
secara mandiri bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
dan melakukan kriteria hasil : dan lingkungan
cara secara 3. Pasien dapat serta kegiatan yang
mandiri memenuhi dipilih, beri pujian
kemampuan berpikir 2. Nilai kemampuan
positif secara yang telah mandiri
mandiri
4. Pasien mampu
memasukan dalam
jadwal harian
33

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama Klien : Ny.S


NO. CM : 02 – 13 - xx
Bangsal : Ruang Intensif wanita
No Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1 09 Juli DS: S:
2019 - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan belum
10.00 ingin mati saja paham tentang beratnya
- Pasien mengatakan masalah bunuh diri (isyarat
sedih, merasa dirinya bunuh diri).
sendirian, tidak ada
yang mengunjungi O:
- Pasien mengatakan - Lingkungan pasien aman dari
tidak memiliki apa-apa benda-benda berbahaya
dan tidak layak hidup - Pasien belum mampu berpikir
lagi. positif terhadap dirinya
DO: - Pasien belum mampu
- Ketika ditanya pasien mengenal beratnya masalah
menjawab dengan bunuh diri (isyarat bunuh diri).
suara lambat dan
lemah A : Resiko bunuh diri
- Ketika ditanya pasien P :
sering menunduk. Pasien :
SP 1 - Latihan berpikir bahwa pasien
1. Membantu mengenali tidak sendiri, masih banyak
beratnya masalah yang menyayangi,
resiko bunuh diri: meyakinkan pasien mampu
isyarat, ancaman, menjalani hidup.
percobaan (jika - Masukan pada jadwal
percobaan segera kegiatan berpikir posotif 5x
rujuk) sehari
2. Mengamankan Perawat :
benda-benda - Evaluasi Kembali SP 1
berbahaya, yang
dapat memicu bunuh
diri.
3. Melatih cara
mengendalikan diri
dari dorongan bunuh
diri, buat daftar aspek
positif diri sendiri, latih
afirmasi/ berpikir
positif yang dimilki
4. Masukan pada jadwal
latihan berpikir positif
5x/ hari.
34

BAB IV
PEMBAHASAN

Risiko bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian,
luka, atau menyakiti diri sendiri (Yosep, 2010). Penulis melakukan tahap
pengkajian terlebih dahulu antara lain: identitas pasien, riwayat keperawatan,
keluhat utama, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang unuk
menegakkan suatu diagnosis.
Pengkajian, selanjutnya data tersebut di interpretasikan dan dianalisis
untuk mengetahui masalah keperawatan yang mungkin muncul. Kemudian
penulis menentukkan dan menegakkan diagnosis keperawatan utama. Hasil
pengkajian didapatkan usia Ny. S usia 56 tahun dengan diagnosis resiko bunuh
diri. Menuurut Yosep (2010) penyebab pasien resiko bunuh diri adalah faktor
predisposisi yaitu faktor psikologis, faktor perilaku, faktor sosial budaya dan
faktor bioneurologis sedangkan faktor presipitasi yaitu bersumber dari pasien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan
fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku resiko bunuh diri. Keluhan utama Ny. S Pada saat
pengkajian tanggal 09 Juli 2019 pasien sering mengatakan ingin mati saja ketika
ditanya, karena pasien merasa tidak punya apa-apa lagi. Berdasarkan fakta dan
teori tersebut benar adanya penyebab dari resiko bunuh diri salah satunya
adalah faktor sosial budaya dan faktor psikologis karena pasien depresi akibat
kehilangan pekerjaannya.
Pengkajian data rekam medik dan keluarga didapatkan data bahwa pasien
tidak pernah menjalani pengobatan atau masuk rumah sakit jiwa sebelumnya.
Berdasarkan penuturan keluarga, pasien adalah orang yang pendiam dan tidak
pernah menceritakan masalah dan perasaannya kepada keluarga. Sekitar
sepuluh hari yang lalu pasien mulai mengatakan ingin mati saja namun keluarga
tidak menghiraukan. Tiga hari kemudian pasien mulai berteriak-teriak dirumah
ingin mati dan ingin menggantung tali untuk bunuh diri, akhirnya keluarga
langsung membawa pasien ke rumah sakit jiwa sambang lihum.
Tanda gejala resiko bunuh diri menurut Direja (2011) adalah muka merah,
pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat mempunyai ide
untuk bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa
35

bersalah dan keputusasaan, impulsif, menunjukkan perilaku yang mencurigakan


(biasanya menjadi sangat patuh), depresi, verbal terselubung (berbicara tentang
kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan), status emosional
(harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan mengasingkan diri).
Pada saat pengkajian tanda gejala yang ditemukan pada Ny. S adalah pasien
tampak murung, tidak bersemangat, merasa tidak punya apa-apa dan sering
mengucapkan ingin mati. Berdasarakan fakta dan teori tersebut maka benar
adanya keluhan utama pada resiko bunuh diri adalah mengucapkan ingin mati.
Berdasarkan hasil pengkajian maka penulis akan mengangkat diagnosis
keperawatan berdasarkan prioritas masalahnya. Tanda-tanda yang dikenali
pada awal proses diagnostik dapat dipahami hanya jika ada penjelasan yang
masuk akal untuk tanda-tanda tersebut dengan konteks suatu situasi, ini adalah
proses berfikir mendapatkan kemungkinan penjelasan data (Bulechek, 2013).
Masalah Keperawatan yang muncul adalah:
1. Resiko Bunuh Diri
Risiko bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa, dan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya
untuk mati (Fitria, 2009). Ny. S ditemukan dengan keluhan sering
mengatakan ingin mati saja ketika ditanya, karena pasien merasa tidak
punya apa-apa lagi sesuai dengan tanda gejala resiko bunuh diri menurut
Direja (2011) adalah mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan
rasa bersalah dan keputusasaan, impulsif, menunjukkan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh), depresi, verbal terselubung
(berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan),
status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri).
2. Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan (Keliat, 2011). Ny. S ditemukan dengan keluhan
pasien tidak mau terlalu banyak bicara dengan orang yang baru, kontak
amat kurang saat berbicara pasien menunduk, dan merasa bahwa dirinya
tidak punya apa-apa sesuai dengan tanda dan gejala harga diri rendah
menurut Keliat (2011) adalah perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah, gangguan hubungan sosial, percaya diri kurang, mencederai diri,
merasa jelek, malu dengan cacat tubuh dan merasa tidak mampu.
36

3. Ketidakefektifan koping individu


Ketidakefektifan koping individu menurut Bulechek (2013) adalah
ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stressor,
ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan dan atau ketidakmampuan
untuk menggunakan sumber daya yang tersedia. Ketidakefektifan koping
individu menurut Bulechek (2013) perilaku terdekat (anggota keluarga atau
orang penting Iainnya) yang membatasi kapasitas kemampuannya dan
kemampuan pasien untuk secara efektif menangani tugas penting
mengenai adaptasi keduanya terhadap masalah kesehatan. Berdasarkan
gejala yang muncul pada Ny. S ditemukan pasien merasa sedih karena
jualannya tidak laku, pasien seorang janda dan hanya tinggal bersama
anak dan cucunya.

Tatalaksana yang dilaksanakan terutama pada core problem yaitu resiko


bunuh diri pada Ny. S menurut Kusumawati (2010) adalah listening, kontrak,
kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan pujian, jauhkan semua benda
yang berbahaya dari lingkungan klien, observasi secara ketat meskipun di tempat
tidur/kamar mandi, observasi secara ketat meskipun di tempat tidur/kamar mandi.
Menurut Keliat (2011) tatalaksana pada pasien resiko bunuh diri ada lima sesi
yaitu sesi 1 pasien dapat berpikir positif terhadap keadaan dirinya, sesi 2 pasien
dapat berpikir positif pada keluarga dan lingkungan, sesi 3 dapat menyampaikan
cita-cita dan harapannya dimasa depan, sesi 4 melatihan cara mencapai cita-
cita, dan sesi 5 nilai kemampuan yang telah dilakukan pasien secara mandiri dan
beri pujian.
Tatalaksana pada Ny. S adalah dengan memberikan pikiran posotif, pasien
dapat berpikir positif terhadap keluarga dan lingkungan serta dapat
menyampaikan cita-cita dan harapannya dimasa depan. Berdasarkan fakta dan
teori tersebut maka benar adanya tatalaksana resiko bunuh diri adalah dengan
sesi 1 pasien dapat berpikir positif terhadap keadaan dirinya, sesi 2 pasien dapat
berpikir positif pada keluarga dan lingkungan, sesi 3 dapat menyampaikan cita-
cita dan harapannya dimasa depan, tetapi pasien hanya mampu melakukan
sampai sesi 3.
Intervensi yang dilakukan oleh kelompok kepada pasien yaitu strategi
pelaksanaan berdasarkan masalah keperawatan prioritas dari SP 1, SP 2 dan SP
3 untuk resiko bunuh diri. Intervensi yang diberikan sejak 09 Juli sampai 02 Juni
2019, dimana pasien mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
menyelesaikan tahapan SP yang diberikan oleh perawat. Setelah kurang lebih 6
37

hari perkembangan pada masalah resiko bunuh diri pasien belum mampu
menyelesaikan atau melewati SP 3. respon pasien baik secara verbal maupun
perilaku lambat dan memerlukan waktu yang lama, walaupun telah diberikan
stimulus atau latihan SP secara terus menerus.
Saat implementasi pasien masih menyatakan ingin bunuh diri saja. Setelah
4 hari perawatan pasien menyatakan sudah tidak ada keinginan untuk bunuh diri,
pasien memiliki harapan untuk berjualan kembali namun hal itu masih belum
mampu diaplikasikan di SP 4 karena pasien masih dirawat di rumah sakit. Hal ini
didukung oleh hasil evaluasi hal ini menunjukkan perkembangan dan
keperawatan dan jadwal kegiatan harian pasien pada tanggal 16 Juli 2019
pasien dipindah ke ruang tenang wanita.
Beberapa tatalaksana obat-obatan pada pasien resiko bunuh diri menurut
Stuart (2016) adalah Clozapine indikasi untuk menghilangkan gejala psikosis,
Haloperidol (HPL) indikasi untuk membuat pikiran menjadi tenang dan
Flouxietine indikasi untuk mengatasi depresi, gangguan obsesif, serangan panik.
Pada Ny. S terapi farmakologi yang diberikan ada 3 macam yaitu: Haloperidol
2x1,5 mg, Clozapine 2 x 25 mg, Flouxetine 1 x 10 mg.
Selain itu Ny. S mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok selama 2 hari terdiri
dari 4 sesi. Sesi Pertama adalah BHSP dan identifikasi masalah, Sesi Kedua
adalah nonton video motivasi serta berpikir positif yang dilaksanakan hari Kamis
18 Juli 2019. Sesi Ketiga adalah mengarahkan pasien untuk mengendalikan diri
dari dorongan bunuh diri dengan cara mengungkapkan harapan dan masa depan
melalui gambar lalu menceritakannya, Sesi Keempat adalah mengurangi
dorongan bunuh diri dengan melakukan kegiatan terjadwal seperti kegiatan
harian yang dilakukan sesuai hobi pasien yang dilaksanakan hari Sabtu 20 Juli
2019. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian jurnal menurut Linehan, et al (2015)
mengatakan bahwa Dielectical Behavior Therapy efektif untuk mengurangi upaya
bunuh diri. Manfaat dalam jurnal ini adalah untuk mengontrol atau memanajemen
resiko bunuh diri dengan psikoedukasi, rekreasi dan terapi aktivitas misalnya
menggambar, menonton film dan mengikuti kegiatan sosial.
Setelah mengikuti terapi aktivitas kelompok Ny. S merasa senang,
bersemangat dan lebih percaya diri daripada sebelumnya, setelah keluar dari
RS Ny. S akan kembali berjualan dan akan mengembangkan jualannya, Ny. S
juga menyatakan bahwa tidak mau mengucapkan tentang keinginan untuk bunuh
diri lagi.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
38

implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan


Ny. S yang sekarang dirawat di ruang perawatan intensif wanita Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum. Selama perawatan dan telah dilakukan tatalaksana telah
mengalami perbaikan kondisi di tandai dengan pasien telah menyatakan tidak
ada lagi keinginan untuk melakukan bunuh diri sehingga pasien juga sudah
dipindah ke ruang tenang wanita pada tanggal 16 Juli 2019. Selama masa
perawatan, perawat juga menginformasikan bagaimana cara perawatan dan
untuk mencegah terjadi timbulnya resiko bunuh diri, sehingga diharapkan pasien
mampu berpikir posotif dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan
hobi pasien yaitu berjualan saat diperbolehkan pulang.
39

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa keperawatan utama
resiko bunuh diri yang dilaksanakan oleh kelompok 3 Program Profesi Ners
Universitas Sari Mulia di Ruang Intensif Wanita Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 juli 2019. Intervensi yang
dilakukan oleh kelompok kepada pasien yaitu strategi pelaksanaan
berdasarkan masalah keperawatan prioritas dari SP 1, SP 2 dan SP 3 untuk
resiko bunuh diri. Intervensi yang diberikan sejak 10 Juli sampai 02 Juli 2019,
dimana pasien mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
menyelesaikan tahapan SP yang diberikan oleh perawat. Setelah kurang
lebih 6 hari perkembangan pada masalah resiko bunuh diri pasien mampu
menyelesaikan atau melewati SP 3. Hal ini menunjukkan perkembangan dan
respon pasien baik secara verbal maupun perilaku lambat dan memerlukan
waktu yang lama, walaupun telah diberikan stimulus atau latihan SP secara
terus menerus.
Saat implementasi pasien masih menyatakan ingin bunuh diri saja.
Setelah 4 hari perawatan pasien menyatakan sudah tidak ada keinginan untuk
bunuh diri, pasien memiliki harapan untuk berjualan kembali namun hal itu
masih belum mampu diaplikasikan di SP 4 karena pasien masih dirawat di
rumah sakit. Hal ini didukung oleh hasil evaluasi yang menunjukkan bahwa
perkembangan selama perawatan dan telah dilakukan tatalaksana sehingga
mengalami perbaikan kondisi di tandai dengan pasien telah menyatakan tidak
ada lagi keinginan untuk melakukan bunuh diri sehingga pasien juga sudah
dipindah ke ruang tenang wanita pada tanggal 16 Juli 2019.

B. SARAN
1. Institusi pendidikan
40

Menambah referensi dan pengetahuan bagi institusi untuk meningkatkan


proses pembelajaran terkait perawatan jiwa secara khusus termasuk
dalam pengetahuan dan keterampilan asuhan keperawatan pada tujuh
masalah keperawatan jiwa terutama resiko bunuh diri.
2. Rumah sakit
Rumah sakit dapat lebih meningkatkan pelayanannya dengan
berkolaborasi untuk asuhan keperawatan dan meningkatkan fasilitas
dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok seperti dielectical behavior
therapy sesuai dengan ketentuan sehingga RSJ Sambang Lihum dapat
dikenal lebih unggul dalam pelayanan kepada pasien
3. Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami dengan baik dari segi
teori, keterampilan, maupun mental dalam menghadapi pasien agar
mampu memberikan konstribusi yang maksimal
4. Pasien
Pasien mengalami masalah resiko bunuh diri diharapkan dapat memenuhi
dan mengatasi masalah resiko bunuh diri dengan strategi pelaksanaan
berpikir positif terhadap keadaan dirinya, pasien dapat berpikir positif pada
keluarga dan lingkungan serta dapat menyampaikan cita-cita dan
harapannya dimasa depan.
41

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G dkk .2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th


Indonesia edition. Indonesia: Mocomedia.

Direja, AHS. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Linehan, et al. 2015. Dielectical Behavior Therapy For High Suicide Risk In
Individuals With Borderline personality Disorder: A Randomized Clinical
Trial And Component Analysis. Departement of Psychology. Nomor
volume 72. Nomor halaman 475-482.

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, G. W. 2016. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (10 th Ed).


Elsevier. Mosby

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai