Anda di halaman 1dari 19

Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

OLEH
NUR REZKI HADIYANTI Z., S.Kep
NIM : 70900120046

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan


Pendahuluan terkait penyakit Demam Thypoid ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit demam
thypoid. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Makassar, April 2021

Nur Rezki Hadiyanti Z., S.Kep.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................

KATA PENGATAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................

BAB I KONSEP MEDIS

A. Defenisi…........................................................................................... 4
B. Etiologi…………................................................................................ 4
C. Patofisiologi......................................................................................... 5
D. Manifestasi Klinik ………………………………………….….…… 5
E. Pemeriksaan Penunjang……………………………………..…….... 6
F. Penatalaksanaan................................................................................... 6
G. Komplikasi ……………………....……………………….….…...…. 8

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ......................................................................................... 9
B. Diagnosis Keperawatan .................................................................... 10
C. Intervensi Keperawatan .................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………….……..… 20

Penyimpangan KDM
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Demam thypoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang


disebabkan oleh Salmonella typhi.Typhoid atau typhus berasal dari bahasa
Yunani typhos yang berarti penderita demam dengan gangguan kesadaran
(Widoyono, 2011)
Demam typhoid adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh “Salmonella
Typhosa”, Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penularan secara fekal oral,
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi
terutama “Carrier” ini mungkin penderita yang sedang sakit (“Carrier
akut”), “Carrier” menahun yang terus mengeluarkan kuman atau “Carrier”
pasif yaitu mereka yang mengeluarkan kuman melalui eksketa tetapi tak
pernah sakit (Andra & Yessie, 2013).
Demam thypoid atau Tifus abdominalis adalah suatu penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan juga
gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson, 2015).

B. Etiologi

Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus abdominalis


atau Typhoid fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi A, B dan C. (Soedarto:2010)
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi.
Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flagela, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan
57oc selama beberapa menit.

4
Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium, yaitu:
1. Antigen O (Somatik)
2. Antigen H (Flagela)
3. Antigen K (Selaput) (Widoyono,2011)

C. Patofisiologi

Kuman Salmonella Thypi masuk tubuh manusia melalui mulut


bersamaan dengan makanan dn minuman yang terkontaminasi oleh
kuman, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limpoid plak peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Bila terjadi komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran
limpe dan mencapai kelenjar limpe mesenterial dan masuk aliran darah
melalui duktus torasikus. Salmonella thphy bersarang di plak peyeri,
limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotrlial. Endotoksin
Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat kuman tersebut berkembangbiak. Salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit
pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam (Andra & Yessie,
2013)

D. Manifestasi Klinik
1. Malaise
2. Mual & Muntah
3. Sakit kepala
4. Rasa tidak enak di perut
5. Demam
6. epistaksis
7. Diare (Andra & Yessie,2013)

5
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap


Dapat dtemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
3. Widal tes
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita demam typhoid. Akibat
adanya infeksi salmonella typhi maka penderita membuat
antibodi(aglutinin). (Andra&Yessie,2013).
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif padaminggu pertama
Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif pada minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3
dan 4 terjadinya demam.

F. Penatalaksanaan

1. Istirahat dan perawatan


Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan

6
membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan
perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan, yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia orostatik serta hygiene
perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga (Andra&Yessie,2013).
2. Diet
Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat
(Amin & Hardi, 2015).
3. Pemberian antibiotik
a. Klorampenikol
Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan
utama untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang diberikan
4 x 500 mg perhari dapat diberikan peroral atau intravena,
diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam.
b. Tiampenikol
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam thypoid
hampir sama dengan klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan
terjadi anemia aplastik lebih rendah dari klorampenikol. Dosis
4x 500 mg diberikan sampai hari ke 5 dn ke-6 bebas demam.
c. Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2x2 tablet dan diberikan selama 2
minggu.
d. Ampicilin dan amoksilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan
50-150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e. Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang
terbukti efektif untuk demam thypoid adalah sefalosforin, dosis
yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc

7
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga
5 hari (Andra & Yessie, 2013).

G. Komplikasi

1. Perdarahan usus
Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang
dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga/setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu perut hebat, dinding abdomen
tegang dan nyeri tekan.
4. Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam &
Utami, 2013)

8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
2. Riwayat pasien masuk rumah sakit dana pa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
5. Riwayat psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Interpersonal: hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism:
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
b. Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composments-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit pasien.
b. Tanda-tanda vital dan poemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan
dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip

9
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi, disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat di
hitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan

B. Diagnose Keperawatan
1. Termoregulasi tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Defisit nutrisi
4. Resiko ketidakseimbangan cairan
5. Konstipasi

C. Intervensi
No. Diagnosa keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi
1. Termoregulasi tidak Tujuan: Observasi
efektif (D.0149) setelah dilakukan 1. monitor suhu minimal
intervensi keperawatan tiap 2 jam
selama 3x 24 jam 2. monitor TD, nadi,
diharapkan suhu pernafasan
dalam batas normal. 3. monitor warna dan
Kriteria hasil: suhu kulit
1.keseimbangan antara 4. monitor dan catat tanda
produksi panas, panas dan gejala hipotermia
yang diterima, dan atau hipertermia
kehilangan panas Terapeutik
2. temperature stabil 1. pasang pemantau suhu
36,5- 37oC kontinu, jika perlu
3. Tidak ada kejang 2. tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi
adekuat
3. gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan

10
penghangat ruangan
untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
4. gunakan kasur
pendingin, water
cirlating, blankets, ice
pack atau gel pad dan
intravascular cooling
catheterization untuk
menurunkan suhu
tubuh
5. sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustin dan heat
stroke
2. jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
kolaborasi
kolaborasi pemberian
antipiretik
2. Nyeri akut Tujuan: Observasi
Setalah dilakukan 1. identifikasi lokasi,
intervensi keperawatan karakteristik , durasi,
selama 3x24 jam frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri intesitas nyeri.

11
teratasi. 2. Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil: 3. Identifikasi respon
1.Mampu mengontrol nyeri non verbal
nyeri(tahu penyebab 4. Identifikasi factor yang
nyeri,mampu memperberat dan
menggunakan tehnik memperingan nyeri
nonfarmakologi untuk 5. Indentiikasi
mengurangi nyeri, pengetahuan dan
mencari bantuan.) keyakinan tentang
2. Melaporkan bahwa nyeri
nyeri berkurang 6. Indentifikasi pengaruh
dengan menggunakan nyeri pada kualitas
manjemen nyeri. hidup
3.mampu mengenali 7. Monitor keberhasilan
nyeri(skala,intensitas, terapi komplementer
frekuensi, dan tanda yang sudah diberikan
nyeri) 8. Monitor efek samping
4.menyatakan rasa penggunaan analgetik
nyaman setelah nyeri Terapeutik
berkurang. 1. Berikan terapi
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri.
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istrahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan

12
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyabab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
merdakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjarkan terapi
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit nutrisi (D.0019) Tujuan: Obeservasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi status
intervensi keperawatan nutrisi
selama 3x24 jam 2. Identifikasi alergi dan
diharapkan kebutuhan intoleransi aktifitas
nutrisi terpenuhi. 3. Identifikasi makanan
Kriteria hasil: yang disukai
1.Adanya peningkatan 4. Identifikasi kebutuhan
berat badan sesuai kalori dan jenis nutrient
dengan tujuan. 5. Identifikasi perlunya
2.Berat badan ideal penggunaan selang

13
sesuai dengan tinggi nesogastrik
badan. 6. Monitor aspan nutrisi
3.Mampu 7. Monitor berat badan
mengidentifikasi 8. Monitor hasil
kebutuhan nutrisi. pemeriksaan
4.Tidak ada tanda- laboratorium
tanda malnutrisi Terapeutik
5.Tidak ada penurunan 1. Lakukan oral hygine
berat badan yang sebelum makan
berarti. 2. Fasilitasi menentukan
pedoaman diet
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan sumplemen
makanan
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan

14
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan
4. Resiko 1.fluid balance Observasi
ketidakseimbangan 2.Hydration 1. Monior frekuensi dan
cairan (D. 0036) 3.Nutritional status: kekuatan nadi, nafas,
food and fluid intake TD, dan BB
Kriteria hasil: 2. Monitor waktu
1.Mempertahankan pengisian kapiler
urine output sesuai 3. Monitor elastisitas atau
dengan usia dan BB. turgor kulit
2.Tekanan darah, nadi, 4. Monitor jumlah, warna
suhu tubuh dalam dan berat jenis urine
batas normal. 5. Monitor kadar albumin
3.Tidak ada tanda- dan protein total
tanda dehidrasi, 6. Monitor hasil
elastisitas turgor kulit pemeriksaan serum
baik,membranmukosa 7. Monitor intake dan
lembab, tidak ada rasa output cairan
haus yang berlebihan 8. Indentifikasi tanda-
tanda hipovolemia dan
hypervolemia
9. Identifikasi factor
resiko
ketidakseimabangan
cairan
Terapeutik
1. Atur intervensi waktu
pmantuan sesuai

15
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
5. Konstipasi (D.0049) 1. Bowel Obsevasi
elimination 1. Identifikasi factor
2. Hydration resiko konstipasi
Kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan
1.Mempertahankan gejala konstipasi
bentuk feses lunak 3. Identifikasi status
setiap 1-3 hari kognitif untuk
2. bebas dari mengkomunikasikan
ketidaknyamanan dan kebutuhan
konstipasi 4. Identifikasi pengunaan
3. mengidentifikasi obat-obatan yang
indikator untuk menyebabkan
mencegah konstipasi konstipasi
4. feses lunak dan Terapeutik
berbentuk 1. Batasi minuman yang
mengandung kafein
dan alcohol
2. Jadwalkan rutinitas
BAK
3. Lakukan masase
abdomen
4. Berikan terapi
akupresur

16
Edukasi
1. Jelaskan penyebab
dan factor resiko
konstipasi
2. Anjurkan minum air
putih sesuai dengan
kebutuhan
3. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan berserat
4. Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan berjalan 15-
20 menit 1-2 kali/hari
6. Anjurkan berjongkok
untuk memfasilitasi
proses BAB
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi

17
PATHWAY

Kuman Salmonella typhi Lolos dari asam lambung


yang masuk ke saluran
Malaise, perasaan
gastrointestinal
tidakenak, nyeri abdomen
Bakteri masuk usus halus

Pembuluh limfe Inflamasi Komplikasi intestinal:


perdarahan usus, perforasi
usus (bag.distal ileum,
Peredaran darah Masuk retikulo endothelial
peritonituis
(bakteremia primer) (RES) terutama hati dan
limfa

Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk kealiran darah


limfa (bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel.


Limfoid halus Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


hepatomegali Pembesaran limfa

Merangsang melepas zat


Nyeri tekan. Nyeri akut Splenomegali epirogen oleh leukosit

Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan moblitas usus thermoregulatory
dihipotalamus
Erosi Penurunan peristaltic usus
Ketidakefektifan
Komplikasi perforasi termoregulasi
dan perdarahan usus

konstipasi Peningkatan asam


lambung
18
Resiko kekurangan
volume cairan Anoreksia mual muntah
Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Andra & Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika

Korwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC: Jakarta.

Nasar, I Made. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus). Sagung Seto: Jakarta.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC.

Susilaningrum, Nursalam & Utami, 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan


Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta : Salemba, Medika.

Soedarto. 2010. Penyakit Menular di Indonesia. Sagung Seto: Jakarta.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

19

Anda mungkin juga menyukai