Anda di halaman 1dari 15

REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK

Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima


dan dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun,
mereka dapat memberikan keputusan dari informasi tersebut. Sehingga, informasi
tersebut haruslah memilki standar yang menyeluruh agar terjadi suatu
keseragaman bentuk informasi.Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi
yang disebut Prisnsip akuntansi yang Berlaku Umum-PABU (Generally Accepted
Accounting Principles-GAAP). Berlaku umum ini maksudnya informasi akuntansi
suatu perusahaan bias dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apa pun.
Sehingga, informasi ini berguna bagi investor, karyawan, pemberi pinjaman,
pemasok, kreditor lainnya, pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta
masyarakat.Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan
akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban
kepada masyarakat yang ada di sektor publik.Ikatan Akuntansi Indonesia
sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi nirlabadi Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor
45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktikpraktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. &arna
itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)

DASAR HUKUM KEUANGAN SEKTOR PUBLIK


A. Dasar Hukum Keuangan Negara
Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasikan
sebagai segala bentuk kekayaan, hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam
APBN dan laporan pelaksanaannya.
Hak-hak Negara yang dimaksud, mencakup Kewajiban

negara

adalah

berupa

antara lain :

pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai


dengan pembukaan UUD 1945 yaitu :

1.

Hak monopoli mencetak dan mengedarkan1.


uang

2.

seluuh tumpah darah Indonesia

Hak untuk memungut sumber-sumber2.


keuangan, seperti pajak, bea dan cukai

3.

3.

Hak untuk memproduksi barang dan jasa


4.
yang dapat dinikmati oleh khalayak umum,
yang

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan

dalam hal ini

pemerintah

dapat

memperoleh (kontra prestasi) sebagai sumber

Memajukan kesejahteraan umum


Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan

kemerdekaan,

perdamaian

abadi, dan keadilan sosial

penerima negara
Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa
pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen
IV, secara khusus diatur mengenai Keuangan Negara, yaitu pada BAB VIII pasal
23 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan setiap tahun dengan UndangUndang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang
2.
3.
4.
5.

diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.


Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang
Jenis dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang
Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu
Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan UndangUndang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, ditetapkan Undang-undang tentang

APBN untuk tahun anggaran bersangkutan. Penyusunan APBN bukan hanya


untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1)
UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan oleh
pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu,

penyusunannya didasarkan atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan


pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil
Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara Lainnya.
B. Dasar Hukum Keuangan Daerah
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom
adalah meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah untuk melayani
masyarakat

dan

melaksanakan

program

pembangunan.

Dalam

rangka

penyelenggaraan daerah otonom, menurut penjelasan pasal 64 Undang-undang


No. 5 tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk :
1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang
bersangkutan
2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya
dan kepala daerah khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja
daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang
lebih mudah dan berhasil guna.
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan
penyelenggaraan Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI


Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah, antara BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar
Pemerintah dengan masyarakat, dan berbagai entitas lain dalam pemerintahan.
Perananan laporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata
menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan
ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen
pemerintahan dan organisasi sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor

publik

adalah

untuk

memastikan

kualitas

laporan

keuangan

dalam

pertanggungjawaban publik.
Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu
dibangun, seperti:
a.Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan
Daerah, dan organisasi sektor publik lainnya
Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun

b.

organisasi sektor publik lainnya, dimana review terhadap transaksi yang


berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan audit
c.Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua
transaksi keuangan pemerintah
Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang

d.

menjadi pedoman atas jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya


Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi
dapat melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara
manual maupun komputasi. Akibat tidak tersedianya prasaran diatas, muncul
persepsi bahwa :
a.Akuntansi adalah sesuatu yang sulit
b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu
panjang.

REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian
daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan
daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping itu,ada
beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,antara
lain:

1. Peraturan

Pemerintah

Nomor

Tahun

1975

tentang

Pengurusan,

Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah


2. Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan
APBD
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual
Administrasi Keuangan Daerah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan
APBD
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
6. Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan
Perhitungan APBD

B. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara.
Tuntutan good governance diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan KKN.
Pemisahan kekuasaan antareksekutif, yudikatif, dan legislatif dilaksanakan. Selain
itu, partisipasi masyarakat akan mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan
akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah adalah dua undang-undang yang berupaya mewujudkan etonomi daerah
yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi daerah tersebut di bidang
administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan perundangan yang lebih
operasional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang
relevan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 3851)
2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban

Keuangan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 4022)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah

C. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Paradigma baru dalam Reformasi Manajemen Sektor Publik adalah
penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good
governance. Landasan hukum pelaksanaan reformasi tersebut telah disiapkan oleh
Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU
Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung
Jawab Keuangan Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah
dirumuskan dalam 3 Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja


Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi
Pemberdayaan manajer profesional
Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta
dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan

otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
6

tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian, pelaksanaan
tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan dalam
pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.
Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik
1.
2.
3.
4.

UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara


UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara
UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan

Nasional
5. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
6. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
7. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
8. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

D. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia


Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15,
dan 16, dapat dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah
berbasis akrual karena disana disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah
hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk
transisi karena saat itu praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas,
dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang masuk/keluar ke/dari kas umum
negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003
yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun,
artinya sampai dengan tahun 2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana kita memakai basis Kas

Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca


berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga
Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata
opini yang didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah,
Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan disepakati bahwa
basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit
maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan
Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam
Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini
dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I
merupakan

Standar Akuntansi

Pemerintah

berbasis Akrual

yang

akan

dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II


merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang
hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan
akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri),
sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap
untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II
merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24
tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan
Lampiran II adalah sebagai berikut:
Lampiran I

Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran,


Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih

Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional,


Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan

Lampiran II

Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan
Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis

penjelasan pada setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang


terkait dengan masing-masing Laporan Keuangan akan mengalami perubahan.
Perbedaan daftar isi pada Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut:
Lampiran I

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan


PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas;
PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan
Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak

Dilanjutkan;
PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian.
PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.

Lampiran II

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan


PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran;

PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;


PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,

dan Peristiwa Luar Biasa;


PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian;
Kedua daftar isi hampir serupa karena memang kebijakan yang diambil oleh

Komite Standar Akuntansi Pemerintah saat mengembangkan Standar Akuntansi


Pemerintahan berbasis akrual ini adalah dengan beranjak dari PP 24 tahun 2005
yang kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap PP 24 tahun 2005
itu sendiri. Dengan strategi ini diharapkan pembaca PP 71 tahun 2010 nantinya
tidak mengalami kebingungan atas perubahan-perubahan tersebut karena lebih
mudah memahami perubahannya dibandingkan jika langsung beranjak dari
penyesuaian atas International Public Sector of Accounting Standards (IPSAS)
yang diacu oleh KSAP.

BARANG DAN JASA PUBLIK


A. Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta
Barang publik adalah barang kolektif yang seharusnya dikuasai oleh
Negara atau pemerintah. Sifatnya tidak eksklusif dan diperuntukkan bagi
kepentingan seluruh warga dalam skala yang luas, dan dapat dinikmati warga
secara gratis, misalnya udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman.
Sedangkan barang swasta adalah barang spesifik yang dimiliki oleh pihak swasta.
Sifatnya eksklusif dan hanya bias dinikmati oleh mereka yang mampu
membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga pasar menurut
penjual,yaitu harus untung sebesar-besarnya,misalnya perumahan mewah, villa,

10

dan hotel. Dan ada juga setengah kolektif yang dimiliki oleh swasta atau pemilik
gabungan antara swasta dan pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh
bersifat eksklusif, dan pemerintah harus ikut menentukan harga penjualannya,
yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah dan rumah
sakit.

B. Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik


Suatu barang dikategorikan sebagai barang swasta atau publik dalam
kaitannya dengan tingkat excludability dan persaingannya. Tingkat excludablity
suatu barang ditentukan dengan kondisi dimana konsumen dan produsen barang
atau pelayanan bisa memastikan bahwa orang lain tidak memperoleh manfaat dari
barang/pelayanan tersebut. Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi,
barang tersebut dipergunakan secara perorangan ; apabila daya saingnya rendah,
barang tersebut dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Contoh taman umum
daya saingnya rendah, sedangkan ipod daya saingnya tinggi.
1. Secara umum, barang publik memiliki tingkat excludability dan daya saing
yang rendah. Ini berarti bahwa jika barang itu diproduksi, barang tersebut
dapat dipergunakan oleh banyak orang. Barang publik ini dimanfaatkan oleh
banyak orang, sehingga umumnya dibiayai dari dana publik.
2. Barang swasta adalah barang yang punya excludability dan daya saing tinggi.
Orang-orang yang memanfaatkanya jelas, sehingga mudah dikenakan biaya.
3. Barang yang excludable, tetapi daya saingnya rendah disebut toll goods.
Contohnya sperti jalan tol.
4. Barang yang berdaya saing tinggi, tetapi non-excludable, disebut common
pool goods. Contohnya adalah pengadaan air disebuah desa; meskipun
termasuk barang yang non-excudable, namun penggunaannya secara
berlebihan

akan

mengurangi

kesempatan

menggunakannya.

11

bagi

orang

lain

untuk

C. Penyedia Pelayanan
Barang atau pelayanan yang dibiayai secara publik dapat dikontrakkan kepada
sektor swasta misalnya, penggunaan kontraktor swasta dalam pembangunan
lapangan terbang, atau sebaliknya misalnya sekolah pemerintah menerima
pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk pemakai pelayanan. Setor swasta
mempunyai kecendrungan bekerja lebih efisien dan efektif karena :
1. Sektor swasta memiliki fleksibilitas dalam pengolahan sumber daya sehingga
permintaan pasar dapat ditanggapi.
2. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan
harga yang lebih murah bagi pelanggan.

D. Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik


Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik
mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan
kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi,
pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya,
Pusat

Pengembangan

Kebijakan

Pengadaan

Barang

dan

Jasa

Publik

menyelenggarakan fungsi:
1. penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional
2. penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber
daya manusia di bidang pengadaan
3. pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta
koordinasi penyelesaian masalah di bidang pengadaan
4. pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan
5. pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi
informasi
6. melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan
dan sistem pengadaan nasional

12

ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK


Pihak member amanah (principal) percaya bahwa pihak pemegang amanah
(agent) mempunyai kapasitas yang menandai untuk menjalankan amanah yang
didelegasikan. Makna kapasistas disini hanya dilihat dari kompetensi pada bidang
kerja, tetapi juga dilihat dari perilaku etis. Perilaku etis nampaknya sangat
menunjang kepercayaan para partner dan teman kerja.
Etika sering hanya dilihat dari segala sesuatu yang terwujud (tangible). Di
tengah masyarakat yang masih mempercayai symbol-simbol (symbols, tandatanda (signals), dan berbagai bentuk aksesoris fisik lain, satandar etika amat
diperlukan untuk menetukan perilaku etis.
Etika bisnis adalah bagaimana tindakan atau perbuatan yang dapat
dikatagorikan sebagai etis atau tidak etis. Dalam banyak pembahasan tentang teori
etika, para ahli filosofi umumnya menitikberatkan pada etika secara umum
daripada etika dari suatu kelompok kecil, misalnya profesi dan bidang pekerjaan
tertentu. Berbagai tulisan yang dibuat oleh para ahli filsafat sering jadikan acuan
atau pedoman untuk memahami nilai rasionalisasi suatu sikap dan perbuatan yang
disebut etis. Berikut ini adalah beberapa pemikiran dari para filsafat mengenai
etika :
1. Socrates
Beliau berpendapat bahwa semua pengetahuan (knowledge) dari seseorang
itu sebetulnya bersifat baik dan menjunjung nilai-nilai kebijakan. Tanpa
didukung pengetahuan, seseorang tidak mungkin dapat melakukan perbuatanperbuatan yang berbudi luhur.
2. Hume
Beliau berpendapat bahwa perilaku seseorang (personal merit) yang beretika
sebenarnya mempunyai beberapa nilai kualitas karakter dan kepribadian yang
bermanfaat dan diterima baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri.
3. John
Beliau berpendapat bahwa kebenaran, perilaku etis, dan prinsip moral
seseorang sebenarnya tidak dibawa sejak lahir. Berbagai pedoman etika bisa
diperoleh melalui suatu persepsi dan konsepsi. Ia juga mengemukakan bahwa
13

hukum (law) merupakan sebuah kriteria untuk memutuskan apakah suatu


perbuatan itu baik atau buruk. Tiga tipe dari hukum ini yaitu : divine law
(hukum yang berkaitan dengan Ketuhanan), civil law (hukum yang berlaku di
masyarakat), law of opinion and reputation (hukum yang berhububgan
dengan opini dan reputasi).
4. Kant
Beliau berpendapat bahwa pentingnya standar formal sebagai pedoman
umum untuk menilai perilaku seseorang. Tetapi ia tidak setuju dengan
perilaku etis ini dibentuk dari suatu tekanan (hukum) yang disertai hukuman
tertentu.
Dalam menyikapi pro-kontra terhadap suatu perbuatan, pengkategorian
perilaku etis sebaiknya berpedoman pada etika umum, antara lain : pengetahuan
(knowledge), kesadaran akan hidup bermasyarakat, respek terhadap divine law
(hukum yang berkaitan dengan Ketuhanan), memahami bahwa suatu pekerjaan
membutuhkan pertanggungjawaban, menyadari bahwa norma dari perilaku etis
yang diakui masyarakat berlaku untuk semua jenis pekerjaan apapun.

KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI


KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Semua masyarakat memiliki hak yang sama atas jaminan sosial dan ekonomi
dari pemerintah sebagai konsekuensi langsung atas pembayaran pajak yang telah
dipenuhi. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah bisa berimbas pada
bidang yang lain. Pemerintah mempunyai peran menentukan kualitas tingkat
kehidupan masyarakat secara individual.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan
manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat
layanan dengan harapan konsumen. Kinerja organisasi layanan publik harus
diukur dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang
mewakili misi organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan

14

nonkeuangan. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk mempertimbangkan


dimensi kualitas (Mardiasmo 2007). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu
dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.

Langkah-langkah penting dalam monitoring kinerja organisasi layanan publik


antara lain : mengembangkan indikator kinerja yang mengembangkan pencapaian
tujuan organisasi, memaparkan hasil pencapaian tujuan berdasarkan indikator
kinerja diatas, mengidentifikasi apakah kegiatan pelayanan sudah efektif dan
efisien sebagai dasar pengusulan program perbaikan kualitas pelayanan.

Sumber :
Bastian, Indra. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. 2005.Erlangga :
Jakarta
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Edisi IV. 2009. Andi:Yogyakarta
Fafaahmad.wordpress.com/2011/05/15/pp-no-71-tahun-2010-tentang-standarakuntansi-pemerintahan/ (Diakses pada tanggal 15 September pukul 17.00 WITA)

15

Anda mungkin juga menyukai