Disusun oleh :
Ahmad Zajuli
E2214401059
D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
2024
A. Definisi
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2017).
Istilah kecemasan dalam bahasa inggris yaitu Anxiety yang berasal dari Bahasa
latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik (Annisa
& Ifdil, 2016). Kecemasan adalah perasaan tidak santai atau samar-samar yang terjadi
karena ketidaknyamanan dan rasa takut disertai suatu respon. Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai siinya yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan
datang dan memperkuat individu mengambil suatu tindakan dalam menghadapi
ancaman (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
B. Faktor predisposisi & presipitasi
Berbagai teori yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengetahui dari
penyebab anstietas, menurut Stuart & Sundden (2014) menjelaskan ansietas
disebabkan oleh :
1. Faktor Predisposisi :
a. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili dorongan instring
dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah
meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama
rentan mengalami ansietas yang berat.
c. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk
menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang
terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik
memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang
berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan
ansietas : konflik menimbulkan ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan
tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam
keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas
dengan depresi.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam
gama-aminobutirat (GABA) yang berperan dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan ansietas.
2. Faktor Presipitasi
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan
terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
C. Tanda dan gejala/penilaian stressor
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017) tanda dan gejala
dari diagnosa Ansietas yaitu sebagai berikut :
D. Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2005).
E. Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu
sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau
meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan
ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan,
tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping
untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis,
yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
F. Rentang respon
Menurut Stuart & Sundeen (2014), rentang respon ansietas sebagai berikut :
H. Review jurnal
Jurnal I
PICOT Uraian
Compare Sejalan dengan penelitian Agnes, Jek dan Surya pada tahun
2019, bahwa kelompok usia yang paling banyak mengalami
kecemasan yaitu responden yang berusia 26-35 tahun (86,7 %).
Dan mayoritas responden yang mengalami kecemasan berada
pada tingkat sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 17 responden
(53,1%).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Agnes, Jek dan
Surya pada tahun 2019 yang menggunakan Uji mann whitney,
diperoleh p 0,02 (p < 0,05) hasil ini menunjukan bahwa
terdapat pengaruh pemberian teknik 5 jari terhadap tingkat
ansietas yang dialami oleh klien gangguan fisik yang dirawat
RSU Kendal.
Outcome Hasil uji statistik didapatkan p-value = 0,000 (< 0,05) yang
berarti ada pengaruh terapi hipnotis lima jari terhadap tingkat
kecemasan pada pasien ansietas.
Time 2020
Jurnal II
PICOT Uraian
Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lnjut Usia (Lansia).
Jurnal Ilmu Konselor Vol. 5 no. 2, 93-99.
Stua
Marwati, I., & Yuliana. (2021). HIPNOTIS LIMA JARI PADA KLIEN ANSIETAS. Jambi
medical jurnal, 297-304.
PH, L., Daulima, N. H., & Mustikasari. (2018). RELAKSASI OTOT PROGRESIF
MENURUNKAN STRES KELUARGA YANG MERAWAT PASIEN GANGGUAN
JIWA. Jurnal Keperawatan Indonesia, 51-59.
rt, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Stuart, G. W., & Sundden, S. J. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa (5th ed). Jakarta:
EGC.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP
PPNI.