Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN ANAK

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA )

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi


Pada Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
AFENTIANI RIZKY SUHENDRI
204291517030

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I KONSEP DASAR............................................................................................................................3
A. Definisi......................................................................................................................................3
B. Anatomi dan Fisiologi..............................................................................................................3
C. Patofisiologi dan Pathway.......................................................................................................4
D. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................5
E. Penatalaksanaan......................................................................................................................5
F. Konsep Pertumbuhan..............................................................................................................5
G. Konsep perkembangan........................................................................................................6
H. Konsep Hospitalisasi.................................................................................................................10
BAB II TEORI ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................16
A. Pengkajian Keperawatan......................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................19
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................................19
D. Implementasi Keperawatan..................................................................................................23
E. Evaluasi..................................................................................................................................24
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................27
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang paling banyak terjadi pada
manusia di segala umur. Anak-anak dan bayi yang paling rentan dan banyak terkena
ISPA (Sternak et al.,2016). ISPA pada umumnya bersifat ringan dan biasanya
disebabkan oleh virus, dan bakteri bakteri (Bellos et al., 2010).

ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam mikrorganisme dan
dapat menyebabkan Infeksi. Kematian yang disebabkan oleh infeksi terjadi 2-6 kali
lebih tinggi di negara berkembang. Infeksi merupakan salah satu faktor penyebab
kematian anak- anak di bawah umur lima tahun (Anjum U.M et al.,2017)

B. Anatomi dan Fisiologi


Sistem pernapasan atau juga dikenal sebagai sistem respirasi terdiri dari Paru-paru
Pembuluh pernapasan bagian atas, yamg memungkinkan masuknya udara atmosfer ke
dalam sistem pernapasan, ini melibatkan hidung (dan mulut), laring (dan faring), dan
trakea (tenggorokan). Saluran udara pernapasan bagian bawah yang memungkinkan
lewatnya udara atmosfer ke paru-paru itu sendiri, melibatkan bronkus dan bronkiolus
utama. Saluran udara pernapasan akhir yang memungkinkan pertukaran gas terjadi,
melibatkan bronkiolus pernafasan, kantung alveolar dan alveoli.

Fungsi utama dari sistem pernpasan adalah mengambil oksigen dan megeluarkan
karbon dioksida. Pertukaran gas ini disebut respirasi dan terjadi antara atmosfer,
darah, dan sel dalam fase yang berbeda:

1. Ventilasi pumonari. Kata pulmo merujuk ke paru-paru dan ventilasi pulmonari


adalah istilah lain untuk pernapasan. Udara dihirup atau ditarik ke dalam paru-paru
dan kemudian dikelurkan dari paru-paru
2. Respirasi eksternal (respirasi pulmonari). Pertukaran gas yang terjadi antara paru-
paru dan darah. Pada respirasi eksternal darah mengambil oksigen dan melepaskan
karbondioksida
3. Respirasi internal (respirasi jaringan). Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan
sel jaringan. Pada respirasi internal darah melepaskan oksigen dan mengikat
karbondioksida. Selama inspirasi, otot-otot interkostal eksternal ditemukan antara
kontraksi rusuk, mengerakkan tulang rusuk ke atas dan keluar. Otot diafragma juga
berkontraksi dan membentuk kubah yang datar. Ini meningkatkan ruang di paru-
paru dan menyebabkan udara secara otomatis ditarik ke dalam paru-paru.Selama
ekspirasi, otot-otot interkostal eksternal berelaksasi dan tulang rusuk kembali ke
posisi istirahat mereka. Diafragma berelaksasi, kembali ke bentuk kubah aslinya.
Ini menyebabkan ruang di paru-paru menjadi lebih kecil, memaksa udara keluar
dari mereka.

C. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Marni (2014), Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa
bakteri dari Genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella
dan korinebakterium dan Virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus
para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus
kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan
melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman
tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan, yang
mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
Pemeriksaan ini untuk melihat penebalan dinding nasal, penebalan konka dan
penebalan mukosa yang menunjukan common cold
2. Foto polos
Pemeriksaan ini untuk melihat perubahan pada sinus
3. Pemeriksaan laboratorium

E. Penatalaksanaan
Depkes RI, (2005). merekomendasikan terapi suportif ISPA sebagai salah satu
penatalaksanaan menggunakan obat simptomatik antara lain obat analgetikantipiretik,
antihistamin, kortikosteroid,dekongestan, bronkodilator dan mukolitik. Sedangkan
menurut standar WHO: Model formulary for children 2010, antara lain golongan
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida dan makrolida.

F. Konsep Pertumbuhan
a. Definisi pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau keseluruhan. Bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan
mempergunakan satuan panjang dan berat.
b. Penilaian pertumbuhan anak
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai pada penilaian pertumbuhan fisik,
antara lain tinggi badan, berat badan, lingkaran kepala, lingkaran dada, lipatan
kulit, lingkaran lengan atas, panjang lengan (arm span), proporsi tubuh/perawakan,
dan panjang tungkai. Penilaian pertumbuhan dimulai dengan memplot hasil
pengukuran tinggi badan, berat badan pada kurva standar (misalnya NCHS,
Lubschenko, Harvard, dan lain sebagainya), sejak dalam kandungan (intra uterin)
hingga remaja. Berikut rumus untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan
normal pada bayi dan anak:
1. Beber
apa

ukuran yang perlu diketahui sebagai patokan:


Berat badan (BB)
Rata-rata lahir normal 3.000-3.500 gr
Umur 5 bulan 2x berat badan lahir
Umur 1 tahun 3x berat badan lahir
Umur 2 tahun 4x berat badan lahir
Kenaikan berat badan pada tahun pertama kehidupan:
a. 700-1000 gram/bulan pada triwulan I
b. 500-600 gram/bulan pada triwulan II
c. 350-450 gram/bulan pada triwulan III
d. 250-350 gram/bulan pada triwulan IV
2. Pada masa pra sekolah kenaikan BB rata-rata 2 kg/tahun.
Tinggi badan (TB)
Rata-rata lahir normal 50 cm
Umur 1 tahun 1,5 x TB lahir
Umur 4 tahun 2 x TB lahir
Umur 6 tahun 1,5 x TB setahun
Umur 13 tahun 3 x TB lahir
Dewasa 3,5 x TB lahir (2 x TB setahun)

G. Konsep perkembangan
Perkembangan anak adalah pembentukan bertahap yang ditentukan secara biologis
karakteristik dan sifat yang muncul saat anak belajar dari pengalaman.

Teori perkembangan

1) Perkembangan Psikoseksual Anak (Sigmund Freud)

(1) Fase Oral (0–1 tahun)


- Kepuasan dan kenikmatan anak oleh pengalaman sekitar mulut

- Dasar perkembangan mental yang sehat

- Bila ibu berhasil memberi rasa aman maka anak akan dapat melangkah dengan
mantap ke fase berikut

- Titik rawan fase ini berhubungan dengan persoalan makan dan menyapih. Bila ada
hambatan terjadi fiksasi oral dan akan terbawa ke fase ke-2 dst.

(2) Fase Anal (1–3 tahun)

- Anak mulai menampakkan ke”aku”an

- Sangat narsistik dan egoistik

- Mulai belajar kenal tubuh sendiri

- Mendapat kepuasan dan kenikmatan dari pengalaman auto erotiknya Tugas perkemb
fase ini :

1. Toilet training

2. Perkembangan bicara dan bahasa

(3) Fase Falik/Oedipal (3-6 tahun)

- Anak mulai melakukan rangsangan autoerotik

- Merasakan dorongan seksual yang ditujukan kpd ortu dgn jenis kel. berbeda,
bersaing dgn ortu berjenis kel. sama oleh karena itu persaingan aman, maka anak
tidak merasa terancam.

- Perasaan seksual yg negatif menyebabkan menjauhi ortu lawan jenis & mendekati
ortu sesama jenis kelamin  mulai proses identifikasi seksual

- Berkembang lebih bebas. Anak menyadari bahwa dia harus belajar menyesuaikan
diri dgn norma masyarakat, super ego mulai berkembang

(4) Fase Laten (7-12 tahun)

- Fase Laten Merupakan proses integrasi.

- Anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, hubungan kelompok,


pelajaran sekolah, konsep moral dan etik, hubungan dengan dunia orang dewasa
- Anak harus mengintegrasikan semua pengalaman baru

(5) Fase Genital (12–18 tahun)

Anak mengalami kesulitan yang kompleks. Diharapkan mampu berinteraksi sebagai


orang dewasa sementara berada pada masa transisi. Kesulitannya adalah apabila
belum menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

2) Perkembangan Psikososial Anak (Erickson)

Perkembangan emosi sejajar dengan pertumbuhan fisik, terdapat interaksi antara


perkembangan fisik dan psikologis. Adanya keseimbangan dan keteraturan akan
menimbulkan kedewasaan anak. Perkembangan psikologis, perkembangan biologis,
perkembangan sosial menyatu. Anak menggunakan bermain utk 14 mengatasi
berbagai persoalan dan memuaskan perasaan.

(1) Infancy (0-1 tahun) Trust vs Mistrust

Terjadi interaksi antara ibu dan anak. Rasa aman anak dapat dilihat dari enaknya
makan, nyenyaknya tidur, mudah defekasi. Berkembangnya perasaan aman tidak
tergantung dari kuantitas makanan dan demonstrasi sayang yang diberikan, tetapi
banyak dipengaruhi oleh kualitas hubungan ibu dan anak. Rasa aman akan
menimbulkan dasar-dasar kepercayaan thdp dunia luar. Bila rasa kepercayaan tdk
tumbuh, maka akan timbul rasa tidak aman dan tidak percaya terhadap dunia luar.
Tidak adanya kepercayaan dasar dapat dijumpai pada klien schizophrenia. Tidak
adanya kepercayaan thdp dunia luar menyebabkan klien tersebut menarik diri ke
dalam dunianya dan depresi.

(2) Toddlerhood (1-3 tahun) Autonomy vs doubt dan shame

15 Anak belajar menegakkan kemandirian, tetapi belum dapat berpikir secara


diskriminatif, perlu bimbingan yg tegas. Hambatan pada fase ini akan mengakibatkan
sikap yg obsesif kompulsif, bahkan pada thp yg lebih berat akan menimbulkan sikap
paranoid.

(3) Early Childhood (3-6 tahun) Initiative vs Guilt

Anak sangat aktif dan banyak bergerak, belajar mengembangkan kemampuan utk
bermasyarakat. Inisiatif mulai berkembang. Bersama teman belajar merencanakan
permainan dan melakukan dengan gembira. Norma masyarakat telah ditanamkan oleh
orang tua dan lingkunga. Rasa bersalah (konflik) akan menimbulkan kebencian pada
ortu, saat dewasa muncul dlm bentuk histeria dan psokosomatis

(4) Middle Childhood (6-12 tahun) Industry vs Infeority Berusaha utk merebut
perhatian dan penghargaan atas karyanya. Belajar menyelesaikan tugas yg diberikan
padanya. Mulai senang belajar bersama. Bila merasa dirinya kurang mampu dibanding
temannya akan timbul rasa rendah diri

(5) Adolescence (13-18 tahun) Identity vs Role confusion

Pertumbuhan fisik sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai
figur identifikasi mulai luntur sehingga mencari figur lain. Mulai meragukan nilai-
nilai yang dianut. Bereksperimen dengan berbagai peran untuk mendapatkan yang
cocok

3) Perkembangan kognitif (JEAN PIAGET)

(1) Fase sensori motor (0-2 tahun)

Anak sangat egosentris. Semua usaha berhubungan dengan kesenangan sendiri.


Kebutuhan kebanyakan bersifat fisik, yang berkembang pesat adalah kemampuan
sensori motorik. Anak belajar melakukan berbagai gerakan yang makin terkoordinasi,
terarah dan bertujuan. Kepuasan yg didapat dari fungsi sensori motorik

(2) Fase pra-operasional (2-7 tahun)

A. Fase pra-conceptual (2-4 tahun)

• Mulai mengembangkan kemampuan bahasa utk komunikasi dgn lingkungan

• Awalnya anak mempertahankan egosentris (belum menerima pendapat orang lain)

• Mulai belajar komunikasi sosial

B. Fase intuitif (4-7 tahun)

• Makin mampu bermasyarakat

• Belum mampu berpikir secara timbal balik

• Banyak memperhatikan dan meniru perilaku org dewasa

• Mangambil alih norma moral dan perilaku ortunya


(3) Fase operasional konkrit (7-11 tahun)

Pengalaman fase sebelumnya menjadi lebih mantap. Mulai sadar pada kemampuannya
untuk bekerja sama dengan orang lain. Kesadaran terhadap proses timbal balik. Mulai
mengerti bahwa orang lain bisa mempunyai pendapat yang berbeda dengan
pendapatnya

(4) Fase operasional formal (11-18 tahun)

Kemampuan berpikir sudah mencapai orang dewasa. Mampu berpikir secara logis.
Mengeksplorasi dan menyelesaikan persoalan atas dasar berbagai kemungkinan

H. Konsep Hospitalisasi
1. Pengertian

Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alas
an tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Hospitalisasi pada anak
adalah suatu sindrom yang terjadi pada anak yang dirawat di rumah sakit secara
terpisah dari ibunya atau pengganti peran ibu dalam kurun waktu yang lama. Kondisi
ini ditandai dengan tidak adanya kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu
makan buruk, tidur terganggu, episode demam, hilangnya kebiasaannya menghisap
dan nampak tidak bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali dengan anak dalam
waktu 2-3 minggu. (Bastaman et al, 2004).

2. Persepsi Anak Tentang Hospitalisasi (Lau Dan Tse, 1994)

a. Pengabaian: .

b. Hukuman:

c. Takut katastrofik:

d. Takut akan kematian:

3. Faktor-Faktor Stresor Hospitalisasi


a. Faktor Lingkungan rumah sakit;

Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut pandang
anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing,
berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat
menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua. (Norton-
Westwood, 2012).

b. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti;

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan


seharihari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan anggota
keluarga lainnya (Pelander & Leino-Kilpi, 2010).

c. Faktor kurangnya informasi

Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani
hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal
yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi
juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon et
al, 2010).

d. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian

Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah
baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan
kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan (Price & Gwin, 2005).

e. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan;

Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil
bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi, 2010).

f. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit.

Mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa


dan komunikasi. (Pena & Juan, 2011).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Dalam Bereaksi Terhadap Hospitalisasi

a. Umur dan perkembangan kognitif


Hospitalisasi dan faktor-faktor yang terkait lebih mempengaruhi anak-anak dibanding
dengan orang dewasa. Anak-anak memang jelas tidak memiliki kemampuan emosi
dan kognitif yang setara dengan orang dewasa. (Lau & Tse, 1994 ; Chung, 2014) b)
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi

b. Kecemasan Orangtua

Orang tua dan anak mengalami kecemasan saat anak dihospitalisasi. Kecemasan yang
terjadi pada orang tua ini dapat meningkatkan kecemasan anak. Orang tua kadang
tidak menjawab pertanyaan anak dan tidak menjelaskan yang sebenarnya karena
khawatir anak menjadi takut dan cemas. Orang tua takut membuat bingung anak dan
menurunkan tingkat kepercayaan anak. (James & Ashwill, 2007)

c. Persiapan anak dan orang tua

Metode yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak dalam menjalani hospitalisasi
adalah mengerti kebutuhan tentang dari anak tersebut. Petugas kesehatan harus
mempertimbangkan umur, tingkat perkembangan, keterlibatan keluarga, waktu, status
fisik dan psikologi anak, faktor sosial budaya dan pengalaman terhadap sakit maupun
pengalaman merawat anak. (James & Ashwill, 2007)

d. Ketrampilan koping anak dan keluarga

Koping merupakan suatu proses dalam menghadapi kesulitan untuk mendapatkan


penyelesaian masalah. Koping anak terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh usia,
persepsi terhadap kejadian yang dialami, hospitalisasi sebelumnya dan dukungan dari
berbagai pihak. (James & Ashwill, 2007)

5. Reaksi Psikologis Anak Terhadap Hospitalisasi

Reaksi anak terhadap hospitalisasi dimulai saat sebelum masuk rumah sakit, selama
hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit. Perubahan perilaku temporer dapat
terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai pulang dari rumah sakit. Perubahan
ini disebabkan oleh (1) perpisahan dari orang-orang terdekat, (2) hilangnya
kesempatan untuk membentuk hubungan baru, dan (3) lingkungan yang asing ( Wong
et al, 2003).

Kekhawatiran yang paling sering dikeluhkan anak yang dirawat inap adalah (a)
kecemasan karena perpisahan dari keluarga dan teman-temannya, (b) ketakutan
terhadap orang dan lingkungan yang asing, (c) ketidakpastian tentang peraturan rumah
sakit dan harapan, (d) persepsi sebelum hospitalisasi, (e) ketakutan terjadi mutilasi
anggota tubuh atau kematian, (f) ketakutan terhadap rasa nyeri dan ketidaknyamanan,
(g) pikiran bahwa hospitalisasi sebagai hukuman, (h) kehilangan kontrol emosi dan
fisik,(i) persepsi tentang perubahan fisik, (j) kehilangan kemandirian dan identitas,
serta (k) takut ditolak . Hampir semua, rumah sakit adalah lingkungan asing yang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Child Hospitalization 49 (Berz, 2000).
Dampak hospitalisasi selain cemas perpisahan, juga dapat berupa regresi dan adanya
rasa malu (Lau & Tse, 1994)

6. Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas medis dalam memberikan
pencegahan dampak hospitalisasi pada anak, adalah :

a. Persiapan hospitalisasi

Proses persiapan hospitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian


informasi secara verbal dan tertulis, kunjungan keliling rumah sakit, pertunjukan
menggunakan boneka dan permainan yang menggunakan miniatur peralatan rumah
sakit yang nanti akan dijumpai anak pada saat proses pengobatan. Persiapan bisa juga
menggunakan buku-buku, video atau film yang menceritakan seputar kondisi di
rumah sakit. (Bonn. 1994 ; Karling, 2006; Wong et al, 2003; Turket et al, 2009;
Gordon et al, 2010)

b. Mencegah dan mengurangi perpisahan

Kehadiran orang tua setiap saat dapat membantu mengurangi kecemasan anak. Orang
tua diharapkan terlibat dalam aktivitas pengobatan sehingga orang tua dapat
berpartisipasi terhadap pengobatan. (Wong et al, 2003) Lingkungan yang akrab juga
meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua tidak dapat
melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-barang kesukaan anak dari
rumah ke rumah sakit seperti selimut, alat bermain, botol, peralatan makan, atau
pakaian.(Price & Gwin, 2005)

c. Mencegah kehilangan kontrol


Kehilangan kontrol dapat terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik dan perubahan
rutinitas. Kehilangan kontrol dapat dicegah dengan meningkatkan kebebasan
bergerak, mempertahankan rutinitas anak, mendorong kemandirian dan meningkatkan
pemahaman. (Wong et al 2003)

d. Mencegah dan mengurangi ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri Anak akan
dihantui rasa takut akan mengalami cedera tubuh dan nyeri dalam menghadapi
prosedur yang menyakitkan. Tehnik manipulasi prosedural untuk setiap kelompok
umur dapat mengurang ketakutan terhadap cedera tubuh. Intervensi yang paling
mendukung adalah dengan prosedur secepat mungkin dan mempertahankan kontak
orang tua dengan anak. (Wong et al, 2003)

e. Penataan Ruang Rawat Inap dan Ruang Bermain di Rumah Sakit Anak yang sakit
dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus anak atau di rumah sakit umum yang
memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu mempertimbangkan kebutuhan
dan perkembangan anak, dengan mempersiapkan sarana di unit perawatan anak
dengan perabotan yang berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan
yang menarik dan familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi
berbagai macam alat bermain (Price & Gwin,2005).

7. Penanganan Dampak Hospitalisasi

a. Terapi Bermain Melalui bermain dapat mengetahui persepsi seorang anak ketika
hospitalisasi. Bermain juga bagi seorang anak adalah suatu kesempatan untuk
menghilangkan stres, ketika berada ditempat dimana dia merasa tidak berdaya dan
cemas. Melalui bermain, terutama dengan peralatan medis, anak dapat
mengembangkan rasa kontrol. (Webb, 1995; Homeyer & Morrison, 2008)

Terapi bermain terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tergantung dengan kebutuhan


perkembangan anak maupun lingkungan seperti ketika dihospitalisasi, dan dapat
disampaikan dalam berbagai bentuk yang di antaranya adalah pertunjukan wayang
interaktif, seni ekspresi atau kreatif, permainan boneka, dan lain-lain permainan yang
berorientasi pengobatan (Koller, 2008).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terapi bermain adalah efektif dalam
menurunkan kecemasan dan ketakutan anak pada saat harus segera masuk rumah sakit
untuk operasi dan pada saat keluar dari rumah sakit Koller, 2008).
b. Terapi Badut

Terapi Badut di bagian anak adalah bermain dengan lemah lembut dan penuh tawa
bersama anak-anak yang menderita sakit sehingga mereka dapat mengekspresikan
emosinya, memenuhi rasa kontrol dan dapat berinteraksi sosial selama hospitalisasi.
Terapi Badut bertujuan untuk mengurang stres anak dan keluarga selama rawat inap
dan menjalani pengobatan. (Koller & Gryski, 2008)

c. Terapi Musik

Terapi musik adalah salah satu metode yang dilakukan untuk mengurangi stres pada
anak yang mengalami hospitalisasi. Berbagai penelitian telah menunjukkan efek
fisologis dan psikologis dari musik terhadap anak yang mengalami hospitalisasi.
( Berz, 2000 ; Kazemi, et al, 2010).

d. Penggunaan premedikasi ansiolitik dan sedatif

Tujuan premedikasi dengan sedatif adalah menurunkan kecemasan anak saat akan
dilakukan induksi anestesi, terutama pada penggunaan masker. Efek premedikasi telah
dipelajari baik secara tunggal maupun berkaitan dengan intervensi lain seperti
kehadiran orang tua atau program persiapan. Midazolam digunakan untuk
menurunkan kecemasan pada saat induksi anestesi (Karling, 2006)

BAB II
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien,
untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh
tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari
seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber
lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan
pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber & Kelley 2009).
Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk menhasilkan diagnosis
keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus. Pengkajian komprehensif
mencakup seluruh aspek kerangka pengkajian keperawatan seperti 11 pola kesehatan
fungsional (Gordon, 2009). Sedangkan menurut (Sujono & Sukarmin 2009)
pengkajian pada anak dengan ISPA meliputi:
1) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan ISPA untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk, pilek dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
2) Riwayat penyakit saat ini Pengakajian
ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila keluhan utama adalah batuk,
maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul. Pada
klien ISPA, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah
minum obat batuk yang biasa ada dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk
nonproduktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mukus purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan dan sering kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil
serta sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya,apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas(ISPA) dengan 19 gejala seperti luka tenggorok, kongesti
nasal, bersin, dan demam ringan.
4) Riwayat keperawatan berdasarkan 11 pola kesahatan fungsional
a) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpersepsi meskipun anaknya batuk masih
menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orang tua menganggap anaknya
benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami sesak nafas.
b) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan pneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui
kontrol saraf pusat), mual dan muntah.
c) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan
melalui proses evaporasi karena demam.
d) Pola tidur istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak nafas.
Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, anak sering menangis malam hari
karena ketidaknyamanan tersebut.
e) Pola aktifitas latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan fisik.
Anak tampak lebih banyak minta digendong orangtuanya atau bedrest.
f) Pola kognitif
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat
akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
g) Pola persepsi konsep diri
Tampak gambaran orang tuan terhadap anak diam kurang bermain, kurang bersahabat
dan ketakutan terhadap orang lain.
h) Pola peran hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun yang lebih
besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama ornag terdekat orangtua.
i) Pola seksualitas
Pada kondisi sakit dan anak kecil sulit dikaji. Pada anak yang sudah mengalami
pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara
dan biasanya penundaan.
j) Pola toleransi koping
Aktifitas yang sering dilakukan untuk menghadapi stres adalah menangis, kalau sudah
dewasa adalah sering marah dan mudah tersinggung.
k) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Allah.
5) Pemeriksaan fisik
a) Status penampilan kesehatan: lemah
b) Tingkat kesadaran:
kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat penyebaran
penyakit.
c) Tanda-tanda vital:
(1)Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi.
(2)Frekuensi pernafasan: takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan
otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.
d) Suhu tubuh: hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon
oleh hipotalamus.
e) Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
f) Integumen kulit:
(1)Warna: pucat sampai sianosis.
(2)Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi
kulit anak teraba dingin.
(3) Turgor: menurun pada dehidrasi
g) Kepala:
(1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
(2)Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan
warna.
h) Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thorak dan paru-
paru:
(1) Inspeksi: Frekuensi irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara lain: takpinea,
dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
(2) Palpasi: Adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah yang
terkena.
(3) Perkusi: Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara)
resonansi.
(4) Auskultasi:
(a) Suara bronkoveskuler atau bronkhial pada daerah yang terkena.
(b) Suara nafas tambahan ronkhi pada sepertiga akhir inspirasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Proses Infeksi ( D.0001)
2. Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit ( Infeksi ) ( D.0130)
3. Defisit pengetahuan tentang penyakit Infeksi saluran pernafasan akut berhubungan
dengan kurang terpapar informasi. (D.0111)

C. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
O KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA
INDONESIA ( SIKI )
( SLKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi 1. Latihan Batuk Efektif
nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 I.01006
berhubungan jam, maka bersihan jalan Observasi
dengan Proses nafas meningkat dengan - Identifikasi kemampuan
Infeksi ( D.0001) kriteria hasil : batuk
1. Batuk Efektif - Monitor adanya retensi
meningkat sputum
2. Produksi sputum - Monitor tanda dan gejala
menurun infeksi saluran napas
3. Wheezing menurun - Monitor input dan output
4. Frekuensi napas cairan ( Mis. Jumlah dan
membaik karakteristik )
5. Pola napas membaik Terapeutik
- Atur posisi semi- fowler
atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
- Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan Tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, di tahan
selama 2 detik kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
( dibulatkan ) selama 8
detik.
- Anjurkan mengulangi
Tarik nafas dalam hingga 3
kali
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke 3

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.

2. Manajemen Jalan Nafas


I.01011
Observasi
- Monitor pola nafas
( Frekuensi , kedalaman ,
usaha napas )
- Monitor bunyi nafas
tambahan
- Monitor sputum ( Jumlah ,
warna , aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-
tilt dan chin-lift jika curiga
trauma servikal
- Posisikan semi fowler atau
fowler
- Baerikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran , mukolitik
jika perlu.
2. Hipertermia Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Hipertermia
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 I.15506)
dengan Proses jam, maka termoregulasi Observasi
Penyakit ( Infeksi ) membaik dengan kriteria - Identifikasi penyebab
( D.0130) hasil : hipertermia ( mis,
1. Kulit merah dehidrasi , terpapar
meningkat lingkungan panas ,
2. Takikardia penggunaan incubator )
meningkat - Monitor suhu tubuh
3. Takipnea meningkat - Monitor kadar elektrolit
4. Suhu tubuh - Monitor haluaran urine
membaik - Monitor komplikasi akibat
5. Suhu kulit membaik hipertermia

Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang
dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- Berikan cairan oral hindari
pemberian antipiretik atau
aspirin
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intraveni, jika perlu
3. Defisit Setelah dilakukan intervensi 1. Edukasi Kesehatan ( I.12383)
pengetahuan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
tentang penyakit jam, maka pengetahuan
- Identifikasi kesiapan dan
Infeksi saluran meningkat dengan kriteria
kemampuan menerima informasi
pernafasan akut hasil :
berhubungan 1. Kemampuan
Terapeutik
dengan kurang menjelaskan
terpapar informasi. pengetahuan tentang - Sediakan materi dan media

(D.0111) suatu topik pendidikan kesehatan

meningkat - Berikan kesempatan bertanya

2. Persepsi yang keliru


Edukasi
terhadap masalah
menurun. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru.
- Tahap-Tahap dalam Pelaksanaan

1. Tahap Persiapan
• Review rencana tindakan keperawatan.
• Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

• Antisipasi komplikasi yang akan timbul.

• Mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu, tenaga, alat).

• Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.

• Memerhatikan hak-hak pasien, antara lain sebagai berikut.

a. Hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan


kesehatan. b. Hak atas informasi.

c. Hak untuk menentukan nasib sendiri.

d. Hak atas second opinion.

2. Tahap Pelaksaan
• Berfokus pada klien.

• Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil.

• Memperhatikan keamanan fisik dan spikologis klien.

• Kompeten.

3. Tahap Sesudah Pelaksaan


• Menilai keberhasilan tindakan.

• Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi:


a. Aktivitas/tindakan perawat.
b. Hasil/respons pasien.

c. Tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.

Berikut contoh format pelaksanaan :

Kode Diagnosa Tanggal/ Pukul Tindakan dan Paraf


keperawatan Hasil
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan.

A. Macam Evaluasi
1. Evaluasi Proses (Formatif)

 Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.

 Berorientasi pada etiologi.


 Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

2. Evaluasi Hasil (Sumatif)

 Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna.

 Berorientasi pada masalah keperawatan.

 Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan.

 Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka


waktu yang ditetapkan.
B. Komponen SOAP/SOAPIER
Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut:

• S: Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan


tindakan keperawatan.
• O: Data Objektif
Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
• A: Analisis

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif Analisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat
dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status
kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan
objektif.

• P: Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau


ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan
tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang
perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk menyelesaikan
masalah klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya.
Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan Yang dirasa dapat membantu
menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau
mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana tindakan yang
baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul masalah baru atau
rencana tindakan Yang sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah
yang ada.

• I: Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan


intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (perencanaan). Jangan
lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan.
• E: Evaluasi
Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

• R: Reassesment
Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan,
dimodifikasi, atau dihentikan?

Berikut contoh format evaluasi :

Diagnosa Tanggal / Jam Catatan Paraf


Keperawatan Perkembangan
Daftar Pustaka

Fahrizal, I., & Zulaikha, F. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Vitamin A
dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di PUSKESMAS
Karang Asam Samarinda.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta:
Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 21 Juli 2021 dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Anatomi-dan-
Fisiologi-Manusia-Komprehensif.pdf

Kesuma, U., & Istiqomah, K. (2019). Perkembangan Fisik dan Karakteristiknya serta
Perkembangan Otak Anak Usia Pendidikan Dasar. Madaniyah, 9(2), 217-236.

MADYASTUTI, L. (2017). KEPERAWATAN DASAR ANAK.

Pragholapati, A., Septiani, D. D., & Sudiyat, R. (2020). Parent Anxiety Levels In
Hospitalization Children In RSUD Majalaya Kab. Bandung. Health Media, 1(2), 40-44.

Pramita, B. K. D., & Endrawati, S. (2019). Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(Ispa) Pediatrik Rawat Inap Di Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. IJMS-
Indonesian Journal on Medical Science, 6(1).

Syarifuddin, N., & Natsir, S. (2019). Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Empagae Kabupaten Sidenreng
Rappang. JIKI Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 7(02), 58-63.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2017), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2017), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019. Proses Keperawatan: Teori dan


Aplikasi.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai