Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN AKUT


RESPIRASI DISTRESS SINDROM
( ARDS)

ERNAWILIS
DEFINISI

ARDS  Sindrom yang ditandai oleh peningkatan permiabilitas


membrane alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein
plasma, disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan yang
mengandung protein dalam parenkim paru ( ilmu penyakit dalam,
2010)

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)


Merupakan progresif dan cepat dari gagal nafas yang mana ruang
membrane alveolar – capillary interface mengalami kerusakan dan
lebih permeable untuk cairan intravaskuler (lewis et all, 2014)
DEFINISI
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)
Suatu kondisi kegawat daruratan di bidang pulmonology karena adanya akumulasi cairan
di alveoli menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke
jaringan berkurang.
Acute Respiratory Distres Syndrome (ARDS)
American European Consensus Conference (AECC)

ARDS merupakan :
1. Gagal nafas
2. Rasio PaO2/FiO2≤ 200 mmHg
3. Infiltrat bilateral pada thorak tanpa adanya bukti edema paru kardiogenik dan tidak
ada peningkatan tekanan pada atrium kiri
Kriteria Berlin, 2011

Waktu Gejala respirasi yang baru dirasakan maupun yang memberatkan,


terjadi dalam 1 minggu
Foto Thorak Opasitas bilateral, bikan disebabkan oleh efusi, atelectasis maupun
nodul paru

Sumber edema Disebabkan oleh kegagalan respirasi, bukan disebabkan gagal jantung
maupun kelebihan cairan

Derajat Hipoksia :
Ringan 200 mmHg < PaO2 / F1O2 ≤ 300 mmHg dengan PEEP atau CPAP ≥ 5
cmH2O

Sedang 100mmHg < PaO2/F1O2 < 200 mmHg dengan PEEP > 5 cmH2O

Berat PaO2/F1O2≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O


KLASIFIKASI ARDS

Mild - PaO2 /FiO2 ≤ 300 mmHg tetapi > 200 mmHg

Moderate - PaO2/ FiO2 ≤ 200 mmHg tetapi > 100 mmHg

Severe PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg


ETIOLOGI ( Indonesia Journal of CHEST, 2016)
Injury Paru Tidak
Injury Paru Langsung Langsung

PNEUMONIA
SEPSIS
ASPIRASI
TRAUMA BERAT
TRAUMA INHALASI
PANKREATITIS AKUT
TENGGELAM

KONTUSI PARU
EKLAMSI
EMBOLI LEMAK
TRANSFUSI DARAH
PAPARAN LAMA
DALAM JUMLAH BESAR
TERHADAP OKSIGEN
OVERDOSIS OBAT
KONSENTRASI TINGGI
Etiologi

A. Trauma Langsung Pada Paru


1. Pneumoni virus, bakteri, fungal
2. Contusio Paru
3. Aspirasi cairan lambung
4. Inhalasi asap berlebih
5. inhalasi toksin
6. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
B. Non Pulmonal

1. Cedera Kepala
2. Peningkatan tekanan intracranial
3. Pasca kardioversi
4. Pankreatitis
5. Uremia
C. Sistemik

1. Syok karena beberapa etiologi


2. Sepsis gram negatif
3. Hipotermia
4. Gangguan hematologi (DIC, tranfusi massif, bypass kardiopulmonal)
5. Eklamsia
6. Luka bakar
Manifestasi Klinik

1. Penurunan kesadaran mental


2. Takikardi, takipnoe
3. Dispnoe dengan kesulitan bernafas
4. Terdapat retraksi interkosta
5. Sianosis
6. Hipoksemia
7. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
1. Tampak sekitar 24 jam setelah
cedera awal
2. Kerusakan endotel dan Fase II
kebocoran cairan kedalam (Proliferatif ) 1. Terjadi sekitar 2 – 3 minggu
interstitial paru 2. Terdapat penumpukan fibrin
3. Terjadi juga mikro embolus, yg irreversible di dalam paru
menyebabkan peningkatan  menurunkan daya kembang
tekanan arteri paru 1. Terjadi sekitar 7 paru dan memperburuk
4. Kerusakan lebih lanjut ke hingga 10 hari hipoksemia
membrane basalis, ruang kemudian 3. Ketidakseimbangan
interstitial dan epitel alveolus 2. Sel alveolus tipe 1 V(ventilasi) / Q (perfusi) yang
5. Fibrin, darah, cairan dan dan 2 akhirnya signifikan dan hipoksemia
protein akan bereksudasi ke mengalami kerusakan, arteri yang berat.
ruang interstitial di sekitar menyebabkan
alveolus dan meningkatkan penurunan produksi
jarak membrane kapiler surfaktan, kolapsnya
alveolus dan
Fase I atelektasis Fase III
(Eksudatif) (Fibrotik)
Komplikasi

1. Abnormalitas obstruktif
terbatas (Keterbatasan aliran
udara) 8. Barotrauma
2. Defek difusi sedang 9. Superinfeksi
10. Fibrosis pulmonaris
3. Hipoksemia selama latihan
11. Kolaps paru
4. Toksisitas oksigen 12. Infeksi bakteri
5. Sepsis 13. Abnormalitas fungsi paru
14. Kehilangan massa otot dan kelemahan
6. Multiple organ failure 15. Masalah memori dan fungsi kognitif
7. Death Permanent lung 16. Oxygentoxicity
disease.

Menurut Hudak & Gallo (1997),


Pemeriksaan Penunjang

Analisa Gas Darah Untuk mengetahui kadar oksigenisasi pada klien

Tahap awal : sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru


Thorax Foto Tahap lanjut : interstisial bilateral difus pada paru, infiltrasi
di alveoli

Untuk mengetahui jenis kuman serta penentuan antibiotic


Sputum Kultur yang tepat pada penderita, selain itu sputum kultur jg dpt
utk mengevaluasi terapi yg sdh diberikan

Lab Darah Leukositosis, trombositopenia, Hb ↓


Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan
ARDS

• Mengenali gagal nafas hipoksemi ketika pasien dengan distress


pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigen standar
• Oksigen nasal aliran tinggi atau ventilasi non invasive hanya pada
pasien gagal nafas hipoksemi tertentu dan pasien tsb hrs dipantau
ketat untuk menilai terjadi perburukan klinis
• Intubasi endotrakeal hrs dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi
airborne
• Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yg rendah (4-8 ml/kg
BB, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi rendah
• Manajemen cairan konservatif untuk psn ARDS tanpa hipoperfusi
jaringan.
• Pada psn dg ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan PEEP lebih
tinggi dibanding PEEP rendah
• Psn ARDS sedang – berat tdk dianjurkan secara rutin menggunakan obat
pelumpuh otot.
• Pd fasyankes yg memiliki ECLS  dpt dipertimbangkan penggunaanya
ketika menerima rujukan psn dg hipoksemi refrakter meskipun sudah
mendapat lung-protective ventilation.
• Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dg psn krn dpt
mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelectasis. Gunakan sistem closed
suction kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya hubungan
ventilasi mekanik dan psn.
PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pasang jalan nafas yang adekuat


2. Ventilasi mekanik
3. Pemantauan oksigenisasi arteri
4. Cairan
5. Farmakologi ( O2, Diuretik, Antibiotik)
6. Pemeliharaan jalan nafas
MANAJEMEN KEPERAWATAN

1. Pemantauan yg ketat  kondisi cepat berubah dan mengancam jiwa


2. Baringkan psn dg posisi semi fowler ( bila tdk menggunakan ventilasi
mekanik)
3. Jika tdk ada pembatasan cairan  perbanyak masukan untuk
memperbaiki kehilangan cairan selama nafas cepat dan untuk
mengencerkan sekresi.
4. Beri kesempatan pasien untuk dpt istirahat lebih banyak
5. Kolaborasi untuk pemasangan ventilasi mekanik
6. Nutrisi yang adekuat
Rehabilitasi

• Ventilator  dilepas bila telah dpt melakukan inspirasi dg tekanan


O2 antara 40 – 50 %
• Pasien yang telah sembuh  msh memerlukan tambahan oksigen
krn adanya otot respirasi yang masih lemah.
Konsep Keperawatan
Pengkajian
Riwayat Penyakit
Identitas • Dosis terapi obat (narkotik, salisilat, trisklik, paraquat,
metadon, bleomisin)
• ARDS bisa terjadi pada semua • Gangguan hematologi (DIC, Transfusi massif, by pass
umur baik anak-anak maupun kardiopulmonal)
• Eklamsia
dewasa.
• Luka bakar
• Insiden lebih tinggi pada orang • Pneumonia (viral, bacterial, jamur, pneumositik karini)
dewasa karena factor predisposisi • Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
(seperti trauma, sepsis, • Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hydrocarbon)
pancreatitis) • Pnemositis
• Cedera kepala
• Peningkatan Tekanan intrakarnial
• Pascakardioversi
• Uremia
Pemeriksaan Fisik
Subyektif Timbul Tiba- Tiba atau bertahap, kesulitas
bernafas

Objektif Pernafasan: cepat, mendengkur, dangkal


Peningkatan kerja nafas : penggunaan otot aksesor
pernafasan (retraksi interkostal atau substernal),
pelebaran nasal, memerlukan kosentrasi tinggi
Bunyi nafas : pada awal normal. Krekels, ronkhi,
dan dapat terjadi bunyi nafas bronchial. Perkusi
dada : bunyi pekak di atas area konsolidasi Ekpansi
dada menurun atau tidak sama Sputum sedikit,
berbusa Pucat atau sianosis
Blood -
Kardiovaskuler
Subjektif Fenomena embolik (lemak, darah
udara)
Objektif Tekanan darah dapat normal atau
meningkat pada awal. Hipotensi terjadi
pada tahap lanjut. Frekuensi jantung :
takikardi . Bunyi jantung : normal pada
tahap dini Dapat terjadi distrimia tetapi
EKG sering normal . Kulit dan membrane
mukosa: pucat dingin, pada tahap lanjut
terjadi sianosis.
Lanjutan
3. B3 ( Brain – Persyarafan )
 Objektif : penurunan mental, bingung

4. B4 ( Blader – Perkemihan)
 objektif : oliguria

5. B5 ( Bowel – pencernaan )
 subjektif : kehilangan selera makan, mual
 objektif : Hilang/ berkurangnya bunyi usus

6. BG ( Bone – Muskuloskeletal)
 objektif : kekurangan energy/kelelahan
Pemeriksaan Diagnostik

• Sinar X
• AGD
• Kadar Asam Laktat
Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


peningkatan produksi sekresi dan penurunan gerakan silia
2. Gangguan pertukaran gas: yang berhubungan dengan hipoksemia
refraktori dan kebocoran intertisial pulmonal/ alveolar pada
status cedera kapiler paru.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Resiko defisit nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh)
berhubungan dengan penurunan selera makan, mual.
• TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai