A. DASAR TEORI
1. Benigh prostatic hyperplasia
Benigh prostatic hyperplasia atau yang sering disebut dengan pembesaran
prostat jinak adalah sebuah penyakit dimana terjadinya pembesaran prostat. Pada
sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel-sel ini pertumbuhannya dipengaruhi
oleh hormon seks dan respon sitokin Pada penderita BPH hormon
dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat
memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar
mengakibatkan penyempitan uretra sehingga menyumbat saluran kemih atau
aliran urin dan sering terjadi pada pria. Adapun gejala-gejala yang biasanya
dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu nokturia (seing kencing
pada malam hari), inkontinensia urin (pengeluaran urin tanpa disadari dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan dan social), aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai
darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih. Adapun Faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya BPH adalah kadar hormon,usia, riwayat keluarga, pola
hidup, dan inflamasi.
Patofisiologi pada benigh prostatic hyperplasia terkait aktivitas hormon
dihidrotestosteron, dihidrotestosteron merupakan suatu androgen yang berasal
dari testosterone melalui kerja enzim 5a-reductase dan metabolitnya 5a-
androstanediol yang merupakan pemicu terjadinya poliferase kelenjar.
Pengubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron diperantai oleh enzim 5α-
reductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase tipe pertama terdapat pada folikel
rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada
prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target
dihidrotestosteron menyebabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi perlahan-lahan, pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran, urin akan meningkat, otot detrusor akan menebal dan
merenggang sehingga menimbulkan sulit untuk makanan dan cairan untuk masuk
ke dalam perut, jika berlanjur detrusos akan menjadi lelah (mengalami
dekompensasi), tidak mampu lagi berkontraksi, sehingga terjadi retensi urin yang
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Jika terjadi obstruksi outlet yaitu penyumbatan pada pangkal kandung
kemih kondisi ini akan membuat aliran urine ke uretra (saluran pembawa urine
keluar dari tubuh) berkurang atau akan terhenti. Jika kondisi ini terjadi bersamaan
dengan gejala kandung kemih yang terlalu aktif maka pasien dapat diobati dengan
kombinasi alpha-blocker dan terapi antikolinergik. Ketika gejala obstruksi outlet
mendominasi, agen penghambat alfa-adrenergik adalah pengobatan pilihan
pertama untuk gejala saluran kemih bagian bawah karena pembesaran prostat
jinak. Namun, alfa-blocker saja, 5-ARI saja, dan/atau kombinasi alfa-blocker dan
terapi 5-ARI telah menunjukkan kemanjuran paling tinggi ketika prostat
membesar seperti yang dinilai dengan kadar PSA, ultrasonografi transrektal
(TRUS) atau pada DRE.
b) Data laboratorium :
GDP : 140 mg/dL (nilai normal : < 120 mg/dL)
Berdasarkan data laboratorium GDP atau gula darah puasa pada
pasien yaitu 140 mg/dL yang melebihi batas normal yaitu < 120
mg/dL
Pada kondisi BPH dapat mengalami nyeri perut bagian bawah yang dapat
digunakan terapi analgesic seperti Paracetamol. Terapi untuk mengatasi nyeri perut
bagian bawah dapat diberikan pengobatan analgesik yaitu paracetamol, pada
kasus ini paracetamol digunakan dengan dosis 325-650 mg 4-6 jam sehari
(medscape), sehingga direkomendasikan Paracetamol dengan dosis 4 x 500 mg tiap 4 jam
digunakan jika nyeri saja.
Dan terdapat terapi non farmakologi yaitu dengan memperbaiki pola idup
dengan makan secara teratur dan mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat
mengontrol tekanan darah.
Monitoring :
a) Tes gula darah puasa (GDP) dilakukan jadwal pemantauan selama 1
bulan. Pasien berpuasa antara 8- 12 jam sebelum menjalani tes darah.
Kadar gula darah puasa pada pasien dinilai normal jika masih di
bawah 100 mg/dL, dan prediabetes jika kadarnya antara 100 hingga
120 mg/dL.
b) Pemeriksaan tekanan darah dilakukan jadwal pemantauan selama 1
bulan dengan melakukan tes
Indormasi :
Indikasi obat :
1. Alfuzosin dan dutasterid diindikasikan untuk mengatasi ngangguan prostat/BPH
2. Glibenclamid diindikasikan untuk antidiabetes
3. Paracetamol diindikasikan sebagai analgetik untuk pereda nyeri