Anda di halaman 1dari 35

GANGGUAN REPRODUKSI MIOMA UTERI

KEPERAWATAN MATERNITAS

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Kelompok 4
01 Melinda Shofia Hervianti ( P17250193026 )
02 Thama Asthia Nuraga ( P17250193027 )
03 Widya Nurul Ainy ( P17250193028 )
04 Qirana Sri Sugianti ( P17250193029 )
05 Ajeng Ayu Septyana ( P17250193030 )
06 Elza Difa Salsabila ( P17250193031 )
07 Viesta Triyana C.D ( P17250193032 )
08 Firmanti Rizkyuni ( P17250193033 )
09 Anisa Puji Rahayu ( P17250193034 )
Definisi Mioma uteri
Mioma Uteri adalah suatu pertumbuhan jinak dari otot-otot
polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma
yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor
uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat
mencapai ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak
terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35
tahun.
disebut juga fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine
fibroid.
Tanda dan Gejala
Minor

Mayor
1 2
2 Secara subjektif tidak nyeri akut ditandai
1 ada gejala minor dari
nyeri akut.
dengan tekanan darah
meningkat, pola napas
tampak meringis,
mengeluh nyeri berubah, nafsu makan
bersikap protektif, Subjektif
berubah, proses
gelisah, frekuensi
Subjektif berpikir terganggu,
nadi meningkat
menarik diri, berfokus
dan sulit tidur.
pada diri sendiri, dan
Objektif diaforesis.
Objektif
GEJALAH KLINIS

a. Perdarahan sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemu


kan : menoragia, metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe.
b. Penekanan rahim yang membesar.
c. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
d. Terjadi gejala traktus urinarius: urine freqency, retensi urine, obstruksi
ureter, dan hidronefrosis.
e. Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
f. Terasa nyeri karena saraf tertekan.
ETIOLOGI
Faktor Predisposisi Terjadinya Mioma Uteri
1. Umur : 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas
40 tahun, jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) : Konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga : garis keturunan tingkat pertama 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma
4. Makanan : daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi
meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma
uteri
5. Kehamilan : tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya
vaskularisasi ke uterus mempercepat pembesaran mioma uteri.
6. Paritas : lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita yang
mempunyai riwayat melahirkan 1 kali atau 2 kali.
Faktor terbentuknya tumor:
1. Faktor internal adalah faktor yang terjadinya replikasi pada saat sel sel yang
mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan,
mengakibatkan kanker pada usia dini.
2. Faktor eksternal dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi
dan berasal dari bahan kimia, sangat erat hubungannya dengan kanker hati,
Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi
sel kanker.
Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mioma

1. Estrogen : Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium.
2. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone) Level hormon pertumbuhan menurun
selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik
serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leiomyoma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan estroge.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi yang paling direkomendasikan untuk diagnosis mioma uteri. USG
transvaginal lebih sensitif namun kurang direkomendasikan jika pasien belum menikah
dan mengalami mioma submukoa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan penggunaan
histeroskop.

Selain USG, diperlukan pemerikaan laboratorium darah untuk menentukan status


anemia. Untuk menyingkirkan potensi malign, dianjurkan biopsi endometrium dan
MRL.

?
Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penatalaksanaan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi, ukuran tumor
penatalaksanaan mioma uteri terbagi atas kelompok-kelompok berikut :
1. Penatalaksanaan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra dan
postmenopause tanpa adanya gejala.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan antagonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid asetat
3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap minggu, sebanyak
tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang
serupa ditemukan pada periode post menopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobsevasi dalam 12 minggu.
2. Penatalaksanaan operatif atau pembedahan, dilakukan
bila terjadi hal-hal berikut:

1. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus


12-14 minggu.
50% 35% 2. Pertumbuhan tumor cepat.

25% 3. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.


4. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
15%
5. Hipermenorea pada mioma submukosa.
6. Penekanan organ pada sekitarnya.
Penatalaksanaan Pembedahan Meliputi :
1. Enukleasi mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih menginginkan
anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
2. Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada pasien
yang memiliki leiomyoma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria
ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leiomyoma asimptomatik atau yang
dapat teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak. bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah
3. Mimektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan fertility sparing.
Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi, dan
histeroskopi.
3. Penatalaksanaan radioterapi

Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini dilakukan sebagai
penatalaksanaan dengan kondisi sebagai berikut.
1. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
2. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
3. Bukan jenis submukosa.
4. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
5. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.
Penatalaksanaan radioterapi meliputi :

1. Embolisasi Arteri Uterina. Direkomendasikan pada pasien yang menginginkan anak


dan menolak transfusi, memiliki penyakit komorbid, atau terdapat kontraindikasi
operasi. Dikontraindikasikan pada kehamilan, terdapat infeksi arteri atau adneksa dan
alergi terhadap bahan kontras
2. Miolisis / Ablasi Tumor. Teknik ini direkomendasikan pada mioma uteri saat kehamilan.
(Novriani, 2020)
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien : meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll
2. Riwayat Kesehatan, meliputi riwayat kesehatan dulu, sekarang, dan riwayat
kesehatan keluarga, riwayat menstruasi, riwayat perkawinan, riwayat
kehamilan, dan riwayat antenatal care.
3. Pola aktivitas sehari-hari, yang meliputi makan dan minum, eliminasi, dan
istirahat tidur.
4. Pemeriksaan fisik, meliputi :
a. Kepala (rambut, muka, mata, hidung, telinga, mulut)
b. Leher (adakah pembesaran gondok atau tyroid)
c. Dada (apakah ada benjolan pada payudara)
d. Aksila (adakah pembesaran kelenjar limfe)
e. Abdomen (adakah nyeri tekan dan kontraksi uterus)
f. Ekstremitas
g. Genetalia (mengetahui keadaan vulva dan adakah tanda infeksi)
h. Anus (mengetahui adakah hemoroid atau tidak)
Kemungkinan Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder akibat tumor
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit).
7. Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah
pasien mioma uteri
8. Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan diluar siklus
menstruasi.
Rencana keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Intervensi
NOC NIC
O

1. Manajemen Nyeri
Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan
dengan nekrosis atau keperawatan selama 1 x 24 jam, 1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensip yang meliputi
trauma jaringan dan refleks pasien mioma uteri mampu lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
spasme otot sekunder mengontrol nyeri dibuktikan intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
akibat tumor dengan kriteria hasil: 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal mengenai
  Definisi:  Mengontrol Nyeri
ketidak nyamanan terutama pada mereka yang tidak
Pengalaman sensori dan 1) Mengenali kapan nyeri terjadi dapat berkomunikasi secara efektif
emosional tidak 2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri 3) Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan
menyenangkan yang 3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri dengan pemantauan yang ketat
4) Gunakan strategi komunikasi
muncul akibat kerusakan 4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri
jaringan aktual atau (nyeri) tanpa analgesik
potensial atau yang 5) Menggunakan analgesik yang
digambarkan sebagai direkomendasikan
kerusakan (International 6) Melaporkan perubahan terhadap gejalah
Association for the Study
  nyeri pada profesional kesehatan
pain) awitan yang tiba-tiba atau terapeutik untuk mengetahui
lambat dari intensitas ringan 7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pada pengalaman nyeri dan sampaikan
hingga berat dengan akhir yang profesional kesehatan penerimaan pasien terhadap nyeri
dapat diantisipasi atau 8) Menggunakan sumber daya yang tersedia untuk 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
diprediksi. menangani nyeri pasien mengenai nyeri
  9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri 6) Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap
Batasan karakteristik:
respon nyeri
a) Bukti nyeri dengan 10) Melaporkan nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggunakan standar daftar terhadap kualitas hidup pasien (misalnya,
periksa nyeri untuk pasien yang tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
tidak dapat mengungkapannya performa kerja dan tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah nyeri (misal: mata 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
kurang bercahaya, tampak dapat menurunkan atau memperberat nyeri
kacau, gerakan mata berpencar 9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
atau tetap pada satu fokus, yang meliputi riwayat nyeri kronik individu atau
meringis) keluarga atau nyeri yang
c) Fokus menyempit (misal: menyebabkan disability/ ketidak
persepsi waktu, proses
    mampuan/kecatatan, dengan tepat
berpikir, interaksi dengan orang
dan lingkungan) 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
d) Fokus pada diri sendiri
kesehatan lainnya, mengenai efektifitas,
e) Keluhan tentang intensitas pengontrolan nyeri yang pernah digunakan
menggunakan standars kala nyeri sebelumnya
f) Keluhan tentang karakteristik nyeri 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
dengan menggunakan standar menyediakan dukungan
instrumen nyeri 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
g) Laporan tentang perilaku nyeri/ dengan tahapan perkembangan yang
perubahan aktivitas memungkinkan untuk memonitor
h) Perubahan posisi untuk menghindari perubahan nyeri dan akan dapat
nyeri membantu mengidentifikasi faktor
i) Putus asa pencetus aktual dan potensial (misalnya,
j) Sikap melindungi area nyeri catatan perkembangan, catatan harian)
 
Faktor yang berhubungan: 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk

a) Agens cidera biologis melakukan pengkajian ketidak nyamanan


pasie dan mengimplementasikan
rencana monitor
  b) Agens cidera fisik   14) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
Agens cidera kimia nyeri, berapa nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien dari ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri

17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih


strategi penurunan nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilihdan
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri
      sebelum nyeri bertambah berat

20) Pastikan pemberian analgesik dan atau


strategi nonfarmakologi sebelum prosedur
yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat ketidaknyamanan bersama
pasien, catat perubahan dalam cacatan medis
pasien, informasikan petugas kesehatan lain
yang merawat pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan pengontrolan
nyeri berdasarkan respon pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini
      berubah signifikan dari pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin untuk
menajemen nyeri, jika sesuai
 
Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas dan keparahan


nyeri sebelum mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuesi obat analgesik yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat

4) Pilih analgesik atau kombinasi analgesik sesuai lebih


dari satu kali pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan
analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika
      ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
      prinsip analgesik
2. NOC: Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan Syok
Resiko syok berhubungan
1x
dengan perdarahan 1) Monitoradanya respon konpensasi
  24 jam diharapkan tidak terjadi syok
terhadap syok (misalnya, tekanan darah
Definisi: beresiko terhadap hipovolemik dengan kriteria:
normal, tekanan nadi melemah,
1) Tanda vital dalam batas normal.
ketidak cukupan aliran darah perlambatan pengisian kapiler, pucat/ dingin
2) Tugor kulit baik.
kejaringan tubuh, yang dapat pada kulit ataukulit kemerahan, takipnea ringan,
mengakibatkan disfungsi 3) Tidak ada sianosis.
mualdan munta, peningkatan rasa haus, dan
seluler yang mengancam 4) Suhu kulit hangat.
kelemahan)
jiwa. 5) Tidak ada diaporesis.
2) Monitoradanya tanda-tanda respon
Faktor resiko 6) Membran mukosa kemerahan.
sindroma inflamasisistemik (misalnya,
1) Hipotensi.
peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
2) Hipovolemi
hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
3) Hipoksemia
3) Monitorterhadap adanya tanda awal reaksi
4) Hipoksia
alergi(misalnya, rinitis, mengi, stridor, dipnea,
5) Infeksi
gatal-gatal disertai kemerahan, gangguan
6) Sepsis saluran
7) Sindrom respon pencernaan, nyeri abdomen, cemas
dan
inflamasi sestemik
      gelisa)

4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak adekuatan perfusi


oksigen kejaringan (misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan status mental,
egitasi, oliguria dan akral teraba dingin dan warna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi

6) Periksa urin terhadap adanya darah dan protein sesuai


kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites dan nyeri abdomen
atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis atau reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang beresiko untuk
memakai atau
membawa tanda informasi kondisi
      medis

10) Anjurkan pasien dan keluarga


mengenai tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok
3. Manajemen Alat terapi per vaginam
Resiko Infeksi berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan penurunan imun tubuh selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih pemasangan
sekunder akibat gangguan menunjukkan pasien mampu melakukan alat pervaginam pada pasien (misalnya, infeksi
hematologis (perdarahan) pencegahan infeksi secara mandiri, pelvis, laserasi, atau adanya massa sekitar
  ditandai dengan kriteria hasil: vagina)
Definisi:
1) Kemerahan tidak ditemukan pada tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas- aktivitas
Mengalami peningkatan resiko 2) Vesikel yang tidak mengeras seksual yang sesuai sebelum memilih alat
terserang organisme patogenik permukaannya yang dimasukan
  3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
Faktor yang berhubungan:
4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan
  1) Penyakit kronis 5) Demam berkurang
ketidaknyamanan, disuria, perubahan
a. Diabetes melitus 6) Nyeri berkurang warna, konsistensi, dan frekuensi
b. Obesitas 7) Nafsu makan meningkat cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak cukup untuk 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
menghindari pemanjanan patogen dokter untuk mengurangi iritasi
3) Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat 6) Kaji kemampuan pasien
a. Gangguan peritalsis untuk melakukan perawatan secara
b. Kerusakan integritas kulit mandiri
(pemasangankateter intravena, 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina yang
prosedur invasif) tidak normal dan berbau
c. Perubahan sekresi PH 8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi pada
d. Penurunan kerja siliaris vagina
e. Pecah ketuban dini    
Kontrol Infeksi
f. Pecah ketuban lama
1) Bersihkan lingkungan dengan
g. Merokok
baik setelah digunakan untuk setiap pasien
h. Stasis cairan tubuh
2) Isolasi orang yang terkena penyakit
menular
3) Batasi jumlah pengunjung
4) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan
    yang benar
i. Trauma jaringan
(misalnya,trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada
destruksi jaringan) saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
4) Ketidak adekuatan jaringan 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang
sekunder sesuai
a. Penurunan hemoglobin 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
b. Supresi respon perawatan pasien
inflamasi
8) Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh
5) Vaksinasi tidak adekuat
kebijakan pencegahan universal
6) pemajanan terhadap patogen 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
lingkungan meningkat 10) Cukur dan siapkan untuk daerah persiapan
7) prosedur invasif
prosedur invasif atau opersai sesuai indikasi
8) malnutrisi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai
      14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang sesuai

16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai


tanda dan gejalah infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
4. Manajemen eliminasi urin:
Retensi urine NOC: setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan 1x 24 jam diharapkan 1) Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi,
penekanan oleh massa eliminasi urin kembali normal dengan bau, volume dan warna urin sesuai kebutuhan.
jaringan neoplasma pada kriteria hasil: 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
1) Pola eliminasi kembali normal
organ sekitarnya, 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran
gangguan sensorik 2) Bau urin tidak ada kemih.
motorik. 3) Jumlah urin dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
  4) Warna urin normal melaporkan urin uotput sesuai
Definisi: pengosongan 5) Intake cairan dalam batas normal kebutuhan.
kantung kemih tidak 6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan
komplit
  1) Tidak ada keluaran urin   5) Anjurkan pasien untuk banyak minum saat makan dan waktu
2) Distensi kandung kemih pagi hari.
3) Menetes 6) Bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas toileting sesuai
4) Disuria kebutuhan.
5) Sering berkemih 7) Anjurkan pasien untuk memonitor tanda dan gejalah infeksi
6) Inkontinensia aliran berlebih saluran kemih.
7) Residu urin  
Kateterisasi Urin
8) Sensasi kandung kemih penuh
9) Berkemih sedikit 8) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan kateterisasi urin.
  9) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
Faktor yang berhubungan 10) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
10) Sumbatan
11) Posisikan pasien dengan tepat (misalnya, perempuan
11) Tekanan ureter tinggi
terlentang dengan kedua kaki diregangkan atau fleksi
12) Inhibishi arkus reflex pada bagian panggul dan lutut).
12) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalam
      kandung kemih untuk mencegah trauma
pada jaringan uretra dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik (misalnya, dewasa 10 cc,
anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan plester yang
sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian bola
kateter
5. Konstipasi NOC: setelah dilakukan perawatan Manajemen saluran cerna

berhubungan dengan selama 1 x 24 jam pasien diharapkan 1) Monitor bising usus

penekanan pada rectum konstipasi tidak ada dengan kriteria 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising usus
(prolaps rectum) hasil: bernada tinggi
  1) Tidak ada irita bilitas 3) Lapor berkurangnya bising usus
Definisi: penurunan pada 2) Mual tidak ada 4) Monitor adanya tanda dan gejalah
frekuensi normal defekasi 3) Tekanan darah dalam batas normal
  4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi
disertai oleh kesulitan atau pengeluaran
 
tidak lengkap feses atau pengeluaran feses   5) Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya,
yang kering, keras, dan banyak. Keparahan Gejalah BAB rutin, dan penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 1) Intensitas gejalah 6) Masukan supositorial rektal, sesuai dengan
1) Nyeri abdomen 2) Frekuensi gejalah kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi 3) Terkait ketidak nyamanan 7) Intruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat,
otot 4) Gangguan mobilitas fisik dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi 5) Tidur yang kurang cukup 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan efek samping
otot 6) Kehilangan nafsu makan gastrointestinal
4) Anoraksia    
Manajemen konstipasi/inpaksi
5) Penampilan tidak khas pada lansia
6) Darah merah pada feses 1) Monitor tanda dan gejala konstipasi

7) Perubahan pola defekasi 2) Monitor tanda dan gejala impaksi

8) Penurunan frekuensi 3) Monitor bising usus

9) Penurunan volume feses 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi


10) Distensia abdomen tindakan pada pasien
5) Dukung peningkatan asupan cairan,
11) Rasa rektal penuh
jika tidak ada kontraindikasi
  12) Rasa tekanan rektal   6) Evaluasi pengobatan yang memiliki efek samping pada
 
13) Keletihan umum gastrointestinal
14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau keluarga untuk mencatat
15) Sakit kepala warna, volume, frekuensi dan konsistensi dari feses
16) Bising usus hiperaktif 8) Intruksikan pasien atau keluarga mengenai hubungan
17) Bising usus hipoaktif antara diet latihan dan asupan cairan terhadap kejadian
18) Peningkatan tekanan abdomen konstipasi atau impaksi
19) Tidak dapat makan, mual 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi yang telah
20) Rembesan feses cair dikonsumsi
21) Nyeri pada saat defekasi 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk dapat berkonsultasi
22) Massa abdomen yang dapat diraba dengan dokter jika konstipasi atau impaksi masih tetap
Faktor yang berhubungan terjadi
23) Funfsional 11) Informasukan kepada pasien mengenai prosedur untuk
a. Kelemahan otot abdomen mengeluarkan feses
b. Ketidak adekuatan toileting 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai proses
 d. Kebiasaan defekasi tidak teratur pencernaan normal
24) Psikologis secara manual jika di perlukan
• Defresi, stres, emosi
• Konfusi mental
25) Farmakologi
26) Mekanis Fiologis
a. Kurang aktifitas fisik
 Implementasi

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut :


1. Mengkaji ulang pasien
  
2 Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum memulai

Evaluasi

Langkah-langkah evaluasi dari proses mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan
dan kemajuan pasien kearah tujuan Tujuan asuhan keperawatan untuk membantu pasien
menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial dan
pertahankan status sehat. Evaluasi terhadap asuhan menentukan apakah tujuan ini telah
dilaksanakan. Aspek dalam dari evaluasi mencakup kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
dalam lingkungan perawatan kesehatan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai