Anda di halaman 1dari 10

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

3B

A. Definisi
ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran
kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas.
Harus dibedakan antara ARDS dengan Acute Lung Injury (ALI) yaitu suatu bentuk
ARDS yang lebih ringan.
B. Etiologi
2 mekanisme yang mendasari kejadian ARDS yaitu :
 Stimuli langsung seperti inhalasi zat beracun, aspirasi dari cairan lambung,
dan trauma toraks.
 Infeksi paru difus seperti Pneumonitis. Mekanisme yang kedua lebih sering
dijumpai, tetapi meknismenya justru lebih sedikit diketahui seperti pada
adanya kerusakan yang sistemik seperti pada sepsis, trauma, luka bakar,
transfusi beragam, pemakaian cardiopulmonary bypass yang berkepanjangan,
pankreatitis dan peritonitis. Semua keadaan ini akan menyebabkan pelepasan
berbagai mediator seperti TNF, PMN yang akan merusak parenkim paru.
C. Patofisiologi
ARDS dibagi dalam 3 tahap (berlangsung dalam beberapa minggu sampai bulan) :
 Tahap Exudatif : ditandai dengan pembentukan cairan yang berlebihan,
protein serta sel inflamatori dari kapiler yang kemudian akan menumpuk
kedalam alveoli.
 Tahap Fibroproliferatif : akibat dari respon terhadap stimuli yang merugikan
maka akan dibentuk jaringan ikat dengan beberapa perubahan struktur paru
sehingga secara mikroskopik jaringan paru tampak seperti jaringan padat.
Dalam keadaan ini pertukaran gas pada alveolar akan sangat berkurang
sehingga tampilan penderita secara klinis seperti pneumoni.
 Tahap Resolusi dan pemulihan : Pada beberapa penderita yang dapat
melampaui fase akut akan mengalami resolusi dan pemulihan. Udem paru
ditanggulangi dengan transport aktif Na, transport pasif Cl dan transport H2O
melalui aquaporins pada sel tipe I , sementara protein yang tidak larut dibuang
dengan proses difusi, endositosis sel epitel dan fagositosis oleh sel makrofag.
Akhirnya re epitelialisasi terjadi pada sel tipe II dari pneumosit.yang
berproliferasi pada dasar membarana basalis. Proses ini distimulasi oleh
growth factors seperti KGF. Neutrofil dibuang melalui proses apoptosis.
Sedangkan beberapa penderita yang lain tetap dalam tahap fibrosis ( hal ini
terjadi secara dini yaitu pada hari ke 5-6 setelah diagnosa ARDS). Ruang
alveolar akan dipenuhi oleh sel mesenkim dengan produk2nya serta
pembentukan pembuluh darah baru .

D. Gejala
 ARDS ditandai oleh perkembangan dyspnea akut dan hipoksemia dalam
waktu jam dan beberapa hari, seperti : trauma, sepsis, overdosis obat,
pankreatitis akut atau aspirasi.
 ARDS diawali penderita merasakan sesak nafas, dan biasanya berupa
pernapasan yang cepat dan dangkal
 Organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi, kulit
terlihat pucat atau biru karena rendahnya kadar oksigen dalam darah
Gejala lain yang mungkin ditemukan:
 Cemas
 Tekanan darah rendah atau syok (disertai kegagalan organ lain)
 Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak
sangat sakit

E. Pemeriksaan Fisik
 Temuan fisik sering tidak spesifik dan termasuk takipnea,takikardia (karena
mempertahankan saturasi oksigen)
 Demam atau hopotermia (ARDS sering terjadi dalam konteks sepsis
 Hipotensi (vasokonstriksi perifer)
 Sianosis pada bibir dan kuku
 Pemeriksaan paru : suara paru menurun
 Pemeriksaan abdomen
F. Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks ditemukan gambaran infiltrat bilateral yang difus
G. Diagnosis
Kriteria diagnosis ARDS :
 Riwayat faktor pencetus atau penyebab berupa penyakit dasar atau keadaan
seprti yang disebutkan diatas
 Hipoksemia yang refrakter dengan terapi oksigen
 Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus
 Tidak ditemukan gejala edema paru kardiogenik dan tekanan baji paru
<18mmHg
H. Tatalaksana
Terapi Umum:
 Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara misalnya drainase pus,
antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang
 Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis
minimal yang masih memberikan efek sedasi yang adekuat.
 Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan cairan, obat2 vasodilator/konstriktor, inotropik, atau diuretikum.
Keadaan ini dapat dicapai dengan cara meningkatkan curah jantung bila
saturasi darah vena rendah, atau dengan dengan menurunkan curah jantung
pada keadaan high out put state, sehingga pulmonary transit time akan
memanjang. Strategi harus dilaksanakan dengan hati2 sehingga tidak
mengganggu sirkulasi secara keseluruhan.

I. Prognosis
Prognosis tergantung dari penyebab, adanya disfungsi organ lain, usia dan penyakit
kronik penderita. Mortalitas ARDS mencapai 30%-40%, bila ditambah dengan
MODS dari organ lain maka angka kematian mencapai > 60%, Dalam penelitian lain
selama 1 tahun pada penderita yang sembuh dari ARDS ternyata beberapa penderita
bahkan masih mempunyai gejala sisa fisik dan psikis secara bermakna akibat fibrosis
dan dapat berkembang menjadi menjadi penyakit paru obstruktif, sedangkan sebagian
lainnya fungsi parunya kembali normal dalam 6-12 bulan.

ASMA BRONKIAL
4A
A. Definisi
Asma bronkial adalah penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan.
B. Etiologi
 Ekstrinsik (alergik) : adanya reaksi alergik, disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatana (antibiotik
dan aspirin) dan spora jamur. Jika terjadi faktor pencetus akan terjadi
serangan.
 Intrinsik (non alergik) : ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui seperti
udara dingin ataupun adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
 Asma gabungan (Karakteristik dari bentuk alergik dan non alergik)

C. Patofisiologi
Menghirup alergen  antibodi Ig E meningkat  alergen bereaksi dengan antibodi
yang terlekat padfa sel mast  sel ini mengeluarkan berbagai macam zat seperti
histamin, leukotrient, efek kemotaktik eosinofilik dan bradikinin  edema lokal pada
dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus kental dalam lumen bronkiolus dan
spasme otot polos bronkiolus  tahanan saluran napas meningkat. Penderita
biasanya dapat inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi ekspirasi hanya dapat
dilakukan sekali-sekali  dispnea

D. Gejala
 Pada saat tidak serangan tidak ditemukan gejala klinik.
 Saat serangan : bernafas cepat dan dalam, gelisah duduk dengan menyangga
ke depan. Gejala klasik : sesak napas, mengi (wheezing), batuk, sebagian ada
yang nyeri dada. Gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
 Serangan yang lebih berat: sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
takikardi dan pernapasan cepat serta dangkal. Serangan seringkali terjadi pada
malam hari.
E. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 Vital sign
 Pemeriksaan paru : suara mengi / wheezing
F. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan sputum , melihat adanya netrofil dan eosinofil terdapat pada
sputum
 Pemeriksaan darah :
Analisa gas darah : umumnya normal tapi bisa terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3
menandakan adanya infeksi
Pemeriksaan faktor alergi : terjadi peningkatan Ig Epada waktu serangan saja.
 Pemeriksan tes kulit , mencari faktor alergi
 Spirometri. melihat respon pengobatan dnegan bronkodilator. Pemeriksaan
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. FEV1 atau FVC sebanyak >20%
menunjukkan diagnosis asma.
G. Tatalaksana
Prinsip pengobatan asma bronchial adalah :
 Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
 Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
 Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnyasehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan non farmakologik:
Memberikan edukasi : Menghindari faktor pencetus
Fisiotherapy
Pengobatan farmakologik :
 Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan
dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga
yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin)
yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin
ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
 Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
 Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.

PNEUMOTHORAX
3A
A. Definisi
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara bebas di dalam rongga pleura, yaitu rongga di
antara pleura parietalis dan viseralis. Pada penumotoraks, oleh karena terdapat udara
bebas, maka tekanan di dalam rongga pleura meningkat menjadi lebih positif dari
tekanan normal dan bahkan dapat melebihi tekanan atmosfir. Akibat peningkatan
tekanan di dalam rongga pleura, jaringan paru akan mengempis yang derajatnya
tergantung pada besar kenaikan tekanan, pengembangan jaringan paru sisi yang sehat
terganggu, dan mediastinum dengan semua isinya terdorong ke arah sisi sehat dengan
segala akibatnya.
B. Etiologi
Pneumothoraks disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif,
tuberkulosis paru disertai fibrosis atau emfisema lokal, bronchitis kronis dan
emfisema. Selain penyakit tersebut, pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat
terjadi saat menstruasi dan sering berulang, keadaan ini disebut pneumothoraks
katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Pneumotorak dapat terjadi
secara artificial, dengan operasi atau tanpa operasi,atau timbul
spontan.Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu atau memang
disengaja untuk tujuan tertentu, yaitu tindakan terapi dan diagnosis.
Penyakit dasar penyebab pneumothorax adalah TB paru, emfisema, dan bronkhitis
kronis.
C. Gejala
 sakit dada (pleuritic chest pain). Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90%
pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
 sesak nafas/dispnea (shortness of breath). Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-
pendek, dengan mulut terbuka.
 batuk (recurrent cough)
 nyeri pleuritik
 suara napas berkurang atau tidak ada pada sisi yang terkena
 fremitus vokal dan raba berkurang
D. Pemeriksaan Fisik
 Nilai airway, breathing, dan circulation
 Vital Sign (takikardi)
 Inspeksi pallor, sianosis (karena kadar oksigen darah yang kurang), Dapat
terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada) b.
Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, Trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat
 Palpasi (Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, Iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat c. Fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit
 Perkusi: (perkusi hipersonor di atas pneumothoraks, perkusi meredup di atas
paru yang kolaps; Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi)
 Auskultasi : (Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif)
E. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen
 Bagian pneumotoraks akan tampak translusen tanpa adanyacorakan
bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanyagaris putih
yang merupakan batas paru (colaps line). Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostal
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

Analisa Gas Darah: Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal
napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%

CT-scan thorax: CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

F. Tatalaksana

TATALAKSANA

1. Penatalaksanaan awal dari open pneumotoraks dapat tercapai dengan menutup defek
tersebut dengan occlusive dressing yang steril. Penutup ini harus cukup besar untuk
menutupi seluruh luka dan kemudian direkatkan pada tiga sisi untuk memberikan feel
“flutter type valve”.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

a. Observasi dan Pemberian O2. Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan
rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan di resorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup
dan terbuka
b. Tindakan dekompresi. Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk
mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura
dengan udara luar dengan cara :
- Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
- Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus
set.Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus
set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infus set yang berada di dalam botol. 2) Jarum abbocath. Jarum abbocath
merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum
ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga
pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol . 3) Pipa water sealed drainage
(WSD). Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4
pada lineamid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula.
Setelah troakar masuk  toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura 
troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yangmasih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut . Penghisapan dilakukan terus-menerus
apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatifkembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atauditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga
pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisadicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasiendalam keadaan ekspirasi maksimal
c. Tindakan bedah Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit. Pada pembedahan,
apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa mengembang,
maka dapat dilakukan dekortikasi.
Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat
fistel dari paru yang rusak
Pleurodesis (Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel)

Pengobatan Tambahan :

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema

KONSELING DAN EDUKASI

Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan. 4Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas

DD

- Acute Coronary Syndrome


- Acute Respiratory Distress Syndrome
- Aortic Dissection
- Congestive Heart Failure and Pulmonary Edema
- Esophageal Rupture and Tears
- Myocardial Infarction
- Pericarditis and Cardiac Tamponade
- Pulmonary Embolism
- Rib Fracture

Anda mungkin juga menyukai