Anda di halaman 1dari 23

Asuhan Keperawatan Kecemasan pada Pasien dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

Disusun untuk memenuhi tugas :Keperawatan Jiwa

Dosen pengampu :

Endang Caturini S,Skep Ns,MKep

Disusun oleh

Novy Kusuma Dewi (P27220018071)

Pebianan Esti Cahani (P27220018072)

Ria Dwi Utami (P27220018073)

Ria Fadhla (P27220018074)

Saharista Munjayanah Pratiwi (P27220018076)

Shofin Nur’aini (P27220018077)

Silvia Damana (P27220018078)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2019/2020
A. Definisi
Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa. Jakarta. Republik Indonesia, gangguan Jiwa (ODGJ)
adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/ atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia (Ayuningtyas & Rayhani, 2018)

Salah satu yang dirasakan pasien ODGJ adalah kecemasan.


Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan
ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang
hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 1997 dalam Setiyani, 2018). Cemas
merupakan respon emosional yang tidak menyenangkan terhadap
berbagai macam stressor baik yang jelas maupun tidak teridentifikasikan
yang ditandai dengan adanya sebuah perasaan takut, khawatir, dan
perasaan terancam. Spielberger dalam teorinya membagi kecemasan ke
dalam 2 bagian yaitu state anxiety dan trait anxiety yang dapat
membedakan antara perasaan cemas dan depresi pada individu tersebut
(Fauziah et al., 2018). Kecemasan atau anxietas dapat ditimbulkan oleh
bahaya dari luar, mungkin juga oleh bahaya dari dalam diri seseorang,
dan pada umumnya ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam,
timbul bila ada sesuatu hal yang tidak dapat diterimanya, misalnya
pikiran, perasaan, keinginan, dan dorongan (Giatika Chrisnawati &
Aldino, 2019)

B. Etiologi
Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Laraia (1998) dalam (Ah.
Yusuf, Rizky Fitryasari PK, 2015) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan ansietas, di antaranya sebagai berikut.
a. Faktor biologis.
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor
ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai
dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
b. Faktor psikologis
a) Pandangan psikoanalitik. Ansietas adalah konflik emosional
yang terjadi antara antara dua elemen kepribadian—id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Pandangan interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama
mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c) Pandangan perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap
sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam
untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan
kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih
sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
d) Sosial budaya Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan
antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi dan
latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya
ansietas.

c. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi berikut.
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
seseorang.
C. Tanda gejala
Menurut PPNI (2017), tanda dan gejala kecemasan, yaitu:
a. Merasa bingung
b. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
c. Sulit berkonsentrasi
d. Mengeluh pusing
e. Anoreksia
f. Palpitasi
g. Merasa tidak berdaya
h. Tampak gelisah
i. Tampak tegang
j. Sulit tidur
k. Frekuensi napas meningkat
l. Frekuensi nadi meningkat
m. Diaphoresis
n. Tremor
o. Muka tampak pucat
p. Suara bergetar
q. Kontak mata buruk
r. Sering berkemih
s. Berorientasi pada masa lalu
D. Penggolongan tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan menurut (Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, 2015)
adalah sebagai berikut :
a. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas menumbuhkan motivasi
belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
perhatian pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain,
sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Adanya
kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
d. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan
merasa diteror, serta tidak mampu melakukan apapun walaupun
dengan pengarahan. Panik meningkatkan aktivitas motorik,
menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, serta kehilangan pemikiran rasional.
E. Bentuk Gangguan Ansietas
Menurut (Jamil, 2019) berikut merupakan bentuk gangguan kecemasan :
a. Panik
Gangguan panik yang seringkali disebut sebagai serangan panik
adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami kecemasan dan
ketakutan luar biasa. Ini bagaikan teror, seolah yang bersangkutan
sedang bergulat dengan maut. Gangguan panik biasanya didahului
oleh perasaan ketegangan dan rasa tidak tenang yang berjalan
perlahan dan hilang timbul. Namun ketegangan dan ketidaktegangan
ini kemudian muncul semakin sering dan semakin memuncak,
sampai pada gilirannya muncul sebagai serangan kecemasan yang
mendadak.

b. Gangguan fobia

Phobia adalah ketakutan yang menetap dan tidak rasional


terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi spesifik, yang
menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghindarinya.
Rasa ketakutan ini disadari oleh individu yang bersangkutan bagi
suatu yang berlebihan dan tidak masuk akal, namun ia tidak mampu
mengatasinya.

Dari sudut psikopatologi disebutkan bahwa reaksi phobia adalah


sebagai suatu mekanisme defensif sebagai upaya seseorang untuk
mengatasi kecemasannya. Mekanisme defensif tersebut dilakukan
dengan jalan mengalihkan kepada ide, objek atau situasi tertentu
yang bertindak sebagai simbol dan konflik atau psikotrauma masa
lalu. Meskipun yang bersangkutan sadar bahwa sebenarnya tidak
ada ide, atau objek tertentu yang membahayakan dirinya (tidak
rasional), namun hal itu diciptakan sebagai suatu simbol atas
ketidakberdayaan terhadap pengalaman atau psikotrauma masa lalu
yang penuh ketegangan dan ketakutan, suatu konflik yang tidak
terselesaikan dan ditekan dalam alam tak sadarnya.

F. Mekanisme Koping
Menurut (Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, 2015) mekanisme koping
tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme
koping yaitu sebagai berikut.
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari
dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik
tuntutan situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk
mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi
untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan
dan sedang, tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan
diri, distorsi realitas, dan bersifat maladaptif
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kecemasan menurut (Humaida et al., 2016)
adalah menggunakan dua metode, yakni metode medikamentosa dan
non-medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa meliputi
pemberian obat-obatan golongan benzodiazepine dalam pilihan
pertama,sedangkan penatalaksanaan non-medikamentosa dapat
dilakukan psikoterapi berupa Congestive Behavioral Therapy atau terapi
lain.
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a) Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b) Tidur yang cukup.
c) Cukup olahraga.
d) Tidak merokok.
e) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat
otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai
adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate
dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara
lain:
a) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi
kecemasan.
c) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
d) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi
dan daya ingat.
e) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
f) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluargan tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
g) Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.
H. Komplikasi
a. Depresi
b. Somatoform
c. Skizofrenia Hibefrenik
d. Skizofrenia Simplek

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui
gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
a. Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
a) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasandengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
b) konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan
dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c) konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realistissehingga akan menimbulkan kecemasan.
d) frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
e) gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f) pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
setres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik
yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak
dipelajari dalam keluarga.
g) riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
h) medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin
dapat menekan neurotrasmiter gamma amino butyric acid (GABA)
yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.
b. Kaji stressor presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik meliputi:
 Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(mis.hamil)
 Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal
b) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
 Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancanm harga diri.
 Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, dan social
budaya.
c. Kaji perilaku
Secara langsung kecemasan dapat di ekspresikan melalui respon
fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengambangan
mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
a) Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis)
b) Respon psikologologi
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun
personal.
c) Respon kognitif.
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses
pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya
lapangan persepsi, bingung.
d) Respon afektif.
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga
berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
d. Kaji penilaian terhadap stressor
e. Kaji sumber dan mekanisme koping
I. Rentang perhatian menurun
J. Gelisah, iritabilitas
K. Control impuls buruk
L. Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya
M. Deficit lapangan persepsi
N. Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan
gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.
d. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian
saudara kandung.
e. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak
sakit.
f. Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1: panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal
mengambil keputusan.
Kriteria hasil:
a. Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.
b. Klien akan berkomunikasi dengan efektif.
c. Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.
d. Klien akan mengungkapkan rasa ppengendalian diri.
Intervensi:
a. Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas
secara ritmik
b. Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.
c. Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi
seperti: berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.
d. Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan
sebelumnya dan telah terlatih.
e. Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi
yang menimbulkan ansietas.
DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan.
kriteria hasil:
a. Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.
b. Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
c. Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.
Intervensi:
a. Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang
hangat, ,menjadi pendengar yang baik.
b. Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
c. Melakukan kominikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic
yang ringan.
d. Bantu kilen mengidentifikasi respon terhadap stersor
DX 3: ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian saudara
kandung.
Kriteria hasil:
a. Klien memiliki koping terhadap ancaman.
b. Strategi koping positif.
c. Untuk mengetahui sebab biologis.
d. Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.
Intrvensi:
a. Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang telah
berhasil digunakan pada masa lampau.
b. Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
c. Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
d. Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang
penyebab biologis.
e. Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan
membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak
adekuat.
DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan.
Kriteria hasil:
a. Meningkatkan kesadaran diri klien.
b. Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
c. Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:
a. Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan
cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang
dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi
kecemasan klien.
b. Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan
membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan
penyebab stresnya.
c. Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek
yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya,
terapkan batasan perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan
dengan aspek lain

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Pertemuan 1

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi Pasien

Bosan, Gelisah, Depresi karena putus asa

b. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan regimen terapetik berhubungan dengan keputusasaan konsumsi


obat dan depresi
2. Gangguan regimen terapetik inefektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat klien
3. Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu inefektif
c. Tujuan Khusus

1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya


Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat menunjukkan rasa percayanya kepada perawat
2) Ada kontak mata

3) Mau berjabat tangan

4) Mau menyebutkan nama

5) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

2. Pasien dapat menyebutkan penyebab ketidakkooperatifan dalam meminum


obat.

Kriteria hasil :

1) Pasien dapat mengetahui jenis-jenis obat yang di minum

2) Pasien mengetahui perlunya minum obat yang teratur

3) Pasien mengetahui 5 benar dalam minum obat

4) Pasien mengetahui efek terapi dan efek samping obat

5) Pasien mengetahui akibat bila putus obat

d. Tindakan Keperawatan

1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan keperawatan :
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal

b) Perkenalkan diri dengan sopan

c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai

d) Jelaskan tujuan pertemuan

e) Jujur dan menepati janji

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan

g) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar

2) Pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab ketidakkooperatifan dalam


meminum obat.
Tindakan keperawatan :
a) Tanyakan pada pasien tentang
a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien

b. Orang terdekat pasien dirumah/diruang perawatan

b) Diskusikan dengan keluarga tentang :

a. Cara merawat pasien dirumah

b. Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur

c. Lingkungan yang tepat untuk pasien

d. Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat


penghentian obat)
e. Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1) Salam terapeutik

“Permisi, Bapak, selamat pagi perkenalkan nama saya L, saya mahasiswa


yang dinas di ruangan ini.
“Saya mahasiswa dari Akademi Keperawatan Poltekkes Surakarta. Hari ini
saya dinas pagi dari jam 07.00-14.00. saya yang akan merawat bapak selama
dirumah sakit ini.”
“Boleh tau, nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”

2) Evaluasi

“Bagaimana perasaan bapak saat ini ?”

“Masih ingat ada kejadian apa sampai bapak dibawa kerumah sakit ini ?”

“Apa keluhan bapak hari ini ? dari tadi saya perhatikan tidak mau meminum
obat ?
3) Kontrak
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman
bapak K ? juga tentang apa yang menyebabkan bapak K tidak ingin
meminum obat?” “Berapa lama Bapak K ingin kita berbincang-bincangnya?
Bagaimana kalau 20 menit saja ?”

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang bincang bapak K? bagaimana


kalau disini saja?” Atau dibawah halaman ?
b. Kerja

“Siapa saja yang tinggal satu rumah dengan Bapak K ? siapa yang paling
dekat dengan Bapak K? siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak K?
“Apa yang Bapak K rasakan selama dirawat disini ? Oo .. Bapak merasa
sendirian?

siapa saja yang Bapak K kenal diruangan ini ? Oo.. belum ada ?

Apa Yang menyebabkan bapak K tidak mau meminum obat ?

Apakah faktor dari bapak sendiri ? bosan ya pak ? selain itu apalagi coba
sebutkan ? Bapak Ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa bosan, bapak
bisa membayangkannya seperti permen. Dan setelah meminum obat bapak
bisa mengunyah gula ataupun permen.
c. Terminasi

1) Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan Bapak setelah mengungkapkan perasaannya ?

2) Evaluasi obyektif

“Coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengendalkan rasa bosan


untuk meminum obat ?
3) Kontrak

- Topik

“Baik bapak sekarang bincang-bincangnya sudah selesai, bagaimana kalau


besok saya akan datang kesini lagi untuk mengajarkan bapak cara tepat
meminum obat ? - Tempat
“Untuk tempatnya terserah bapak ? mungkin dibawah pohon itu ? atau
ditempat ini lagi”
- Waktu

Waktunya berapa lama pak ? bagaimana kalau 20


Menit lagi?”
4) Rencana Tindak lanjut
“Selanjutnya Bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi.
Sehingga bapak K lebih siap untuk kembali melakukan terapi obat.

Pertemuan 2

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien

Bosan, Gelisah, Depresi karena putus asa,

b. Diagnosa keperawatan

Gangguan regimen terapetik berhubungan dengan keputusasaan konsumsi obat


dan depresi
c. Tujuan khusus

Pasien mau dan dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

d. Tindakan keperawatan

1) Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat minum obat.

2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya

3) Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat

4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter


5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar 6) Berikan pujian
2. Strategi komunikasi pelaksaan tindakan keperawatan

a. Orientasi

1) Salam terapeutik

“Permisi, Bapak K sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang
lagi bapak masih ingatkan dengan saya ? coba siapa ? iya benar sekali”
“Sesuai janji saya kemarin, Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara
menggunakan atau meminum obat”.
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak K saat ini apakah Bapak sudah tidak sedih lagi ?
apakah. Apakah bapak sudah mau untuk meminum obat ? .. iya bagus !
“Bapak K masih ingatkan apa yang sudah saya berikan kemarin ? ya bagus !
coba Bapak katakan kembali ! iyaa bagus.
“Apakan bapak K pagi ini sudah minum obat ? nama obatnya apa saja ? oh
Bapak K belum tahu ya nama obatnya ?”

3) Kontrak

“Baik pak sekarang kita akan belajar cara minum obat dengan benar”

“Mau berapa lama bapak kita berbincang bincang ? bagaimana kalau 20


menit?

Dimana tempatnya ? disini saja ya pak ?”

b. Kerja

“Bapak sudah minum obat hari ini ? berapa macam obat yang bapak K minum ?
warnanya apa saja ? bagus ! jam berapa saja bapak minum ? bagus ! bapak
sudah tau nama obat yang diminumnya ? oh belum ya baiklah saya akan
jelaskan”
“Bapak K apakah ada bedanya setelah minum obat secara teratur ? apakah
perasaan gelisah itu berkurang atau hilang ? ya, minum obat itu sangat penting
supaya bapak K tidak merasa Gelisah”
“Obat yang Bapak minum ada 3 macam warnanya orange namanya CPZ atau
Clorpromazine, yang merah jambu ini namanya haloperidol, sedangkan yang
putih namanya trihexipenidil”
“Semuanya harus bapak minum selama 3 kali sehari. Diminumnya pagi jam 7,
siang jam 1, dan sore jam 5”
“Bapak K manfaat obat ini yang orange dan yang merah jambu gunanya adalah
untuk menenangkan fikiran, menghilangkan rasa gelisah membuat bapak bisa
tidur dengan nyaman sedangkan yang warna putih gunanya untuk merilekskan
otot otot tubuh
Bapak supaya tidak gemetar”

“Bagaimana bapak sudah mengerti belum ... ? bagus sekali jika bapak sudah
mengerti”
“Menurut bapak boleh tidak berhenti minum obat sebelum diizinkan dokter ?
apa betul pak tidak boleh ? apa akibatnya pak kalau berhenti minum obat ? ya
benar karena akan membuat perasaan bapak K tidak tenang dan kembali
gelisah”
“ Jika bapak setelah meminum obat ada perasaan tidak enak, mulut kering atau
ingin meludah terus bapak bisa minum yang putih agar kembali ke semula”
“ bapak sebelum minum obat ini bapak harus cek dulu yaitu perhatikan prinsip 5
benar minum obat. Yang pertama yang harus bapak lihat adalah apakah obat ini
benar untuk bapak jadi lihat labelnya benar tulisan nama bapak K, yang kedua
lihat apakah benar yang diminum adalah HLP warna merah muda, CPZ warna
orange dan THP watna putih, kalau beda nama obat dan warna obatnya bapak
harus tanyakan pada perawatnya ya . yang ketiga semua obat bapak di minum 3
kali sehari satu tablet. Yang keempat obat ini harus diminum tepat waktu jam 7
setelah sarapan, jam 1 siang setelah makan siang dan jam 5 sore setelah makan
sore. Yang kelima obat ini harus benar diminum ya pak yang disimpan di bawah
lidah atau dibuang.”
“bagaimana bapak sudah mengerti ? ada yang ingin ditanyakan ? baiklah kalau
sudah tidak ada yang ditanyakan lagi
c. Terminasi

1) Evaluasi subyektif

Bagaimana perasaan bapak K. setelah kita bercakap cakap tentang obat obat
yang Bapak minum ?
2) Evaluasi obyektif

“Coba bapak sebutkan nama obat yang sudah kita diskusikan.. manfaatnya
apa saja ... berapa kali minumnya dalam sehari .. apa kerugian apabila berhenti
minum obat ? ya bagus pak. Bapak sudah mengerti ya tentang obat obatan yang
harus diminumnya.
3) Kontrak
- Topik

Baik pak sekarang bincang bincangnya sudah selesai, bagai mana kalu
nanti jam 1 siang saya kembali lagi untuk membantu bapak meminum
obat ?.
- Tempat

Tempatnya di mana pak ? baiklah di sini saja

- Waktu

Waktunya berapa lama pak ? baiklah 10 menit saja.

4) Rencana tindak lanjut

Mari sekarang kita masukkan ke jadwal harian bapak ya. Berapa kali minum
obatnya pak jam berapa saja. Coba tulis ya pak jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 5 sore. Bagus bapak, jadi kalau sudah jamnya bapak harus minum obat
langsung minta kepada perawatnya ya pak jangan sampai nunggu di panggil
Jika bapak sudah pulang bapak juga harus tetap melaksanakan terapi ini dan
minum obat yang teratur nanti di bantu oleh keluarga bapak ya , jangan
menghentikan obat ya pak tanpa ada pemberitahuan dari dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, H. E. N. (2015). BUKU AJAR KEPERAWTAN JIWA
(Faqihani Ganiajri (ed.)). Penerbit Salemba Medika. http://rsjiwajambi.com/wp-
content/uploads/2019/09/buku-ajar-keperawatan-kesehatan-jiwa-Ah.-Yusuf-Rizky-
Fitryasari-PK-Hanik-Endang-Nihayati-1.pdf
Ayuningtyas, D., & Rayhani, M. (2018). ANALISIS SITUASI KESEHATAN MENTAL
PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI
PENANGGULANGANNYA. 9(1), 1–10.
Fauziah, N., Rafiyah, I., Solehati, T., Keperawatan, F., & Padjadjaran, U. (2018).
PARENT’S ANXIETY TOWARDS JUVENILE DELIQUENCY
PHENOMENON IN BANDUNG INDONESIA. NurseLine Journal, 3(2).
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/download/7286/6041/
Giatika Chrisnawati, & Aldino, T. (2019). Aplikasi Pengukuran Tingkat Kecemasan
Berdasarkan Skala Hars Berbasis Android. Jurnal Teknik Komputer AMIK BSI,
V(1), 277–282. https://doi.org/10.31294/jtk.v4i2
Humaida, R., Ningsih, C., Kurniawati, E., & Komarudin, U. (2016). Diagnosis dan
Terapi pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria usia 60 tahun Diagnosis
and Therapy for General Anxiety Disorders of 60 Years Old Male Patient. 6, 149–
154.
Jamil, J. (2019). Sebab Dan Akibat Stres, Depresi Dan Kecemasan Serta
Penanggulangannya. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam, 1(1), 123–
138. https://doi.org/10.36670/alamin.v1i1.6
Persatuan Perawat Nasional Indoneisa (PPNI). (2017). Standar diagnosis keperawatan
Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Setiyani, R. Y. (2018). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Mahasiswa Baru Di
Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Non Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta. Jurnal Psikologi Integratif, 6(1), 16.
https://doi.org/10.14421/jpsi.v6i1.1469

Anda mungkin juga menyukai