Anda di halaman 1dari 8

Paksaan pemerintah adalah sanksi administratif berupa tindakan nyata untuk

menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan dalam keadaan semula.


Penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan terhadap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu diberikan teguran tertulis.
Adapun penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dijatuhkan pula tanpa
didahului dengan teguran tertulis apabila pelanggaran yang dilakukan
menimbulkan:

1. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;


2. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
3. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.

Sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk:

1. penghentian sementara kegiatan produksi;


2. pemindahan sarana produksi;
3. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
4. pembongkaran;
5. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
6. penghentiansementaraseluruhkegiatan;dan/atau
7. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dikenakan sanksi adminstratif


berupa paksaan pemerintah dalam hal melakukan pelanggaran terhadap
persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan dan peraturan
perundang-undangan lingkungan dan terkait lingkungan, misalnya:

1. tidak membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);


2. tidak memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3;
3. tidak memiliki alat pengukur laju alir air limbah (flow meter);
4. tidak memasang tangga pengaman pada cerobong emisi;
5. tidak membuat lubang sampling pada cerobong emisi;
6. membuang atau melepaskan limbah ke media lingkungan melebihi baku
mutu air limah;
7. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang tertuang dalam izin;
8. tidak mengoptimalkan kinerja IPAL;
9. tidak memisahkan saluran air limbah dengan limpasan air hujan;
10. tidak membuat saluran air limbah yang kedap air;
11. tidak mengoptimalkan kinerja fasilitas pengendalian pencemaran udara;
12. tidak memasang alat scrubber;
13. tidak memiliki fasilitas sampling udara;
14. membuang limbah B3 di luar TPS limbah B3;
15. tidak memiliki saluran dan bak untuk menampung tumpahan limbah B3.

Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah


kepada PT Kaswari Unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 diterbitkan oleh
Tergugat pada tanggal 19 Oktober 2015.

Sanksi administrasi merupakan alat kekuasaan publik (publiekrechtelijke


machtsmiddelen) yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi atas ketidakpatuhan
terhadap norma hukum administrasi.14 Kekuasaan untuk memberikan sanksi
sangat dominan di bidang hukum administrasi karena pada hakikatnya tidak
ada manfaatnya bagi pejabat pemerintah untuk mengatur dan mengontrol tanpa
dilengkapi dengan kekuasaan menerapkan sanksi.15 Hal ini sesuai dengan pendapat
J.B.J.M. ten Berge yang menyatakan bahwa: De kern van de handhaving van het
bestuursrecht is gelegen in het kunnen toepassen van sancties.16 (Inti dari penegakan
hukum administrasi terletak pada kemampuan untuk menerapkan sanksi).
Penerapan sanksi administrasi dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup telah diatur dalam Pasal 76 – Pasal 83 UUPPLH, yaitu,
a. wewenang Menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota dalam menerapkan
sanksi administrasi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika
dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan,17
b. jenis sanksi administrasi terdiri atas:18
• teguran tertulis,
• paksaan pemerintah,
• pembekuan izin lingkungan, atau
• pencabutan izin lingkungan.

13 Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Gajah Mada University


Press, 1993) h. 244. 14 Philipus M Hadjon, Penegakan Hukum Administrasi dalam..., Op.Cit.,
h.3. 15 Tatiek Sri Djatmiati, Op.Cit., 2004, h. 81. 16 J.B.J.M. ten Berge, Bestuuren door de
overhead (WEJ. Tjeek Willink Deventer, Nederland Intituut voor Social en Economisch
Recht NISER, 1996) h. 369. 17 Pasal 76 Ayat 1 UUPPLH 18 Pasal 76 Ayat 2 UUPPLH

501

BAB 7 PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN: Administrasi dan Pidana HUKUM


LINGKUNGAN
TEORI, LEGISLASI DAN STUDI KASUS

c. menteri dapat menerapkan sanksi administrasi terhadap penanggung jawab


usaha dan/atau kegiatan jika pemerintah menganggap pemerintah daerah
secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran
yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,19
d. adanya kumulasi sanksi eksternal, yaitu sanksi administratif tidak membebaskan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan
dan pidana,20
e. pembekuan atau pencabutan izin lingkungan dilakukan apabila penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintahan,21
f. jenis sanksi administrasi berupa paksaan pemerintahan (bestuurs dwangs)
meliputi:22
• penghentian sementara kegiatan produksi,
• pemindahan sarana produksi,
• penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi,
• pembongkaran,
• penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran,
• penghentian sementara seluruh kegiatan, atau
• tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.
g. penerapan denda kepada setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atas keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah,23
h. Menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota berwenang untuk memaksa
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk memulihkan lingkungan
hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
dilakukannya, 24atau
i. Menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota berwenang atau dapat menunjuk
pihak ketiga untuk memulihkan lingkungan hidup akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hdup yang dilakukannya atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.25

Sanksi administrasi merupakan alat kekuasaan publik (publiekrechtelijke machtsmiddelen)


yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap norma hukum
administrasi. Penerapan sanksi administrasi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup telah diatur dalam Pasal 76 – Pasal 83 UUPPLH.
Sanksi administrasi merupakan wewenang Menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota dalam
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan. Jenis sanksi administrasi tersebut terdiri atas teguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.
jenis sanksi administrasi berupa paksaan pemerintahan (bestuurs dwangs)
meliputi:22
• penghentian sementara kegiatan produksi,
• pemindahan sarana produksi,
• penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi,
• pembongkaran,
• penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran,
• penghentian sementara seluruh kegiatan, atau
• tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Paksaan Pemerintah diatur dalam Pasal 80 UUPPLH. Berdasarkan pasal tersebut, yang
dimaksud dengan paksaan pemerintah dapat berupa penghentian sementara kegiatan ' produksi,
pemindahan sarana produksi, penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi,
pembongkaran, penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran, penghentian sementara seluruh kegiatan dan tindakan lain yang bertujuan untuk

menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.15

Berdasarkan UUPPLH, paksaan pemerintah diterapkan oleh Menteri, gubernur, atau


bupati/walikota terhadap penanggungjawab usaha atau kegiatan yang melanggar ketentuan-
ketentuan hukum lingkungan administratif, baik yang ada dalam UUPPLH maupun ketentuan
lain yang secara khusus tidak mengatur tentang administrasi. Hal ini membedakan sanksi
paksaan pemerintahan yang diatur dalam UUPPLH dengan sanksi sejenis yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 atau peraturan lainnya yang ruang lingkupnya
hanya meliputi pelanggaran terhadap peraturan yang bersangkutan.

Adapun bentuk konkrit dari pelanggaran yang dilakukan oleh penanggungjawab usaha
yang memungkinkan diterapkannya paksaan pemerintah antara lain pelanggaran terhadap
kewajiban memiliki Amdal (Pasal 22 UUPPLH), usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib
dilengkapi upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup (Pasal 35 UUPPLH) maupun pelanggaran terhadap kewajiban
atau larangan yang secara tegas telah ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan
lingkungan.

Penerapan paksaan pemerintah harus didahului dengan teguran tertulis yang dapat
berupa surat teguran, dan surat ini berlaku sebagai pemberitahuan atau peringatan bagi
penanggungjawab usaha agar menghentikan pelanggaran yang dilakukan. Dengan demikian,
tindakan nyata berupa penghentian pelanggaran oleh Pemerintah dapat dihindarkan. Surat
teguran tersebut dianggap bukan sebagai keputusan tata usaha negara, karena surat teguran
tidak memenuhi unsur- unsur sebagai keputusan tata usaha negara, sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.16


Dalam kasus ini, paksaan pemerintah dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia. Paksaan tersebut telah didahului dengan teguran tertulis berupa
surat teguran dengan nomor surat SK.4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 Tanggal 19 Oktober
2015 Tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Kepada PT Kaswari
Unggul dan SK. 3982/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2016 tanggal 23 Agustus 2016
Tentang Perubahan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor SK.4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 Tentang Penerapan Sanksi Administratif
Paksaan Pemerintah Kepada PT Kaswari Unggul.

Bentuk paksaan pemerintah dalam SK.4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 Tanggal 19


Oktober 2015 yakni :

1. Mengembalikan lahan eks area kebakaran dalam areal kerja PT Kaswari Unggul kepada
Negara sesuai peraturan perundang- undangan, dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari kalender;
2. Melengkapi sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Distrik
Sungai Beyuku, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender;
3. Melengkapi TPS Limbah B3 sesuai persyaratan teknis, paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender;
4. Memiliki izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, paling
lama 60 (enam puluh) hari kalender;
5. Melakukan permintaan maaf kepada publik melalui media masa nasional, paling lama
14 (empat belas) hari kalender;

Kemudian bentuk paksaan pemerintah dalam SK.3982/Menlhk-


PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2016 tanggal 23 Agustus 2016 adalah “Mengubah Diktum KETIGA
angka 2 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
SK. 4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 Tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan
Pemerintah Kepada PT. Kaswari Unggul, sehingga berbunyi sebagai berikut :“Melengkapi
sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, paling lama 30 (tigapuluh)
hari kalender.

Paksaan pemerintah tersebut dilakukan karena PT. Kaswari Unggul melakukan beberapa
pelanggaran, yaitu :
1. kebakaran lahan pada areal kerja PT Kaswari Unggul di Divisi II Blok D12, D13, D14,
E12, E13, E15 dan F15;
2. tidak melengkapi sarana dan prasarana penanggulangan
3. kebakaran lahan;
4. tidak melengkapi TPS Limbah B3 sesuai persyaratan teknis;
5. tidak memiliki izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya Beracun;

dengan demikian, prosedur penerapan sanksi dalam kasus ini telah tepat.

Berdasarkan definisi teoritis, Paksaan pemerintah adalah sanksi administratif berupa


tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan dalam keadaan semula.
Penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan terhadap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu diberikan teguran tertulis. Adapun penerapan sanksi
paksaan pemerintah dapat dijatuhkan pula tanpa didahului dengan teguran tertulis apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:

1. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;


2. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya; dan/atau
3. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.

Penerapan paksaan pemerintah dalam kasus ini telah tepat, dikarenakan untuk
menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan keadaan yang ditimbulkan oleh PT. Kaswari
Unggul, berupa kebakaran lahan, tidak melengkapi sarana dan prasarana penanggulangan,
tidak melengkapi TPS Limbah B3 sesuai persyaratan teknis dan tidak memiliki izin
Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya Beracun. Penerapan sanksi paksaan
pemerintah ini dilakukan kepada PT. Kaswari Unggul yang merupakan penanggung jawab
usaha dengan terlebih dahulu diberikan teguran tertulis sebagaimana telah dijabarkan diatas.

Asas kesamaan dalam AUPB diartikan sebagai dalam kasus yang sama haruslah
diperlakukan yang sama. Penafsiran ini selaras dengan pengertian asas larangan
menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam UU, maupun doktrin.1 Kemudian,

1
http://leip.or.id/wp-content/uploads/2016/05/Penjelasan-Hukum-Asas-Asas-Umum-Pemerintahan-yang-Baik-
Hukum-Administrasi-Negara.pdf
dalam Pasal 4 huruf C Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, asas
kesamaan diartikan sebagai Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan, asas kesamaan disebut dengan asas ketidakberpihakan. Asas ketidak berpihakan
adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan
para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

Jika dikaitkan dengan kasus ini, maka paksaan pemerintah dilakukan tidak membedakan
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. Apabila seseorang atau
suatu badan melakukan hal-hal tertentu yang melanggar aturan administratif, maka akan
dikenakan paksaan pemerintah.

Jika dikaitkan dengan kasus ini, paksaan pemerintah dilakukan tidak membedakan
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. Apabila seseorang atau
suatu badan melakukan hal-hal tertentu yang melanggar aturan administratif, maka akan
dikenakan paksaan pemerintah. Sehingga, PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (“PT.ATGA”)
yang merupakan perusahaan perkebunan seharusnya mendapatkan sanksi administratif berupa
paksaan pemerintah sebagaimana yang didapatkan oleh PT. Kaswari Unggul karena telah
membakar lahan sekitar 550-600 hektar di Blok D, Blok E, Blok C dan Blok B areal
perkebunan PT ATGA.
SK. 3982/Menlhk-PHLHK/PPSA/ GKM.0/8/2016 tanggal 23 Agustus 2016
Tentang Perubahan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor SK. 4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 Tentang
Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Kepada PT Kaswari
Unggul

SK. 4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 T anggal 19 Oktober 2015 T entang Penerapan


Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Kepada PT Kaswari Unggul

SK. 4551/Menlhk-PHLHK/PPSA/2015 T anggal 19 Oktober 2015 T entang Penerapan


Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Kepada PT Kaswari Unggul

Anda mungkin juga menyukai