Anda di halaman 1dari 32

ASFIKSIA

Definisi Asfiksia
Keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan pertukaran udara
pernafasan Oksigen darah berkurang
(hipoksia) Peningkatan CO2
(hiperkapnia) Organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen sehingga
menyebabkan kematian kematian
(menurut UI)
Etiologi Asfiksia
A. ALAMIAH

Etiologi
asfiksia

A.
A.MEKANIK
KERACUNAN

Asfiksia mekanik  mati lemas yang terjadi bila udara


pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan diakibatkan
oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik)
( Budiyanto, 1997).
Klasifikasi anoksia (perjalanan
klinis/patofisiologis/patognomonis menuju asfiksia

Anoksia/hipoksia : berkurangnya O2 di dalam darah dan


mengganggu metabolisme sel dan jaringan.
(Idris, 1997)
Anoksia anemik
(A. Alamiah)

Hb tidak cukup Anoksia


Anoksia
untukmembawa stagnan (A.
anoksik
oksigen Alamiah)
(asfiksia
mekanik) Anoksia
histotoksik(A. Sirkulasi
Oksigen tak Toksik) darah tidak
masukke paru lancar
1. Ekstraseluler
2. Intraseluler
3. Metabolik
4. Substrat
Gejala klinis
Fase dispneu / Fase akhir /
Fase konvulsi Fase apneu
sianosis terminal / final
• Berlangsung • Berlansung • Berlangsung • Paralisis pusat
kira-kira 4 kira-kira 2 kira-kira 1 pernapasan
menit. menit. menit. lengkap.
• Pernapasan • Awalnya berupa • Depresi pusat • Denyut
terlihat cepat, kejang klonik pernapasan jantung
berat. lalu kejang (napas lemah), beberapa saat
• Nadi teraba tonik kemudian kesadaran masih ada lalu
cepat. opistotonik. menurun napas terhenti
• Tekanan darah • Kesadaran sampai hilang kemudian mati.
terukur mulai hilang, dan relaksasi
meningkat. pupil dilatasi, spingter.
denyut jantung
lambat, dan
tekanan darah
turun.
Tanda-Tanda Umum Jenazah Yang
Meninggal Akibat Asfiksia
Sekunder
Primer
- Lebam mayat berwarna gelap
- cairan mani keluar
-Tardieu’s spot (Petechial
- wajah sembab
hemorrages)
- Feses keluar
- Hiperemis di mata karna injeksi
-Sianosis
pembuluh kapiler di mata
- Mata terbuka lebar
-Busa halus pada hidung dan
- Air ketuban pecah
mulut
- Cairan liur dan air mata keluar
- Darah hitam encer
Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)
 Terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang
menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena
Busa Halus
Sianosis

Lebam Mayat
Klasifikasi Asfiksia Mekanik
a. Tekanan daerah leher
-Gantung/ hanging
-Jerat/ strangulation
-Cekik / throttling/manual strangulation
b. Penutupan jalan nafas
Ekstraluminer : Bekap/ smothering
intraluminer : sumpal/ gagging dan sedak/ choking
a. Tenggelam/ drowning
b. Himpit/ asfiksia traumatik
c. Hampa udara/ asfiksia non traumatik
Tekanan pada Leher
1b. Gantung (Hanging)

Gantung adalah penekanan


benda asing berupa tali
yang melingkari atau
mengikat leher yang makin
lama makin kuat akibat
berat badan korban sendiri,
sehingga saluran udara
tertutup.
(Hoediyanto, 2012)
1.Tekanan pada Daerah Leher
1a. Jeratan (strangulation)
Peristiwa dimana terjadi akibat penekanan benda asing
yang melingkari atau mengikat leher makin lama makin
kuat sehingga saluran pernafasan tertutup.
(Beodianto, 1997)
Gambaran post mortem pada kasus
jerat
 Jejas jerat
 Luka lecet
 jejas biasanya terletak
setinggi atau di bawah
rawan gondok
 jumlah lilitan jejas jerat
umumnya satu dengan
simpul mati Tanda bekas penjeratan
 Lebam mayat tergantung yang horizontal dengan 2
posisi korban setelah lilitan
mati
 Tanda-tanda asfiksia
Mekanisme Kematian pada Gantung
Penekanan benda asing (tali) pada
leher

Kekuatan tarikan tali di pengaruhi


oleh berat badan korban dan gravitasi

Lumen laring tertekan dan


menyempit

Saluran udara tertutup


Gambaran Post Mortem Kasus Gantung
 Bekas jeratan (ligature mark): berparit,
bentuk oblik seperti V terbalik, tidak
bersambung, terletak di bagian leher atas.
 Leher bisa didapati sedikit memanjang karena
lama tergantung, lidah terjulur dan kadang
tergigit, tetesan saliva di pinggir salah satu
sudut mulut, sianosis
 Patahnya tulang lidah dan tulang rawan
gondok
 Terdapat lebam mayat
 Terdapat tanda-tanda asfiksia
Klasifikasi gantung berdasarkan
posisi tubuh
Partial Hanging Complete Hanging
Mekanisme kematian pada
penjeratan
Penekanan pada leher

Semakin lama ikatan pada leher


semakin kuat

Lumen trakea tertekan dan


menyempit

Saluran nafas tertutup


Klasifikasi gantung berdasarkan titik
gantung/simpul
Penekanan pada leher

1c. Pencekikan
Adalah penekanan leher dengan tangan, yang
menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas
tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas
sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.
(Budiyanto ,1997)
Cara Kematian
Tekanan pada leher dengan satu atau 2 tangan

Menekan pada lumen laring

Saluran udara tertutup


Gambaran Post Mortem Pencekikan
- Memar yang bentuknya bulat atau lonjong
akibat tekanan jari-jari pelaku
- Lecet berbentuk bulan sabit akibat kuku
pelaku
- Resapan darah nampak lebih jelas
- Fraktur dari tulang rawan hyoid, thyroid,
cricoid karena penekanan langsung pada
leher
- Terdapat tanda-tanda asfiksia
2. Penutupan Jalan Nafas
2a. Pembekapan
(Smothering)

Keadaan dimana terjadi


penutupan dan penekanan
lubang hidung dan mulut
secara
serentak/bersamaan yang
menghambat pemasukan
udara ke paru-paru.
(Budiyanto,1997)
Gambaran Post Mortem Pembekapan
1. Luka lecet,goresan kuku dan hematom pada mulut
serta hidung (jika memakai tekanan lebih)
2. Luka memar bibir bagian
dalam,gusi,lidah,kepala bagian belakang
3. Terdapat tanda-tanda asfiksia
2b. Sumbat/sumpal/Gagging &
sendak/chocking

Suatu keadaan dimana terjadi sumbatan jalan nafas


oleh benda asing yang mengakibatkan hambatan
udara yang masuk ke paru-paru (Budiyanto,1997)
Gagging : sumbatan terdapat dalam orofaring
Chocking : sumbatan dalam laringofaring
Gambaran Post Mortem pada
Sendak/Chocking
• Ditemukan benda asing yang lengkap/sisa
benda asing pada rongga mulut (gagging) dan
pada kerongkongan (chocking)
• Ditemukan jejas memar pada daerah
kerongkongan atau tenggorokan  kasus
sendak
• Ditemukan jejas (memar) pada daerah
rongga mulut yaitu  pada kasus sumpal
• Terdapat tanda-tanda asfiksia (jika kematian
disebabkan oleh asfiksia)
3. Penekanan Otot Pernapasan
Burking/CrushAsfiksia/Himpit/Asfiksia Traumatik

Suatu keadaan udara terhalang untuk masuk dan keluar


paru-paru akibat gerakan napas terhenti oleh karena
tekanan dari luar (pada dada/perut) yang menyebabkan
rongga dada & paru-paru tidak mengembang.
(Hoediyanto, 2012)
Gambaran Post Mortem
 Terdapat jejas memar dan lecet pada
permukaan dada dan perut
 Sering ditandai tanda-tanda patah tulang
dada
 Terdapat tanda-tanda asfiksia (jika
kematian disebabkan oleh asfiksia)
4. Halangan Jalan Nafas oleh Cairan
Tenggelam (Drowning)

Merupakan kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan


masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan
(budiyanto,1997)

Klasifikasi :
1. Dry drowning  cairan tidak masuk kedalam saluran
pernafasan, akibat spasme laring
2. Wet drowning  cairan masuk kedalam saluran pernafasan
setelah korban tenggelam
2a.Tenggelam di air tawar
2b.Tenggelam di air asin
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
 Mayat dalam keadaan basah
mungkin berlumuran pasir, lumpur,
dan benda-benda asing lain yang
terdapat dalam air, kalau seluruh
tubuh terbenam dalam air.
 Cadaveric spasme  akibat
menggenggam ranting, rumput, dll
 Cutis anserine (bulu kulit berdiri)
 kontraksi M.erector pili sebagai
respon dari air dingin
 Washer woman hand kulit
telapak tangan dan kaki keriput
dan putih
 Jika kematian dikarenakan asfiksia
akan tampak busa halus sukar
pecah yang encer pada hidung
5. Sufokasi (Hampa Udara)

SUFOKASI Adalah obstruksi jalan nafas sehingga


menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru
yang mengakibatkan terjadinya asfiksia.
(Hoediyanto, 2012)
Pemeriksaan Luar Sufokasi

 Sering dijumpai mulut menganga


 Sering tidak ditemukan jejas/luka
 Cadaveric spasme
 Wajah trismus
 Tampak iskemik
Kesimpulan
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang
disertai dengan peningkatan karbon dioksida. Pada orang yang mengalami
asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase, yaitu: fase
dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan dan berakhir dengan kematian.
Daftar Pustaka
1. James, J. P., Jones, R., Karch, S. B., & Manlove, J. (2011).
Simpson's Forensic Medicine. 13th editon. p.151-62.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 1997. p.55-106.
3. Prawestiningtyas E. Pedoman diagnostik dan tindakan
pemeriksaan kasus forensik. Malang; Universitas Brawijaya
Press. 2013
4. Idries, A.M, Et all. Penerapan ilmu kedokteran forensik
dalam proses penyidikan. Jakarta; Sagung Seto. 2008.
5. Di Maio, Dominic J. Forensic phatology, 2nd edition, CRC
Press. 2001.
6. Knight B. Forensic pathology. London Melbourne Auckland,
Edward Arnold, A division of Holder & Stoughton. 1991.

Anda mungkin juga menyukai