Anda di halaman 1dari 15

DISPEPSIA FUNGSIONAL

1. Pengertian Dispepsia fungsional adalah gejala penyakit yang berasal dari


(Definisi) daerah lambung dan duodenum yang bersifat spesipik berupa
perasaan nyeri pada ulu hati,kembung sesudah makan,cepat
kenyang, perasaan terbakar pada ulu hati tanpa ditemukan
kelainan struktural setelah dilakukan investigasi termasuk
dengan alat endoskopi dan keluhan ini telah berlangsung selama
3 bulan dan onset terjadinya paling tidak sudah ada dalam 6
bulan terakhir.
2. Anamnesis Pada anamnesis dijumpai keluhan kembung sesudah
makan,perasaan cepat kenyang,adanya nyeri pada ulu hati atau
perasaan terbakar pada ulu hati.
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan,terkadang
Fisik hanya terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium.Pemeriksaan
lainnya bertujuan untuk menyingkirkan penyebab lain yang
dapat menimbulkan keluhan yang sama seperti pemeriksaan
palpasi abdomen apakah ada pembengkakan hati,nyeri mc
burney untuk appendisitis ,serta pemeriksaan palpasi dari
kandung empedu.
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan setelah anamnesis dijumpai gejala
Diagnosis dispepsia kemudian pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai
kelainan lain sebagai penyebab keluhan ,lalu dilakukan
investigasi baik dengan USG maupun endoskopi tidak dijumpai
kelainan organik seperti ulkus,tumor dan polip.Pemeriksaan test
CLO dan sejenisnya diperlukan untuk menilai adanya bakteri
H.pylori sebagai penyebab terjadinya dispepsia fungsional.
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
scintigraphi,manometri,barostat inflasi,tet parasetamol dan c-13
Oktanoid dibutuhkan bila ingin memastikan diagnosis terutama
digunakan untuk penelitian.
5. Diagnosis Gastro esophageal refluks disease ( GERD) Gastritis dan ulkus
Banding lambung Cholesistitis Angina Pectoris
6. Pemeriksaan a.Tes darah dan urin rutin
Penunjang b. E K G (Elektrokardiografi)
c.Endoskopi (Gastroskopi)
d.Test CLO untuk Helicobacter pylori
e.Scintigraphi
f.Manometri atau barostat inflasi
g.Parasetamol absorbsion test,c -13 octanoid acid test
7. Terapi 1.Obat Penekan Asam
- Omeprazol 10 mg dan 20 mg dosis 1 x 1 caps perhari
- Lansoprazol 15 dan 30 mg dosis 1 x 1 caps perhari
-Ranitidin 150 mg dosis 2 x 1 tab perhari
-Famotidin 20 mg dosis 2 x 1 tab perhari
2.Obat antispasmodik dan pelindung mukosa lambung
- Koloida bismuth dosis 2-4 x240 mg perhari
-Antasida,Sukralfat dan Misoprostol tidak signifikan
disbanding plasebo.
3.Obat promotiliti
- Metochlorpramid 10 mg dosis 3x 1 tab perhari
-Domperidon 10 mg dosis 3 x 1 tab perhari
-Obat yang mempengaruhi hipersensitifitas visceral
-Amintriptilin 25 mg dosis 1-3 x 1 tab perhari
4.Terapi eradikasi H.pylori.
Triple therapi :
- Lansoprazol 15 - 30 mg atau omeprazol 10-20 mg 2 x
1caps+ amoksisilin 2x 1 gr + clarithromysin 500 mg 2x 1
- atau Lansoprazol 2x1 caps + metronidazol 400 mg 2x
sehari+claritromysin 500 mg 2x1
Quadruple therapi :
- Lansoprazole 15-30 mg atau omeprazole 10-20 mg 2 x
1caps+bismuth 240 mg 2x sehari + metronidazole 400
mg 2-3x perhari + Tetracyclin 500 mg 4 x perhari.
Terapi pada resistensi
- Lanso prazole 15-30 mg atau omeprazol 10-20 mg 2x
perhari+ levofloksasin 250 mg atau 500 mg 1x1 tab dan
amoksisilin 1 gr 2x sehari.
- Bisa juga dengan Lansoprazol 15-30 mg atau omeprazol
10-20 mg + rifabutin 150 mg dan amoksisilin 1 gr 2x
perhari.
8. Kepusatakaan 1) Aro P,Talley N.J ,Ronkinen J,Storskrubb,at all, Anxiety is
associated with uninvestigated and functional dyspepsia (Rome
III criteria) in a swedish populationbased
study.Gastroenterology, 2009,137 : 94-100.
2) Moaeyyedi P , Soo S, Deeks J, at all , Systemattic review :
Antasida ,H2 reseptor antagonist,prokinetic,bismuth and
sucralfate therapy for non ulcer dyspepsia.Aliment pharmacol
ther, 2003 ,17 : 1215-1227.
3) O’Morain C , Role of Helicobacter pylori in functional
dyspepsia.World Journal Gastroenterology ,2006,12: 2677-
2680.
4) Rita B, Braden K , Functional dyspepsia .Ther Adv
Gastroenterology : 2010. P : 145- 164.
5) Samelli G ,Cuomo R , Janseen J ,at all ,Simptoms pattern and
pathophysiological mechanism in dyspeptic patients with and
without H.pylori .Dig .Dis.Sei.2008 ,48 p : 3165-5169.

DIABETES MELITUS
1. Pengertian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
(Definisi) metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2. Anamnesis - Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada
wanita
3. Pemeriksaan  Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang,
Fisik IMT
 Fungsi : Jantung, ginjal, mata
 Keadaan kaki, kulit dan kuku, gangren/ulkus
4. Kriteria  Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl, atau
Diagnosis  Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, atau
 Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram dengan TTGO
 HbA1C > 6,5
5. Diagnosis  Stress Hiperglikemia
Banding  Toleransi Glukosa Terganggu
 Glukosa Darah Puasa Terganggu
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang - Hb, Leukosit, laju endap darah
- Glukosa datrah puasa dan 2 jam sesudah makan
- Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, kreatinin
- SGPT, Albumin/Globulin
- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
- A1C
- Albuminuria mikro
2. Pemeriksaan Penunujang lain :
- EKG
- Foto toraks
- Funduskopi
- ABI
7. Terapi  Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
Karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%
Jumlah kalori basal per hari :
- Laki-laki : 30 kal/kgBB idaman
- Wanita : 25 kal/kgBB idaman
Penyesuaian terhadap kalori basal / hari berdasarkan status
gizi, usia, stres metabolik, aktivitas dan kehamilan
 Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali
seminggu selama ± 30 menit) Prinsip : Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
 Intervensi farmakologis
- Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea,
glinid Penambah sensitivitas terhadap insulin : Metformin,
tiazolidindion Penghambat absorpsi glukosa : penghambat
glukosidase alfa Golongan Incretin : Penghambat
Dipeptidyl Peptidase IV, GLP-1 mimetik dan analog
- Insulin
Indikasi :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8. Kehamilan dengan DM ? diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
9. Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar gula darah. Kalau dengan OHO tunggal
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi
dengan dua kelompok OHO yang berbeda mekanisme
kerjanya
GAGAL JANTUNG KRONIK
1. Pengertian Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis disebabkan oleh disfungsi
(Definisi) jantung dengan akibat berkurangnya aliran darah dan suplai oksigen ke
jaringan sehingga jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.
2. Anamnesis 1. Sesak napas, udema tungkai dan capai (kelelahan) merupakan gejala
khas gagal jantung.
2. Riwayat hipertensi, diabetes militus, hiperkolesterolemia, penyakit
jantung koroner, kelainan katup, kelainan vaskular perifer, demam
rematik, radiasi dada, penggunaan bahan kardiotoksik, alkoholisme,
penyakit thiroid.
3. Riwayat keluarga penyakit aterosklerosis, kardiomiopati, kematian
mendadak, penyakit gangguan konduksi, miopati skeletal.
4. Tidak ada hubungan antara gejala yang timbul dengan beratnya
disfungsi jantung yang terjadi dan prognosis penyakit
3. Pemeriksaan 1. Tanda-tanda klinis gagal jantung harus dinilai dengan pemeriksaan fisik
Fisik yang seksama meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
2. Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada gagal jantung kanan dan/atau
kiri antara lain : takikardia, takipneu, ronkhi basah, peningkatan
tekanan vena jugular, bunyi jantung gailop, ascites, hepatomegali. dan
edema tungkai.
4. Kriteria 1. Gejala gagal jantung pada saat istirahat ataupun saat aktifitas fisik
Diagnosis 2. Terdapat bukti objektif disfungsi jantung saat istirahat.
3. Respons terhadap terapi gagal jantung

Kriteria 1 dan 2 harus dipenuhi pada semua kasus gagal gantung


Terminologi Gagal jantung dibagi berdasarkan:

Heart failure with Reduced Ejection Fraction

- Gejala tipikal gagal jantung

- Tanda tipikal gagal jantung

- Berkurangnya Fraksi Ejeksi


Heart failure with Preserved Ejection Fraction

- Gejala tipikal gagal jantung

- Tanda tipikal gagal jantung

- Fraksi ejeksi normal atau sedikit berkurang

- Relevansi dengan penyakit jantung struktural (hipertrofi ventrikel kiri,


pelebaran atrium kiri,
- dan disfungsi diastolik)
5. Diagnosis 1. Sindrom Distress Pernapasan Akut
Banding 2. Asma bronkial
3. Syok Kardiogenik
4. Bronkitis kronik
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
6. Emfisema
7. Pneumonia
8. Emboli Paru
9. Gagal napas oleh karena penyebab lain.
6. Pemeriksaan A. Pemeriksaan Utama
Penunjang 1. Elektrokardiogram:
a. Sebagian besar gambaran EKG pada gagal jantung kronik adalah
abnormal. Normal EKG memiliki nilat prediksi negatif disfungsi
ventrikel kiri lebih dari 90%.
b. Gelombang Q dan LBBB merupakan pertanda penurunan fraksi
ejeksi yang baik.
c. Gambaran EKG dengan hipertrofi atrium kiri dan hipertroli
ventrikel kiri berhubungan dengan disfungisi sistolik atau
diastolik saja, tetapi memiliki nilai prediksi yang rendah.
d. Fibrilasi atrial, flutter atrial dan aritmia ventrikular sangat penting
sebagai faktor kausa maupun faktor penyerta gagal jantung.
e. Holler elektrokardiograf tidak memiliki nilai dalam diagnosis
gagal jantung ktonik dan hanya dilakukan pada pasien gagal
jantung kronik dengan aritmia yang simptomatik.
2. Foto toraks
a. Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan diagnostik
pendahuluan yang harus dilakukan pada kasus gagal jantung.
b. Nilal predisksi yang tinggi diperoleh bila interpratesi foto toraks
disertai temuan klinis dan gambaran anomali EKG.
c. Gambaran foto toraks yang bermanfaat untuk menilai gagal
jantung adalah tanda-tanda pembesaran jantung dan bendungan
paru.
d. Foto toraks juga dapat membantu dalam memberikan informasi
penyebab sesak napas yang lain.
3. Laboratorium : pemeriksaan laboratorium rutin untuk diagnosis
gagal jantung meliputi pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, lekosit,
trombosit, hematokrit), kadar elektrolit, kreatinin, glukosa, enzim
hepar, dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan yang dapat
dipertimbangkan adalah kadar CRP. TSH, kadar asam urat dan urea
darah dan pemeriksaari enzim jantung. Bila tersedia, pemeriksaan
BNP (brain natriuretic peptide) memiliki nilai prediksi yang
tinggi.Troponin T harus dilakukan pada penderita gagal jantung jika
gambaran kliniknya mengarah pada sindroma koroner akut.
4. Ekokardiografi : merupakan pemeriksaan pilihan untuk menilai
disfungsi jantung pada saat beristirahat.

B. Pemeriksaan Tambahan
1. Stress ekokardiografi : bermanfaat untuk mendeteksi iskemia
miokard sebagai penyabab disfungsi reversibel ataupun disfungsi
permanen.
2. Kardiologi Nuklir: tidak direkomendasikan secara rutin, meskipun
memiliki nilai diagnostik dan prognostik yang dapat dipercaya.
3. Treadmil test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosis gagal
jantung, meskipun demikian seseorang dengan kapasitas fisik
maksimal pada pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi gagal
jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi
utama pemerikasan treadmill gagal jantung adalah untuk menilal
fungsi, kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis.
4. Diagnostik Invasif:
Secara umum tidak direkomendasikan pada kasus gagal jantung
yang sudah pasti diagnosisnya, tetapi mungkin penting dalam
menjelaskan penyebab atau dalam memperoleh Informasi
diagnostik.
a. Kateterisasi jantung dapat dipertimbangkan pada :
i. penderita yang mengalami dekompensasi akut pada gagal
jantung kronik atau pada gagal jantung berat (syok atau edema
paru akut) yang tidak memberikan respons pada terapi awal.
ii. kardiomiopati dilatasi (DCM) untuk menyingkirkan
kemungkinan kelainan koroner.
iii. gagal jantung refrakter dengan etiologi yang belum jelas.
iv. regurgitasi katup mitral dan aorta berat.
b. Kateterisasi jantung tidak direkomendasikan pada
i. gagal jantung terminal.
ii. pada pasien yang bukan kandidat untuk tindakan
revaskularisasi kardiak atau operasi katup.
iii. penderita dengan anatomi arteria koroner yang sudah
diketahui tanpa episode baru intark miokard.
7. Terapi Tujuan Terapi antara lain :
1. Pencegahan
a. Mencegah dan mengontrol kelainan yang menyebabkan gangguan
fungsi jantung dan gagal jantung.
b. Mencegah terhadap progresifitas gangguan fungsi jantung menjadi
gagal jantung.
2. Morbiditas
Menjaga dan memperbaiki kualitas hidup.
3. Mortalitas
Meningkatkan harapan hidup.

Tahapan penatalaksanaan :
1. Pastikan bahwa penderita adalah penderita gagal jantung.
2. Pastikan adanya gambaran: edema paru. Sesak napas pada saat aktifitas,
capai, edema perifer
3. Nilai beratnya keluhan
4. Tentukan etiologi gagal jantung
5. Identifikasi faktor presipitasi dan eksaserbasi
6. Identifikasi kelainan penyerta yang berhubungan dengan gagal jantung
dan penatalaksanaannya.
7. Perkirakan prognosis penyakit
8. Antisipasi terhadap komplikasi yang terjadi
9. Berikan pengertian kepada pasien dan keluarga
10. Pilih penatataksaan yang sesuai
11. Monitor perkembangan penyakit dan penatalaksanaannya

Terapi farmakologik
1. Penghambat EKA
• Direkomendasikan sebagai first-line therapy.
• Dosis diberikan secara litrasi sampai dosis target dan bukan
berdasarkan perbaikan simtomatis
• Insufisiensi renal sedang (kreatinin serum < 2.5) dan tekanan darah
yang reletif rendah (tekanart sistolik  90 mmHg) pada penderita
asimlomatik bukan merupakan kontra - indikasi pemberian penghambat
EKA
• Kontra-indikasi absolut : stenosis arteri renalus bilateral,
angioedema karena penghambat EKA dan kehamilan.

Tabel 1. Obat – obat penghambat EKA


Obat Dosis awal Dosis target

Captopril 6,25 mg t.i.d 25-50 mg t.i.d


Enalapril 2.5mg b.i.d 10-20 mg b.i.d
Lisinopril 2.5-5.0 mg 0.d 20-35 o.d
Ramipril 2.5 mg o.d 5mg b.i.d
Trandolapnil 0.5 mg o.d 4 mg o.d

2. Diuretik
• Diberikan sebagai terapi simtomatik pada keadaan fluid overload.
• Selalu diberikan dalam kombinasi dengan penghambat EKA bila
memungkinkan.
• Terapi awal diuretik:
- loop diuretic atau thiazide.
- bila GFR<3O ml /min_jangan gunakan thiazide, kecuali sebagai
terapi kombinasi dengan loop diuretic.
Obat Dosis Awal Dosis harian Efek samping
(mg) (mg)
Loopdiuretic 20 – 40 40 – 240 Hipoklamia
Furosemide hipomagnesemia,
hiponatrerma.
Bumetanide 0,5 – 1.0 1– 5 Hiperurisemia
Intoleransi glukosa,
Torasemide 5 – 10 10-20 Gangguan asam-
basa
Thiazid.
Hydrochlorothiazide 25 12.5-100 Hipokalemia,
Hipomagnesimia,
Metolazone 2,5 2.5-10 Hiponatremia
Hyperuricaemia
Indapamide 2,5 2,5-5 Intoleransi gtukosa
Gangguan asam-
Bendoflumethiazide 2.5 2.5-10 Basa

+ACEI - ACEI +ACEI – ACEI


Potassium-sparing
diuretic 2,5 5 5-10 10-20 Hiperkalemia, rash
Amiloride 25 50 100 200 Hipekalemia
Triamterene 25 50 50 100-200 Hiperkalemia,
Spironolactone Ginekomestia.

Bila respon terhadap diuretik masih kurang


o Naikkan dosis diuretik
o Kombinasikan loop diuretic dan thiazide
o Pada kasus gagal kronik jantung yang berat dapat ditambahkan
metolazone dengan pengawasan kadar kreatinin and alektrolit yang
lebih sering.
• Potassium-sparing diuretic :
o Gunakan hanya bila terjadi hipokalemia setelah pemberian terapi
awal penghambat EKA dan diuretik.
o Pada keadaan Hipokalemia pottasium-sparing diuretik lebih baik dari
pada pemberian suplemen kalium.
o Mulai dengan pemberian dosis rendah selama 1 minggu kemudian
periksa kadar kalium dan kreatinin serum setetah 5-7 hari dan baru
dilakukan titrasi yang sesuai. Periksa ulang setiap 5-7 hari sampai
tercapai kadar kalium yang stabil.
3. Penyekat adrenoreseptor beta (- Blocker)
• Direkomendasikan pada penderita gagal jantung kronik ringan,
sedang dan berat yang stabil selama tidak ada kontra-indikasi.
• Penderita pasca IMA dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri,
dengan atau tanpa gejala, direkomendasikan untuk memberikan
terapi penyekat beta jangka panjang bersama-sama dengan
penghambat EKA.

Tabel 3. Penyekat adrenoresptor beta ( - Blocker)


Penyekat Dosis awal Titrasi Dosis Periode
Beta (mg) (mg/hr) Target Titrasi

Bisoprolol 1,25 2,5- 110 Minggu bulan


Metoprolol 5 3,75,7.5,10 150 Minggu bulan
Tartat 10-15-30-50-
75- 100

Metroprolol 12,5-25 25-50-100- 200 Minggu bulan


Succinate 3,125 200 50 Minggu bulan
Carvedilol 6,25-12,5-25-
50
4. Antagonis reseptor aldosteron
• Direkomendasikan pada gagal jantung tingkat lanjut (NYHA III-IV),
bersama-sama penghambat EKA dan diuretik untuk memperbaiki
harapan hidup dan morbiditas.
• Dosis 12.5 - 25 mg/hari, kecuali pada hiperaidosteron sekunder akibat
gangguan fungsi hepar dosis dapat dinaikkan sampai dengan 100
mg/hari.
5. Antagoni reseptor angiotensin II (Angiotensin II reseptor antagonist
=ARB)
• ARB dapat dipertimbangkan pada penderita NYHA kelas fungsional
II-IV yang tidak toleran terhadap penghambat EKA.
• Efektifitas ARB dalam menurunkan mortalitas masih belum sebaik
penghambat EKA.
• Kombinasi ARB dan penghambat EKA dapat memperbaiki gejala
gagal jantung dan mengurangi kekerapan dirawat di rumah sakit.

Tabel 4. Antagonis reseptor angiototensin II


Obat Dosis Awal Dosis Target

Losartan 50 mg o.d 150 mg o.d


Valsartan 40 mg b.i.d 160 mg b.i.d
Candesartan 4 atau 8 mg o.d 150 mg o.d

6. Ivabradine
Ivabradine adalah obat yang menghambat chanel If pada SA node.
Farmakologi efek yang diketahui adalah memperlamabat rate jantung
pada pasien dengan sinus ritim (tidak memperlambat rate pada atrial
fibrilasi). Ivabradine juga memperbaiki fungsi ventrikel kiri walaupun
tidak mengurangi outcome primer kematian karena kardiovaskuler ,
infark miokard dan masa rawatan
7. Glikosida jantung
• Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih baik dari pada hanya
menggunakan salah satu jenis saja.
• Merupakan obat pilihan pada keadaan fibrilasi atrial pada gagal
jantung bila irama ventrikular saat istirahat >80 dan saat aktifitas >110-
120 x/menit
• Dalam keadaan irama sinus, digoksin direkomendasikan untuk
memperbaiki status klinis pada keadaan gagal jantung persisten selain
dengan terapi penghambat EKA dan diuretik dengan EF <40%
8. Hidralazine dan Isosoride Dinitrat
Pengobatan H-ISDN dapat dipertimbangkan untuk menurunkan resiko
kematian dan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung.
Digunakan sebagai pengganti ACEI/ARB dimana keduanya tidak dapat
ditoleransi, juga sebagai tambahan terhaadap pengobatan ACEI jika
ARB atau antagonis aldosterone tidak dapat ditoleransi dan gejala
menetap walaupun sudah mendapatkan terapi ACEI,ARB,BB, antagonis
alodsterone. Peningkatan dosos dilakukan setelah 2-4 minggu
9. Vasodilator
• Tidak ada peran, spesifik vasodilator pada pengobatan gagal jantung
• Digunakan sebagal terapi tambahan pada kasus gagal jantung yang
disertai angina atau hipertensi.
• Pada keadaan intoleransi penghambat EKA, lebih baik dipakai ARB
dibandingkan dengan hidralazin—nitrat.
• Kombinasi hidralazin (sampai dengan 300 mg) dengan ISDN (sampai
dengan 160 mg) dapat diberikan bila tidak dapat diberikan penghambat
EKA don ARB.
10. Inotropik positif
• Secara umun digunakan pada episode gagal jantung yang berat atau
sebagai jembatan sebelum dilakukan transplantasi jantung.
• Terapi inotropik oral yang berulang atau lama meningkatkan angka
mortalitas.
• Obat inotropik positif:
- Dobutamin
- Milrinone
- Levosimendan
• Obat dopaminergik 97
- Ibopemine : tidak direkomendakina pada gagal jantung kronik
akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri.
- dopamine i.v. digunakan untuk koreksi gangguan hemodinamik
jangka pendek pada episode berat gagal jantung.
11. Antikoagulan
• Penderita gagal jantung dengan fibrilasi atrium harus diberikan
warfarin kecuali bila terdapat kontra-indikasi.
• Diberikan pada penderita gagal jantung dengan LVEF  35%
12. Antiplatetet
• Antiplatelet diberikart pada penderita gagal jantung yang didasari
PJK.
13. Antiarltmia
• Obat-obatan anti aritmia hanya diberikan pada gagal jantung dengan
ribritasi atrium, atrial flutter, non-sustained atau sustained VT.
• Antiarimia kelas I
- Harus dihindari
• Antiaritmia kelas II
- Penyekat beta dapat mengurangi kematian mendadak pada gagal
jantung.
• Antiaritmia kelas III
- Amiodarone merupakan satu-satunya obat anti aritmia tanpa efek
inotropik negatif dan terbukti dapat menurunkan angka mortallitas.

13. Statin
Dapat dipertimbangkan untuk semua pasien dengan gagal jantung dan
CAD. Tidak ada bukti statin meningkatkan angka keselamatan pasien
pada pasien ini tetapi statin dapat menurunkan risik angka masuk
rumah sakit
14. Nitrat dan Ca chanel Bloker
Dapat dipertimbangkan untuk mengurangi simpton angina pada pasien
gagal jantung dengan jantung koroner
ALGORITME DIAGNOSIS

Alur Diagnosa Gagal jantung kongsestif ESC Guidelines for the


diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
ALGORITME PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG

Pilihan terapi pada pasien gagal Jantung ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
8. Kepusatakaan 1) Dicksen Kenneth, Cohen-Solal Alain, Filippatos Gerasimos, et al. ESC
Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2008. European Society of Cardiology. 2008:29: 2388-2442.
2) Siswanto BB, Dharma S, Juzar DA dkk, Gagal Jantung.In : Pedoman
Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.2th ed. Jakarta :
PERKI ;2009: 265-291
3) Irmalita, Hersunarti Nani, Sunu Ismoyo, et al. Gagal Jantung Kronis.In:
Irmalita. Standar Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita. 3rd ed. Jakarta: Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita; 2009: 129-141.
4) McMurray John J V, Adamopoulos Stamatis, Anker Stefan D, et al. ESC
Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2012. European Society of Cardiology. 2012:33: 1787-1847

HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama untuk
(Definisi) penyakit jantung koroner, kejadian stroke, gagal ginjal kronik,
dan gagal jantung kongestif. Tujuan pengobatan hipertensi bukan
hanya menurunkan tekanan darah, melainkan menurunkan semua
kerusakan organ target. Untuk mencapai penurunan morbiditas
dan mortalitas yang optimal terhadap penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan hipertensi, maka harus dipikirkan pengaruh
pemberian terapi anti hipertensi terhadap patogenesis kerusakan
masing-masing organ target.

Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah

The Seventh Report of the Joint National Committee on


Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-VII, 2003) dan World Health
Organization – International
Society of Hypertension (WHO-ISH, 1999) telah memperbaharui
klasifikasi, defenisi, serta stratifikasi resiko untuk menentukan
prognosis jangka panjang. Pada tabel 1 diperlihatkan defenisi dan
klasifikasi tekanan darah dari JNC-VII 2003.

Tabel 1. Defenisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC VII


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi :
Derajat1 140 - 159 atau 90-99
Derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan 1. Riwayat Penyakit
Fisik - Lama dan klasifikasi hipertensi
- Pola hidup
- Faktor-faktor resiko kelainan kardiovaskular (tabel 3)
- Penyakit kardiovaskular
- Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
- Kerusakan organ target (tabel 4)
- Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah minimal 2 kali selang 2 menit
- Periksa tekanan darah lengan kontralateral
- Tinggi badan dan berat badan
- Pemeriksaan funduskopi
- Pemeriksaan leher, jantung, paru, abdomen dan
ekstremitas
- Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
- Urinalisa
- Darah : trombosit, fibrinogen
- Biokimia : kalium, natrium, kreatinin, GDS, profil lipid,
asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
- Foto rontgen dada
- EKG 12 lead
- Mikroalbuminuria
- Ekokardiografi
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis
Banding
6. Pemeriksaan
Penunjang
7. Terapi Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah
ke tingkat yang diinginkan, terapi farmakologis harus
diberikan. Pemilihan anti hipertensi lebih dianjurkan secara
individual berdasarkan patofisiologi, hemodinamik, kerusakan
organ target, adanya penyakit penyerta, demografik, efek
samping obat, kepatuhan terhadap regimen pengobatan, dan
biaya pengobatan.
Terapi tekanan darah yang harus dicapai dalam mmHg:
- Hipertansi tanpa komplikasi  < 140 / 90
- DM, penyakit ginjal  < 130 / 80
- Proteinuria (> 1 gr / 24 jam)  < 125 / 75
- Aortic Disection  < 120 / 80

Tabel 5. Klasifikasi obat anti hipertensi

Klasifikasi Nama Obat Dosis mg/hari


(frekwensi sehari)
Thiazide diuretics Chlorothiazide 125 – 500 (1)
(Diuril) 12.5 – 25 (1)
Chlorthalidone 12.5 – 50 (1)
Hydrochlorothiazid 1.25 – 2.5 (1)
e Indapamide
Loop diuretics Furosemide 20 – 80 (2)
Potassium-sparing Amiloride 5 – 10 (1-2)
diuretics Triamterene 50 – 100 (1-2)
Aldosterone Spironolactone 25 – 50 (1-2)
receptor blockers
Beta-blockers Atenolol 25 – 100 (1)
Bisoprolol 1.5 – 10 (1)
Metoprolol 50 – 100 (1-2)
Metoprolol extend 50 – 100 (1)
release Propanolol 40 – 160 (2)
Combined alpha – Carvedilol 12.5 – 50 (2)
and beta Labetalol 200 – 800 (2)
blockers
ACE-I Captopril 25 – 100 (2)
Enalapril 2.5 – 40 (1-2)
Fosinopril 10 – 40 (1)
Lisinopril 10 – 40 (1)
Perindopril 1 – 8 (1-2)
Quinapril 10 – 40 (1)
Ramipril 2.5 – 20 (1)
Trandolapril 1 – 4 (1)
Angiotensin II Candesartan 8 – 23 (1)
antagonists Irbesartan 150 – 300 (1)
Losartan 25 – 100 (1-2)
Telmisartan 20 – 80 (1)
Valsartan 80 – 320 (1)
Calcium channel Diltiazem extended 180 – 420 (1) 80 –
blockers – release Verapamil 320 (2) 120 – 360
non- immediate release (1-2) 120 – 360 (1)
Dihydropyridines Verapamil long
acting Verapamil

Tabel 5. Lanjutan klasifikasi obat anti hipertensi


Klasifikasi Nama Obat Dosis mg/hari
(frekwensi sehari)
Clacium channel Amlodipine 2.5 – 10 (1)
blockers – Feldipine 2.5 – 20 (1)
Dihydropyridines Nicardipine 60 – 120 (2)
Nifedipine 30 – 60 (1)
Alpha1-blockers Doxazosin 1 – 16 (1)
Prazosin 2 – 20 (2-3)
Central alpha2- Clonidine • – 0.8 (2)
agonists and Methyldopa 250 – 1.000 (2)
other centrally Reserpine 0.05 – 0.25 (1)
acting drugs
Direct Hydralazine 25 – 100 (2)
vasodilators
8. Kepusatakaan

Anda mungkin juga menyukai