Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

OMSK DENGAN PENYULIT ADENOID HIPERTROFI

Disusun oleh :
Daniel Kusnadi (01073170157)
Rheinaldo Cendana (00000008933)

Pembimbing :
dr. Michael L., Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG,


TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 12 FEBRUARI 2018 – 17 MARET 2018
TANGERANG
DAFTAR ISI

1
BAB I LAPORAN KASUS…………………………………………..………...... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..……... 2
3.1 Anatomi Sistem Vestibular……………………………………………. 2
3.2 Fisiologi Keseimbangan…………………………………………..…… 2
3.3 Definisi Gangguan Keseimbangan……………………………………. 4
3.4 Epidemiologi Gangguan Keseimbangan……………………………… 4
3.5 Etiologi Gangguan Keseimbangan……………………………………. 4
3.6 Klasifikasi Gangguan Keseimbangan………………………………… 4
3.7 Tes Gangguan Keseimbangan…………………………………………12
3.8 Tatalaksana…………………………………………..………………...19
BAB III DISKUSI KASUS…………………………………………..…………....25
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..………….............28

2
BAB I
LAPORAN KASUS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 29 Maret 2018 pukul 11.00 di


bangsal lantai 2 Rumah Sakit Siloam Gedung B, Lippo Karawaci.
Pasien laki-laki, usia 4 tahun keluhan telinga keluar cairan sejak ± 1 minggu.
Cairan keluar dari kedua telinga, tidak berwarna dan tidak berbau. Kedua telinga juga
terasa sakit. Pasien sebelum mengalami keluar cairan dari telinga, mengalami batuk dan
pilek akan tetapi batuk pilek sudah sembuh sejak 1 minggu lalu. Tenggorokan pasien
tidak ada nyeri saat menelan atau sulit menelan dan hidung pasien juga tidak mampat
dan tidak ada keluhan saat ditanyakan di poli siloam. Pasien juga mengalami demam
sebelum terjadi batuk pilek sekitar 3-4 hari. Tidak ada riwayat trauma kepala. 1 tahun
lalu, pasien sudah pernah mengalami gejala serupa. Menurut ibu pasien, frekuensi
kejadian keluar cairan dari telinga saat 1 tahun cukup sering. Biasanya didahului oleh
batuk pilek lalu disusul oleh nyeri telinga dan keluar nya cairan dari telinga. Biasa nya
ibu mencari perhatian medis ke puskesmas, lalu karena sudah terlalu sering, maka ibu
memutuskan untuk meminta rujukan ke dokter spesialis THT. Saat ditanya tentang
pengobatan sebelum nya yang diberikan puskesmas, ibu pasien lupa dan tidak bisa
dihubungi. Pasien tidak merasakan adanya telinga berdengung, nyeri kepala, mual,
muntah, batuk, pilek, gangguan keseimbangan, kurang pendengaran ataupun gangguan
penglihatan.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan pasien compos mentis dengan tekanan
darah tidak diukur mmHg, nadi 78 x/menit, laju napas 18 x/menit, dan suhu 36, 8℃.
Pemeriksaan hidung normal dan tenggorok terlihat adenoid membesar. Pemeriksaan
telinga tidak ditemukan penambahan intensitas nyeri saat dilakukan pemeriksaan nyeri
tekan tragus dan nyeri Tarik pinna, saat dilakukan otoskopi, liang telinga lapang, dan
terlihat membrane timpani perforasi pada bagian central pada kedua telinga.
Pemeriksaan penala tidak dilakukan. Tidak ada pembesaran KGB kepala dan leher.
Pemeriksaan penunjang lainnya tidak dilakukan.
Diagnosis pasien ini adalah OMSK dengan pembesaran adenoid. Tatalaksana pada
pasien ini adalah terapi farmakologis. Terapi farmakologis yang diberikan adalah

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Sistem Pendengaran


Telinga merupakan

Sistem vestibular adalah organisasi sensorik yang melibatkan komunikasi


antara vestibular perifer, sistem okuler, otot-otot postural, batang otak, serebelum, dan
korteks. Struktur-struktur kecil dalam telinga dalam menyusun bagian-bagian
vestibular dan mendeteksi gerakan kepala dan gaya gravitasi pada tubuh. Informasi ini
diproses oleh pusat vestibular di otak untuk memungkinkan tubuh mempertahankan
keseimbangan dan orientasi spasial yang tepat saat bergerak, termasuk memproses
gambar visual saat gerakan. Alat vestibular terletak di telinga dalam (labirin), secara
khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan
labirin membran, di dalamnya terdapat cairan perilimfa, sedangkan endolimfa terdapat
dalam labirin membran. Labirin dibagi menjadi labirin statis yaitu utrikulus yang
berperan dalam percepatan horizontal dan sakulus, yang berperan dalam akselerasi
vertikal, dan labirin kinetik yaitu tiga kanal semisirkular (kss); kss horizontal, anterior,
posterior yang berisi endolimfa dan dilapisi oleh sel rambut. Tiap kanal pada labirin
kinetik memiliki pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan
seluruhnya tertutup oleh substansi gelatin yang disebut kupula. Sistem vestibular
memiliki dua tipe neuroepitelium, makula dan krista ampularis. Keduanya mengandung
mekanoreseptor sensorik yang disebut sel rambut.1,2

3.2 Fisiologi Pendengaran


Segala sesuatu yang bergetar dan dapat memproduksi gelombang
kompresi dan regangan dapat memproduksi suara. Pada udara dan di suhu 20oC
gelombang udara berjalan dengan kecepatan 344 m/s. Gelombang suara juga
dipantulkan ketika terjadi merambat dari medium udara ke medium air.
Mekanisme pendengaran, dimulai dengan pengumpulan gelombang suara
yang dikumpulkan pada pinna, merambat ke canalis auditorius eksternus, dan
memukul membran timpani. Vibrasi dari membrane timpani menggetarkan
tulang stapes melalui beberapa tulang pendengaran. Gerakan dari stapes

4
menggetarkan cairan pada labirin. Cairan ini kemudian menggetarkan membrane
basiler, hal ini lah yang menstimulasi sel rambut pada organa korti. Sel rambut ini
mengkonversi energi mekanik menjadi impuls elektrik. Sehingga, mekanisme
pendengaran secara garis besar dapat dibagi 3. Yaitu, konduksi mekanis dari
suara, transduksi dari energi mekanis menjadi impuls elektrik, dan konduksi dari
impuls elektrik ke otak.
Pada proses konduksi suara, saat suara merambat dari udara ke cair, maka
gelombang suara akan dipantulkan, karena hambatan yang lebih tinggi dari
cairan. Hal ini terjadi pada telinga kita, gelombang suara rambatan udara harus
masuk kedalam telinga dan menggetarkan cairan perilimf. Oleh karena itu, tubuh
memiliki system konduksi yang mengkompensasi hal ini. Hal ini disebut juga
dengan isilah mekanisme impendance matching. Hal ini dapat dicapai dengan,
gaya tuas dari dari rantai tulang pendengaran yang memberikan kelebihan
mekanis 1.3 kali. Permukaan membrane timpani yang lebih lebar daripada stapes
memberikan kelebihan mekanis 14:1, sehingga total dari kelebihan mekanis dari
tulang pendengaran dan perbedaan luas permukaan stapes dan membrane
timpani adalah 18 : 1. Membrane timpani bergetar pada bagian perifer. Hal ini juga
memberikan kelebihan mekanis
Fase diferensial dari oval dan round window merupakan suatu keadaan
saat oval window digetarkan oleh stapes, maka round window akan meregang.
Hal ini mengakibatkan cairan dalam perilimf dapat bergetar. Jika tidak ada fase
diferensial maka getaran pada perilimf menjadi lebih tidak efektif. Fase diferensial
berkontribusi sebesar 4 dB.
Resonansi dari telinga luar dan telinga tengah juga berkontribusi dalam
amplifikasi suara. Kanal telinga luar beresonansi efektif pada frekuensi 3000 Hz,
telinga tengah pada 800 Hz, tulang pendengaran pada 500-2000 Hz, dan
membrane timpani pada 800-1600Hz. Maka sensitivitas suara pada pendengaran
manusia adalah 500-3000 Hz. Frekuensi inilah yang dipakai saat percakapan
sehari-hari.
Pergerakan pada stapes, dilanjutkan ke cairan koklea dan menggetarkan
cairan perilimf lewat energi suara, menghasilkan cochlear microphonics, dan
menghasilkan impulse elektrik. Setiap frekuensi gelombang suara memliki

5
amplitude maksimal pada bagian membran basalis. Frekuensi tinggi pada bagian
basal dan frekuensi rendah pada bagian apex.
Potensi elektrik ada 4. Yaitu potensi endokoklea, cochlear microphonic,
summating potential, dan compound action potential. Potensi endokoklea adalah
arus DC yang di rekam dari skala media pada stria vaskularis. Cochlear
microphonic adalah arus DC yang diproduksi oleh ujung sel rambut. Summating
potential adalah arus DC dan diproduksi oleh sel rambut. Compound action
potential adalah potensi aksi dari saraf-saraf auditorius.
3.3 Definisi Otorrhea
Otorrhea merupakan drainase cairan dari telinga. otorrhea dapat diakibatkan
oleh proses patologis telinga luar atau telinga tengah dengan perforasi membran
timpani. ( UPTODATE) https://www.uptodate.com/contents/evaluation-of-otorrhea-
ear-discharge-in-
children?search=Otorrhea&source=search_result&selectedTitle=1~59&usage_type=d
efault&display_rank=1#H1

3.4 Epidemiologi Otorrhea belum gw kerjain

Lebih dari empat dari sepuluh orang Amerika dalam suatu waktu dalam hidup
mereka akan mengalami sebuah episode pusing yang cukup signifikan untuk membuat
mereka pergi ke dokter. Gangguan keseimbangan dapat disebabkan oleh kondisi
kesehatan tertentu, pengobatan, atau masalah dari telinga dalam atau otak. Gangguan
keseimbangan dapat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari dan menyebabkan kesulitan
psikologis dan emosional.5

3.5 Etiologi Otorrhea pada Anak


Penyebab otorrhea dibagi 3 bagian besar. Yaitu, kondisi yang mengancam
nyawa, kondisi yang paling sering menyebabkan oleh otorrhea, dan kondisi lainnya.
Kondisi yang mengancam nyawa dapat disebabkan oleh trauma basis kranii,
komplikasi infeksius dari otitis media akut, otitis eksterna dengan nekrosis, dan
neoplasma. Kondisi yang paling sering terjadi dapat disebabkan oleh otitis eksterna
karena bakteri, korpus alienatum, otitis media akut dengan perforasi membran timpani,

6
otitis media supuratif kronik, serumen, dan tympanostomy tube drainage. Kondisi
lainnya dapat berupa dermatitis kontak, myringitis bula dengan rupture bula, jaringan
granulasi, polip, otomikosis, first branchial cleft cyst, kolesteatoma, otore LCS spontan,
histiositosis, dll.
Life-threatening condition biasa terjadi dengan latar pasien yang mengalami trauma
atau imunokompromi. Akibat trauma biasa terjadi karena trauma basis kranii dan terjadi
pengeluaran LCS ke meatus akustikus eksterna. Cairan yang keluar bisa berupa cairan
yang tidak berwarna atau berwarna kemerahan. Untuk mengkonfirmasi cairan adalah
LCS, kita dapat melakukan halo test dengan cara meneteskan cairan ke kertas toilet
untuk melihat penampakan halo atau pola cincin yang dibentuk dari tetesan cairan
tersebut maka kemungkinan adalah LCS. Secara alternatif, kita juga dapat melakukan
tes beta-2 transferrin namun tes ini memakan waktu cukup lama.
Komplikasi infeksi dari otitis media akut dapat terjadi karena mastoid air cell
terhubung ke bagian distal dari telinga tengah dari aditus ad antrum. Kejadian dari otitis
media akut biasa disertai dengan inflamasi di mastoid. Pada beberapa kasus dapat
terjadi mastoiditis akut karena tidak terjadi resolusi dari mastoid dan terjadi
penumpukan pus pada mastoid air cells. Anak yang mengalami mastoiditis akan terjadi
pembengkakan di belakang telinga dan mendorong pinna ke depan. Komplikasi infeksi
lain yang dapat terjadi adalah petrositis dan labyrinthitis. Komplikasi intrakranial yang
dapat terjadi akibat otitis media akut adalah meningitis, abses epidural, abses serebri,
thrombosis sinus kavernosus, empyema subdural, dan thrombosis arteri karotis. Pasien
dengan kelainan ini biasa terdapat defisit nervus kranialis. Biasa terjadi pada nervus
kranialis VII.
Necrotizing otitis externa dapat disebut juga otitis eksterna maligna. Ini
merupakan komplikasi dari otitis eksterna bakteri. Infeksi dari kulit dapat menyebar ke
kartilago, jaringan, dan tulang. Saat infeksi menyebar, osteomyelitis dari basis kranii,
osteomyelitis temporomandibular, abses serebri, dan sepsis dapat terjadi. Kejadian ini
biasa paling sering terjadi pada pasien lansia, orang dewasa dengan diabetes melitus,
atau pasien dengan imunokompromi (cth, pasien kanker dengan kemoterapi atau pasien
dengan HIV). Penampakan klinis pasien ini biasa dating dengan otore dan otalgia.
Otore biasa berupa mucinous.
Neoplasma merupakan penyebab otore yang jarang terjadi, namun dapat
menjadi bahan pertimbangan jika terlihat massa atau kurang nya respon terhadap
treatment otitis eksterna.

7
Kondisi umum penyebab otorea biasa terjadi akibat satu atau beberapa penyebab
yang benign. Temuan klinis dengan debridemen dapat membedakan tiap etiologi.
Bacterial otitis externa sering disebut swimmer’s ear. Merupakan inflamasi
infeksius dari kanalis auditorius eksterna. Biasa pasien yang mengalami ini pernah
terekspos air atau instrumentasi yang merusak kanalis auditorius eksterna. Gejala yang
terjadi biasa berupa nyeri, gatal, dan gangguan pendengaran. Pathogen yang paling
sering menyebabkan otitis eksterna adalah pseudomonas aeruginosa. Pada
pemeriksaan fisik biasa ditemukan otalgia dengan stimulasi nyeri tarik pina dan
stimulasi nyeri tekan tragus.
Korpus alienatum dapat mengakibatkan otore apabila benda asng bertahan
lama dalam liang telinga atau benda asing merupakan substansi yang iritatif. Benda
asing yang mengakibatkan otore biasa berupa mainan, serangga, makanan, baterai jam,
dan tuba timpanostomi. Korpus alienum yang harus diekstraksi segera bisa berupa
baterai.
Otitis media akut kadang dapat mengakibatkan rupture membrane timpani.
Hal ini biasa disertai dengan nyeri telinga dan demam dengan durasi yang singkat lalu
diikuti dengan penurunan gejala dan sekresi otore. Sekresi otore dapat tidak berwarna
atau berwarna keputihan.
Otitis media supuratif akut merupakan perforasi dari gendang telinga dengan
drainase krois dari telinga tengah. Kondisi ini paling sering terjadi pada anak yang
memiliki kesulitan akses pelayanan kesehatan dan tidak mendapatkan diagnosis atau
terapi yang tepat bagi pasien. OMSK sering kali tidak ada rasa nyeri. Pad akanal telinga
eksterna sering ditemukan debri. Cairan sering berwarna keputihan hingga kekuningan
dan tercampur dengan serumen yang lembek. Penyebab tersering adalah pseudomonas
aeruginosa dan staphylococcus aureus.
Serumen ada banyak jenis. Serumen yang tipis pada anak dapat berupa cairan
telinga. Secara umum, serumen hanya mengakibatkan masalah apabila serumen
menyumbat kanal eksternal telinga.
Tuba drainase timpanostomi dapat mengakibatkan otore. 10-30% anak-anak
dengan tuba timpanostomi dapat mengalami otore akut setelah operasi timpanostomi
atau saat mengalami otitis media. Biasa drainase berupa cairan yang berbau busuk,
mucoid, dan dapat tercampur dengan darah.
Kondisi lain yang mengakibatkan otore dapat berupa dermatitis kontak, myringitis
bulosa, jaringan granulasi, polip, otomikosis, first branchial cleft cyst, kolesteatoma,

8
keratosis obturans, dan LCS otore spontan. Penampakan klinis otore biasa jarang
disebabkan oleh kejadian-kejadian ini.
Dermatitis kontak medikasi topical atau kosmetik dapat mengakibatkan iritasi
lokal dan inflamasi dengan drainase pada telinga. Keluhan klinis lain dapat berupa rasa
gatal dan nyeri.
Myringitis bula sering diasosiasikan dengan gejala respiratorik dan OMA.
Bullous myringitis dapat dideskripsikan dengan bentol yang berisi cairan serosa pada
membrane timpani. Ketika bula pecah, maka cairan berwarna kemerahan bisa keluar
dari telinga, dan nyeri biasa nya lebih baik.
Jaringan granulasi dapat menjadi beberapa kondisi dan bisa berhubungan
dengan otore. Jaringan ini dapat berakumulasi dengan korpus alienum, seperti tuba
timpanostomi, dapat juga di lihat pada penyakit granulomatosa seperti Langerhans cell
histiocytosis, atau pada inflamasi kronis seperti otitis media kronis.
Polip pada kanalis auditorius eksterna dapat terjadi akibat respon inflamasi atau
infeksi seperti otitis media kronis, kolesteatoma, atau benda asing yang tertinggal di
telinga, atau dapat juga terjadi akibat tumor (cth, histiositosis sel langerhan, teratoma,
neoplasma). Polip dapat mengakibatkan otore yang berwarna kemerahan atau serosa.
Otomikosis merupakan infeksi jamur dari kanalis auditorius eksternal dan
penyebab paling sering gagal terapi pada otitis eksterna. Pasien dengan otitis eksterna
jamur sering melaporkan gatal dan merasa ada benda di telinga nya. Otore yang keluar
biasa kental dan purulen. Nyeri biasa tidak separah otitis eksterna bakteri.
First branchial cleft cyst merupakan kantung branchial yang dapat muncul di
faring dan meluas secara lateral ke CEPHALAD DAN KONTAK BRANCHIAL cleft
PERTAMA, membentuk tuba eustachius. Secara jarang kelainan kongenital dapat
mengakibatkan kista ini memiliki drainase ke kanalis auditorius eksternus. Massa pada
regio periaurikuler dapat merujuk pada kelainan ini dan kemungkinan membrane
timpani normal.
Kolesteatoma merupakan pertumbuhan abnormal dari epitel skuamosa. Hal ini
dapat terjadi pada telinga tengah dan mastoid, atau yang lebih jarang dapat terjadi pada
kanalis auditorius eksterna. Massa ini dapat berkembang dan menyelubungi dan
akhirnya menghancurkan tulang-tulang pendengaran dan mengakibatkan gangguan
dengan konduktif. Gangguan pendengaran juga dapat mengakibatkan oklusi pada tuba
eustachius dan akhirnya terjadi efusi telinga tengah.

9
Keratosis obturans merupakan akumulasi dari keratin yang terdeskuamasi
dalam kanalis auditorius eksternus. Tidak seperti kolesteatoma, keratosis obturans
diasosiasikan dengan kanal auditorius yang membesar dan keratin yang rontok akibat
pembesaran tersebut dan tidak mengakibatkan otosclerosis. Jika dibandingkan dengan
kolesteatoma, keratosis biasa nya lebih nyeri dan akut dan memproduksi otore yang
lebih sedikit.
LCS otore spontan dapat terjadi melalui defek tegmen timpani pada basis
tulang temporal. Kelainan ini dapat dicurigai pada orang yang mengalami otore
persisten setelah penyebab otore yang lebih sering terjadi sudah disingkirkan atau pada
anak yang mengalami menigitis berulang
3.6 Otalgia
Otalgia atau sakit telinga merupakan salah satu keluhan utama yang
dikeluhkan oleh anak- anak. Otalgia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu primer yang
berasal dari telinga, dan sekunder yang merupakan referred pain, yang berasal
dari bagian tubuh lain tetapi dapat menjalar ke telinga.[1]

Berdasarkan lokasinya, otalgia primer dibagi menjadi telinga luar dan telinga
tengah.
1. Telinga luar
a. Furuncle merupakan infeksi kulit yang mengenai satu atau lebih
folikel rambut pada liang telinga luar, terutama oleh
Stayphlococcus aureus. Pasien yang menderita furunkulosis
memiliki gejala sakit, kemerahan, bengkak, serta massa pada liang
telinga luar. Umumnya tidak terdapat pengbengkakan pada pina,
sekret telinga, demam, ataupun adenopati.[2]
b. Cerumen impaction merupakan sumbatan pada liang telinga yang
menyebabkan rasa tidak nyaman pada telinga, namun jarang
disertai dengan sakit yang berlebihan. Keluhan utama dari pasien
adalah rasa penuh pada telinga ataupun gangguan pendengaran.[3]
c. Otitis eksterna merupakan infeksi pada liang telinga luar yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
ataupun bakteri batang gram negatif lainnya. Biasanya disebabkan
oleh masuknya air pada liang telinga pada saat berenang. Gejala

10
dari otitis eksterna adalah nyeri yang terlokalisir pada meatus
auditorius. Rasa nyeri juga dapat dipicu oleh pergerakan rahang.
Terdapat pula gejala lain seperti rasa penuh pada telinga, gatal,
dan adanya sekret yang keluar. Jarang disertai dengan demam.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada tragus dan sakit
ketika otoskopi. Liang telinga tampak bengkak dan merah.
Terdapat sekret yang kental serta bau.[4]
Dapat juga terjadi otitis eksterna oleh fungal (otomikosis) yang
biasanya dipicu oleh pemakaian berlebih dari antimikroba topikal.
Biasanya ditandai dengan rasa gatal yang melebihi rasa sakit. Pada
pemeriksaan akan ditemukan debris berwarna keputihan pada
liang telinga.[5]
Otitis eksterna maligna dapat terjadi jika infeksi pada liang telinga
menyebar ke tulang di sekitarnya. Hal ini biasanya terjadi pada
pasien dengan gangguan imun, dan ditandai dengan nyeri yang
lebih parah, terdapatnya gejala sistemik seperti keracunan
ataupun demam, serta nyeri tekan pada tulang temporal dan
lumpuhnya saraf facialis. Terdapat peningkatan marker inflamasi
(ESR/CRP) dan dapat dipastikan dengan foto kranial (CT/MRI)
yang menandakan adanya osteomielitis pada tulang disekitarnya.
6
d. Herpes zozter oticus merupakan reaktivikasi dari virus varisela
pada telinga luar setelah terkena infeksi varisela sebelumnya.
Gejala yang dialami pasien adalah nyeri seperti terbakar,
hiperestesia, dan pruritus yang dapat berkembang menjadi lesi
vesikular. Lesi ini dapat ditemukan pada pina ataupun pada liang
telinga. Geajala lainnya adalah gangguan telinga dalam (gangguan
pendengaran ataupun vertigo) dan kelemahan wajah (Ramsay
Hunt syndrome). 7
e. Tumor pada kanalis auditorius eksternal juga dapat menimbulkan
otalgia, seperti rhabdomyosarcoma, lymphoma, dan eosinophilic
granuloma. Hal ini ditandai dengan terdapatnya massa
granulomatous pada kanalis auditorius eksternal dan skret yang

11
berdarah ataupun serousanguineous. Pasien yang mengalami otitis
eksterna berulang secara terus menerus harus dilakukan evaluasi
akan kemungkinan terdapatnya tumor pada liang telinga. 8
2. Telinga tengah
a. Otitis media akut ditandai dengan sakit pada telinga yang bisa
cukup parah dan terasa berada di dalam telinga. Biasanya penyakit
ini didahului dengan adanya infeksi saluran nafas atas beberapa
hari sebelumnya. Pada anak-anak biasanya ditandai dengan
kegelisahan, gangguan tidur, dan nafsu makan yang berkurang.
Tanda spesifik dari otitis media akut adalah membran timpani
yang menonjol dan tampak buram dengan warna keputihan,
kekuningan, ataupun hijau yang menandakan terdapat nanah di
belakangnya. Terdapat pula kemerahan ataupun pendarahan pada
membran timpani. 9
b. Mastoiditis biasanya merupakan kompilkasi dari otitis media akut,
dan terjadi ketika sel air mastoid yang berhubungan langsung
dengan rongga telinga tengah ikut terinfeksi. Gejala yang
ditemukan seperti nyeri, bengkak kemerahan, dan nyeri tekan
pada regio mastoid, serta demam. Diagnosis dari mastoiditis dapat
dipastikan menggunakan CT scan.10
c. Otitis media efusi merupakan penumpukan cairan pada telinga
tengah tanpada disertai proses inflamasi. Hal ini dapat disebabkan
oleh disfungsi tuba eustacius akibat infeksi ataupun alergi. OME
biasanya bersifat asimtomatik, tetapi dapat disertai dengan nyeri
ringan pada telinga serta rasa penuh pada telinga dan penurunan
pendengaran. Pada pemeriksaan dapat didapatkan membran
timpani normal ataupun terjadi retraksi. Terkadang cairan pada
telinga tengah dapat terlihat dan dapat disertai dengan gelembung.
11
OME juga dapat terjadi akibat barotrauma (aero-otitis media), di
mana terjadi perubahan tekanan secara tiba-tiba di luar telinga
tengah sewaktu pesawat terbang ataupun menyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Sehingga, akan timbul

12
tekanan negatif pada telinga tengah yang menyebabkan cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang
dapat siertai dengan ruptur pembuluh darah (hemotympanum).
Keluhan yang dialami berupa kurangnya pendengaran, nyeri
dalam telinga, autofoni, perasaan adanya cairan dalam telinga,
bahkan dapat menyebabkan vertigo ataupun tinitus.
Pengobatannya biasanya cukup dengan melakukan valsava
manuver ataupun dekongestan lokal. 12
d. Otalgia sekunder dapat terjadi karena telinga mendapatkan
persarafan dari cabang saraf kranial V (cabang auriculotemporal),
IX (cabang tympanic) dan X (sabang auricular), serta dari C2 (lesser
occipital) dan C2 dan C3 (greater auricular), sehingga dapat terjadi
penjalaran rasa nyeri.

1. Via saraf kranial V


a. Dental, seperti karies gigi, abses apical, impacted molar, maloklusi,
dan sindrom Costen.
b. Oral cavity, seperti lesi ulseratif jinak ataupun ganas pada rongga
mulut ataupun lidah.
c. Temporomandibular joint disorder, seperti pada bruxism,
osteoarthritis dan dislokasi.

13
d. Spenopalatine neuralgia
2. Via saraf kranial IX
a. Oropharynx seperti pada tonsillitis akut, abses peritonsil,
tonsilektomi, ulser jinak ataupun ganas pada palatum mole, tonsil
dan pilar.
b. Base of tongue, seperti pada tuberculosis ataupun keganasan.
c. Elongated styloid process.
3. Via saraf kranial X
Akibat keganasan ataupun ulser pada valekula, epiglottis, laring
ataupun laringofaring dan esofagus.
4. Via C2 dan C3
Spondilitis servikal, cedera pada tulang servikal karies tulang
belakang.

3.7 Klasifikasi Otitis Media


Otitis media dapat dibagi dalam beberapa kategori, otitis media supuratif akut,
otitis media dengan nekrosis, otitis media efusi, otitis media akut rekuren, otitis media
barotrauma, dan otitis media kronik.
1. Otitis media supuratif akut
Merupakan inflamasi akut dari telinga tengah akibat organisme pyogen.
Maksud telinga tengah adalah celah yang berada pada telinga tengah, seperti
tuba eustachius, rongga telinga tengah, atik, aditus, antrum, dan mastoid air cell.
2. Otitis media akut dengan nekrosis
Merupakan variasi dari otitis media supuratif akut yang sering ditemukan pada
anak-anak yang sedang menderita cacar, scarlet fever, atau influenza.
Organisme yang menyebabkan penyakit ini adalah B-Haemolytic
streptococcus. Kelainan ini ditandakan dengan hancurnya membrane timpani,
annulus, mukosa dari promontorium, osikel, dan mastoid air cell. Biasa nya
disertai dengan otorea massif.
3. Otitis media dengan efusi
Merupakan kondisi yang dicirikan dengan akumulasi efusi cairan pada telinga
tengah yang tidak purulen. Cairan sering memiliki viskositas yang cukup tinggi
akan tetapi bisa juga serous. Cairan biasa nya hampir steril. Kelainan ini sering

14
ditemukan pada anak sekolah.
4. Otitis media akut rekuren
Paling sering terjadi pada anak berumur 6 bulan hingga 6 tahun. Biasa nya
episode akut otitis media ini dapat terjadi 4-5 kali pertahun. Biasa terjadi setelah
infeksi saluran nafas atas. Anak biasa bebas dari gejala otitis media antara
episode akut tersebut.
5. Aero-otitis media
Merupakan kondisi nonsupuratif yang diakibatkan kegagalan tuba eustacius
untuk mengontrol tekanan telinga tengah pada tekanan udara atmosfer.
Penyebab yang paling sering adalah, perubahan tekanan saat lepas landas,
menyelam, atau kompresi dalam ruang tekanan tinggi.
6. Otitis media supuratif kronik
Merupakan infeksi yang yang berkelanjutan pada bagian dari telinga tengah
yang dicirikan dengan pengeluaran cairan dari telinga dan perforasi yang
permanen. Perforasi menjadi permanen apabila bagian pinggir dari perforasi
dibungkus oleh epitel skuamosa dan tidak sembuh seara spontan.

Otitis Media Akut


OMA (Otitis Media Akut) didefinisikan sebagai penonjolan dari membrane timpani
dengan tingkat sedang sampai parah atau otore < 2 minggu seiring dengan gejala akut
dari inflamasi telinga tengah
OMA paling sering terjadi pada bayi dibawah 1 bulan dan anak yang ada di
sosioekonomik yang rendah. Biasa nya OMA merupakan kelanjutan dari infeksi virus
saluran nafas atas namun diikuti masuk nya organisme pyogenik kedalam telinga
tengah.
Faktor resiko OMA yang paling penting adalah umur pasien. Insidensi OMA paling
tinggi ada pada umur 6 sampai 18 bulan. Yang kedua adalah riwayat keluarga yang
pernah mengalami OMA sebelumnya.
Rute infeksi yang paling sering terjadi adalah lewat lumen tuba eustachius atau system
limfatik perituba subepitel. Tuba eustachius pada anak-anak lebih pendek, lebar, dan
lebih horizontal. Hal ini lah yang berkontribusi dalam insidensi otitis media akut pada
anak. Teknik menyusui yang salah juga berkontribusi dalam insidensi otitis media akut.
Demikian juga hobi olahraga juga mempengaruhi insidensi otitis media akut (cth,
berenang dan menyelam). Rute infeksi selain tuba eustachius dapat juga menyebar

15
lewat meatus akustikus eksterna. Hal ini biasa terjadi apabila terjadi perforasi pada
membrane timpani. Selin itu, rute infeksi juga dapat melalui penyebaran hematogenic,
rute ini paling jarang terjadi.
Faktor predisposisi OMA adalah segala sesuatu yang mengganggu fungsi tuba, seperti,
serangan berulang infeksi saluran nafas atas, demam cacar, difteri, pertussis, infeksi
dari tonsil dan adenoid, rhinosinusitis kronik, tumor nasofaring, nasal packing untuk
epistaksis, dan sumbing.
Secara bacterial, organisme yang paling umum penyebab OMA pada anak adalah
streptococcus pneumonia (36%), haemophilus influenza (20%), dan Moraxella
catarrhalis (12%). Organisme lain termasuk streptococcus pyogenes, staphylococcus
aureus, dan kadang pseudomonas aeruginosa. Pada 18-20% sisanya tidak ditemukan
kultur positif.
Otitis media akut biasanya terjadi dalam suatu urutan proses. Yang pertama adalah
oklusi tuba. Edema dan hiremi dari tubaeustachius pada nasofaring akan menyumbat
tuba dan akibat nya terjadi absorbs udara dan mengakibatkan tekanan negatif dalam
telinga tengah dan terjadi retraksi pada membrane timpani. Keadaan ini dapat disertai
dengan sedikit efusi pada telinga tengah. Gejala yang terjadi dalam stase ini adalah
penurunan tajam pendengaran dan nyeri telinga aan tetapi tidak ada demam. Secara
temuan fisik dapat ditemukan membrane timpani yang lebih cekung dari biasanya,
prosessus malleus yang lebih prominen, dan hilang nya reflek cahaya, tes penala akan
mengindikasikan gangguan pendengaran konduktif. Fase kedua (stage of
presuppuration) adalah fase presupurasi. Apabila oklusi tuba sudah berkepanjangan,
organisme pyogenic akan mulai menginvasi cavitas timpani dan mengakibatkan
peradangan pada lapisan timpani, eksudat akan terlihat pada telinga tengah, tampang
kongesti pada membrane timpani. Gejala yang dirasakan pasien biasanya adalah sakit
telinga yang parah, gangguan pendengaran dan tinnitus. Pada anak biasa terdapat
demam. temuan fisik yang dapat terlihat adalah, kongesti pada pars tensa, pembuluh
darah terlihat jelas dekat tulang maleus, dan terdapat penampakan cart-wheel. pada fase
ini, jika sudah berkelanjutan maka, seluruh membrane timpani akan menjadi merah.
Fase ketiga (stage of suppuration) ditandai dengan formasi pus pada telinga tengah dan
dapat meluas ke mastoid air cells. Membran timpani mulai membengkak dan hampir
pecah. Gejala yang dialami pasien biasanya sakit telinga yang sangat parah, gangguan
pendengaran yang semakin parah, anak biasa mengalami demam sekitar 38.8-39.40C.
hal ini dapat terjadi bersamaan dengan muntah-muntah dan kejang-kejang. Penemuan

16
fisik dapat ditemukan membrane timpani yang membengkak dan merah dan hilang nya
penanda pada membrane timpani. Handle of malleus dapat tidak terlihat karena tertutup
oleh membrane timpani yang membengkak, penampakan x-ray pada mastoid air cells,
akan terlihat berawan karena eksudat. fase keempat adalalh fase resolusi. Pada fase ini
membrane timpani pecah dan mengeluarkan pus. Gejala pasien biasa nya membaik dan
proses inflamasi mulai menurun. Jika treatmen dimulai dengan segeran atau infeksi
tidak terlalu parah maka resolusi dapat terjadi tanpa membrane timpani yang ruptur.
Gejala yang terjadi pada pasien adalah pus yang keluar dari telinga, nyeri telinga
berkurang dan demam menurun. Penampakan klinis yang bisa terlihat pada pasien
adalah kanalis auditorius eksternus terlihat sekret berwarna kemrahan dan sekret akan
berubah menjadi mukopurulen. Biasanya perforasi terlihat pada bagian anteroinferior
pars tensa. Warna membrane timpani akan kembali menjadi normal dan batas-batas nya
menjadi terlihat jelas. Fase kelima (stage of complication) apabila virulensi organisme
yang menginfeksi telingatengah tinggi atau pasien memilki imunitas yang rendah, maka
resolusi tidak akan terjadi dan infeksi akan menyebar dan menjadi terperangkap dalam
telinga tengah. Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoiditis akut, abses
subperiosteal, paralysis fasialis, labyrinthitis, petrositis, abses ekstradural, menigitis,
abses cerebri, atau tromboplebitis sinus lateralis.
Terapi yang dapat diberikan adalah terapi antibakteri, terapi pemberian dekongestan
tetes hidung, dekongestan oral, anti-nyeri, anti-demam, ear toilet, dan myringotomy.
Varian lain dari OMA adalah OMA dengan nekrosis. Varian ini paling sering terjadi
ketika anak sedang menderita cacar, scarlet fever, atau influenza. Organisme yang
paling sering menyebabkan penyakit ini adalah B-Haemolytic streptococcus. Akan
terjadi penghancuran secara cepat dari seluruh membrane timpani dan otore yang
massif. Proses penyembuhan biasanya dapat disertai dengan pembentukan
kolesteatoma. Pengobatan untuk kasus seperti ini biasanya 7-10 hari walaupun respon
nya baik. cortical mastoidectomy dapat dilakukan apabila pemberian antibiotic gagal
atau komplikasi dengan mastoiditis akut.

Otitis media efusi


OME atau sering disebut juga otitis media serosa, otitis media sekretorik, otitis media
mukoid, atau glue ear. Merupakan kondisi yang tiba-tiba dan dicirikan dengan
akumulasi efusi nonpurulen pada rongga telinga tengah. Efusi sering berupa cairan
kental tapi dapat juga serosa. Cairan biasa nya steril. Kondisi ini paling sering

17
ditemukan pada anak yang sedang sekolah. Prevalensi OME pada anak ada 10-17 %
dan menurun menjadi 3-4 % pada umur 6-8 tahun.
Pathogenesis dari OME secara garis besar ada 2. Yaitu, malfungsi dari tuba eustachius
yang mengakibatkan kegagalan aerasi dari telinga tengah dan kegagalan drainase cairan
dari telinga tengah dan peningkatan aktivitas sekretorik dari telinga tengah.
Etiologi yang dapat mengakibatkan malfungsi pada tuba eustachius adalah adenoid
hyperplasia, chronic rhinosinusitis, chronic tonsillitis, tumor dari nasofaring, kelainan
palatum. Alergi juga dapat mengakibatkan edema pada eustachius sehingga tuba
mengalami penyumbatan akan tetapi dapat juga meningkatkan sekresi mukus.
Unresolved otitis media akibat terapi antibiotic yang tidak adekuat dalam otitis media
supuratif akut mengakibatkan infeksi kecil yang masih persisten. Hal ini menjadi
stimulus bagi mukosa untuk menghasilkan mukus lebih banyak dan peningkatan
jumlah sel goblet. Infeksi virus dari infeksi saluran nafas atas dapat menyebar ke telinga
tengah dan meningkatkan aktivitas sekretorik.
Penampakan klinis pasien OME biasanya terjadi pada anak 5-8 tahun gejala nya biasa
berupa penurunan pendengaran secara tiba-tiba dan biasa kurang dari 40 dB. Penurunan
pendengaran biasa ditemukan secara tidak sengaja saat skrining audiometri. Gejala lain
juga dapat berupa terlambat bicara. Selain itu dapat juga terjadi otalgia ringan disertai
dengan histori infeksi saluran nafas atas. Dari temuan otoskopik dapat terlihat
membrane timpani yang opak. Membrane timpani juga dapat terlihat retraksi, kadang
terlihat sedikit bengkak dibagian posterior karena efusi. Pada impedance audiometri
juga dapat terlihat komplians dari membrane timpani menurun dengan grafik yang
cenderung flat.
Diagnosis pada OME dapat ditegakan dengan motilitas membrane timpani yang
menurun dengan otoskopi pneumatic, terlihat air-fluid level, membrane timpani terlihat
opak, dan tidak adanya tanda inflamasi pada telinga tengah. Tanda inflamasi pada
telinga tengah adalah penonjolan pada membrane timpani, eritema pada membrane
timpani, nyeri telinga, dan demam.
Treatment untuk OME secara garis besar meliputi pembuangan dari cairan dan
pencegahan dari pengulangan kembali otitis media efusi. Target tersebut dapat dicapai
dengan medikasi atau dengan operasi. Dengan medikasi dapat diberikan dekongestan
dalam bentuk semprot hidung, pemberian anti alergi, pemberian antibiotic, dan aerasi
telinga tengah dengan valsava maneuver atau menelan agar tuba terbuka. Secara
surgical, dapat dilakukan myringotomy dan aspirasi cairan, pemasangan grommet,

18
timpanotomi atau kortikal mastoidektomi, dan surgical untuk factor kausatif.
Jika OME menjadi kronis maka dapat terjadi atrofi membrane timpani dan atelectasis
telinga tengah, dapat terjadi juga nekrosis osikuler, dapat terjadi tympanosclerosis, dan
retraksi pocket dan kolesteatoma, dan cholesterol granuloma.

Otitis Media Akut Rekuren


Anak-anak pada umur 6 bulan hingga 6 tahun dapat mengalami episode otitis media
akut rekkuren. Episode akut ini dapat terjadi 4-5 kali pertahun. Biasanya terjadi setelah
infeksi saluran nafas atas. Pasien biasa tidak bergejala diantara episode akut tersebut.

Otitis Media Barotrauma


Otitis media barotrauma merupakan kondisi nonsupuratif yang dihasilkan oleh
kegagalan tuba eustachius untuk menjaga tekanan telinga tengah dalam level atmosfer.
Tuba eustachius memberikan akses udara dari telinga tengah ke faring ketika tekanan
telinga tengah tinggi. Pada situasi terbalik, ketika tekanan nasofaring tinggi, udara tidak
masuk kedalam telinga tengah karena tekanan telinga tengah diatur oleh otot saat
menelan, menguap, atau valsava maneuver. Ketika tekanan atmosfer lebih tinggi 90
mmHg dari tekanan telinga tengah maka tuba eustachius menjadi terkunci karena
masuk nya jaringan lunak faring pada jaringan disekitar lubang peritubal masuk
kedalam lumen. Namun dalam keadaan edema, perbedaan tekanan yang kecil dapat
menyebabkan penguncian tuba sehingga dapat terjadi retraksi pada membrane timpani
dalam perubahan tekanan secara tiba-tiba.
Penampakan klinis pada pasien ini biasanya meliputi nyeritelinga hebat, penurunan
tajam pendengaran, dan tinnitus. Dapat juga terjadi efusi hemoragik.
Terapi yang dapat dilakukan adalah pembukaan tuba dengan cara catheterization atau
politzerization. Pada kasus yang ringan, dekongestan dengan semprot hidung dan
antihistamin dapat diberikan.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah, tidak berpergian lewat jalur udara saat infeksi
saluran nafas atas, menelan berulang kali saat mendarat, jangan tidur saat mendarat,
gunakan semprot hidung saat mau mendarat 1 jam sebelum nya.

Otitis Media Supuratif Kronik


Otitis medis supuratif kronik merupakan infeksi dari bagian atau seluruh rongga telinga
tengah yang dicirikan dengan keluar cairan dari telinga dan perforasi permanen.

19
Perforasi menjadi permanen ketika bagian pinggir dari perforasi sudah dibungkus oleh
epitel squamosa.
Insidensi dari OMSK lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang karena kondisi
sosioekonomi yang buruk mengakibatkan nutrisi yang buruk dan edukasi kesehatan
yang kurang. Di India, prevalensi OMSK adalah 46% dari populasi pedesaan dan 16
orang per 1000 pada populasi perkotaan. OMSK juga merupakan kausal yang paling
penting dalam penurunan tajam pendengaran pada populasi yang tinggal dalam
pedesaan di India.
Faktor risiko untuk terjadi nya OMSK adalah, kejadian OMA yang berulang, otitis
media yang terjadi pada beberapa bulan pertama kehidupan, dan OME kronik.
Beberapa teori menjelaskan progresi dari OMA menjadi OMSK adalah disfungsi dari
tuba eustachius dan rongga nasofaring yang menjadi reservoir dari patogen. Ada juga
teori yang menyatakan bahwa bakteri dari nasofaring berkontribusi untuk
menyebabkan episode OMA, lalu setelah perforasi membrane timpani, bakteri dari
MAE masuk kedalam telinga tengah dan menjadi patogen yang mengakibatkan OMSK.
Tipe dari CSOM adalah tipe tubotympanic atau tipe jinak. Tipe ini melibatkan bagian
anteroinferior dari celah telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi pada bagian
central. Tipe yang kedua adalah atticoantral atau tipe yang berbahaya. Tipe ini
melibatkan rongga telinga tengah bagian posteroinferior dan diasosiasikan dengan
perforasi bagian attic atau marginal. Proses patologis nya melibatkan erosi tulang dan
pembentukan kolesteatoma.

Tubotimpanik
Penyakit ini biasa dimulai pada masa anak-anak. Biasanya merupakan
kelanjutan dari demam dengan ruam yang disertai dengan OMA. Perforasi
kemudian menjadi permanen dan hal ini mengakibatkan telinga tengah dapat
terinfeksi dari pathogen telinga luar. Partikel debu juga bisa masuk sehingga
telinga mukosa telinga tengah mengeluarkan otore.

Naik nya infeksi melalui tuba eustachius akibat adanya infeksi dari tonsil,
adenoid dan sinus yang terinfeksi juga dapat mengakibatkan otore yang
berkelanjutan.
Secara patologis kelainan tubotimpanik terlokalisir pada mukosa dan biasanya
terbatas pada daerah anteroinferior pada bagian telinga tengah. Perubahan

20
patologis yang dapat dilihat pada OMSK adalah perforasi dar pars tensa,
mukosa telinga tengah yang edema apabila OMSK sedang aktif, Polip yang
muncul dari tempat perforasi membrane, nekrosis dari tulang pendengaran,
timpanosklerosis (terjadi nya hyalinisasi dan kalsifikasi dari jaringan ikat
subepitel, fibrosis dan adesi dari tulang pendengaran atau blockade tuba
eustachius,.
Secara bakteriologi, patogen OMSK yang paling sering dibagi 2, aerobik dan
anaerobic. Penyebab aerobic yang umum adalah pseudomonas aeruginosa,
proteus, Escherichia coli, dan staphylococcus aureus, dan penyebab anaerob
yang umum adalah bacteroides fragilis dan kokus berantai anaerob.
Klasifikasi alternative dari OMSK dapat disebut juga penyakit mukosa dengan
tidak diteukan invasi dari epitel skuamosa. Dapat dikatakan aktif apabila terlihat
perforasi pada pars tensa dengan inflamasi dari mukosa dan terdapat cairan
mukopurulen. Dapat dikatakan inaktif apabila terdapat perforasi permanen dari
pars tensa namun mukosa telinga tidak inflamasi dan tidak ada discharge. Otitis
media kronis yang sudah sembuh merupakan kondisi dimana membrane
timpani sudah tertutup dengan 2 lapis. Membrane timpani ini biasanya atrofi
dan mudah retraksi ketika ada tekanan negative pada telinga tengah dan dapat
juga terjadi timpani sclerosis pada membrane timpani dan terkait dengan
gangguan dengan konduktif.
Kelainan aticcoantral dapat disebut juga penyakit sel skuamosa pada telinga
tengah. Dapat dikatakan inaktif apabila terdapat retraksi pada pars tensa biasa
nya pada bagian posteroo superioratau pars flasida. Tidak ada cairan yang
keluar dari telinga, akan tetapi terdapat kemungkinan adanya debri skuamosa
dalam kantung retraksi yang terinfeksi dan mulai mengeluarkan cairan. Pada
fase aktif penyakit skuamosa dapat didefinisikan adanya kolesteatoma dari
bagian posterosuperior dari pars tensa atau pars flasida, terdapat erosi tulang,
dan terbentuk granulasi dan cairan yang purulent.
Secara klinis terdapat cairan telinga yang keluar, mukoid atau mukopurulen,
secara konstan atau intermiten. Cairan biasa muncul setiap infeksi saluran nafas
atas atau air yang masuk melalui linag telinga. gangguan pendengaran konduktif
juga dapat terjadi, biasa nya melebihi 50 dB. Biasa pasien merasa pendengaran
lebih baik ketika cairan sedang keluar. Hal ini terjadi karena round whindow
shielding effect yang diakibatkan oleh cairan untuk menjaga perbedaan fase.

21
Perforasi yang terjadi selalu di central. Mukosa telinga tengah juga terlihat
ketika perforasi besar. Saat normal warna nya pink dan lembab, ketika inflamasi
terlihat merah, edema, dan bengkak.
Target terapi adalah mengontrol infeksi dan menghilangkan sekret dan operasi
untuk memperbaiki turunnya tajam pendengaran. Teknik terapi yang dapat
dilakukan adalah :
1. Aural Toilet. Membuang semua cairan dan debri yang dikeluarkan
oleh telinga. dapat dilakukan dengan cotton buds.
2. Tetes telinga. Dapat digunakan tetes telinga antibiotic yang
mengadung neomycin, polymyxin, dan chloromycetin atau
gentamicin. Biasanya antibiotic ini dikombinasikan dengan steroid
yang mempunya efek antiinflamasi lokal.
3. Antibiotic sistemik. Berguna untuk mengatasi eksaserbasi akut pada
infeksi kronis.
4. Pasien harus diperingati agar telinga tidak masuk air, tiupan keras
saat membuang mukus dari hidung juga dapat mengakibatkan
patogen masuk ke telinga tengah dari nasofaring, pasien arus
diinstruksikan untuk hati-hati.
5. Terapi untuk factor lain yang berkontribusi mengakibatkan infeksi
berulang, seperti infeksi tonsil, adenoid yang membesar, alergi
maxilla dan nasal.
6. Polip atau atau jaringan granulasi harus dibuang jika ada, agar dapat
menggunakan antibiotik tetes telinga dan aural toilet secara efektif.
7. Ketika telinga sudah kering myringoplasty dengan atau tanpa
rekonstruksi tulang pendengaran dapat dilakukan.

Atikoantral
Tipe ini melibatkan bagian posterosuperior dari rongga telinga tengah dan
diasosiasikan dengan kolesteatoma. Tipe ini juga disebut tipe yang berbahaya
karena biasa nya mengakibatkan erosi tulang.
Etiologi dari kelainan atikoantral sama dengan kolesteatoma.

22
Proses patologi yang terjadi dalam OMSK atikoantral adalah kolesteatoma,
nekrosis tulang pendengaran, dan granuloma kolesterol.
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada OMSK atikoantral adalah, perforasi
pada bagian atik atau posterosuperior membran timpani. Akan tetapi, klinisi
harus lebih tajam dalam identifikasi perforasi, karena bisa saja area perforasi
tertutup oleh jaringan granuloma. Tanda klinis kedua adalah kantung retraksi.
Invaginasi dari membrane timpani terlihat pada daerah atik atau
posterosuperior dari pars tensa. Drajat retraksi bervariasi. Pada drajat awal biasa
nya kantung nya tidak terlalu dalam dan bisa bersih sendiri, akan tetapi, jika
kantung sudah terlalu dalam dapat terjadi akumulasi massa keratin dan dapat
menjadi infeksi. Ada 4 drajat untuk retraksi kantung. Pertama, terjadi retraksi
pada membran timpani akan tetapi incus tidak terkena. Kedua, terjadi retraksi
dalam membrane timpani dan menyentuh incus, akan tetapi mukosa telinga
tengah tidak terkena. Ketiga, terjadi atelectasis telinga tengah. Membrane
timpani teretraksi ke promontorium, rongga telinga tengah mulai hilang,
mukosa telinga tengah masih intak, akan tetapi membrane timpani masih bisa
mengembang apabila disedot dengan suction atau penggunaan gas N2O
anestesi. Membrane timpani juga menipis karena bagian kolagen membrane
timpani sudah terserap akibat retraksi berkelanjutan. Tahap keempat, biasa
disebut dengan otitis media adhesi. Membrane timpani sangat tipis dan
membungkus promontorium dan tulang pendengaran. Tidak ada rongga telinga
tengah, lapisan mukosa pada telinga tengah hilang, membrane timpani
menempel ke promontorium, kantung retraksi terbentuk dan dapat membentuk
kolesteatoma. Tanda klinis ketiga adalah terbentuk nya kolesteatoma.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk investigasi OMSK atikoantral adalah,
pemeriksaan dalam mikroskop, pasien dengan kelainan telinga tengah harus
dilihat dengan mikroskop. Dengan inspeksi mikroskop kita dapat melihat
kolesteatoma, penghancuran tulang, granuloma, dan kantung sekret. Kita juga
dapat melakukan tes penala dan audiometri untuk melihat tipe tuli. Selain itu,
pemeriksaan xray mastoid atau CT scan tulang temporan juga dapat melihat
kondisi tulang pendengaran, pemeriksaan radiologi yang dipakai biasanya CT-
scan tinjauan lateral. Yang terakhir adalah kultur dari cairan dan sensitivitas
antibiotic terhadap kultur tersebut untuk pemberian antibiotic yang efektif.
Gejala klinis yang subjektif dari pasien dan mengindikasikan komplikasi adalah

23
nyeri, vertigo, nyeri kepala persisten, kelemahan muka, demam, mual, muntah,
kaku kuduk, pandangan ganda, ataxia, dan mastoiditis.
Treatment yang dapat dilakukan adalah :
1. Operatif. Target dari operasi adalah menghilangkan penyakit dan
menjaga agar telinga aman. Target kedua adalah rekonstruksi
pendengaran, akan tetapi tidak boleh mengkompromikan target
pertama. Teknik operasi ada 2 prosedur. Yang pertama adalah canal
wall down. Teknik ini mengakibatkan rongga mastoid terbuka ke
meatus akustikus eksternus sehingga area yang berpenyakit
terekspos. Teknik kedua adalah canal wall up. Pada teknik ini,
bagian patologis di buang dengan mempertahankan tulang meatus
posterior. Akan tetapi, ada resiko kolesteatoma tertinggal.
2. Operasi rekonstruksi. Dapat dilakukan sebagai prosedur kedua.
Tujuan operasi rekonstruksi adalah pngembalian pendengaran
dengan miringoplasti atau timpanoplasti.
3. Terapi konservatif. Dapat dilakukan apbila kolesteatoma mudah
diakses, kecil, dan mudah disuction.

Kolesteatoma
Pada kondisi normal, rongga telinga tengah dilapisi oleh berbagai macam tipe epitelium
pada daerah yang berbeda. Epitel silindris bersilia bagian anteroinferior, kuboid pada
bagian tengah, dan skuamosa pada bagian atik. Pada telinga tengah tidak ditemukan
epitel skuamos yang menghasilkan keratin. Keberadaan epitel skuamosa yang
menghasilkan keratinlah yang mengakibatkan terjadinya kolesteatoma.
Secara umum kolesteatoma terdiri dari 2 bagian. Yang pertama adalah matrix yang
terbuat dari skuamosa yang menghasilkan keratin yang berada dalam jarangan ikat
fibrosa. Kedua, massa yang berwarna putih yang berisi sampah keratin yang diproduksi
oleh matrix tersebut.
Ada beberapa teori pembentukan kolesteatoma. Pertama, dibentuk secara kongenital.
Kedua, invaginasi dari membrane timpani bagian posterosuperior membentuk kantung
retraksi, permukaan luar dari membrane timpani dilapisi lapisan epitel skuamosa dan
membentuk cholesteatoma dalam kantung tersebut. Teori ketiga, melibatkan
hyperplasia sel basal. Sel basal merupakan sel yang berada pada lapisan germinal dan
dapat terjadi proliferasi saat terinfeksi. Teori keempat, adalah invasi epitel. Epitel yang

24
berada dari meatus atau bagian timpani luar, bertumbuh kedaerah telinga tengah lewat
perforasi pada membrane timpani. Teori kelima, mukosa telinga tengah mengalami
metaplasia dan bertransformasi menjadi epitel skuamosa karena infeksi berulang.
Klasifikasi dari kolesteatoma ada 3. Yaitu, kolesteatoma kongenital, merupakan
kolesteatoma yang tumbuh dari sel sepidermal embrionik yang terjadi pada 3 tempat
penting, yaitu, telinga tengah, apex petrous, dan angulus cerebellopontine.
Kolesteatoma kongenital dapat terlihat sebagai massa putih yang berada pada
membrane timpani yang intak. Yang kedua, kolesteatoma primer, terjadi tanpa adanya
riwayat otitis media atau perforasi sebelum nya. Cara terbentuknya kolesteatoma
primer ada 3. Yaitu, invaginasi dari pars flasida, hiperplasi sel basal, dan metaplasia
skuamosa. Yang ketiga, kolesteatoma sekunder, terjadi ketika sudah ada perforasi pada
membran timpani. Beberapa teori nya adalah, migrasi dari epitel skuamosa dan
metaplasia.
Ketika kolesteatoma masuk kedalam rongga telinga tengah, massa ini akan menginvasi
daerah sekitar biasa kearah yang tahanan nya paling kurang dan menghancurkan tulang
secara enzimatik. Kolesteatoma bagian atik biasanya akan meluas kea rah aditus ad
antrum dan mastoid dan menyelubungi incus atau maleus.

Hipertrofi Adenoid
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,
dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Adenoid berfungsi sebagai immunological
memory pada anak kecil.[1] Hipertrofi dari adenoid dapat terjadi secara fisiologik pada
anak-anak hingga umur 6 tahun, dan akan terjadi atrofi dan hilang sepenuhnya pada
umur 16 tahun.[2] Rinitis, sinusitis, tonsillitis kronik dan alergi dari saluran pernapasan
atas dapat mengakibatkan pembesaran adenoid.[3]

Gejala yang timbul pada hipertrofi adenoid tidak timbul hanya karena ukuran
dari adenoid, melainkan dari ruangan pada nasofaring yang tersedia. Terdapat gejala
nasal, aural, dan umum.

1. Gejala nasal
a. Obstruksi nasal merupakan gejala yang paling sering terjadi. Hal ini
menyebabkan anak harus bernapas melalui mulut. Sehingga anak-anak
dengan obstruksi nasal sering mengalami gangguan perkembangan yang

25
dikarenakan respirasi dan proses makan yang tidak dapat berjalan
dengan seharusnya
b. Sekret nasal yang disebabkan oleh obstruksi koana, dimana seharusnya
sekret dari nasal mengalir ke arah nasofaring.
c. Sinusitis kronik maxilla juga dapat terjadi akibat adanya sekret ataupun
infeksi yang persisten. Begitu juga sebaliknya, sinusitis maksila dapat
mengakibatkan infeksi dan hipertrofi dari adenoid.
d. Epistaksis dapat terjadi jika terdapat inflamasi parah pada adenoid.
e. Perubahan pada suara menjadi tidak bernada akibat adanya obstruksi
nasal.
2. Gejala aural
a. Obstuksi tuba terjadi akibat blokade dari tuba eustacius sehingga akan
menimbulkan retraksi dari membran timpani dan tuli konduktif.
b. Serangan berulang dari otitis media akut akibat terjadinya penyebaran
infeksi melalui tuba eustacius.
c. Otitis media supuratif kronik yang sulit / gagal membaik jika
terdapatnya infeksi dari adenoid.
d. Otitis media serosa akibat obstruksi dari tuba eustacius.
3. Gejala umum
a. Facies Adenoid yang terjadi akibat obstruksi kronik pada nasal yang
mengakibatkan pernapasan melalui mulut. Karakteristiknya adalah
wajah yang memanjang dengan ekspresi yang datar, mulut terbuka, dan
gigi yang prominen. Terdapat pula atrofi dari alanasi serta arkus palatum
yang meninggi.
b. Hipertensi pulmonal akibat obstuksi nasal yang berkepanjangan.
c. Aprosexia (kurang konsentrasi)

Pemeriksaan adenoid dan pengecilan jalur napas dapat divisualisasi dengan baik
menggunakan endoskopi.[4] Dapat pula dilakukan x-ray lateral dari nasofaring untuk
mengukur ukuran dari adenoid serta ruang yang tersisa pada nasofaring.

Jika gejala yang dialami tidak signifikan, pasien diberikan latihan napas, tetes

26
denkongestan nasal, dan antihistamin. Sedangkan jika gejala sangatlah mengganggu
maka perlu dilakukan adenoidektomi.

Adenoidektomi dilakukan ketika telah terjadi obstruksi nasal yang parah akibat
hipertrofi dari adenoid ataupun rinosinusitis, gangguan tuba eustacius, dan otitis media
yang terjadi terus – menerus akibat komplikasi dari hipertrofi adenoid. Indikasi untuk
dilakukannya operasi adalah :
1. Obstruksi nadal dapat terjadi akibat hipertofi adenoid dan akan menimbulkan
gejala seperti pernapasan mulut, hyponasal speech, dan gangguan penciuman.
Gejala obstruksi yang parah merupakan indikasi absolut untuk dilakukan
operasi. Adenotonsilektomi lebih dipilih dalam operasi dibanding
adenoidektomi sendiri.
Gejala obstruksi yang ringan menengah dapat dilakukan adenoidektomi jika
gejala obstruksi telah berlangsung  1 tahun dan tidak memberikan respon
terhadap pengukuran konservatif. Pengukuran konservatif yang termasuk
adalah pemberian antimicrobial selama 1 bulan [5] dan glukokortikoid nasal
selama 6 minggu (diteruskan sampai dengan 6 bulan jika terdapat perbaikan).[6-
10] Pada studi retrospektif yang dilakukan, anak – anak berumur 2 sampai 17
tahun (rata – rata 6,5 tahun) yang menjalani adenoidektomi akibat obstruksi
adenoid diberikan kuesioner pada 3 sampai 5 tahun setelah operasi. Terdapat
perbaikan gejala yang dialami dari 74 sampai 87%. Tetapi, dapat pula terjadi
kegagalan akibat tumbuh kembalinya jaringan adenoid setelah proses operasi
akibat kelainan struktur ataupun mukosa nasal. [11]
2. Adenoid facies, pada studi yang telah dilakukan, adenoidektomi memberikan
perbaikan pada dentofasial, morfologi dan posisi dari gusi ataupun gigi.
[12,13,14] Tetapi pada studi ini tidak mengikutsertakan pasien yang tidak
menjalani adenoidektomi.

3. Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan tindakan non-operasi merupakan


salah satu indikasi dari adenoidektomi.[15,16,17]
4. Otitis media, terutama untuk recurrent OMA ataupun OME kronik yang telah
menjalani pemasangan selang timpanostomi dan tidak membaik, disarankan
untuk menjalani adenoidektomi. Lebih baik untuk melakukan adenoidektomi

27
dengan pemasangan selang timpanostomi dibandingkan dengan pemasangan
selang timpanostomi saja. Tetapi, adenoidektomi tidak disarankan untuk
recurrent OMA ataupun OME kronik yang belum dilakukan pemasangan
selang timpanostomi kecuali jika terdapat indikasi untuk dilakukannya
adenoidektomi (obstruksi nasal, adenoiditis kronik, dan sinusitis kronik). [18-
21] Pada randomized controlled trial yang dilakukan pada 213 anak – anak yang
menjalani pemasangan selang timpanostomi dan tetap terjadi recurrent OMA
ataupun OME, dilakukan adenoidektomi yang menurunkan kejadian otitis
media ataupun otitis media akut.

Terdapat pula kontraindikasi dari tonsilektomi dan/atau adenoidektomi, yaitu :


1. Velopharyngeal merupakan keadaan dimana terjadinya hypernasality (udara
yang keluar pada konsonan “b”, “p”, “s”, “z”, ataupun sh) dan hyponasality
(konsonan “m” dan “n”). Kejadian ini dapat terjadi akibat adanya kelainan
anatomis pada palatum ataupun faring. [22,23]
2. Hematologic seperti pada anemia ataupun gangguan pembekuan darah. Operasi
sebaiknya tidak dilakukan jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10 g/dL
ataupun hematokrit kurang dari 30%.
3. Infectious, sebaiknya tonsilektomi ataupun adenoidektomi tidak dilakukan pada
anak – anak yang sedang mengalami infeksi (faringitis ataupun common cold)
kecuali jika terjadi gejala obstruksi yang mengancam ataupun pemberian
antimikrobial yang tidak berhasil.

28
BAB III
DISKUSI KASUS

Pasien laki-laki, usia 4 tahun keluhan telinga keluar cairan sejak ± 1 minggu.
Cairan keluar dari kedua telinga, tidak berwarna dan tidak berbau. Kedua telinga
juga terasa sakit. Keluhan nyeri diperingan saat cairan keluar dari telinga. Sebelum
mengalami keluar cairan dari telinga, pasien mengalami batuk dan pilek akan tetapi
batuk pilek sudah sembuh sejak 1 minggu lalu. Tenggorokan pasien tidak ada nyeri
saat menelan atau sulit menelan dan hidung pasien juga tidak mampat dan tidak ada
keluhan saat ditanyakan di poli siloam. Pasien juga mengalami demam sebelum
terjadi batuk pilek sekitar 3-4 hari. Tidak ada riwayat trauma kepala. 1 tahun lalu,
pasien sudah pernah mengalami gejala serupa. Menurut ibu pasien, frekuensi
kejadian keluar cairan dari telinga saat 1 tahun cukup sering. Biasanya didahului
oleh batuk pilek lalu disusul oleh nyeri telinga dan keluar nya cairan dari telinga.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan pasien compos mentis dengan
tekanan darah tidak diukur mmHg, nadi 78 x/menit, laju napas 18 x/menit, dan suhu
36, 8℃. Pemeriksaan hidung normal dan tenggorok terlihat adenoid membesar.
Pemeriksaan telinga tidak ditemukan penambahan intensitas nyeri saat dilakukan
pemeriksaan nyeri tekan tragus dan nyeri Tarik pinna, saat dilakukan otoskopi,
liang telinga lapang, dan terlihat membrane timpani perforasi pada bagian central
pada kedua telinga. Pemeriksaan penala tidak dilakukan. Tidak ada pembesaran
KGB kepala dan leher. Pemeriksaan penunjang lainnya tidak dilakukan.

cari epidemiologi berapa banyak otitis media akut jadi CSOM.


Anak – anak yang datang dengan keluhan nyeri pada telinga paling sering
disebabkan oleh 3 hal, yaitu otitis media akut, otitis eksterna, dan otitis media efusi.
[uptodate] Pada pasien ini otitis media akut paling memungkinkan dari 3
kemungkinan tersebut. dengan mempertimbangkan penyebaran infeksi dari saluran
nafas atas ke rongga telinga tengah lewat tuba eustachius. Hal ini juga didukung
dengan umur pasien yang masih muda, berimplikasi kepada tuba eustachius yang
lebih datar antara telinga tengah dan nasofaring dan mempermudah penyebaran
infeksi. Otitis eksterna pada pasien kurang memungkinakan karena tidak ditemukan

29
penambahan nyeri pada pemeriksaan tarik pinna dan nyeri tekan tragus. Otitis
media efusi juga tidak memungkinakn karena pasien mengalami perforasi
membrane timpani. Otalgia referral pada pasien ini memungkinkan terjadi. Hal ini
disebabkan karena adenoid membesar pada temuan fisik pasien ini.
Pada otitis media akut, gejala biasanya diawali dengan adanya infeksi saluran
napas atas sebelum terjadinya keluhan pada telinga. Hal ini mudah terjadi
dikarenakan tuba eustacius yang ukurannya lebih pendek, lebih lebar, dan lebih
horizontal pada anak – anak. Sehingga, dapat terjadi penyebaran infeksi melalui
tuba eustacius. Temuan klinis pada pasien OMA bervariasi, tergantung pada drajat
OMA. Pada pasien ini, ditemukan membrane timpani sudah perforasi dan keluar
cairan. Sehingga dari keluhan utama dan dari pemeriksaan fisik OMA dapat
menjadi diferensial diagnosis pada pasien hal ini juga didukung oleh keluar nya
cairan < 2 minggu.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya otore. Pendekatan klinis pada otore
harus memprioritaskan kausal otore yang mengancam jiwa, dalam hal ini adalah
trauma kepala. Pada pasien ini tidak ditemukan trauma kepala, sehingga
kemungkinan besar, otore bukan disebabkan oleh fraktur basis kranii. Penyebab
lain otore yang sering pada anak adalah otitis eksterna, benda asing, otitis media
akut, otitis media supuratif kronik, dan serumen. Pada pasien ini, otitis eksterna
sudah disingkirkan karena nyeri tekan tragus dan nyeri tarik pinna negative. Benda
asing juga sudah disingkirkan karena saat inspeksi meatus akustikus eksternus tidak
ditemukan benda asing. OMA belum bisa disingkirkan karena gejala pasien masih
khas dengan OMA, dan OMSK juga dapat menjadi diferensial diagnosis pada
pasien ini.
OMSK pada pasien ini belum bisa disingkirkan karena, walaupun cairan telinga
yang keluar dari telinga pasien <2 minggu, akan tetapi hal ini bisa saja disebabkan
pasien berada dalam masa OMSK inaktif.
Bahas pemeriksaan penala, penurunan tajam pendengaran?
Pada pasien ini juga ditemukan adenoid yang membesar.

30

Anda mungkin juga menyukai