Anda di halaman 1dari 13

Asfiksia dan Tenggelam

Pembimbing:
Fahmi Arif Hakim, dr., Sp.F

Disusun oleh:
Norelieza Nadia Binti Mohd Zain 11-2016-193
Nurul Najwa Binti Mustapa 11-2016-195
Eva Estrelita Cardoso Gomes 11-2016-345
Nanang Agung Permadi 11-2016-340
Putri Wibowo 11-2016-370
Harristi Friasari Adiati 11-2016-108
Yuni Inri Yanti 11-2016-056
Nadiah Binti Baharum Shah 11-2016-196
Nico Yansen 11-2016-336
Ivan Yoseph Saputra 11-2016-155

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik
RS Bhayangkara Tingkat II Sartika Asih Bandung
ASFIKSIA

Definisi

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan yang ditandai dengan


terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, sehingga mengakibatkan
penurunan oksigen darah (hipoksia), disertai peningkatan karbondioksida
(hiperkapnea). Di bidang forensik asfiksia pada dasarnya terjadi akibat obstruksi
saluran nafas pada tingkat manapun (mulai dari hidung atau mulut hingga alveoli),
namun pada kenyataannya asfiksia dapat terjadi karena penyebab lain diluar
obstruksi.1

Klasifikasi

Berdasarkan penyebab terjadinya, asfiksia dapat dibedakan menjadi:


1. Berkurangnya konsentrasi oksigen pada udara inspirasi, terjadi pada :
Suffocation.
2. Hambatan aliran udara pada orifisium eksterna (lubang hidung atau
mulut), terjadi pada : Smothering.
3. Hambatan aliran udara pada saluran nafas bagian dalam yang disebabkan
oleh obstruksi, terjadi pada : Gagging dan choking.
4. Hambatan aliran udara pada saluran nafas bagian dalam akibat tekanan
dari luar, terjadi pada : Strangulation dan hanging.
5. Pembatasan pergerakan dinding dada, terjadi pada :Traumatic (crush)
asfiksia.
6. Kegagalan transportasi oksigen dalam tubuh, misalnya pada keracunan
karbonmonoksida (CO).
7. Kegagalan penggunaan oksigen oleh jaringan, misalnya pada keracunan
sianida.2

Pembagian lain, adalah berdasarkan mekanisme hipoksia yang terjadi, antara lain:
1. Hipoksik-hipoksia: kegagalan oksigen masuk ke dalam paru-paru.
2. Anemik-hipoksia: darah yang tersedia tidakcukup untuk membawa
oksigen dalam memenuhi kebutuhan jaringan.

1
3. Stagnan-hipoksia: terjadi akibat kegagalan sirkulasi.
4. Histotoksik-hipoksia: oksigen yang terdapat dalam darah tidak dapat
dipergunakan oleh jaringan.

Hipoksik-hipoksia yang disebabkan oleh obstruksi saluran nafas, disebut


asfiksia mekanik. Yang tergolong pada asfiksia mekanik antara lain: penekanan
pada leher (manual strangulasi, ligature strangulasi, hanging), suffocation,
smothering, choking, drowning, asfiksia traumatik.

Mekanisme Kematian pada Asfiksia

Pada umumnya kematian pada asfiksia yang disebabkan oleh obstruksi jalan nafas
terjadi melalui 4 fase:
1. Fase dispnea
Hipoksia dan hiperkapnea yang terjadi merangsang pusat pernafasan di
medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi nafas akan
meningkat. Kompensasi lain yang terjadi adalah peningkatan denyut nadi,
peningkatan tekanan darah, dan mulai tampak tanda-tanda sianosis
terutama pada wajah dan tangan.
2. Fase konvulsi
Kadar CO2 yang tinggi menyebabkan terjadi rangsangan pada SSP
sehingga timbul kejang. Lebih lanjut, kekurangan oksigen yang
berkepanjangan menyebabkan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak,
sehingga pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah
menurun.
3. Fase apneu
Depresi pusat pernafasan semakin hebat. Kesadaran tambah menurun dan
terjadi relaksasi sfingter.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan lengkap, sehinga nafas berhenti, jantung
masih berdenyut beberapa saat setelah nafas berhenti.

2
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadi kematian bervariasi,
umumnya 4-5 menit, namun pada setiap fase dapat terjadi kematian mendadak
akibat henti jantung karena terjadi inhibisi vagal (reflex cardiac arrest). Inhibisi
vagal tercetus bila reseptor vagus terangsang oleh stimulasi sensoris yang eksesif,
sehingga mekanisme parasimpatis teraktivasi dan terjadilah ekstrim bradikardi
bahkan henti jantung.3

Drowning (tenggelam)

Definisi:

Tenggelam (drowning) adalah terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke


dalam cairan. Kematian oleh tenggelam merupakan kematian asfiksia yang
ditandai dengan masuknya air ke dalam paru-paru, diikuti dengan perubahan
elektrolit dalam darah. Beberapa istilah drowning :
1. Wet drowning
pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah korban
tenggelam.
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan akibat
spasme laryng.
3. Secondary drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam
air) dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion Syndrom
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks
vagal. Alkohol dan makanan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian asfiksia, dimana pada
asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada
kasus tenggelam terjadi perubahan elektrolit, baik dalam kasus tenggelam dalam
air tawar maupun dalam air asin.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, namun bisa juga
dikarenakan kasus pembunuhan atau bunuh diri. Dengan demikian di dalam
menghadapi kasus tenggelam, selain pemeriksaan ditujukan untuk menentukan

3
sebab kematian juga ditujukan untuk mengetahui cara kematiannya, kecelakaan:
pembunuhan atau bunuh diri.
Kematian yang disebabkan oleh tenggelam terjadi dalam beberapa tahapan
1. Korban masih terapung, diikuti dengan usaha-usaha untuk bertahan, sehingga
menyebabkan kelelahan dan dimulailah proses tenggelam.
2. Korban mencoba untuk menahan nafas, sampai akumulasi karbondioksida
telah mencapai batasnya, sehingga menstimulasi untuk bernafas yang
berakibat tertelannya air.
3. Air masuk ke tubuh oleh mekanisme batuk dan mual yang berlanjut dengan
adanya penurunan kesadaran.
4. Penurunan kesadaran yang berlanjut akan diikuti oleh aktivitas pernafasan
yang involunter yang mengakibatkan aspirasi air yang makin hebat. Gagal
nafas akan diikuti oleh kegagalan jantung pada 1-3 kasus.
5. Kematian terjadi dalam 2-3 menit. Kematian bervariasi dimulai tahap terapung
yang berkisar 0 menit. Survival rate dari tahap terapung di air asin rata-rata
80%, sedangkan di air tawar rata-rata 50%.1,2
Kematian pada tenggelam dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Asfiksia
2. Refleks vagal
3. Fibrilasi ventrikel (pada air tawar)
4. Edema pulmonal (pada air asin)

Pada orang yang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah
posisi, umumnya korban akan tiga kali tenggelam, hal ini dapat dikarenakan :
1. pada waktu pertama kali tenggelam, karena adanya gaya gravitasi ia akan
terbenam untuk yang pertama kali.
2. oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari pada berat jenis air, korban akan
mengapung. Oleh karena air masuk tertelan dan terinhalasi maka berat jenis
korban sekarang lebih besar dari pada berat jenis air, dengan demikian ia akan
tenggelam untuk kedua kalinya.
3. korban mati, maka pada dasar air akan terbentuk proses pembusukan dan
terbentuk gas pembusukan. Tubuh akan mengapung kembali karena adanya
gas pembusukan.

4
4. tubuh dapat pecah karena benda-benda disekitarnya, digigit binatang ataupun
karena proses pembusukan itu sendiri, dengan demikian gas pembusukan akan
keluar, tubuh korban akan terbenam untuk ketiga kalinya dan yang terakhir.

Mekanisme Tenggelam

Oleh karena pada karena pada kasus tenggelam, bukan hanya sekedar
masuknya cairan kedalam saluran pernafasan, akan tetapi merupakan hal yang
cukup kompleks. Efek yang terjadi terhadap tubuh dan kelainan yang disebabkan
karena tenggelam berbeda-beda satu sama lainya, dimana semua itu berdasarkan
dari air yang menyebabkannya : hypotonic atau hypertonic.3

Tenggelam Pada Air Tawar

Air tawar merupakan cairan yang hypotonic jika dibandingkan dengan


cairan plasma, sehingga ketika seorang tengggelam pada air tawar maka air akan
masuk kedalam paru-paru, kamedian terjadi perpindahan cairan dari alveoli
kedalam system vascular, ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan
osmotic antara air yang ada di paru-paru dengan plasma. Perpindahan cairan ini
dapat meningkatkan volume darah sebanyak 50% per menit sehingga terjadinya
hemolisis dari sel darah merah.
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan
ini dengan melepaskan in kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion
kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++
dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian
akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. 1

Tenggelam Dalam Air Asin

Air laut merupakan cairan yang hypertonic jika dibandingkan dengan


cairan plasma. Sehingga pada kasus korban tenggelam pada air laut, maka dengan

5
perbedaan tekanan osmotic yang ada terjadi perpindahan cairan dari plasma
kedalam ruang rongga alveolar di dalam paru-parunya. Berkurangnya kandungan
cairan darah( hemokonsentrasi) dapat terjadi sekitar 42%. Banyaknya jumlah
cairan di dalam jaringan paru-paru mengakibatkan terjadinya edema pulmonum
yang hebat dalam waktu yang elatif singkat. Pertukaran elektrolit dari air asin
kedalam darah mengakibatkan menigkatnya hematrokit dan peningkatan kadar
natrium plasma serta klorida. Fibrilasi ventrikel tidak terjadi, tetapi terjadinya
anoksia pada myocardium dan disertai peningkatan viskositas darah yang
menyebabkan terjadinya payah jantung.

Pemeriksaan Luar Pada Kasus Tenggelam

Pemeriksaan luar kasus tenggelam, kita dapat menemukan:


1. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda–
benda asing lain yang terdapat dalam air.
2. Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata – rata 5 F
permenit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau
6 jam.
3. Lebam mayat (livor mortis) akan tampak jelas pada bagian dada, leher dan
kepala. Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan
lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO.
4. Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung–gelembung pembusukan, terutama
pada bagian atas tubuh dan scrotum serta penis pada pria dan labia mayora
pada wanita. Kulit telapak tangan dan kaki dapat mengelupas.
5. Washer woman’s hand, telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan
berkeriput yang disebabkan karena pengaruh dari cairan pada kutis dan
biasanya membutuhkan waktu lama.
6. Gambaran kulit angsa (goose-flesh,cutis anserina), sering dijumpai. Keadaan
ini terjadi selama interval antara kematian somatic dan seluler, atau perubahan
post mortal karena terjadinya rigor mortis pada mm.erektor pili. Cutis
anserina tidak mempunyai kriteria diagnostik.

6
7. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada
mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut dimulai
dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan, yang merangsang
terbentuknya mucus. Busa halus putih terbentuk saat substansi ini bercampur
dengan air dan surfaktan dari paru dan terkocok oleh adanya upaya pernafasan
yang hebat.
8. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuk pseudofoam yang
berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan.
9. Mata setengah terbuka atau tertutup. Perdarahan berbintik (ptechial
haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua kelopak mata bagian bawah.
10. Pada pria, genitalianya dapat mengerut, ereksi atau semiereksi; yang tersering
dijumpai adalah semiereksi.
11. Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda
bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsy.
12. Cadaveric spasm, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan bahwa
berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan,
batu atau rumput yang tergenggam. Adanya cadaveric spasm menunjukan
bahwa korban masih hidup pada saat terbenam.
13. Luka–luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda–benda di
sekitarnya. Luka–luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak
jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.
14. Pada kasus bunuh diri, di mana korban dari tempat yang tinggi terjun ke
sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga
menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher.
15. Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa
kasusnya merupakan kasus pembunuhan.
16. Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka harus
dipikirkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana; misalnya setelah diberi
racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud mengacaukan
penyidikan.2,3

Pemeriksaan Dalam Pada Kasus Tenggelam

7
Bila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan dan
pengambilan kesimpulan menjadi sulit. Pemeriksaan terutama ditujukan pada
sistem pernafasan, busa halus putih terdapat mengisi trachea dan cabang-
cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda
asing yang ikut terinhalasi bersama air.
Benda asing dalam trachea dapat tampak secara makroskopik misalnya,
pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya. Sedangkan yang
tampak secara mikroskopik di antaranya telur cacing dan diatome (ganggang
kersik).
Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan,
perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter alveoli
atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 sentimeter), terjadi karena
robeknya partisi inter alveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak ini
disebut bercak ”paltauf” , sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan
tersebut. Bercak ”Paltauf” berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada
bagian bawah paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar baga
paru.
Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara daerah
yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman
bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-paru
normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah dipijat
dengan dua jari. Gambaran paru-paru seperti tersebut dikenal dengan nama
”emphysema aquosum” atau ”emphysema hydroaerique”. ”emphysema aquosum”
dijumpai pada sekitar 80 persen kasus tenggelam dan adanya kelaianan tersebut
merupakan bukti kuat bahwa kematian korabn karena tenggelam. Mekanisme
terjadinya ”emphysema aquosum” dan adanya busa dalam saluran pernafasan,
merupakan kelainan yang khas untuk tenggelam, terinhalasinya air akan
mengiritasi membran mukosa dari saluran pernafasan dan menstimulir sekresi
mukus. Pergerakan pernafasan dari udara yang ada dalam saluran pernafasan
mengocok substan tersebut sehingga terbentuk busa.

8
Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung
kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang berwarna
merah gelap dan cair, tidak ada bekuan. Dapat juga ditemukan paru-paru yang
”biasa” karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke
dalam aliran darah (melalui proese imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus
tenggelam di air tawar.
Kongesti pada larynx merupakan kelainan yang berarti. Paru-paru
biasanya sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada
permukaan tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal. Edema dan
kongesti paru-paru dapat sangat hebat hingga berat paru-pau dapat mencapai 700-
1000 gram, dimana berat paru-paru normal adalah sekitar 250-300 gram.
Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan.Lambung dapat
sangat membesar, berisi air, lumpur dan sebagainya yang mungkin pula terdapat
dalam usus halus.1,3

Pemeriksaan Laboratorium:

a. Pemeriksaan darah jantung


Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan berat jenis dan kadar
elektrolit pada darah yang berasal dari bilik kiri dan bilik kanan. Bila tenggelam
di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit di dalam jantung kiri lebih rendah dari
jantung kanan. Sedangkan tenggelam di air asin, yang terjadi sebaliknya. Hal ini
terjadi karena proses hemodilusi atau hemokonsentrasi pada darah. Pemeriksaan
elektrolit yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan kadar klorida dan magnesium
pada bilik kanan dan bilik kiri jantung. Perbedaan elektrolit lebih dari 10 % dapat
menyokong diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang bermakna. Adanya
perubahan–perubahan yang terjadi pada elektrolit dalam darah yang terjadi
setelah kematian membuat tes ini menjadi kurang berguna, apalagi jika antara
saat kematian dan penemuan mayat terpaut rentang waktu yang lama.

b Pemeriksaan diatom
Pemeriksaan diatom merupakan pemeriksaan yang paling banyak
dilakukan, karena cukup relevan.

9
Diatom adalah ganggang bersel satu dengan dinding terbuat dari silikat
yang tahan panas dan asam kuat. Ada sekitar 15.000 spesies diatom yang
diketahui, hampir setengahnya ada di air tawar, termasuk sumur, kolam, danau,
dan sungai, sebagian lagi hidup di air laut, dan air payau, sebagian kecil terdapat
di udara.
Pada tahun 1941 Incze menunjukkan bahwa pada kasus tenggelam, diatom
dapat masuk ke sirkulasi melalui paru–paru lewat kerusakan dinding kapiler
alveoli. Kemudian akan tersebar ke seluruh jaringan tubuh dan dapat ditemukan
pada beberapa organ seperti otak, hati, dan sumsum tulang. Penggunaan diatom
sebagai tes diagnostik berdasarkan hipotesis bahwa diatom tidak akan memasuki
sirkulasi sistemik dan didepositkan dalam organ–organ seperti sumsum tulang
kecuali bila sirkulasi masih berfungsi yang mengindikasikan bahwa korban masih
hidup ketika berada di air.
Pemeriksaan diatom sulit dilakukan mengingat dapat terjadi kontaminasi,
diatom juga dapat ditemukan pada organ–organ tubuh walaupun bukan pada kasus
tenggelam, diatom dapat memasuki sirkulasi lewat saluran gastrointestinal pada
makanan yang terkontaminasi diatom seperti pada tanaman air, kerang-kerangan
dan siput.
Kontaminasi harus sedapat mungkin dicegah, penemuan diatom pada
sumsum tulang merupakan indikasi kuat terjadi tenggelam. Diatom yang
ditemukan pada organ–organ tubuh harus sama dan sejenis dengan diatom yang
diambil dari air tempat kejadian korban tenggelam.
Pemeriksaan diatom dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru
ditemukan diatom sebanyak 5 per lapang pandang besar, atau bila ditemukan dari
sediaan sumsum tulang sebanyak 1 per lapang pandang besar.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat yang segar. Bila
mayat telah membusuk, pemeriksaan dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet,
atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang
bermakna, sebab dapat berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan
terhadap air minum atau makanan.
Untuk mencari diatom, paru harus didestruksi dulu dengan asam sulfat
dan asam nitrat, kemudian disentrifuge dan dilihat endapannya di bawah
mikroskop dan akan tampak cangkang silikat. Diatom juga dapat dicari dalam

10
darah dari jantung yang dincerkan dengan air hingga terjadi hemolisa, kemudian
disentrifuge dan diperiksa endapannya di bawah mikroskop. Pada keadaan di
mana tubuh korban telah hancur, maka diatom diambil dari sumsum tulang dan
dilakukan proses yang sama.
Oleh karena diatom banyak terdapat dialam dan tergantung musim, maka
tidak ditemukannya diatom tidak menyingkirkan bahwa korban bukan mati
tenggelam.2

Diagnosis tenggelam :

Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka diagnosis


kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan
yang teliti dari:
- pemeriksaan luar
- pemeriksaan dalam
- pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan
berat jenis serta kadar elektrolit darah.
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam
dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila
disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet, atau diatom pada
sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi makin pasti.1

Daftar Pustaka

1. Budiyanto A, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran


Forensik FKUI; 1997.p.3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.

11
2. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu
Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta:
2008.
3. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan,2007.

12

Anda mungkin juga menyukai