Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

TALASEMIA
DI RUANG HEMATO ONGKOLOGI RSUD ULIN
BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH

NAMA: LISA FITRIANI


NIM : 18NS253

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DAN PROFESI NERS
SARI MULIA BANJARMASIN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit Talasemia


1. Definisi Penyakit Talasemia
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang
timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta
(Hoffbrand, 2005).
Menurut Supardiman (2002) thalasemia adalah kelainan kongenital,
anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam
eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang.
Sedangkan menurut Ganie (2004) thalasemia adalah penyakit
kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka
pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya.
Ada beberapa jenis thalasemia, yaitu:
a. Thalasemia alpha (α)
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin, dikenal ada
empatmacam thalasemia α berdasarkan banyaknya gen yang
terganggu:
1) Delesi 1 gen (silent carriers)
Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan
gejala. Keadaan ini hanya dapat dilihat dari pemeriksaan
laboratorium secara molekuler.
2) Delesi 2 gen (thalasemia a trait)
Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan atau
tanpa anemia.
3) Delesi 3 gen (penyakit Hb H)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan
pembesaran limpa.
4) Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin
terbentuk.
b. Thalasemia beta (β)
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen
yang bermutasi dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi
pada kedua gen β dan thalasemia heterozigot bila terdapat mutasi
pada 1 gen β, berdasarkan gambaran klinik dikenal tiga macam
thalasemia β.
1) Thalasemia β mayor
Pada thalasemia β mayor terjadi mutasi pada kedua gen β
dimana pasien memerlukan tranfusi darah secara berkala,
terdapat pembesaran limpa yang makin lama makin besar
sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang
disebuts splenektomi. Selain itu pasien mengalami penumpukan
zat besi di dalam tubuh akibat tranfusi berkurang dan penyerapan
besi yang berlebihan, sehingga diperlukan pengobatan
pengeluaran besi dari tubuh yang disebut kelasi.
2) Thalasemia β minor
Pada thalasemia β minor didapatkam mutasi pada salah satu dari
2 gen β, kelainan ini disebut juga thalasemia β trait. Pada
keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau anemia
ringan dan pasien tidak menunjukan gejala klinik.
3) Thalasemia intermedia
Menunjukan kelainan antara thalasemia mayor dan minor. Pasien
biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu seperti
infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan tranfusi darah
(http://thalasemia.org/)

2. Etiologi Thalasemia
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).
Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap
thalasemia dalam sel-selnya (faktor genetik).
Jika kedua orang tua tidak menderita thalasemia trait/pembawa sifat
thalasemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia trait
ataupun thalasemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait
sedangkan yang lain tidak, maka satu dibanding 2 (50%) kemungkinan
bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita thalasemia trait, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita thalasemia mayor.
Orang dengan thalasemia trait terlihat sehat, mereka dapat menurunkan
sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada dikalangan keluarga.
Apabila kedua orang tua menderita thalasemia trait, maka anak-anak
mereka mungkin akan menderita thalasemia trait (50%) atau mungkin juga
memiliki darah yang normal (25%), atau mungkin juga mereka menderita
thalasemia mayor (25%) (Suriadi, 2001).

3. Tanda Gejala Talasemia


Pada penderita thalasemia ada beberapa kelainan diantaranya:
a. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang
jelas, tidak nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limfa/hati.
b. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri
kepala, nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan,
lesu dan enorexia.
c. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini
terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih
menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam
dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley
(Indriati, 2011).

4. Patofisiologi Talasemia
Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah
dan sel darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel
darah terdiri dari sel darah merah (SDM), sel drah putih (leukosit), dan
trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik dan
secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya dalam
membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di jaringan,
mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi tubuh terhadap
infeksi dan luka (McCance dalam Indriati, 2011).
Sel darah merah mempunyai fungsi utama untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh dan dal ini dimungkinkan karena bentuk,
ukuran dan strukturnya. Kemampuan sel darah merah untuk menyuplai
oksigen didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang berlimpah dalam
darah, dimana dalam sebuah sel darah merah terdapat 300 molekul
hemoglobin. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(2 rantai alpha dan 2 rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen
(Plot & Mandleco dalam Indriati, 2011).
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai hemoglobin,
yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai globin yang
terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya jumlah gen
yang mengalami gangguan (Kline dalam Indriati, 2011).
Pernikahan penderita thalasemia trait menyebabkan penurunan
penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin
α dan β (kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan pembentukan
rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang, rantai β yang kurang dibanding
rantai α, rantai β, tidak terbentuk sama sekali, dan rantai β yang terbentuk
tidak cukup. Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
thalasemia β.
Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat
mengakibatkan rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga
terjadilah thalasemia α. Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan
pembentukan rantai α dan β, pembentukan rantai α dan β kurang,
penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan. Ketiga
akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HbA (2α dan 2β)
sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit
sehingga dinding eritrosit mudah rusak.
Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya
hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan terjadi penghancuran
prekurson eritrosit di intramedular (sumsum tulang). Selain itu juga terjadi
kurangnya sintesis Hb sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka
terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah thalasemia.
5. Pathway
Kulit menjadi
kelabu
Keturunan,
Tidak seimbangnya alpha
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri

Produksi rantai globin


Jantung Gagal jantung
berkurang/tidak ada hemosiderosis

Endokrin Ggg tumbang


Produksi Hb berkurang Tranfusi
berulang Curah Kontraktilitas
Anemia Jaringan jangtung
jantung
Sel darah merah mudah berat kurang O2
meningkat menurun
rusak
Anemia

Ertitrosit tidak stabil Kerja Anorexia Asupan Resti nutrisi


lambung nutrisi turun kurang dari
menurun kebutuhan
Hemolisis
Antibodi
menurun
Suplai O2 berkurang Gangguan perfusi
jaringan
Antibodi Resti
menurun infeksi
Ketidakseimbangan
suplai O2 dengan Kelemahan Tidak toleransi
kebutuhan terhadap aktivitas
Hiperterm
i
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada pasien thalasemia dapat dilakukan
diantaranya.
a. Pemeriksaan Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui
kadar Hb dan ukuran sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat
bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah), feritin/ serum iron
(melihat status/kadar besi), dan analisis hemoglobin (menegakkan
diagnosis dan menentukan jenis thalasemia). Anemia dengan kadar
Hb berkisar 2-9g/dL, kadar MCV dan MCH berkurang, retiku;osit
biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun. (indriati, 2011)
b. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal
pada janin. Atau analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi
penyebab thalasemia.
c. Bone Marrow Punctional (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-
sel darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan
membantu membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.

7. Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
a. Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar
(gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
b. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll.
Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis).
c. Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
d. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombopenia.
e. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
8. Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
a. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
b. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi
250 ml/kg/BB/tahun.
Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak-anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya dianjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
c. Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum
tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor biasanya anak akan di bawa ke rumah sakit
setelah usia 4 tahun.
2) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya maka
anak beresiko terkena thalasemia mayor.
4) Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko thalasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak adanya
pertumbuhan bulu pubis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6) Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesudai usia.
7) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Lemah dan kurang bergairah, tidak selincaha anak seusianya. BB
dibawah normal.
2) Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek
tanpa pangkal hiung), jarak mata lebar, tulah dahi terlihat lebar.
3) Mata
Konjungtiva pucat/anemis, sklera nampak kekuningan.
4) Mulut
Bibir nampak berwarna kehitaman.
5) Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati
(hepatospeknomegali).
7) Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini
terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah tepi :
 Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.
 Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi.
 Retikulosit meningkat.
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
 Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
 Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3) Pemeriksaan khusus :
 Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
 Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
F.
 Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>
3,5% dari Hb total).

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa I: intoleransi aktivitas
a. Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologi atau psikologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan.
b. Batasan Karkteristik
Subjektif
 Ketidaknyamanan atau dipsnea saat beraktifitas.
 Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
 Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respon terhadap aktivitas.
 Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
c. Faktor yang Berhubungan
 Tirah baring dan imobilitas.
 Kelemahan umum.
 Ketidakseimbangan antara suolai dan kebutuhan oksigen.
 Gaya hidup kurang sehat
Diagnosa II: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
d. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
e. Batasan Karkteristik
 Nyeri abdomen
 Menghindari makanan
 BB 20% atau lebih di bawah BB ideal.
 Bising usus hiperaktif
 Kurang informasi
 Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat.
 Kurang minat pada makanan.
 Ketidakmampuan memakan makanan
 Kelemahan otot untuk menelan.
 Tonus otot menurun.
 Kelemahan otot pengunyahan.
f. Faktor yang Berhubungan
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
 Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
 Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
3. Diagnosa Keperawatan

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI
1. Intoleransi NOC NIC
aktifitas b.d  Konservasi Energi Manajemen energi
tidak  Perawatan Diri: ADL Definisi: Mengatur
seimbangnya penggunaan energi untuk
kebutuhan dan Kriteria Hasil: mencegah kelelahan dan
suplai oksigen Klien dapat melakukan mengoptimalkan fungsi
aktifitas yang dianjurkan Aktifitas:
dengan tetap
mempertahankan tekanan 1. Tentukan keterbatasan
darah, nadi, dan frekuensi
aktifitas fisik pasien
pernafasan dalam rentang
normal 2. Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan yang
dialaminya
3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien selama
aktifitas
10. Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan sehingga
dapat mengurangi
aktifitasnya.
Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya
Aktifitas:

1. Bersihkan mulut, hidung,


trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. 5. Secara periodik,
monitor ketepatan
pemasangan alat

2. Ketidakefektifa NOC NIC


n perfusi  Circulation status Peripheral sensation
jaringan b.d  Tissue perfusion : management (manajemen
berkurangnya cerebral sensasi perifer).
komponen 1. Monitor adanya daerah
seluler yang Kriteria Hasil: tertentu yang hanya peka
menghantarka Mendemostrasikan terhadap
n status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpu
oksigen/nutrisi ditandai dengan : l.
1. Tekanan systole
2. Monitor adanay paretase.
dandiastole dalam
3. Intruksikan keluarga
rentang yang
untuk mengobservasi kulit
diharapkan.
jika ada isi atau laserasi.
2. Tidak ada ortostatik
4. Gunakan sarung tangan
hipertensi.
untuk proteksi.
3. Tidak ada tanda-tanda
5. Batasi gerakan kepala,
peningkatan tekanan
leher, dan punggung.
intracranial (tidak lebih
6. Monitor kemampuan
dari 15 mmHg).
BAB.
Mendemostrasikan 7. Kolaborasi pemberian
kemampuan kongnitif analgesic.
yang ditandai dengan : 8. Monitor adanya
1. Berkomunikasi dengan trombopleblitis.
jelas dan sesuai 9. Diskusikan mengenai
dengan kemampuan. penyebab perubahan
2. Menunjukkan sensai.
perhatian, kosentrasi
dan orientasi.
3. Membuat keputusan
dengan benar.

Menujukkan fungsi
snsori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter.
3. Resiko infeksi NOC NIC
 Immune status Infection control (control
 Knowledge : infection infeksi)
control. 1. Bersihkan lingkungan
 Risk control. setelah dipakai pasien
lain.
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik
1. Klien bebas dari tanda isolasi.
dan gejala infeksi. 3. Batasi pengunjung bila
2. Mendeskripsikan perlu.
proses penularan 4. Intruksikan pada
penyakit, faktor yang pengunjung untuk
mempengaruhi mencuci tangan saat
penularan serta berkunjung dan setelah
penatalaksanaannya. berkunjung meninggalkan
3. Menujukkan pasien.
kemampuan untuk 5. Gunakan sabun anti
mencegah timbulnya mikroba untuk cuci
infeksi. tangan.
4. Jumlah leukosit dalam 6. Cuci tangan setiap
batas normal. sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
Menujukkan perilaku hidup
sehat. 7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai
pelindung.
8. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat.
9. Ganti letak IV perifer dan
line central da dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kemih.
11. Tingkatkan intake nutrisi.
12. Berikan terapi obat bila
perlu.

Infection protection
(proteksi infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infwksi sistemik dan local.
2. Monitor hitung granulosit,
WBC.
3. Monitor kerentangan
terhadap infeksi.
4. Batasi pengunjung.
5. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular.
6. Pertahankan teknik
aspeiss pada psien yang
beresiko.
7. Pertahankan teknik
isolasi.
8. Berikan perawatan kulit
pada area epidema.
9. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
10. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah.
11. Dorong masukan cairan.
12. Dorong istirahat.
13. Instruksikan pasien untuk
meminum antibiotic
sesuai dengan resep.
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
15. Ajarkan cara menghndari
infeksi.
16. Laporkan kecurigaan
infeksi.

Laporkan kultur positif.


4. Ketidakefektifa NOC NIC
n pola napas  Respiratory status : Airway management
ventilitation 1. Buka jalan nafas gunakan
 Respiratory status : chin lift atay jaw thrust
airway patency bila perlu.
 Vital sign. 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.
Kriteria Hasil : 3. Identifikasiskan pasien
1. Mendemostrasikan perlunya pemasangan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, alat jalan nafas buatan.
tidak ada sianosis dan 4. Pasang mayo bila perlu.
dyspneu, mampu 5. Lakukan fisioterapi dada
bernafas dengan jika perlu.
mudah, tidak ada 6. Keluarkan secret dengan
pursed lips. batuk atau suction.
2. Menunjukkan jalan 7. Auskultasi suara nafas,
nafas yang paten (klien catat adanya suara
tidak merasatercekik, tambahan.
irama nafas, frekuensi 8. Lakukan suction pada
pernafasan dalam mayo.
rentang normal, tidak 9. Berikan bronkodilator bila
ada suara abnormal). perlu.
3. Tanda-tanda vital 10. Berikan pelembab udara
dalam rentang normsl kassa basah Nacl
(tekanan darah, nadi, lembab.
pernafasan). 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2 Oxygen
therapy.
13. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea.
14. Pertahankan jalan nafas
paten.
15. Atur peralatan oksigen.
16. Monitor aliran oksigen.
17. Pertahankan posisi
pasien.
18. Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi.
19. Monitor adanya
kecemasan terhadap
oksigen.
20. .
21. Monitor vital sign.
22. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
23. Monitor vs saat pasien
berbaring., uduk, atau
berdiri.
24. Auskultasi TD pada
tangan dan bandingkan.
25. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama dan
setelah beraktifitas.
26. Monitor kualitas dari nadi.
27. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan.
28. Monitor suara paru.
29. Monitor suara pernafasan
abnormal.
30. Monitor suhu, warna, dan
kelmbaban.
31. Monitor sianosis perifer.
32. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik).
33. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

5. Keterlambatan NOC NIC


pertumbuhan  Growth and Peningkatan
dan development. perkembangan anak dan
perkembangan  Nutrition imbalance remaja.
1. Kaji faktor penyebab
less than body
gangguan perkembangan
requirements.
anak.
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi dan gunakan
1. Anak berfungsi optimal sumber pendidikan untuk
sesuai tingkatannya. memfasilitasi
2. Keluarga dan anak perkembangan anak yang
mampu menggunakan optimal.
koping terhadap3. Berikan perawatan yang
tantangan karena konsisten.
adanya 4. Tingkatkan komunikasi
ketidakmampuan. verbal dan stimulasi
3. Keluarga mampu traktil.
mendapatkan sumber- 5. Berikan intruksi berulang
sumber sarana dan sederhana.
komunitas. 6. Berikan reinforment positif
4. Kematangan fisik atas hasil yang dicapai
wanita : perubahan anak.
fisik normal pada7. Dorong anak melakukan
wanita yang terjadi perawatan sendiri.
transisi dari masa8. Manajemen perilaku anak
anak-anak ke dewasa. yang sulit.
5. Kematangan fisik : pria 9. Dorong anak melakukan
perubahan fisik normal sosialisasi kelompok.
pada pria yang terjadi 10. Ciptakan lingkungan yang
transisi dari masa aman.
anak-anak ke dewasa.
6. Status nutrisi Nutrition management
1. Kaji keadekuatan asupan
seimbang.
nutrisi (misalnya kalori,
7. Berat badan.
zat besi).
2. Tentukan makanan yang
disukai anak.
3. Pantau kecenderungan
kenaikan dan penurunan
berat badan.

Nutrition Theraphy :
1. Menyelesaikan penilaian
gizi, sesuai.
2. Memantau
makanan/cairan tertelan
dan menghitung asupan
kalori harian, sesuai.
3. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari, sesuai.
4. Kolaborasi dengan ahli
gizi, jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
persyaratan gizi yang
sesuai.
5. Pilih suplemen gizi,
sesuai.
6. Dorong pasien untuk
memilih makanan
semisoft, jika kurangnya
air liur menghalangi
menelan.
7. Mendorong asupan
makan tinggi kalsium,
sesuai.
8. Mendorong asupan
makan dan cairan tinggi
kalsium, sesuai.
9. Pastikan bahwa diet
termasuk makan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstipasi.
10. Memberikan pasien
dengan tinggi protein,
tinggi kalori, makan dan
minuman bergizi jari yang
dapat mudah dikonsumsi,
seusuai.
11. Administer menyusui
enteral, sesuai.
Daftar Pustaka

Ganie, A. (2004). Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. Skripsi, USU


Press, Medan.
Hasan, Rusepno & Alatas, Husein (editor). (2007). Buku Kuliah Umum Ilmu
Kesehatan Anak jilid III. Jakarta: FKUI.
Rudolph, Abraham M, et al. (2007). Buku Ajar Pediatric Rudolph Ed.20.
Jakarta: EGC.
Sumiarsih, Dwi. (2016). Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Di
Ruang Cempaka RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
Skripsi, Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Supardiman, I. (2002). Hematologi Klinik. Bandung : Alumni Bandung.
Suriadi, & Rita, Y. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung
Seto.
Hoffband, A., dkk. (2005). Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai