Anda di halaman 1dari 23

0

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN
TRAUMA ABDOMEN

OLEH:

FITRI JULIANA
RITA SRI HARTATI
RIKA NOVYANTI
REFLINA SARI

PROGRAM KERJASAMA RSUP DR MDJAMIL


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang. Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu
hal penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus
mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi
pada abdomen dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di
antara nipple dan perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera
intraabdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang
terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma,
maupun status hemodinamik penderita.
Cedera abdomen menduduki urutan ketiga penyebab kematian akibat trauma.
Cedera ini dilaporkan menyebabkan 13% hingga 15% kematian akibat trauma,
terutama disebabkan oleh pendarahan. Kematian yang terjadi lebih dari 48 jam
setelah cedera abdomen disebabkan oleh sepsis dan komplikasinya. Pada trauma
intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu
penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan
menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat
merupakan hal yang mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen
mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat
tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun
adanya trauma yang mengenai organ yang berdekatan seperti kosta, tulang
belakang, maupun pelvis. Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada
baik karena pukulan langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus
dianggap mungkin mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.
Trauma tumpul cenderung menyebabkan kerusakan serius di organ padat dan
trauma tembus paling sering mencederai organ berongga. Kompresi dan deselerasi
pada trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan parenkim,
sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut. Namun usus
yang menempati sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera yang disebabkan
oleh trauma tembus. Umumnya organ padat merespon trauma dengan pendarahan.
Organ berongga rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang peritoneum
yang menyebabkan peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2018)

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:
1.    Bagaimana Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen?
2.    Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?

C.   Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-
kasus trauma abdomen di klinik sesuai kompetensi tenaga medis terutama
perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep teori
1. Definisi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks
dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall)
yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai
organ (MH Assiddqi, 2017).

2. Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a. Trauma penetrasi : trauma tembak, trauma tusuk
Trauma penetrasi merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab wound,
impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena kebanyakan
trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan tindakan pembedahan
maka persiapan di ruang operasi harus simultan dengan assessment pasien.
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam
3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan
akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt
injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan
sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur. Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak.
Lebih dari 80% trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan
berhubungan dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal dapat
disebabkan juga oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding abdomen
misalnya pada handlebar injuri.

3.   Etiologi
penyebab trauma abdomen adalah sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
d. Cedera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga
.
4. Manifestasi klinis
a. Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :
1) Nyeri
2) Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan
gastrointestinal atau darah
3) Distensi abdomen
4) Demam
5) Anoreksia
6) Mual dan muntah
7) Takikardi
8) Peningkatan suhu tubuh
b. Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga
peritonium):Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai
faktor, termasuk jenis objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ
yang mungkin terkena, dan lokasi serta jumlah luka.

Tanda dan gejala yang seringkali muncul adalah :


 Terdapat nyeri atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. terdapat nyeri bahu,
mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari limpa yang rusak
 Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek posterior dari
dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah dan organ di dalam
peritoneal atau retroperineal terangsang oleh ujung saraf yang lebih dalam
(serabut visceral aferen nyeri) dan mengakibatkan rasa yang sangat nyeri.
Iritasi pada peritoneum parietal mengarah ke nyeri somatik yang cenderung
lebih terlokalisasi.
 Distensi abdomen
Apabila distensi abdomen pada pasien tidak responsif, hal tersebut dapat
menunjukkan adanya perdarahan aktif.
 Pada laki-laki prostat tinggi-naik
menunjukkan terjadinya cedera usus dan cedera saluran urogenital. Jika
ditemukan terdapat notasi darah di meatus uretra juga merupakan tanda
adanya cedera saluran urogenital.
 Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada
saat syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk
organ yang tidak begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang
mencukupi untuk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja
organ dapat mengalami penurunan atau bahkan fungsi organ menjadi terhenti
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan
akurat.Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukan iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul tanpa
adanya perubahan signifikan atau perubahan awal dalam temuan pemeriksaan
fisik. Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah disekitar intraperitoneal.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:
a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus
(cullen sign): mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi
biasanya terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus : menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen : mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari
atau trauma fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi: mengindikasikan
perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah:
menunjukkan potensi cedera limpa atau hati.

5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –
faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.
WOC terlampir

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostik yang diperlukan selama kondisi preoperative di gawat
darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah,
waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum
elektrolit, pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan .
Pemeriksaan diagnostic dapat mencakup sonografi abdomen terfokus untuk
trauma, (FAST, focused abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum
diagnostic (DPL, diagnostic peritoneal lavage), foto toraks (untuk menentukan
kelainan makroskopik serta adanya pergeseran organ), dan CT scan abdomen
a. Pemeriksaan FAST
 Pemeriksaan yang relative cepat menyediakan informasi yang bermanfaat
dan banyak digunakan oleh pusat trauma
 Pemeriksaan ini dilakukan dengan menaruh ultrasound probe diatas
berbagai area abdomen yang menentukan apakah ada cairan bebas di area
tersebut. Area yang dievaluasi adalah kantong morison di kuadran kanan
atas, kantong pericardial, region splenorenal di kuadran kiri atas, dan
panggul (kantong douglas).
 Jika hasil FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka
dilakukan laparotomi eksploratif.
b. Pemeriksaan DPL
 Prosedur diagnostic cepat yang digunakan selama fase resusitasi pada
perawatan pasien trauma hemodinamiknya tidak stabil untuk menegakkan
diagnosa perdarahan intra-abdomen.
 Indikasi: cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental, hipotensi
tidak jelas sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil pemeriksaan
abdomen tidak jelas, cedera medulla spinalis, cedera alih (fraktur tulang,
trauma dada), trauma tembus abdomen (jika eksplorasi tidak diindikasikan).
 Kontraindikasi: riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilah
trimester tiga, sirosis hati lanjut, obesitas morbid, riwayat koagulopati, dan
riwayat pembedahan abdomen berulang kali (terdapat peningkatan resiko
laserasi omentum dan visera atau perforasi vascular jika DPL dilakukan
pada pasien yang menunjukkan temuan ini).
 Teknik: masukkan kateter lavase ke ruang peritoneum melalui insisi 1 -2
cm, upayakan aspirasi cairan peritoneum, infusikan salin normal atau ringer
laktat mengggunakan gaya gravitasi, miringkan pasien ke kiri dan kanan
(kecuali kontraindikasi), Biarkan cairan masuk ke dalam kantong melalui
gravitasi, kirim specimen ke laboratorium.
 Hasil positif: 10-20 ml darah makroskopik pada aspirasi awal, > 100.000 sel
darah merah/mm3, lebih dari 500 sel drah putih/mm3, kadar amylase
meningkat, adanya (empedu, bakteri, atau feses)
 Jika hasil DPL positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, dilakukan
laparotomi eksploratif.
 Ketika melakukan DPL, penting terlebih dahulu memastikan bahwa pasien
terpasang kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik untuk
mendekompresi lambung dan kandung kemih sehingga mencegah terjadinya
perforasi tidak sengaja saat memasang kateter lavase. Ketika foley kateter
dan slang orogastrik atau nasogastrik terpasang, katetter lavase dimasukkan
ke dalam ruang peritoneum. Jika darah makroskopi yang kembali kurang
dari 10 ml, kantong berisi satu liter kristaloid (larutan RL atau NS 0,9%)
hangat diinfuskan ke dalam peritoneum. Setelah infuse selesai, kantong IV
diletakkan pada posisi tergantung guna memungkinkan cairan keluar dari
abdomen karena gravitasi.
c. CT Scan
 Lebih sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
 Sering dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan
mengetahui adanya gangguan.
 CT scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan
panggul serta memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
 CT scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ padat
 Keterbatasan penggunaan CT scan mencakup lama waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan pemeriksaan, kebutuhan untuk memindahkan pasien
keluar dari area resusitasi, dan syarat bahwa pasien harus memiliki
hemodinamik yang stabil dan pergerakan dibatasi selama pemeriksaan.

7. Penatalaksanaan
a. Penangana Awal
1) trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
2) Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit

b. Penanganan dirumah sakit


a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps
visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara
bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam
rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

B. Askep Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas : Nama,umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, dll.
b. Data primer
 Airway
Biasanya jalan nafas paten, tidak ada sumbatan jalan nafas.
 Breathing
Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan napas cuping hidung.
 Circulation
Biasanya terjadi perdarahan, CRT bisa >3 detik, takikardia dan gelisah
 Disability
Biasanya terjadi perubahan kesadaran,

Diagnose keperawatan
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafsan
ditandai dengan dyspneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
- Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan trauma atau
perdarahan
c. Data sekunder
a) Keluhan utama
Nyeri pada abdomen.
b) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan
perdarahan
 Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti
yang diderita pasien sekarang
 Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,misalnya
ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama

c) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : biasanya terjadi perubahan kesadaran
Tekanan darah : biasanya munurun
Nadi : biasanya meningkat
Pernafasan : biasanya meningkat dan pernafasan dalam
Suhu : biasanya kadang menurun atau meningkat

Sistim pernafasan
 Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada
dada serta jalan napasnya.
 Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernapasan tertinggal.
 Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
 Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.

Sistim kardiovaskuler
 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah abdominal dan adakah anemis.
 Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradox

Sistim neurologis
 Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota
gerak
 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS)

Sistim gastrointerstinal
 Pada inspeksi :
 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan
dalam cavum abdomen.
 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.
 Pada palpasi :
 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
 Pada perkusi :
 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
 Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas
dalam cavum abdomen.
 Pada Auskultasi :
 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising
usus atau menghilang.

 Pada rectal toucher :


 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.

Sistim urologi
 Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine
dan warnanya.
 Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
 Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

Sistim tulang dan otot


 Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama
daerah pelvis.
 Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan trauma atau
perdarahan,
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafsan
ditandai dengan dyspneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) ditandai
dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, frekuensi nadi meningkat.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan atau
kelebihan volume cairan ditandai dengan nyeri dan perdarahan.
3. Analisa Data
No DATA DIAGNOSIS LUARAN INTERVENSI
1 DO: Resiko ketidakseimbangan cairan Keseimbangan cairan Manajemen cairan, tindakan
- Tampak lemah ditandai dengan trauma atau setelah dilakukan Observasi
- Tampak pucat perdarahan intervensi selama 2x24  Monitor status hidrasi
- Perdarahan jam maka  Monitor hasil labor
keseimbangan cairan Mis,ht,na,k,cl,bun
DS : meningkat, dengan  Monitor status hemodinamik
- Mengeluh lemah keritia hasil: Terapeutik
 Asupan cairan  Catat intake dan output dan hitung
meningkat balance cairan
 Output urine  Berikan asupan cairan sesuai
meningkat kebutuhan
 Kelembaban  Berikan cairan intravena
membrane mukosa Kolaborasi
meningkat Kolaborasi dalam pemberian diuretik
 Dehidrasi menurun
 Tugor kulit
membaik
 Tekanan darah dan
denyut nadi
membaik
2 DO: Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat nyeri setelah Manajemen nyeri, tindakan.
- tampak meringis agen pencedera fisik (trauma) dilakukan intervensi observasi
- bersikap protektif ditandai dengan mengeluh nyeri, selama 2x 24jam maka  Identifikasi lokasi nyeri,karakteristik,
menghindari nyeri tampak meringis, frekuensi nadi tingkat nyeri menurun, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- gelisah meningkat dengan kriteria hasil: nyeri
- sulit tidur Definisi:  keluhan nyeri  Identifikasi lokasi nyeri
- tekanan darah Pengalaman sensorik atau menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat emosional yang berkaitan dengan  meringis menurun  Identifikasi factor yang memperberat
- pola nafas berubah  kerusakan jaringan aktual atau  sikapprotektif dan memperingan nyeri
DS :   fungsional ringan hingga berat menurun  Monitor keberhassilan terapi
- mengeluh nyeri yang berlangsung kurang dari 3  gelisah menurun komplementer yang sudah diberikan
bulan.  sulit tidur menurun  Monitor efek samping penggunaan
Penyebab:
 TD membaik analgetik
 agen pencedera fisiologis
 Pola nafas membaik Terapeutik
(mis. inflamasi, iskemia,
 Berikan tekhnik nonfarmakologis
neoplasma)
untuk mengurangi nyeri
 agen pencedera kimiawi
 kontrol lingkungan
(mis.terbakar bahan kimia
yang mmperberat rasa nyeri
iritan )
 agen pencedera fisik (mis, fasilitas istirahat dan tidur
abses, amputasi, terbakar, pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
terpotong, mengangkat untuk pemilihan strategi
berat,prosdur Edukasi
operasi,trauma,latihan fisik  jelaskan penyebab, periode, dan
berlebihan) pemicu nyeri
 jelaskan strategi meredakan nyeri
 anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 anjurkan tekhnik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
3 DO: Gangguan integritas kulit / Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit
- kerusakan jaringan jaringan berhubungan dengan jaringan meningkat Observasi
atau lapisan kulit kekurangan atau kelebihan setelah dilakukan  Identifikasi penyebab gangguan integritas
- nyeri volume cairan ditandai dengan intervensi selama 2x kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan
- perdarahan nyeri dan perdarahan 24jam maka integritas status, nutrisi, penurunan kelembaban,
- kemerahan Definisi :kerusakan kulit (dermis kulit meningkat dengan suhu lingkungan ekstrem, penurunan
- hematom atau epidermis) atau jaringan kriteria hasil mobilitas
(membrane mukosa,kornea, fasia,  Kerusakan jaringan
DS: otot, tendon, tulang, kartilago, atau lapisan kulit Terapeutik
- mengeluh kapsul sendi, atau ligamen) meningkat  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kemerahan pada Penyebab  Nyeri menurun  Lakukan pemijitan jika diperlukan
kulit  Perubahan sirkulasi  Perdarahan  Gunakan produk berbahan petroleum
 Perubahan status nutrisi menurun atau minyak pada kulit kering,
 Kekurangan/kelebihan volume  Kemerahan  Gunakan produk berbahan ringan
cairan menurun /alami dan hipoalergik pada kulit
 Penurunan mobilitas  Hematom menurun sensitive
 Suhu lingkungan yang  Hindari produk berbahan dasar alcohol
ekstrem pada kulit kering.
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan nutrisi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis
dapat menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai
faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma abdomen yang
disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada
organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan
trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.
B. Saran
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik
dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan
penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih
ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, 2002, Kamus Saku Kedokteran . Jakarta : EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. EGC : Jakarta

American College of Surgeon Committee of Trauma,2017.Advanced Trauma Life


Support Seventh Edition.Indonesia: Ikabi

Scheets,Lynda J.2017.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC

ENA (Emergency Nurse Association )2000.Emergency Nursing Core


Curiculum,5th,USA:W.B.Saunders Company Catherino ,Jeffrey
M.2003.Emergency Medicine Handbook.USA: Lipipincott Williams

Marilynn E, Doengoes. 2000.  Rencana Asuhan Keperawatan  Edisi 3. EGC : Jakarta

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi


2005 -2006. Editor: Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika

Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :


EGC

Testa,A.Paul.2018.AbdominalTrauma.(Online)(http://emedicine.medscape.com/
article/822099-overview )

Anda mungkin juga menyukai