Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU (TB PARU)

NAMA : FIFI NUR AZIZA ANNAS


NIM : 433131490120053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
KARAWANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR KELUARGA


A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social diri tiap
anggota keluarga (Duval dan logan,1986 dalam Setiadi,2008).
Keluarga adalah dua atau tiga individu yang tergabung karena hubungandarah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-masing,
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Bailon dan (Maglaya, 1989
dalam Setiadi,2008).
B. Tipe Keluarga
Dalam (Sri Setyowati, 2007) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Tipe Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti ( Nuclear Family ) , adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga Besar ( Exstended Family ), adalah keluarga inti di tambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara
sepupu,paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak.
d. “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini
dapatdisebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost
untuk bekerja atau kuliah).

2. Tipe Keluarga Non Tradisional


a. The Unmarriedteenege mather, adalah keluarga yang terdiri dari orang
tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Stepparent Family adalah keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family adalah beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)
yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi
anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak
bersama.
d. The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family adalah keluarga
yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
e. Gay And Lesbian Family adalah seseorang yang mempunyai persamaan
sex hidup bersama sebagaimana suami – istri (marital partners).
f. Cohibiting Couple adalah orang dewasa yang hidup bersama diluar
ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group-Marriage Family adalah beberapa orang dewasa menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah,
berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
h. Group Network Family adalah keluarga inti yang dibatasi aturan atau
nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan
tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster Family adalah keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluargayang aslinya.
j. Homeless Family adalah keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang adalah sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang
muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam
kehidupannya.

C. Struktur Keluarga
Dalam (Setiadi, 2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,
diantarannya adalah :
1. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah.
2. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ibu.
3. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga sedarah
istri.
4. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga sedarah
suami.
5. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembina
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.

D. Fungsi keluarga
Dalam (Setiadi,2008) fungsi keluarga adalah beberapa fungsi yang dapat
dijalankan keluarga sebagai berikut :
1. Fungsi Biologis
a. Untuk meneruskan keturunan.
b. Memelihara dan membesarkan anak.
c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
d. Memelihara dan merawat anggota keluarga
2. Fungsi Psikologis
a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
d. Memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
a. Membina sosial pada anak.
b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c. Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.
4. Fungsi Ekonomi.
a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhankeluarga.
b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di
masayang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari
tua dan sebagainya.
5. Fungsi pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
E. Peran Keluarga
Dalam (Setiadi, 2008), peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai
berikut :
1. Peranan ayah : ayah sebagai suami dan istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungan.
2. Peranan ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping
itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
3. Peranan anak : anak- anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.
F. Tahap Perkembangan Keluarga
Menurut Duval (1985) dalam (Setiadi,2008), membagi keluarga dalam 8 tahap
perkembangan, yaitu:
1. Keluarga Baru (Berganning Family) Pasangan baru menikah yang belum
mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain
adalah :
a. Membina hubungan intim yang memuaskan.
b. Menetapkan tujuan bersama.
c. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok social.
d. Mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB.
e. Persiapan menjadi orang tua.
f. Memahami prenatal care (pengertisn kehamilan, persalinan dan menjadi
orang tua).
2. Keluarga dengan anak pertama < 30 bulan (Child Bearing). Masa ini
merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan krisis
keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dari 46 orang tua dinyatakan 17 %
tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal :
a. Suami merasa diabaikan.
b. Peningkatan perselisihan dan argument.
c. Interupsi dalam jadwal kontinu.
d. Kehidupan seksual dan social terganggu dan menurun.
Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah :
a. Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, seksual dan
kegiatan).
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c. Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua
terhadap bayi dengan memberi sentuhan dan kehangatan).
d. Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
e. Konseling KB post partum 6 minggu.
f. Menata ruang untuk anak.
g. Biaya / dana Child Bearing.
h. Memfasilitasi role learning angggota keluarga.
i. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3. Keluarga dengan Anak Pra Sekolah
Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak
pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak
sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya. Tugas perkembangan
keluarga pada saat ini adalah :
a. Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.
b. Membantu anak bersosialisasi.
c. Beradaptasi dengan anak baru lahir, anakl yang lain juga terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.
e. Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.
f. Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6 – 13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :
a. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan
lingkungan lebih luas.
b. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
c. Menyediakan aktivitas untuk anak.
d. Menyesuaikan pada aktivitas komuniti dengan mengikut sertakan anak.
Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
5. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada say ini adalah :
a. Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang seimbang
dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang yang dewasa
muda dan mulai memiliki otonomi).
b. Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep komunikasi).
c. Memelihara hubungan intim dalam keluarga.
d. Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.
6. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah).
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri
dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang
ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek dan nenek. Tugas
perkembangan keluarga pada saat ini adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
b. Mempertahankan keintiman.
c. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
d. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian
anaknya.
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
f. Berperan suami – istri kakek dan nenek.
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
7. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age Family).
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :
a. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat
social dan waktu santai.
b. Memuluhkan hubungan antara generasi muda tua.
c. Keakrapan dengan pasangan.
d. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.
e. Persiapan masa tua/ pension.
8. Keluarga Lanjut Usia.
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :
a. Penyesuaian tahap masa pension dengan cara merubah cara hidup.
b. Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.
c. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
d. Melakukan life review masa lalu.
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005)
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru(TB
Paru). Bakteri ini termasuk golongan bakteri batang tahan asam dan bersifat
aerobic (Price & Wilson, 2012)
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan melalui droplet pada saat
penderita batuk. Selain dapat ditularkan lewat batuk, penyakit ini juga ditularkan
lewat dahak. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
kepada orang lain. Karakteristik dari Mycobacterium Tubercolosis yaitu mudah
mati pada air mendidih (5’ pd suhu 80 0C, 20’ pada suhu 60C), mudah mati oleh
sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu yang lembab, bertahun-
tahun dalam kulkas (dormant), dan hidup sebagai parasit intraseluler (sitoplasma
makrofag) dalam jaringan karena banyak mengandung lipid.

B. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif
harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus kambuh (relaps)


Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
c. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes RI, 2006).

C. Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain yang
dapat menyebabkan TBC adalah Mycobacterium Bovis dan M. Africanus. Kuman
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman berbentuk batang aerobic tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet
(Smeltzer, 2001:584)
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membentuk kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi (Bahar,1999:715).
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan melepaskan
droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman
dapat hidup beberapa jam dalam keadaan gelap.
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai
suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru
atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan,
leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti
oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar
melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan
gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan
granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon
berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan
mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan
menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan
masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di
bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen yang biasanya
sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke
organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005)
E. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan
struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisik dapat normal atau dapat
ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik
paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas
bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat
pula ditemukan tanda-tanda seperti deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi,
tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan
pleura.
1. Gejala sistemik / umum
a. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
b. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
c. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2. Gejala khusus
a. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.

Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam


(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan
batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang
timbul secara tidak teratur.

G. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu-pagi sewaktu (SPS).
a. S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
b. P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
c. S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan
pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan).

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO.

2. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji
kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria
Growth Indicator Tube (MGIT).
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa
TBC.
4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila:
a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
b. Hemoptisis berulang atau berat
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.


Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
c. Bayangan bercak milier.
d. Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:


a. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
b. Kalsifikasi.
c. Penebalan pleura.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut
diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi
negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam
tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis obat yang dipakai
a. Obat Primer
1) Isoniazid (H)
2) Rifampisin (R)
3) Pirazinamid (Z)
4) Streptomisin
5) Etambutol (E)
b. Obat Sekunder
1) Ekonamid
2) Protionamid
3) Sikloserin
4) Kanamisin
5) PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6) Tiasetazon
7) Viomisin
8) Kapreomisin
Kegagalan Pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobataan :
1. Obat
a. Paduan obat tidak adekuat
b. Dosis obat tidak cukup
c. Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan petunjuk yang
diberikan.
d. Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
e. Terjadi resistensi obat.
2. Drop out
a. Kekurangan biaya pengobatan
b. Merasa sudah sembuh
c. Malas berobat
3. Penyakit.
a. Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat
b. Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dan
lain-lain.
c. Ada gangguan imunologis

Penanggulangan Khusus Pasien


1. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur
a. Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis
dan cara pemberian.
b. Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat
2. Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur
a. Teruskan pengobatan lama  3 bulan dengan evaluasi bakteriologis
tiap-tiap bulan.
b. Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat
c. Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang
masih sensitif.
3. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat
sesuai rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik
atau secara biakan )
a. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
b. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
c. Roentgen paru sebagai evaluasi.
d. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme/
steroid jangka lama)
e. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
f. Evaluasi ulang setiap bulannya: pengobatan, radiologis,
bakteriologis.
4. Perawatan bagi penderita TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis adalah :
a. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat penderita yaitu keluarga.
b. Mengetahui adanya gejala samping obat dan rujuk bila diperlukan.
c. Mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang penderita.
d. Istirahat teratur minimal 8 jam perhari.
e. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan
kedua, kelima, dan keenam.
f. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang baik (Pepkes RI,1998)
5. Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
a. Menutup mulut bila batuk.
b. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada
wadah tertutup yang diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3
dan diberi lysol.
c. Makan makanan bergizi.
d. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
e. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
f. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
A. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma
kesehatan keluarga maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan
kesanggupan keluarga untuk mengatasinya.
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan
keperawatan keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman
(1988), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :
1. Data Umum
a. Identitas kepala keluarga
b. Komposisi anggota keluarga
c. Genogram
d. Tipe keluarga
e. Suku bangsa
f. Agama
g. Status sosial ekonomi keluarga
2. Aktifitas rekreasi keluarga
a. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
b. Tahap perkembangan keluarga saat ini
c. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
d. Riwayat keluarga inti
e. Riwayat keluarga sebelumnya

3. Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
c. Mobilitas geografis keluarga
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e. System pendukung keluarga
4. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
b. Struktur kekuatan keluarga
c. Struktur peran (formal dan informal)
d. Nilai dan norma keluarga
5. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
b. Fungsi sosialisasi
c. Fungsi perawatan kesehatan
6. Stress dan koping keluarga
a. Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan
keluarga.
b. Respon keluarga terhadap stress
c. Strategi koping yang digunakan
d. Strategi adaptasi yang disfungsional
7. Pemeriksaan fisik
a. Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
b. Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
c. Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
8. Harapan keluarga
a. Terhadap masalah kesehatan keluarga
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji (2004),
yaitu:
1. Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain,
perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan
tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas
kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada
keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
2. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
yang dilakukan.
3. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang
lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada
pengkajian awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga
hingga penyebab dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat
dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status
kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
1. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan
dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
2. Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
a. Masalah yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b. Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
c. Perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau
tidak yang mendukung masalah dan penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu
pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini
hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa
etiologi (E).

2. Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi
masalah actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa
risiko ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom
(S).
3. Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari
problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S). Perumusan problem (P)
merupakan respons terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan dasar.
Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala
prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
1. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor
tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam
menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus
didasarkan beberapa criteria sebagai berikut :
a. Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
b. Kemungkinan masalah dapat diubah.
c. Potensi masalah untuk dicegah.
d. Menonjolnya masalah.
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah
dari satu proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh
Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy (1998).
1. Kriteria :
Bobot
Skor
2. Sifat masalah :
Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
3. Kemungkinan masalah untuk dipecahkan
Mudah =2
Sebagian =1
Tidak dapat = 0
4. Potensi masalah untuk dicegah
Tinggi =3
Cukup =2
Rendah =1

5. Menonjolnya masalah
Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah = 0
Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :
1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua criteria
4. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)

C. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang
telah diidentifikasi (Efendy,1998).
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan.
Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan
stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan
sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan pencegahan
tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune,
2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di
keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada
bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya
adalah sebagai berikut :
1. Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah.
2. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
3. Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-
faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.
4. Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
5. Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah
diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

D. Implementasi
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
keluarga yaitu:
1. Sumber daya keluarga.
2. Tingkat pendidikan keluarga.
3. Adat istiadat yang berlaku.
4. Respon dan penerimaan keluarga.
5. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Kerangka kerja evaluasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika
secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini
dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah
dicapai (Friedman,1998).
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
1. S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
2. O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
3. A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif.
4. P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
(Suprajitno,2004)
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.
Jakarta:Depkes RI

Doenges, Marilyn. E. 2005. Rencana Asuhan keperawatan. Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumrntasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC : Jakarta.

Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Price & Wilson. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Watson, Roger. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai