Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN GAGAL NAFAS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nasihotin
( 17.1353.S )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2021
A. Definisi
Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang
berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. Acute respiratory
distres syndrome (ARDS) adalah sebuah sindrome, kumpulan observasi klinis serta
fisiologis dengan sebuah gambaran suatu keadaan patologis.
ARDS merupakan kelainan yang cepat dan awalannya bermanifestasi klinis
sebagai sesak nafas dan kemudian berubah dengan cepat menjadi gagal napas. Acute
Respiratory Distres Syndrome (ARDS) merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan
dibidang pulmonology yang terjadi karena adanya akumulasi cairan dialveoli yang
menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen kejaringan
menjadi berkurang.
Evaluasi ARDS dengan computed tomography (CT) toraks mampu menunjukkan
penyakit yang heterogen dengan konsolidasi, area yang kolaps dan area yang normal
pada jaringan paru. Secara keseluruhan strategi penanganan ARDS tidak jauh berbeda
dengan penanganan pasien sepsis yang memicu ARDS, dan pemberian oksigenasi yang
adekuat ke jaringan merupakan tujuan utama.

B. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS dapat disebabkan
karena inflamasi, infeksi, gangguan vaskular dan trauma di intratorakal maupun
ekstratorakal.
Etiologi ARDS karena kelainan primer paru dapat terjadi akibat aspirasi,
pneumonia, inhalasi toksik, kontusio paru. Sedangkan kelainan ektraparu terjadi akibat
sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma dan penggunaan obat-obatan seperti heroin.
Penyebab ARDS terbanyak adalah karena pneumonia, baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan penyebab terbanyak selanjutnya adalah sepsis berat akibat
infeksi diluar paru.
C. Patofisiologi

Timbul serangan

Trauma endotelium paru Kerusakan Jaringan Paru Trauma type II


dan epitelium alveolar Pneumocytes

Peningkatan permeabilitas Penurunan surfactan

Edema pulmonal Penurunan pengembangan Atelektasis


paru

Alveoli terendam Hipoksemia Abnormalitas


ventilasi-perfusi

Proses penyembuhan Fibrosis

Sembuh ? Kematian

D. Manifestasi klinis
Sindroma gawat pernafsan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan
dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, biasanya berupa pernafasan
yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat
pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
a. Distres pernafasan akut : takipnea, dispnea, pernafsan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
b. Betuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels halus diseluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung : bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukan keadaan bakterimia
Analisa gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai kedaan hipoglikemia, karena hipoglekemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukan adanya infeksi Neutropenia
menunjukan infeksi bakteri trombositopenia
menunjukan adanya spesis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

F. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi
a) Inhalasi NO2 dan vasodilator lain.
b) Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
eosinofik).
c) Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes.

b. Terapi non-farmakologi
a) Ventilasi mekanis : dengan berbagai teknik pemberian, menggunakan
ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure).
b) Pembatasan cairan.
c) Pemberian surfaktan : tidak dianjurkan secara rutin.

c. Penatalaksanaan khusus
a) Intubasi untuk pemasangan ETT
b) Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk
mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
c) Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan
ventilator
d) Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya
G. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
Dampak timbul infeksi yang terjadi karena keadaaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leokosit dan trhombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena,
kateter, dan alat-alat respirasi.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang
menunju ke otak dan organ lain.

H. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
a) Anamnesa
1. Keadaan umum
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat alergi.

b) Pemeriksaan fisik
1. Sirkulasi
1) Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
2) Heart rate : takikardi biasa terjadi
3) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
4) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
2. Neurosensori
Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi motorik
3. Respirasi
1) Respirasi : rapid, swallow, grunting
2) Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti
retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar
oksigen tinggi.
3) Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi,
dan suara nafas bronkhial
4) Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
5) Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
6) Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan
dengan cara palpasi.
7) Sputum encer, berbusa Pallor atau cyanosis Penurunan kesadaran,
confusion.
c) Pemeriksaan diagnostik
1. Chest X-Ray
2. ABGs/Analisa gas darah
3. Pulmonary Function Test
4. Shunt Measurement (Qs/Qt)
5. Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
6. Lactic Acid Level

b. Diagnosis
a) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan
: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
tanpa sputum, cyanosis.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
c) Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal
non Kardia.
c. Intervensi
a) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas

Noc Nic Rasional


1. Pasien dapat 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot
mempertahankan jalan dalam bernafas dan interkostal/abdominal/
nafas dengan bunyi pola nafasnya leher dapat
nafas yang jernih dan 2. Observasi dari meningkatkan usaha
ronchi (-) penurunan dalam bernafas
2. Pasien bebas dari pengembangan dada 2. Pengembangan dada
dispneu dan peningkatan dapat menjadi batas
3. Mengeluarkan sekret fremitus dari akumulasi cairan
tanpa kesulitan 3. Catat karakteristik dan adanya cairan
4. Memperlihatkan dari suara nafas dapat meningkatkan
tingkah laku 4. Kaji kemampuan fremitus
mempertahankan jalan batuk, latihan nafas 3. Suara nafas terjadi
nafas dalam, perubahan karena adanya aliran
posisi dan lakukan udara melewati batang
suction bila ada tracheo branchial dan
indikasi juga karena adanya
5. Berikan fisiotherapi cairan, mukus atau
dada misalnya : sumbatan lain dari
postural drainase, saluran nafas
perkusi dada/vibrasi 4. Penimbunan sekret
jika ada indikasi mengganggu ventilasi
dan predisposisi
perkembangan
atelektasis dan infeksi
paru
5. Meningkatkan
drainase sekret paru,
peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot
pernafasan

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,


penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli
Noc Nic Rasional
1. Pasien dapat 1. Kaji status 1. Takipneu adalah
memperlihatkan pernafasan, catat mekanisme kompensasi
ventilasi dan peningkatan respirasi untuk hipoksemia dan
oksigenasi yang atau perubahan pola peningkatan usaha nafas
adekuat dengan nilai nafas 2. Suara nafas mungkin
ABGs normal 2. Catat ada tidaknya tidak sama atau tidak ada
2. Bebas dari gejala suara nafas dan ditemukan. Crakles
distress pernafasan adanya bunyi nafas terjadi karena
tambahan seperti peningkatan cairan di
crakles, dan wheezing permukaan jaringan yang
3. Kaji adanya cyanosis disebabkan oleh
4. Berikan humidifier peningkatan
oksigen dengan permeabilitas membran
masker CPAP jika alveoli – kapiler.
ada indikasi Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau
adanya mukus pada jalan
nafas
3. Selalu berarti bila
diberikan oksigen
sebelum cyanosis
muncul.
4. Memaksimalkan
pertukaran oksigen
secara terus menerus
dengan tekanan yang
sesuai

c) Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal


non Kardia.
Noc Nic Rasional
pasien dapat 1. Monitor vital signs 1. Berkurangnya
menunjukkan keadaan 2. Amati perubahan volume/keluarnya cairan dapat
volume cairan normal kesadaran, turgor meningkatkan heart rate,
dengan tanda tekanan kulit, kelembaban menurunkan tekanan darah,
darah, berat badan, membran mukosa dan volume denyut nadi
urine output pada batas dan karakter menurun.
normal. sputum 2. Penurunan cardiac output
3. Hitung intake, mempengaruhi perfusi/fungsi
output dan balance cerebral. Deficit cairan dapat
cairan. Amati diidentifikasi dengan
“insesible loss” penurunan turgor kulit,
4. Timbang berat membran mukosa kering,
badan setiap hari sekret kental.
5. Berikan cairan IV 3. Memberikan informasi tentang
dengan observasi status cairan. Keseimbangan
ketat cairan negatif merupakan
indikasi terjadinya deficit
cairan.
4. Perubahan yang drastis
merupakan tanda penurunan
total body water
5. Mempertahankan/memperbaiki
volume sirkulasi dan tekanan
osmotik. Meskipun cairan
mengalami deficit, pemberian
cairan IV dapat meningkatkan
kongesti paru yang dapat
merusak fungsi respirasi
DAFTAR PUSTAKA

Arief Baktiar, R A Maranatha. 2018. Acute Respiratory Distress Syndrome. Jurnal Respirasi
diakses pada https://e-journal.unair.ac.id/JR/article/download/18283/9907

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Dewi Kinanti Narulita, Wiwi Jaya, Arie Zainul Fatoni. 2020. Hidrotoraks Masif Dekstra
dengan Penyulit ARDS Akibat Komplikasi Pemasangan Kateter Vena Sentral Jugular
Interna. Bandung : Jurnal anastesi perioperatif . vol 8. KN Dewi, W Jaya, AZ Fatoni -
Jurnal Anestesi Perioperatif, 2020 - journal.fk.unpad.ac.id (di unduh pada tanggal 23
Oktober 2020)

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC.


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai