Anda di halaman 1dari 28

ASFIKSIA MEKANIK

Disusun oleh :
Dewi Fortuna
Fahmi Fathul Rahman
Putri Nurani
Putri Puspita
Raedita Ajeng Kirana

DOKTER PEMBIMBING
DR. JIMS FERDINAN POSSIBLE, SP.F., M.KED FOR
DEFINISI ASFIKSIA
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan
oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh
mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian
(Budiyanto, 1997)

Asfiksia dalam bahasa indonesia disebut “mati lemas”.


Sesungguhnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata
asfiksia ini berasal dari bahasa Greek yang berarti “tidak
berdenyut”, sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi
sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah
pernapasan berhenti. Sehingga istilah yang tepat secara
terminologi kedokteran ialah anoxia atau hypoxia. (Hoediyanto,
2012)
JENIS-JENIS ANOXIA

1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia) => Tidak ada atau tidak


cukup O2, dan adanya hambatan mekanik dari luar
maupun dari dalam jalan nafas.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia) => Dimana tidak
cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia) => Tidak
lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini
bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia) => Gangguan
terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif.
Ada 4 stadium gejala / tanda dari
asfiksia
Fase akhir / terminal /
Fase dispneu / sianosis Fase konvulsi Fase apneu
final
• Berlangsung kira-kira • Berlansung kira-kira 2 • Berlangsung kira-kira • Paralisis pusat
4 menit. menit. 1 menit. pernapasan lengkap.
• Pernapasan terlihat • Awalnya berupa • Depresi pusat • Denyut jantung
cepat, berat. kejang klonik lalu pernapasan (napas beberapa saat masih
• Nadi teraba cepat. kejang tonik kemudian lemah), kesadaran ada lalu napas terhenti
• Tekanan darah terukur opistotonik. menurun sampai kemudian mati.
meningkat. • Kesadaran mulai hilang dan relaksasi
hilang, pupil dilatasi, spingter.
denyut jantung
lambat, dan tekanan
darah turun.
PENYEBAB
ASFIKSIA

ASFIKSIA ASFIKSIA NON


MEKANIK MEKANIK

1. Traumatik 1. Karena faktor penyakit


2. Non traumatik atau Alamiah.
2. Karena faktor zat beracun
(dari dalam maupun dari
luar tubuh).
Tanda POST MORTEM Asfiksia
PEMERIKSAAN LUAR
Trias Asfiksia
1. Sianosis kebiruan
2. Ptechie bintik perdarahan (kulit) / tardieu’s spot (organ).
3. Buih/ busa halus sukar pecah

Pembuluh darah kapiler di


Ptechie di bawah telinga Buih halus sukar pecah bawah kuku kebiruan
Tanda POST MORTEM Asfiksia
Pemeriksaan luar

Injeksi konjungtiva
keluar cairan tubuh
Lebam mayat lebih gelap

periksa cairan mani Lebam mayat lebih gelap Bintik perdarahan pada
konjungtiva
Klasifikasi Asfiksia Mekanik
Penekanan otot
Penekanan sal pernapasan dada dan Saluran nafas terisi
nafas perut air
Penutupan dan
sumbatan salura Penutupan lokal
nafas daerah wajah

Gantung Burking tenggelam

Ekstraluminer
Sufokasi
(bekap)
Jerat

Intraluminer
(sumpal, sedak)
Cekik
Gambaran Post Mortem
1. Tanda Gantung pada Leher
 Tanda jejas atau luka jelas dan dalam
 jejas tidak cuntinue (tidak melingkar utuh/ ada daerah yang
hilang) dan terletak setinggi jakun atau di atas jakun serta
berbentuk miring atau sedikit miring.
 Warna jejas coklat kemerahan (lecet akibat tali yang kasar)
 Sering ditemukan ekimosis pada kulit disekitar jejas.
 Dapat ditemukan fraktur tulang leher
 Lebam mayat ditemukan di daerah tepi atas dari jejas
2. Tanda- tanda asfiksia
tali dan pada daerah tungkai bawah.
• Sianosis kebiruan
• Ptechie bintik perdarahan (kulit)/tardieu’s spot (organ).
• Buih/ busa halus sukar pecah
• Lidah kadang terjulur
• Mata melotot
• Keluar air mani dan feses
Gambaran Post Mortem
1. Tanda Penjeratan pada Leher
 Jejas tidak sejelas jejas gantung
tetapi sangat bervariasi.
 Dijumpai jejas/ luka lecet yang melingkar
leher, jejas continue (melingkar utuh).
 Arah jerat biasa disertai luka lecet atau
luka memar disekitar jejas.
 Tidak pernah ada ekimosis.
 Lebam mayat ditemukan di daerah tepi atas dari jejas tali
dan di daerah tubuh lain yang letaknya terendah, sesuai
posisi tubuh saat peristiwa terjadi.
2. Tanda- tanda asfiksia
• Sianosis kebiruan.
• Ptechie bintik perdarahan (kulit)/tardieu’s spot (organ).
• Buih/ busa halus sukar pecah.
• Darah lebih gelap dan encer.
Gambaran Post Mortem
1. Tanda Pencekikan pada Leher
 Dijumpai luka lecet yang tidak melingkar leher.
 Luka tidak countinue dan terletak di atas atau dibawah jakun.
 Luka sering berbentuk garis datar (asimetris) atau cetakan kuku.
 Dijumpai wajah sembab.
 Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain pada hampir seluruh
tubuh, dan luka lecet atau memar di daerah leher yang
merupakan upaya perlawanan
 Lebam mayat ditemukan di daerah tubuh yang letakknya
terendah sesuai posisi tubuh saat peristiwa terjadi.

2. Tanda – tanda Asfiksia


• Sianosis kebiruan
• Ptechie bintik perdarahan (kulit)/
tardieu’s spot (organ).
• Buih/ busa halus sukar pecah
Pembekapan (Smothering)
Pembekapan (Smothering)
Suatu keadaan tertutupnya lubang-lubang external dari
jalan napas (mulut dan hidung) secara mekanis oleh
benda padat atau bahan yang terdiri dari partikel-partikel
kecil, misalnya: pasir, lumpur, abu dan salju
Gambaran Post Mortem
1. Tanda-tanda kekerasan
2. Terdapat tanda-tanda asfiksia berupa
- tergantung dari jenis benda yang digunakan darah gelap dan encer, wajah sianosis,
dan kekuatan menekan. ekimosis, dan perdarahan conjunctiva.
- luka lecet jenis tekan atau geser, jejas bekas
jari/kuku dimulut hidung dan sekitarnya
- Sering didapatkan memar dan robekan pada
bibir (terutama bagian dalam)
- Bila alat yang dipakai adalah tangan atau
bantal, terdapat sedikit bekas-bekas scarffing
disekitar mulut dan hidung.
Tersedak (Choking dan Gagging)
Sumpal (gagging) Sendak (choking)
sumbatan jalan nafas oleh suatu sumbatan jalan nafas oleh suatu
benda atau sisa benda asing benda atau sisa benda asing
(corpus allenum) di daerah (corpus allenum) di daerah
orofaring laringofaring
Gambaran Post Mortem
1. Dalam rongga mulut (orofaring atau laringofaring) didapatkan sumbatan
(makanan atau benda)
2. Wajah sembab
3. Terdapat tanda-tanda asfiksia berupa darah gelap dan encer,, ekimosis, dan
perdarahan conjunctiva.
4. Kadang – kadang kematian dapat terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda –
tanda chocking, terutama pada kematian akibat refleks vagal atau memberikan
kesan adanya serangan jantung (Café Coronaries)
5. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain pada hampir seluruh tubuh
(upaya perlawanan).
Sufokasi
Sufokasi
Peristiwa sufokasi dapat terjadi jika
oksigen yang ada di udara lokal
kurang memadai.

Sufokasi Terperangkap Sufokasi penutupan


Sufokasi lingkungan
(entrapment) lokal daerah wajah
Masuk ke lingkungan
Terjebak di rungan
kurang oksigen Oksigen menghilang
tertutup (lemari, lift,
(ketinggian, bawah karena penutupan
peti)
tanah)
Gambaran Post Mortem
1. Sering dijumpai mulut menganga
2. Dijumpai wajah sembab.
3. Kekerasan bagian tubuh lain pada
hampir seluruh tubuh (upaya
perlawanan)
4. Terdapat tanda-tanda asfiksia yang
jelas berupa darah gelap dan encer,
wajah sianosis, ekimosis, dan
perdarahan conjunctiva.
Crush Asphixia (Traumatic Asfiksia)

Crush Asphixia
Penekanan permukaan dada dan perut
oleh suatu benda yang berat, sehingga
otot pernafasan tertekan mengakibatkan
rongga dada dan paru-paru tidak dapat
mengembang. misalnya tertimbun pasir, tanah
longsor, runtuhan tembok, pohon yang
tumbang atau tebing yang runtuh dan pada
pembunuhan (burking).
Gambaran Post Mortem

 Dijumpai jejas pada permukaan dada dan perut.


 sering disertai tanda-tanda patah tulang dada.
 Dijumpai wajah sembab.
 Perdarahan rongga dada dapat dijumpai.
 Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain pada
hampir seluruh tubuh (upaya perlawanan).
 Tanda-tanda asfiksia sangat jelas.
Saluran nafas terisi air
Drowning
Peristiwa dimana terjadi penutupan saluran nafas oleh
cairan (aspirasi).

Morfologi paru Cara kontak denga air Lokasi tenggelam

Drowning Submersi Immersi


Drowning dry True Air tawar Air asin
Wet on on
Tidak Terjadi
teraspirasi Kontak Pengaru
aspirasi dengan h obat- Hemokonsentra
masuk ke
alveolus cairan ke air (pada obatan / Terjadi si sekitar 42%,
alveolus suhu penyakit hemodilus air akan ditarik
yang tetapi i (72%, air ke jaringan
Terhirup ekstrem ditemuk masuk ke interstitial paru
Morfologi paru Lama di air
cairan atau an darah), ↓
benturan meningg mengakib - edema paru
Primer Sekunder dengan al di atkan - Hipovolemik
Setelah permuka dalam hemolisis. - magnesium
Segera di an air) air. darah ↑.
dalam air diangkat dari
air
Gambaran Post Mortem
 Pakaian basah
 Ditemui buih halus sukar pecah yang encer pada saluran nafas dan lubang hidung
 Cadaveric spasme yang menggenggam pasir, lumpur (kasus drowning yang baru)
 Cutis anserima/ bulu kulit berdiri. Akibat dari muskulus elector pilii akibat suhu air
dingin (pada kasus drowning yang baru)
 Dijumpai tanda maserasi kulit kekeriputan pada kulit di telapak tangan dan kaki akibat
absorpsi cairan berlebih di jaringan kutis (kasus drowning baru)
 Washer woman’s hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan
berkeriput
 Dijumpai tanda asfiksia yang sangat jelas
 Kadang terdapat luka berbagai berbagai jenis pada yang tenggelam di pemandian atau
yang meloncat dari tempat tinggi yang dapat merobek paru, hati, otak atau iga
 Dijumpai cairan dan artefage air (diatome dan lumpur) pada saluran nafas/ paru-paru
dan lambung.
 Dijumpai oedema organ pada drowning air asin.
Cutis anserina Cadaveric spasm menggenggam
pasir lumpur

Washer womans hand


KESIMPULAN

Perlunya mempelajari asfiksia mekanik agar


kita dapat mengetahui ciri-ciri dan perbedaan
dari berbagai penyebab kematian yang
disebabkan asfiksia mekanik terutama melalui
pemeriksaan luar dalam membantu
pengungkapan sebuah kasus pidana.
DAFTAR PUSTAKA
 Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik.
Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.
 Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.
 Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology
And Toxicology. p454-474.
 Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
 Hoediyanto. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi 7. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012.
 Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold;
1985. p87-104.
 Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India;
2003. p105-123.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai