Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYFOID

DI RUANG POLI ANAK STASE KEPERAWATAN ANAK


RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH:
M.HENDRIANI IHSAN, S.Kep
NIM 18.31.1152

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2018-2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYFOID
DI RUANG POLI ANAK STASE KEPERAWATAN ANAK
RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH:
M.HENDRIANI IHSAN, S.Kep
NIM 18.31.1152

Banjarmasin, Maret 2019


Mengetahui

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID

A. PENGERTIAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta:
EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. ransmisi terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para
pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat
menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan
tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat
dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
C. TANDA DAN GEJALA
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) (Mansjoer,
Arif, 1999):
a.    Perasaan tidak enak badan
b.    Lesu
c.    Nyeri kepala
d.    Pusing
e.    Diare
f.     Anoreksia
g.    Batuk
h.    Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu (Rahmad
Juwono, 1996) :
a.    Demam
1)    Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari
2)    Minggu II: Demam terus
3)    Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b.    Gangguan pada saluran pencernaan
1)    Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor
2)    Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3)    Terdapat konstipasi, diare
c.    Gangguan kesadaran
1)    Kesadaran yaitu apatis–somnolen
2)    Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit)
D. PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman salmonella typhi (S. typhi) dan salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian yang lain lolos
masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon amunitas
hormonal (16. A) usus kurang baik, maka kuman menembus sel-sel epital
(terutama sel – M) dan selanjutnya lulamina propia kuman berkembang biak dan
di fogosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh fakrofog.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague. Piyenikum dislat dan kemudian kelenjar getah
bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus terasikus kuman yang terdapat
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar keseluruh organ
retikulo endotetial tubuh terutama hati dan limpa. Diagnosa ini kuman
meninggalkan sel-sel fogosit dan kemudian berkembang biak di luar sell fagosit
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi menyebabkan bakterimia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejal penyakit infeksi sisremir
di dalam usus, sebagian kuman dikeluarkan melalui rases dan sewbagian masuk
lagi ked lam serkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali berhubungan makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat-saat fagosifosis kuman salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi dan selanjutnya akan menimbulkan
imflamasi sisteler seperti deman, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
mtabilitas vaskuler, gangguan muntah dan koagulasi.
E. KOMPLIKASI
1.    Komplikasi intestinal
a.    Perdarahan usus
b.    Perporasi usus
c.    Ilius paralitik
2.    Komplikasi extra intestinal
a.    Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b.    Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c.    Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d.   Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e.    Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f.     Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g.    Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1.    Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.   Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4.    Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid.
G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan.

Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari, batas panas
atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi dilakukan secara sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya menurun posisi tubuh harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus,
defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
dan retensi urine.

2. Diet/ Terapi Diet.

Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :

a. Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang bertambah


guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak
memperberat kerja saluran pernafasan.
c. Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-
hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat kasar.
Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita Thypoid.

3. Obat – Obatan.

a. Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.


b. Limfenikol 3.300 mg.
c. Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
d. Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada penderita
Thypoid. Pada penderita toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari, hasil
biasanya memuaskan. Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh
cepat turun sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan
tanpa indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam kasus demam thypoid adalah
sebagai berikut :
a.    Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
b.    Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi
c.    Ketidak seimbangangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang tidak adekuat
d.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, istirahat total dan
pembatasan karena pengobatan

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa
No NOC NIC
keperawatan
1 Hypertermi Termoregulasi 1. Pantau suhu tubuh pasien setiap 4
b/d proses Tanda-tanda Vital jam
infeksi 2. Kolaborasi pemberian antipiretik
Setelah dilakukan tindakan sesuai anjuran
keperawatan selama….x 24 jam 3. Turunkan panas dengan melepaskan
pasien menujukan temperatur selimut atau menanggalkan pakian
dalan batas normal dengan yang terlalu tebal, beri kompres
kriteria: dingin pada aksila dan liatan paha.
Indikator IR ER 4. Pantau dan catat denyut dan irama
1. Bebas dari nadi, vekanan vena sentral, tekanan
kedinginan darah, frekuensi napas, tingkat
2. Suhu tubuh responsitas, dan suhu kulit minimal
stabil 36-37 4 jam
C 5. Observasi adanya konfusi
disorientasi
3. Tanda-tanda 6. Berikan cairan IV sesuai yang
vital dalam dianjurkan.
rentang
normal

Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
   
2 Nyeri akut Tingkat kenyamanan Manajemen nyeri :
berhubungan Control nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
dengan agen komprehensif termasuk lokasi,
penyebab Setelah dilakukan askep karakteristik, durasi, frekuensi,
selama ..... x 24 jam pasien kualitas dan faktor presipitasi.
cidera
menunjukan tingkat 2. Observasi  reaksi nonverbal dari
biologis atau kenyamanan meningkat, dan ketidaknyamanan.
infeksi dibuktikan dengan: 3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
Indikator IR ER pengalaman nyeri klien sebelumnya.
1. level nyeri 4. Kontrol faktor lingkungan yang
pada scala mempengaruhi nyeri seperti suhu
2-3 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
2. Pasien 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
dapat 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
melaporka (farmakologis/non farmakologis).
n nyeri 7. Ajarkan teknik non farmakologis
pada (relaksasi, distraksi dll) untuk
petugas, mengetasi nyeri.
3. Frekuensi 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri nyeri.
4. Ekspresi 9. Evaluasi tindakan pengurang
wajah  nyeri/kontrol nyeri.
5. Menyatak 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada
an komplain tentang pemberian
kenyaman analgetik tidak berhasil.
an fisik 11. Monitor penerimaan klien tentang
dan manajemen nyeri.
psikologis
, Administrasi analgetik :.
6. TD 1. Cek program pemberian analogetik;
120/80 jenis, dosis, dan frekuensi.
mmHg, 2. Cek riwayat alergi..
N: 60-100 3. Tentukan analgetik pilihan, rute
x/mnt, pemberian dan dosis optimal.
RR: 16- 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
20x/mnt pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
Keterangan : terutama saat nyeri muncul.
1. Keluhan ekstrim 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
2. Keluhan berat dan gejala efek samping.
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Control nyeri  pada level 3
dibuktikan dengan:
1. Pasien melaporkan gejala
nyeri dan control nyeri.
3 Ketidak Status gizi : asupan gizi Manajemen Nutrisi
seimbangang 1. kaji pola makan klien
an Nutrisi Setelah dilakukan askep 2. Kaji adanya alergi makanan.
kurang dari selama ....x24 jam pasien 3. Kaji makanan yang disukai oleh
menunjukan: klien.
kebutuhan
status nutrisi adekuat 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk
tubuh dibuktikan dengan : penyediaan nutrisi terpilih sesuai
berhubungan Indikator IR ER dengan kebutuhan klien.
dengan intake 1. BB stabil tidak 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
makanan 2. Terjadi mal asupan nutrisinya.
yang tidak nutrisi 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
adekuat 3. Tingkat energi mengandung cukup serat untuk
adekuat mencegah konstipasi.
4. Masukan nutrisi 7. Berikan informasi tentang kebutuhan
adekuat nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
Keterangan : klien.
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat Monitor Nutrisi
3. Keluhan sedang 1. Monitor BB setiap hari jika
4. Keluhan ringan memungkinkan.
5. Tidak ada keluhan 2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Defisit Perawatan diri : aktivitas Bantuan perawatan diri
perawatan kehidupan sehari-hari 1. Monitor kemampuan pasien terhadap
diri perawatan diri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor kebutuhan akan personal
keperawatan ....x24 jam klien hygiene, berpakaian, toileting dan
dengan
mampu melakukan Perawatan makan
kelemahan, diri/Self care : Activity Daly 3. Beri bantuan sampai klien
istirahat total Living (ADL) dengan skala 1-2 mempunyai kemapuan untuk
dan dengan indicator : merawat diri
pembatasan 4. Bantu klien dalam memenuhi
karena kebutuhannya.
pengobatan 5. Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam
Indikator IR ER memenuhi kebutuhan sehari-hari.
1. Pasien dapat 8. Berikan reinforcement atas usaha
melakukan yang dilakukan dalam melakukan
aktivitas perawatan diri sehari hari.
sehari-hari
(makan,
berpakaian, Self-care assistant.
kebersihan, 1. Kaji kemampuan klien self-care
toileting, mandiri
ambulasi) 2. Kaji kebutuhan klien untuk personal
2. Kebersihan hygiene, berpakaian, mandi, cuci
diri pasien rambut, toilething, makan.
terpenuhI 3. sediakan kebutuhan yang diperlukan
untuk ADL
4. Bantu ADL sampai mampu mandiri.
Keterangan : 2. Anjurkan keluarga untuk membantu
1. Keluhan ekstrim 3. Ukur tanda vital setiap tindakan
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

 
DAFTAR PUSTAKA

Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit      media
aesculapius.          Jakarta : fkui

Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc

Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc

Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc

Http://julismuharram.blogspot.com/

Http://ismiodewade.blogspot.com/2015/10/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
demam.html

Anda mungkin juga menyukai