TALASEMIA
DI RUANG HEMATO ONGKOLOGI RSUD ULIN
BANJARMASIN
DI SUSUN OLEH
2. Etiologi Thalasemia
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).
Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap
thalasemia dalam sel-selnya (faktor genetik).
Jika kedua orang tua tidak menderita thalasemia trait/pembawa sifat
thalasemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia trait
ataupun thalasemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait
sedangkan yang lain tidak, maka satu dibanding 2 (50%) kemungkinan
bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita thalasemia trait, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita thalasemia mayor.
Orang dengan thalasemia trait terlihat sehat, mereka dapat menurunkan
sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada dikalangan keluarga.
Apabila kedua orang tua menderita thalasemia trait, maka anak-anak
mereka mungkin akan menderita thalasemia trait (50%) atau mungkin juga
memiliki darah yang normal (25%), atau mungkin juga mereka menderita
thalasemia mayor (25%) (Suriadi, 2001).
4. Patofisiologi Talasemia
Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah
dan sel darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel
darah terdiri dari sel darah merah (SDM), sel drah putih (leukosit), dan
trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik dan
secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya dalam
membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di jaringan,
mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi tubuh terhadap
infeksi dan luka (McCance dalam Indriati, 2011).
Sel darah merah mempunyai fungsi utama untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh dan dal ini dimungkinkan karena bentuk,
ukuran dan strukturnya. Kemampuan sel darah merah untuk menyuplai
oksigen didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang berlimpah dalam
darah, dimana dalam sebuah sel darah merah terdapat 300 molekul
hemoglobin. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(2 rantai alpha dan 2 rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen
(Plot & Mandleco dalam Indriati, 2011).
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai hemoglobin,
yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai globin yang
terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya jumlah gen
yang mengalami gangguan (Kline dalam Indriati, 2011).
Pernikahan penderita thalasemia trait menyebabkan penurunan
penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin
α dan β (kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan pembentukan
rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang, rantai β yang kurang dibanding
rantai α, rantai β, tidak terbentuk sama sekali, dan rantai β yang terbentuk
tidak cukup. Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
thalasemia β.
Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat
mengakibatkan rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga
terjadilah thalasemia α. Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan
pembentukan rantai α dan β, pembentukan rantai α dan β kurang,
penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan. Ketiga
akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HbA (2α dan 2β)
sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit
sehingga dinding eritrosit mudah rusak.
Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya
hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan terjadi penghancuran
prekurson eritrosit di intramedular (sumsum tulang). Selain itu juga terjadi
kurangnya sintesis Hb sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka
terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah thalasemia.
5. Pathway
Kulit menjadi
kelabu
Keturunan,
Tidak seimbangnya alpha
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
a. Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar
(gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
b. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll.
Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis).
c. Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
d. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombopenia.
e. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
8. Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
a. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
b. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi
250 ml/kg/BB/tahun.
Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak-anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya dianjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
c. Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum
tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor biasanya anak akan di bawa ke rumah sakit
setelah usia 4 tahun.
2) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya maka
anak beresiko terkena thalasemia mayor.
4) Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko thalasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak adanya
pertumbuhan bulu pubis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6) Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesudai usia.
7) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Lemah dan kurang bergairah, tidak selincaha anak seusianya. BB
dibawah normal.
2) Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek
tanpa pangkal hiung), jarak mata lebar, tulah dahi terlihat lebar.
3) Mata
Konjungtiva pucat/anemis, sklera nampak kekuningan.
4) Mulut
Bibir nampak berwarna kehitaman.
5) Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati
(hepatospeknomegali).
7) Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini
terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3) Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>
3,5% dari Hb total).
Menujukkan fungsi
snsori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter.
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection control (control
Knowledge : infection infeksi)
control. 1. Bersihkan lingkungan
Risk control. setelah dipakai pasien
lain.
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik
1. Klien bebas dari tanda isolasi.
dan gejala infeksi. 3. Batasi pengunjung bila
2. Mendeskripsikan perlu.
proses penularan 4. Intruksikan pada
penyakit, faktor yang pengunjung untuk
mempengaruhi mencuci tangan saat
penularan serta berkunjung dan setelah
penatalaksanaannya. berkunjung meninggalkan
3. Menujukkan pasien.
kemampuan untuk 5. Gunakan sabun anti
mencegah timbulnya mikroba untuk cuci
infeksi. tangan.
4. Jumlah leukosit dalam 6. Cuci tangan setiap
batas normal. sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
Menujukkan perilaku hidup
sehat. 7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai
pelindung.
8. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat.
9. Ganti letak IV perifer dan
line central da dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kemih.
11. Tingkatkan intake nutrisi.
12. Berikan terapi obat bila
perlu.
Infection protection
(proteksi infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infwksi sistemik dan local.
2. Monitor hitung granulosit,
WBC.
3. Monitor kerentangan
terhadap infeksi.
4. Batasi pengunjung.
5. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular.
6. Pertahankan teknik
aspeiss pada psien yang
beresiko.
7. Pertahankan teknik
isolasi.
8. Berikan perawatan kulit
pada area epidema.
9. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
10. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah.
11. Dorong masukan cairan.
12. Dorong istirahat.
13. Instruksikan pasien untuk
meminum antibiotic
sesuai dengan resep.
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
15. Ajarkan cara menghndari
infeksi.
16. Laporkan kecurigaan
infeksi.
Nutrition Theraphy :
1. Menyelesaikan penilaian
gizi, sesuai.
2. Memantau
makanan/cairan tertelan
dan menghitung asupan
kalori harian, sesuai.
3. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari, sesuai.
4. Kolaborasi dengan ahli
gizi, jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
persyaratan gizi yang
sesuai.
5. Pilih suplemen gizi,
sesuai.
6. Dorong pasien untuk
memilih makanan
semisoft, jika kurangnya
air liur menghalangi
menelan.
7. Mendorong asupan
makan tinggi kalsium,
sesuai.
8. Mendorong asupan
makan dan cairan tinggi
kalsium, sesuai.
9. Pastikan bahwa diet
termasuk makan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstipasi.
10. Memberikan pasien
dengan tinggi protein,
tinggi kalori, makan dan
minuman bergizi jari yang
dapat mudah dikonsumsi,
seusuai.
11. Administer menyusui
enteral, sesuai.
Daftar Pustaka