Klasifikasi Trauma Laring Menurut Schaefer, trauma laring dibagi menjadi 4 kelompok,
berdasarkan kerusakan yang terjadi, yaitu3,8: 1. Laserasi ringan, hematom ringan dan tidak
ada tanda fraktur. 2. Edema, hematom, kerusakan mukosa ringan tanpa disertai kartilago yang
terpapar dan fraktur tanpa adanya perubahan posisi. 3. Edema yang masif, robekan mukosa,
kartilago terpapar, fraktur dengan perubahan posisi dan immobilitas pita suara.
Manifestasi Klinis
Tata Laksana
Berat → fraktur dan dislokasi tulang rawan, laserasi mukosa → sumbatan jalan
napas ditandai dengan stridor dan dispnea, disfonia/afonia, hemoptysis,
hematemesis, disfagia, odinofagia, emfisema subkutis
Kebanyakan terjadi trauma pada kepala dan dada → penurunan
kesadaran dan sesak napas, namun hal ini tidak bisa langsung
trakeostomi karena akan sulit untuk dekanulasi dikemudian hari
Pendekatan diagnosis → pemeriksaan laringoskopi langsung/tidak
langsung, foto jaringan lunak leher, foto toraks, dan CT scan →
tatalaksana
o Tatalaksana konservatif
Istirahat suara, humidifikasi dan pemberian kortikosteroid untuk meredakan
edema mukosa laring, hematoma, atau laserasi ringan → TANPA gejala
sumbatan laring
o Tatalaksana eksploratif
Indikasi
Sumbatan jalan napas yang membutuhkan trakeostomi
Emfisema subkutis progresif
Laserasi mukosa luas
Tulang rawan krikoid terbuka
Paralisis bilateral pita suara
Cara → membuat insisi kulit horizontal untuk reposisi tulang rawan yang
mengalami dislokasi atau fraktur, menjahit mukosa robek, menutup dengan
flap/graft, t-tube
Berikut adalah tabel penyebab tersering dari obstruksi jaluran napas berdasarkan lokasinya
Kita juga bisa mengetahui letak level obstruksi berdasarkan suara napas, apabila terdapat
suara stridor saat inspirasi berarti ostruksinya ada di extrathorakal/ di atas pita suara
Mengi saat ekspirasi berarti di intratorakal/ di bawah vocal cords
Kalau ada inspiratori dan ekspiratori stridor/ wheezing berarti tepat aatau di bawah vocal
cords
Berikut adalah derajat klasifikasi sumbatan jalan napas atas berdasarkan kriteria Jackson
Tanda
Stadium
Berikut adalah pathogenesis dan patofisiologi dari beberapa etiologic sumbatan jalan napas
Pemeriksaan penunjang
yang bisa dilakukan
laringoskopi
Tata laksana
Prinsipnya: usaha untuk mencapai jalan napas bagian atas yang normal
Konservatif:
O2
Steroid : larynx edema
AB : jika ada infeksi
Antiinflamasi
Pada obstruksi total:
Prosedur tanpa endoscopy
Prosedur penyelamat
Pada anak usia di atas 1 tahun, untuk mengeluarkan benda asing bila anak
sadar dapat dilakukan dengan cara manuver Heimlich. Penolong berdiri di
belakang korban dan meletakan letak lengan di bawah lengan korban
mengelilingi pinggangnya. Tangan penolong dikepalkan dan diletakan di
antara pusar dan tulang dada penderita. Raih kepalan tangan dengan tangan
lainnya dan entakan ke arah atas dan belakang tubuh penderita sebanyak 5
kali.
Prosedur penyelamat
o Intubasi
o Cricothyrotomy
o Tracheostomy
Posisikan Pasien pada posisi telentang dengan kepala ekstensi
Memegang laringoskop dengan spatel bengkok dan dipegang dengan tangan
kiri
Memasukkan laringoskop melalui mulut sebelah kanan sehingga lidah
terdorong ke sebelah kiri
Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula
Arahkan laringoskop ke atas sehingga pita suara dapat terlihat
Masukkan pipa endotrakea dengan tangan kanan sampai masuk ke melalui
celah antara kedua pita suara ke dalam trakea
Kemudian mengisi balon dengan udara dan melakukan fiksasi pipa endotrakea
Trakeostomi
Indikasi :
1. Posisikan pasien pada posisi tidur telentang (ekstensi kepala pada atlanto oksipital →
trakea akan terletak pada garis median)
2. Asepsis dan antisepsis dan tutup dengan kain steril
3. Lakukan anastesi infiltrasi dengan novokain pada pertengahan krikoid dengan fosa
suprasternal
4. Melakukan sayatan kulit (-/+ 5 cm)
a. Vertikal → di bawah krikoid sampai fossa suprasternal
b. Horizontal → pertengahan jarak kartilago krikoid dengan fosa suprasternal (2
jari dibawah krikoid orang dewasa)
5. Memisahkan jaringan dermis dengan epidermis dan menarik ke lateral dengan pengait
tumpul sampai tampak jelas cincin trakea
6. Jika tidak tampak cincin trakea → lakukan pembebasan ismus tiroid
7. Atasi perdarahan
8. Aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea
a. Untuk memastikan benar trakea → akan terasa ringan dan udara yang terisap akan
menimbulkan gelembung udara
9. Membuat stoma dengan memotong cintin trakea ke tiga dengan gunting yang
tajam
10. Memasang kabul trakea dengan ukuran yang sesuai
11. Fiksasi kanul yang terpasang
Perawatan paska trakeostomi
Krikotirotomi
Krikotirotomi adalah tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat napas dengan
membelah membran krikoid.
Teknik:
1. Tidur telentang, kepala ekstensi pada artikulasio atlantooksipitalis
2. Identifikasi puncak kartilago tiroid (Adam’s apple) dengan jari tangan kiri
3. Telunjuk tangan kanan menelusuri dari kartilago tiroid ke bawah hingga
meraba kartilago krikoid
4. Infiltrasi dengan anestesi dan buat sayatan horizontal, pisahkan jaringan di
bawah sayatan
5. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau ke arah bawah
6. Masukkan kanul maupun pipa plastik jika tidak tersedia
Kontraindikasi:
Anak usia <12 tahun
Tumor laring yang meluas ke subglotis
Laringitis
Komplikasi:
Stenosis subglotik → jika kanul dibiarkan terlalu lama karena akan mengiritasi
jaringan sekitar subglotis → jaringan granulasi → harus diganti dengan
trakeostomi dalam 48 jam
Etiologi sumbatan di trakea ada Trakeomalasia, benda asing, tumor, stenosis trakea,
sementara di bronkus ada Aspirasi amnion intrauterine, sekret dan eksudat (benda asing
endogen), peradangan → edema, fibrosis, sikatriks, obat-obatan → opiat, sulfas atropin
(mengentalkan sekret), pembedahan (obat premedikasi, obat pasca bedah, narkosis, bedah
toraks dan abdomen, posisi tidur pasca bedah), tumor, kelenjar getah bening, alergi (e.g asma)
benda asing eksogen
Sementara itu berdasarkan lokasi sumbatan bronkus, terbagi dalam lumen bronkus, kelainan
dinding trakeobronkial, dan kelainan luar traktus trakeobronkial
Di dalam lumen bronkus etiologinya : - Benda asing eksogen (e.g gigi yang copot)
Gejala:
1. Suara mengi
2. Dyspnea
3. Asfiksia
Pemeriksaan fisik:
Atelektasis
Emfisema
Komplikasi:
1. Atelektasis
2. Emfisema paru
3. Bronkopneumonia
4. Bronkiektasis
5. Abses paru
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah bronkoskopi, ada yg jenis rigid dan
flexible
Patogenesis:
o Benda asing organik (e.g kacang-kacangan) bersifat higroskopik → lunak dan
mengembang jika terkena air → sumbatan bronkus makin hebat
o Benda asing anorganik → gejala lebih ringan dan lebih mudah didiagnosis
lewat radiologis karena radioopak
Gejala dan tanda: tergantung lokasi, derajat sumbatan, bentuk, dan ukuran benda
asing
o Benda asing masuk ke hidung dapat tersangkut di → hidung, nasofaring, laring,
trakea, bronkus
o Benda asing masuk lewat mulut bisa masuk ke orofaring, hipofaring, tonsil,
dasar lidah, sinus piriformis, esofagus
o 3 stadium aspirasi benda asing:
Stadium pertama → gejala permulaan: batuk-batuk hebat tiba-tiba
(violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat
di tenggorok (gagging) , bicara gagap (stuttering), obstruksi jalan napas
Stadium kedua → stadium pertama diikuti interval simptomatik
(karena refleks melemah)
Stadium ketiga → timbul gejala komplikasi (i.e obstruksi, erosi, infeksi)
→ batuk-batuk, hemoptysis, pneumoniae, abses paru
Pemeriksaan penunjang:
o Pemeriksaan radiologik leher dan toraks
o Video fluoroskopi
o Bronkogram
o Pemeriksaan lab darah perifer (keseimbangan asam basa dan tanda infeksi)
Tatalaksana:
Prinsipnya adalah pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi paling aman
Benda asing di trakea dan bronkus→ bronkoskopi dengan cunam, pasien tidur terlentang
posisi Trendelenburg
Benda asing di hidung→ menggunakan pengait (haak) yang dimasukkan ke hidung bagian atas
menyusuri kavum nasi hingga nasofaring, turunkan pengait sedikit dan tarik maju ke depan