STATUS EPILEPTIKUS
1.1 Definisi
Status epileptikus adalah keadaan kejang yang berlangsung lama dan bisa
menyebabkan penderitanya mengalami penurunan kesadaran. Kondisi ini tergolong
gawat dan perlu penanganan medis darurat karena dapat menyebabkan kerusakan
otak dan berakibat fatal. Status epileptikus bisa dialami oleh siapa saja yang lebih
rentan mengalami kejang, misalnya penderita epilepsy atau penyakit lain, seperti
infeksi otak dan trauma kepala. Selain itu, kasus status epileptikus juga lebih sering
terjadi pada orang yang berusia 50 tahun ke atas atau pada anak-anak berusia di
bawah 15 tahun.
1.2 Etiologi
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi status epileptikus berupa proses iktogenesis atau proses terjadinya
serangan epileptik. Proses ini berawal dari eksitabilitas satu atau sekelompok neuron
akibat perubahan pada membran sel neuron. Perubahan pada kelompok neuron
tersebut menyebabkan hipereksitabilitas. Proses timbulnya eksitabilitas berbeda
pada tiap fokus epilepsi. Asal timbulnya eksitabilitas dapat berasal dari:
Peran Neurotransmitter
Patofisiologi status epileptiku erat kaitannya dengan peranan neurotransmiter
karena kebanyakan obat antiepilepsi bekerja mengikuti fungsi dari neurotransmiter.
Mekanisme peran neurotransmitter dalam epilepsi meliputi:
1.5 Pathway/W.O.C
(Terlampir)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien epilepsi antara lain
digunakan untuk membantu menunjang diagnosis ataupun mencari etiologi
epilepsi. Berikut pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan pada pasien
epilepsi
Video-Electroencephalography (EEG)
Pemeriksaan EEG dengan rekaman video disamping tempat tidur pasien saat ini
merupakan pemeriksaan baku emas dalam mendiagnosis epilepsi. Pemeriksaan
EEG juga dapat menjadi predictor rekurensi epilepsi. Abnormalitas EEG yang
dapat menjadi prediktor rekurensi epilepsi antara lain ditemukan gambaran sebagai
berikut:
1. Epileptiform discharges
2. Focal slowing
3. Diffuse background slowing
4. Intermittent diffuse intermixed slowing
Studi Prolaktin
Kadar prolaktin diketahui meningkat pada pasien yang mengalami kejang epileptik.
Kadar prolaktin dapat meningkat 3 hingga 4 kali lipat pada pasien dengan tipe
kejang tonik klonik generalisata. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membedakan
kejang yang terjadi bersifat epileptik atau non epileptik, contohnya
akibat psychogenic nonepileptic seizure yang biasa ditemukan pada orang dewasa
dan anak remaja.
Studi Neuroimaging
1.8 Komplikasi
Komplikasi Epilepsi yang terjadi pada penderita di tempat-tempat yang tidak
terduga, dapat membuat penderita berisiko menderita cedera atau patah tulang
akibat terjatuh saat kejang. Selain bahaya cedera, penderita epilepsi dapat
mengalami komplikasi seperti epileptikus dan kematian mendadak
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epileptikus bertujuan untuk menghilangkan serangan kejang pada
pasien epilepsi tanpa disertai efek samping bermakna. Tatalaksana epilepsi secara
umum dapat dibagi menjadi terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.[13]
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian obat anti epilepsi,
yang dapat diberikan secara monoterapi atau politerapi. Keuntungan pengobatan
monoterapi adalah efek samping yang timbul lebih sedikit serta biaya yang jelas
lebih murah. Hanya saja berdasarkan hasil studi yang ada, pasien yang memberikan
respon terapi yang baik berupa penurunan episode kejang hanya 70% saja. Bila
pasien tetap tidak merespon setelah pemberian double terapi, pemberian triple terapi
angka keberhasilan hanya < 5%.
6. Riwayat Alergi
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu
dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi
hipersensitif. Bila terdapat semacam “rash” perlu dibedakan apakah ini terbatas
karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau
karena efek
hipersensitif yang sifatnya lebih luas.
7. Riwayat Pengobatan
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa
lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek
sampingnya.
8. Riwayat Psiko Sosial
Peran terhadap keluarga akan menurun yang diakibatkan oleh adanya perubahan
kesehatan sehingga dapat menimbulkan psikologis klien dengan timbul gejala-
gejala yang di alami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya.
9. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.
1.1.2 Diagnosa
1. Hipertermi
2. Resiko cedera
3. Defisiensi pengetahuan
1.1.3 perencanaan
N SDKI SLKI SIKI
o
1 Hipertermia Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda tanda
keperawatan selama 3x24 vital.
jam masalah hipertermi 2. Berikan pengetahuan pada
dapat teratasi dengan keluarga tentang
kriteria hasil: peningkatan suhu tubuh
s s yang terjadi dan untuk
indikator
a t mengurangi kecemasan.
Ttv dalam batas 3 5 3. Ajarkan ibu memberikan
nornal banyak minum air putih
Turgor kulit 4 5
pada anak.
4. Berikan kompres hangat
pada dahi dan ketiak.
5. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
AT, Millichap JJ. The 2010 Revised Classification of Seizures and Epilepsy.
American Academy of Neurology. 2013;19(3):571-597.
BPJS Kesehatan. Panduan Praktis Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN.
Jakarta: BPJS Kesehatan; 2014.
Bruscky IS, Leite RA, Corrreia CC, Ferreira MB. Characterization of Epilepsy
with Onset after 60 Years of Age. Original Articles. 2016;19(2):343-347.
Calisir N., Bora I., Irgil E., Boz M. Prevalence of Epilepsy in Bursa City
Center, an Urban Area of Turkey. Epilepsia. 2006;47:1691-1699 Corwin E.
Buku Saku Patofisiologi.