BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia. Menurut undang -undang tersebut, gangguan jiwa merupakan
gangguan dalam pikiran, perilaku maupun perasaan yang berupa gejala-gejala
“aneh” pada diri seseorang. Gejala gangguan jiwa bisa bermacam-macam,
namun yang paling berbahaya ketika kita tidak menganggap hal serius pada
gejala -gejala ini dan seolah akan baik-baik saja.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan
berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak
pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang. Data (Riskesdas, 2013) memunjukkan prevalensi ganggunan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk (Kemenkes RI, 2016).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah resiko bunuh diri. Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatri
kontemporer, karena jumlah yang terlibat dan riset yang mereka buat. Percobaan
bunuh diri 10 kali lebih sering, peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi
15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40
tahun menjadi penyebab terbanyak. Masalah ini bersifat emosional, peracunan
diri sendiri secara khusus cenderung membangkitkan respon tak rasional dan
agresif dari perawat dan dokter. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
2
karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping
yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul
secara berulang tanpa rencana yang spesipik untuk bunuh diri.
Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk
melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien dengan resiko bunuh diri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
Asuhan Keperawatan ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Pasien Ny.S dengan resiko bunuh diri ?”.
C. Tujuan
1. Umum
Untuk mendapatkan pengalaman dalam melakukan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan resiko bunuh diri.
2. Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
resiko bunuh diri.
b. Menganalisi data pada pasien dengan resiko bunuh diri.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
d. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan resiko bunuh diri.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
D. Manfaat
1. Bagi instansi
a. Instansi Pendidikan
Bagi pendidikan agar dapat menjadi referensi dalam proses belajar
mengajar, sehingga mahasiswa dapat memahami dan mempelajari
lebih dalam tentang gangguan jiwa pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
3
b. Instansi Kesehatan
RSJ Sambang Lihum dapat lebih meningkatkan asuhan
pelayanannya sehingga RSJ Sambang Lihum dapat dikenal lebih
unggul dalam segi pelayanan kepada pasien.
2. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti, serta mampu
mengaplikasikan tindakan asuhan keperawatan khususnya pada
pasien gangguan jiwa dengan halusinasi sesuai teori yang telah di
pelajari di pendidikan.
3. Bagi ruangan
Sebagai salah satu bahan referensi untuk menambah keilmuan
tentang melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien
berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping
yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh
diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri.
Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat
yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri,
agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri (Yusuf dkk., 2015).
Resiko bunuh diri adalah resio untuk menciderai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya
(Stuart, 2006).
C. Tingkatan
Pengelompokkan bunuh diri, antara lain:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien
mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
6
D. Klasifikasi
1. Bunuh diri egoistik, akibat seseorang yang mempunyai hubungan
sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik, akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik, akibat lingkungan tidak dapat memberikan
kenyamanan bagi individu.
E. Rentang Respon
Adaptif Maldaptif
Keterangan:
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan
kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial,
dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera
tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya
sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial).
Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol adalah
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor risiko penting untuk perilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
perilaku merusak diri.
B. Faktor presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
V. Intervensi Keperawatan
Dx. Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko bunuh Pasien Setelah dilakukan 2 kali SP 1
diri dengan mampu interaksi pasien dapat 1. Identifikasi beratnya
faktor resiko mengidentifik terhindar dari resiko bunuh masalah resiko bunuh diri:
perubahan asi dan diri, dengan kriteria hasil: isyarat, ancaman,
sikap dan mengendalik 1. Pasien dapat percobaan (jika percobaan
perilaku yang an resiko mengidentifikasi segera rujuk)
nyata bunuh diri tentang resiko bunuh 2. Identifikasi benda-benda
dan diri berbahaya dan
2. Pasien terhindar dari mengamankannnya
benda-benda (lingkungan aman untuk
berbahaya pasien)
3. Pasien mampu 3. Latih cara mengendalikan
mengendalikan diri diri dari dorongan bunuh diri,
agar terhindar dari buat daftar aspek positif diri
resiko bunuh diri sendiri, latih afirmasi/
4. Pasien mampu berpikir positif yang dimilki
memasukan dalam 4. Masukan pada jadwal
jadwal harian latihan berpikir positif 5x/
hari
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ruangan Rawat : Intensif Wanita
Tanggal Dirawat : Kamis, 4 Juli 2019
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Ny. S (P) Tanggal Pengkajian : Selasa 9 Juli 2019
Umur : 56 Thn No. RM : 02-13-xx
Alamat : Jalan Prona III, Banjarmasin
Informan : Pasien, keluarga dan rekam medis
II. ALASAN MASUK DAN FAKTOR PENCETUS
Pasien mengatakan sekitar satu bulan yang lalu berhenti dari berjualan
jagung bakar karena jualannya tidak laku, kemudian pasien hanya berdiam
diri di rumah tanpa bekerja, pasien tinggal bersama dengan anak dan
cucunya kadang-kadang ke rumah saudara. Berdasarkan penuturan
keluarga, pasien adalah orang yang pendiam dan tidak pernah menceritakan
masalah dan perasaannya kepada keluarga. Sekitar sepuluh hari yang lalu
pasien mulai mengatakan ingin mati saja namun keluarga tidak
menghiraukan. Tiga hari kemudian pasien mulai berteriak-teriak dirumah
ingin mati dan ingin menggantung tali untuk bunuh diri, akhirnya keluarga
langsung membawa pasien ke rumah sakit jiwa sambang lihum.
Masalah Keperawatan: Resiko bunuh diri, Koping individu tidak efektif
Penolakan - - - - - -
- - - - - -
Kekerasan dalam - - - - - -
keluarga
- - - - - -
Tindakan criminal - - - - - -
V. FISIK
Tanggal: 9 Juli 2019/pukul: 12.00 wita
1. Tanda vital : TD: 100/80 mmHg HR: 90x/m RR: 20x/m T:
0
36,2 C
2. Ukur : TB: 157 CM BB: 52 kg
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
16
Jelaskan :
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan nyeri, tidak ada keluhan pada
tubuhnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
VI. PSIKOSOSIAL
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Cerai
--------------- : Tinggal satu rumah
: Meninggal
: Pasien
Jelaskan:
Pasien adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, pasien sudah bercerai
dengan suaminya sekitar 30 tahun yang lalu, pasien memiliki 2 anak
perempuan dan tinggal dengan salah satu anak dan juga cucunya,
pasien menyangkal adanya riwayat keluarga yang mengalami gangguan
jiwa
1. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Saat ditanya persepsi pasien terhadap bagian tubuh yang disukai
dan tidak sukai, pasien tampak sehat dan tidak ada kecacatan.
b. Identitas :
Pasien berjenis kelamin perempuan dan menyadari bahwa dia
adalah seorang perempuan, pasien juga mengatakan namanya Ny. S
pasien bercerai dengan suaminya sekitar 30 tahun, sebelumnya
pasien berjualan jagung bakar.
c. Peran :
Pasien seorang ibu dengan dua anak dan memiliki peran seorang
nenek dengan tiga cucu, sebelumnya pasien berjualan jagung bakar.
Di RSJ sambaing lihum pasien menyadari dirinya sebagai pasien
yang sakit dan menjalani rutinitas di RSJ sambang lihum.
d. Ideal diri :
Pasien berharap bisa selalu bersama keluarga dan anaknya, pasien
ingin cepat sembuh dan pulang, pasien juga ingin bekerja kembali.
e. Harga diri :
Pasien merasa sedih ketika berhenti bekerja, pasien merasa dirinya
tidak berharga dan merasa malu ketika harus membebani anaknya
dirumah sehingga mengatakan ingin bunuh diri saja.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti:
Pasien mengatakan sayang pada anak dan cucunya, karena pasien
hanya tinggal dengan mereka, pasien ingin segera kembali berkumpul.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan dimasyarakat, pasien
mengatakan tidak suka berkumpulkan dengan banyak orang, pasien
lebih suka diam dirumah saja. Di RSJ pasien mengikuti kegiatan sehari-
hari seperti mandi, marapikan tempat tidur, berdandan, senam.
18
Pasien tampak bersih, tidak berbau dan rapi, kuku kaki dan tangan pasien
bersih, pasien mengganti pakaian 2 kali sehari, pasien juga berpakaian
rapi dan penggunaan pakaian seragam RSJ sambang lihum berwarna
biru.
Tidak
mampu
Loghorea Echolalia
Inkoheren memulai
pembicaraan
Jelaskan :
Pasien berbicara ketika ditanya pasien tidak mau memulai pembicaraan
terlebih dahulu. Pada saat berkomunikasi pasien berbicara lembat dan
suara lemah, ada kontak mata namun pasien sering menunduk.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
19
3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah
Agitasi
Tik Grimasen Tremor
Kompulsif
Jelaskan :
Pasien tampak lesu dan tidak bersemangat, ketika melakukan aktivitas
di RSJ sambang lihum, seperti senam dan makan.
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif
4. Alam perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa
Khawatir
Jelaskan :
Pasien mengatakan sedih, merasa dirinya sendirian, tidak ada keluarga
yang mengunjungi, tidak memiliki uang, dan pasien beranggapan lebih
baik jika dia mati saja.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah, resiko bunuh diri
5. Afek
Jelaskan :
Jelaskan :
Pasien tampak tenang ketika diajak berkomunikasi, pasien tampak
kooperatif, pasien mampu kontak mata namun tidak bertahan lama.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
20
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
Pada saat pengkajian pasien tampak tenang, tidak ada gangguan
persepsi pada penglihatan, perabaan, pendengaran, pengecapan.
8. Proses pikir
Pengulangan
Flight of idea Blocking
pembicaraan/perseverasi
Neologisme
Jelaskan :
Ketika ditanya perawat pasien mampu menjawab pertanyaan sesuai
dengan apa yang ditanyakan.
9. Isi pikir
Waham
Agama Somatik Ke Besaran Curiga
Kontrol
Nihilistic Sisip pikir Siar pikir
pikir
Jelaskan :
Pasien mengatakan lebih baik mati saja karena tidak memiliki apa-apa,
demi kebaikannya dan agar tidak merepotkan orang lain.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri, Harga diri rendah
21
Disorientasi
Jelaskan :
Tingkat kesadaran composmentis, orientasi waktu baik pasien tahu
bahwa hari ini hari selasa dan dia sudah dirawat 5 hari, orientasi tempat
baik pasien tahu bahwa dirinya dirumah sakit jiwa, pasien mampu
memanggil nama mahasiswa perawat yang berkenalan dengannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka
Gangguan daya ingat jangka panjang
pendek
Pasien dapat mengingat dia dibawa kerumah sakit jiwa karena berteriak
dirumhah.
Jelaskan :
pasien mampu berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Pasien mampu
berhitung seperti Rp 5.000,. + Rp 5.000., = Rp 10.000.,
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
Jelaskan :
Mandiri
Jelaskan :
Pasien mampu makan 3 x sehari, makan dengan rapi dan bersih. Pasien
makan secara benar dengan tangan kanan, mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantuan Total Mandiri
23
Jelaskan :
Pasien melakukan BAB dan BAK sendiri ke toilet dan mampu
membersihkan kembali, pasien BAK ± 4 kali/hari dan BAB 2 hari 1 kali.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Mandi
Bantuan minimal
Bantuan total
Mandir
Jelaskan :
Pasien 2x sehari mandi secara mandiri di kamar. Pasien menggunakan
sabun dan gosok gigi, terkadang menggunakan shampoo.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal
Bantuan total
Mandiri
Jelaskan :
Pasien mampu berpakaian dan merapikan dirinya seperti bersisir,
memakai bedak, menggunakan lipstik secara mandiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Jelaskan :
Sebelum tidur pasien bisa duduk duduk dan kegitan setelah tidur mandi,
makan,istirahat, senam, TAK, dan berkomunikasi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
24
6. Penggunaan obat
Mandiri
Jelaskan :
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak
Transportasi Ya Tidak
Lain-lain Ya Tidak
Jelaskan :
Pasien tidak diperbolehkan keluarga berbelanja dan bepergian sendirian
karena usia tua dan takut tersesat.
Lainnya……………………….
Lainnya…………………………
Jelaskan :
- Pada saat pengkajian pasien mampu berbicara dengan orang lain
- Pasien bisa mengikuti senam yang diarahkan
- Pasien terlihat menjauh ketika ada orang baru yang mendekatinya
- Ketika ditanya pasien menjawab dengan lambat dan suara lemah.
Koping Obat-obatan
Lainnya………………………………………………………………………
Jelaskan :
- Pasien merasa dirinya sendirian, pasien mengatakan tidak memiliki
apa-apa dan tidak layak hidup lagi.
- Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit jiwa yang dialaminya
- Pasien tidak mengetahui obat-obatan yang diminumnya
- Pasien tampak bingung ketika ditanya perawat
- Pasien banyak diam ketika ditanya perawat
27
Nama Obat Dosis Aturan Pakai Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Interaksi obat Rasional
Haloperidol 1,5 mg 2x sehari Mengatasi gejala psikosis Tidak digunakan dalam sedasi,gangguan Menurunkan kadar Berdasarkan
pada gangguan mental, kondisi psikotik yang otonomik dan haloperidol jika diagnosa pasien
seperti skizofrenia. berhubungan dengan endokrin pemberian bersama mengalami
demensia. Haloperidol dapat carbamazepine. psikosis akut dan
menyebabkan gagal jantung, Resiko aritmia gejala skizofrenia
kematian mendadak, atau dengan pemberian
pneumonia pada orang diuretik.
dewasa yang lebih tua Meningkatkan kadar
dengan haloperidol dengan
kondisi demensia. pemberian clozapine
Flouxetine 10mg 1x sehari Mengobati depresi, Pendarahan, aritmia, Sakit kepala, mual, Menyebabkan Berdasarkan
serangan panik, gangguan jantung. diare, lemas, tidak sindrom serotonin jika pengkajian pasien
gangguan obsesif nafsu makan, pemberian dengan mengalami depresi
kompulsif, gangguan insomnia. sumatriptan, fentanyl, karena jualannya
makan tertentu (bulimia) tramadol. tidak laku
dan serangan panik.
Meningkatkan resiko
pendarahan
pemberian dengan
aspirin, obat
antiinflamasi.
Clozapine 25 mg 2x sehari Mengurangi gejala Hipersensitivitas. Sakit kepala, Meningkatkan kadar Berdasarkan
psikosis, tidak dapat mengantuk, clozapine dengan diagnosa pasien
membedakan antara pandangan kabur, pemberian mengalami
khayalan dan kenyataan. pusing, mual, ciprofloxacin. psikosis akut dan
konstipasi. Menurunkan kadar gejala skizofrenia
clozapine dengan
pemberian
omeprazole
29
Bunuh diri
Effect
Core Problem
Causa
No PERENCANAAN
Tgl DX INTERVENSI
Dx Tujuan Kriteria hasil
9 Resiko Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 1
Juli 1 bunuh diri mengidentifikasi dan interaksi pasien dapat 1. Identifikasi beratnya
2019 dengan mengendalikan resiko terhindar dari resiko masalah resiko
faktor bunuh diri dan bunuh diri, dengan bunuh diri: isyarat,
resiko kriteria hasil: ancaman,
perubahan 1. Pasien dapat percobaan (jika
sikap dan mengidentifikasi percobaan segera
perilaku tentang resiko rujuk)
yang bunuh diri 2. Identifikasi benda-
nyata 2. Pasien terhindar benda berbahaya
dari benda-benda dan
berbahaya mengamankannnya
3. Pasien mampu (lingkungan aman
mengendalikan untuk pasien)
diri agar terhindar 3. Latih cara
dari resiko bunuh mengendalikan diri
diri dari dorongan bunuh
4. Pasien mampu diri, buat daftar
memasukan aspek positif diri
dalam jadwal sendiri, latih
harian afirmasi/ berpikir
positif yang dimilki
4. Masukan pada
jadwal latihan
berpikir positif 5x/
hari
No PERENCANAAN
Tgl DX INTERVENSI
Dx Tujuan Kriteria hasil
Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 3
mengungkapkan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
harapan dan masa terhindar dari resiko berpikir positif diri
depan bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
kriteria hasil: dan lingkungan, beri
1. Pasien dapat pujian dan kaji
mengungkapkan resiko bunuh diri
harapan dan 2. Diskusikan harapan
masa depan dan masa depan
2. Pasien mampu lingkungan
memasukan 3. Diskusikan cara
dalam jadwal mencapai harapan
harian dan masa depan
4. Latih cara-cara
mencapai harapan
dan masa depan
secara bertahap
5. Masukan pada
jadwal kegiatan
harian.
Pasien mampu Setelah dilakukan 2 kali SP 4
mengkapkan latihan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
untuk mencapai masa terhindar dari resiko berpikir positif diri
depan bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
kriteria hasil: dan lingkungan
1. Pasien dapat serta kegiatan
mengungkapakan yyang dipilih, beri
latihan untuk pujian
mencapai masa 2. Latih tahap kedua
depan latihan mencapai
2. Pasien mampu masa depan
memasukan dalam 3. Masukan dalam
jadwal harian jadwal harian
Pasien mampu
memenuhi Setelah dilakukan 2 kali SP 5
kebutuhan interaksi pasien dapat 1. Evaluasi kegiatan
berpikir positif terhindar dari resiko berpikir positif diri
secara mandiri bunuh diri, dengan sendiri, keluarga
dan melakukan kriteria hasil : dan lingkungan
cara secara 3. Pasien dapat serta kegiatan yang
mandiri memenuhi dipilih, beri pujian
kemampuan berpikir 2. Nilai kemampuan
positif secara yang telah mandiri
mandiri
4. Pasien mampu
memasukan dalam
jadwal harian
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Risiko bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian,
luka, atau menyakiti diri sendiri (Yosep, 2010). Penulis melakukan tahap
pengkajian terlebih dahulu antara lain: identitas pasien, riwayat keperawatan,
keluhat utama, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang unuk
menegakkan suatu diagnosis.
Pengkajian, selanjutnya data tersebut di interpretasikan dan dianalisis
untuk mengetahui masalah keperawatan yang mungkin muncul. Kemudian
penulis menentukkan dan menegakkan diagnosis keperawatan utama. Hasil
pengkajian didapatkan usia Ny. S usia 56 tahun dengan diagnosis resiko bunuh
diri. Menuurut Yosep (2010) penyebab pasien resiko bunuh diri adalah faktor
predisposisi yaitu faktor psikologis, faktor perilaku, faktor sosial budaya dan
faktor bioneurologis sedangkan faktor presipitasi yaitu bersumber dari pasien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan
fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku resiko bunuh diri. Keluhan utama Ny. S Pada saat
pengkajian tanggal 09 Juli 2019 pasien sering mengatakan ingin mati saja ketika
ditanya, karena pasien merasa tidak punya apa-apa lagi. Berdasarkan fakta dan
teori tersebut benar adanya penyebab dari resiko bunuh diri salah satunya
adalah faktor sosial budaya dan faktor psikologis karena pasien depresi akibat
kehilangan pekerjaannya.
Pengkajian data rekam medik dan keluarga didapatkan data bahwa pasien
tidak pernah menjalani pengobatan atau masuk rumah sakit jiwa sebelumnya.
Berdasarkan penuturan keluarga, pasien adalah orang yang pendiam dan tidak
pernah menceritakan masalah dan perasaannya kepada keluarga. Sekitar
sepuluh hari yang lalu pasien mulai mengatakan ingin mati saja namun keluarga
tidak menghiraukan. Tiga hari kemudian pasien mulai berteriak-teriak dirumah
ingin mati dan ingin menggantung tali untuk bunuh diri, akhirnya keluarga
langsung membawa pasien ke rumah sakit jiwa sambang lihum.
Tanda gejala resiko bunuh diri menurut Direja (2011) adalah muka merah,
pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat mempunyai ide
untuk bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa
35
hari perkembangan pada masalah resiko bunuh diri pasien belum mampu
menyelesaikan atau melewati SP 3. respon pasien baik secara verbal maupun
perilaku lambat dan memerlukan waktu yang lama, walaupun telah diberikan
stimulus atau latihan SP secara terus menerus.
Saat implementasi pasien masih menyatakan ingin bunuh diri saja. Setelah
4 hari perawatan pasien menyatakan sudah tidak ada keinginan untuk bunuh diri,
pasien memiliki harapan untuk berjualan kembali namun hal itu masih belum
mampu diaplikasikan di SP 4 karena pasien masih dirawat di rumah sakit. Hal ini
didukung oleh hasil evaluasi hal ini menunjukkan perkembangan dan
keperawatan dan jadwal kegiatan harian pasien pada tanggal 16 Juli 2019
pasien dipindah ke ruang tenang wanita.
Beberapa tatalaksana obat-obatan pada pasien resiko bunuh diri menurut
Stuart (2016) adalah Clozapine indikasi untuk menghilangkan gejala psikosis,
Haloperidol (HPL) indikasi untuk membuat pikiran menjadi tenang dan
Flouxietine indikasi untuk mengatasi depresi, gangguan obsesif, serangan panik.
Pada Ny. S terapi farmakologi yang diberikan ada 3 macam yaitu: Haloperidol
2x1,5 mg, Clozapine 2 x 25 mg, Flouxetine 1 x 10 mg.
Selain itu Ny. S mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok selama 2 hari terdiri
dari 4 sesi. Sesi Pertama adalah BHSP dan identifikasi masalah, Sesi Kedua
adalah nonton video motivasi serta berpikir positif yang dilaksanakan hari Kamis
18 Juli 2019. Sesi Ketiga adalah mengarahkan pasien untuk mengendalikan diri
dari dorongan bunuh diri dengan cara mengungkapkan harapan dan masa depan
melalui gambar lalu menceritakannya, Sesi Keempat adalah mengurangi
dorongan bunuh diri dengan melakukan kegiatan terjadwal seperti kegiatan
harian yang dilakukan sesuai hobi pasien yang dilaksanakan hari Sabtu 20 Juli
2019. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian jurnal menurut Linehan, et al (2015)
mengatakan bahwa Dielectical Behavior Therapy efektif untuk mengurangi upaya
bunuh diri. Manfaat dalam jurnal ini adalah untuk mengontrol atau memanajemen
resiko bunuh diri dengan psikoedukasi, rekreasi dan terapi aktivitas misalnya
menggambar, menonton film dan mengikuti kegiatan sosial.
Setelah mengikuti terapi aktivitas kelompok Ny. S merasa senang,
bersemangat dan lebih percaya diri daripada sebelumnya, setelah keluar dari
RS Ny. S akan kembali berjualan dan akan mengembangkan jualannya, Ny. S
juga menyatakan bahwa tidak mau mengucapkan tentang keinginan untuk bunuh
diri lagi.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
38
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa keperawatan utama
resiko bunuh diri yang dilaksanakan oleh kelompok 3 Program Profesi Ners
Universitas Sari Mulia di Ruang Intensif Wanita Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 juli 2019. Intervensi yang
dilakukan oleh kelompok kepada pasien yaitu strategi pelaksanaan
berdasarkan masalah keperawatan prioritas dari SP 1, SP 2 dan SP 3 untuk
resiko bunuh diri. Intervensi yang diberikan sejak 10 Juli sampai 02 Juli 2019,
dimana pasien mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
menyelesaikan tahapan SP yang diberikan oleh perawat. Setelah kurang
lebih 6 hari perkembangan pada masalah resiko bunuh diri pasien mampu
menyelesaikan atau melewati SP 3. Hal ini menunjukkan perkembangan dan
respon pasien baik secara verbal maupun perilaku lambat dan memerlukan
waktu yang lama, walaupun telah diberikan stimulus atau latihan SP secara
terus menerus.
Saat implementasi pasien masih menyatakan ingin bunuh diri saja.
Setelah 4 hari perawatan pasien menyatakan sudah tidak ada keinginan untuk
bunuh diri, pasien memiliki harapan untuk berjualan kembali namun hal itu
masih belum mampu diaplikasikan di SP 4 karena pasien masih dirawat di
rumah sakit. Hal ini didukung oleh hasil evaluasi yang menunjukkan bahwa
perkembangan selama perawatan dan telah dilakukan tatalaksana sehingga
mengalami perbaikan kondisi di tandai dengan pasien telah menyatakan tidak
ada lagi keinginan untuk melakukan bunuh diri sehingga pasien juga sudah
dipindah ke ruang tenang wanita pada tanggal 16 Juli 2019.
B. SARAN
1. Institusi pendidikan
40
DAFTAR PUSTAKA
Direja, AHS. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Linehan, et al. 2015. Dielectical Behavior Therapy For High Suicide Risk In
Individuals With Borderline personality Disorder: A Randomized Clinical
Trial And Component Analysis. Departement of Psychology. Nomor
volume 72. Nomor halaman 475-482.
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika