Semangat gengs.
WARDAT 1
Hukum adat merefleksikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum adat
sama dengan hukum masyarakat. Karena kalau jika tidak sesuai dengan masyarakat atau
mencerminkan masyarakat, hukum tersebut tidak adan diterima, tidak akan menimbulkan konflik.
Sebaliknya, hukum nasional berbeda dengan hukum masyarakat. Karena tidak perlu sesuai
dengan kebiasaan masyarakat dan dibuat oleh pemerintah. Ketika peraturan dikeluarkan oleh
pemerintah, peraturan tersebut secara langsung mengikat seluruh masyarakat. Apabila peraturan
tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maka akan
menimbulkan konflik (tapi peraturannya tetap berlaku).
WARDAT 2
Natural Law : pandangan bahwa hukum adalah konsep yang abstrak/tidak dapat dilihat, idealis,
dan universal.
a. Moral
b. Teologis
Sumber : tidak selalu dibangun dari teologis tapi juga ada yang dari interaksi
Tokoh: Aristoteles, Aquiros, Hugo Grotis
Positive Law
- Berkembang di Eropa pada abad ke 18 yang menentang natural law.
- Nilai-nilai hukum baru bisa berlaku apabila dipositifkan.
- Dibentuk oleh penguasa; DPR/Pemerintah; penguasa diasumsikan mengerti kebutuhan
rakyat.
- Hukum dibentuk untuk menciptakan kepastian hukum.
Tokoh: Savigny
SUBJEK HUKUM
Segala sesuatu yang memperoleh hak dan kewajiban dari hukum
Hukum adalah untuk manusia sehingga manusia menjadi pengemban utama subjek
hukum
Pada awalnya hanya manusia yang disebut sebagai subjek, tetapi dalam
perkembangannya manusia memiliki kelemahan, yaitu umur (tidak kekal) sehingga
menusia mencoba menkonstruksikan sesuatu yang mirip dengan manusia.
Selain bentuk-bentuk sistem pemerintahan atau ("badan hukum publik") dalam masyarakat adat
juga dikenal bentuk-bentuk pribadi hukum lain :
a. Subak, organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang
digunakan dalam cocok tanam padi di Bali (bidang ekonomi)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Di Jawa Barat, ukuran yang dipakai dalam Hukum Adat adalah apakah orang itu telah kuat gawe,
artinya sudah bekerja, sudah bisa mengurus harta bendanya dan keperluan-keperluannya sendiri;
sudah bisa mandiri (Soepomo).
Ukuran kuat gawe juga dipakai oleh Raad van Justitie (MA) dalam keputusannya tahun 16
Oktober 1908, memutuskan bahwa usia 15 tahun sudah dipandang dewasa.
Menurut Hukum Adat Jawa (Djojodigoeno), cakap hukum adalah lahir, mentas, kuat gawe,
mencar, serta cakap bila seseorang telah kawin dan mulai hidup mandiri (berumah tangga sendiri)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Hukum adat tidak memakai ukuran tahun yang telah dilalui seseorang, tetapi berpatokan pada apa
yang secara riil tampak (sifat masyarakat adat yang riil dan visual). Karna dewasa secara umur
belum menjamin kedewasaan secara mental.
WARDAT 3
SISTEM KEKELUARGAAN DALAM HUKUM ADAT
Secara umum hubungan hukum yang didasarkan kepada hubungan kekeluargaan antara
orang tua dengan anak-anaknya. Hubungan hukum di atas menimbulkan akibat-akibat
hukum yang berbeda-beda dalam masyarakat hukum adat, namun terdapat satu
pandangan pokok yang sama bahwa keturunan merupakan unsur yang essensiil serta
mutlak bagi suatu masyarakat hukum adat agar tidak punah dan menghendaki supaya ada
generasi penerusnya.
b. Sifat keturunan
Lurus, apabila seseorang merupakan keturunan langsung dari orang yang lain. Lurus
ke bawah (kakek, bapak/ibu, anak) dan lurus ke atas (anak, bapak/ibu, kakek)
Menyimpang atau bercabang, apabila antara kedua orang atau lebih itu terdapat
adanya ketunggalan luhur, misalnya bapak/ibu masih saudara sekandung atau se-
nenek atau se-kakek.
Selain kedua sifat di atas, keturunan juga mempunya tingkatan-tingkatan atau derajat-derajatnya
untuk menggambarkan seberapa dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan.
Untuk kepentingan keturunan, lazimnya dibuat "silsilah" yaitu suatu bagan dimana digambarkan
dengan jelas garis-garis keturunan seseorang atau suami/isteri baik dalam garis lurus ke atas,
lurus ke bawah atau menyimpang. Dari silsilah ini nampak dengan jelas hubungan-hubungan
kekeluargaan dalam keluarga yang bersangkutan.
→ Anak adalah tingkatan pertama dari Bapak/Ibunya.
→ Cucu adalah tingkatan kedua dari kakek/neneknya.
Hubungan kekeluargaan ini merupakan faktor yang sangat penting dalam 2 hal, yaitu :
1. Masalah perkawinan (untuk mengetahui adanya hubungan kekeluargaan yang merupakan
bagian dari larangan perkawinan atau akibat-akibat yang muncul dari perkawinan)
2. Masalah kewarisan (hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta
peninggalan)
Sehingga adanya hubungan keluarga = adanya hubungan hukum hak dan kewajiban.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Garis keturunan:
a. Unilateral (patrilineal/matrilineal), hubungan antara anak dengan dengan keluarga dari
kedua belah pihak, tidak sama derajatnya.
b. Bilateral, hubungan antara anak dengan keluarga dari pihak bapak/ibu sama erat dan sama
pentingnya (sederajat). Oleh karena itu, masalah-masalah perkawinan, waris, kewajiban
memelihara dan hubungan hukum yang lain terhadap kedua belah pihak adalah sama.
c. Bilateral vs unilateral muncul karena adanya klan (karna narik garis keturunan unilateral
jadi antara matrilineal/patrilineal.
Berbeda dengan dalam garis keturunan bilateral, dalam garis keturunan unilateral yaitu patrilineal
atau matrilineal, dalam garis keturunan ini hubungan antara anak dan keluarga dari kedua belah
pihak tidak sama eratnya, derajatnya (pentingnya). Perbedaan ini muncul karena adanya Klan
dalam sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan berdasarkan unilateral.
Koentjaraningrat mengartikan klan sebagai suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
dari seseorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis, yaitu
keturunan garis keturunan menurut pria atau wanita. Beliau juga membedakan klan menjadi dua
macam, yaitu klan besar dan klan kecil.
Dalam persekutuan matrilineal, hubungan antara anak dengan keluarga dari pihak ibu jauh lebih
erat dan lebih penting dari hubungan anak dengan keluarga bapak. Begitu juga sebaliknya dalam
persekutuan patrilineal. Hubungan keluarga kedua belah pihak tetap diakui adanya, hanya sifat
susunan kemasyarakatannya yang unilateral itu menyebabkan hubungan keluarga dengan satu
pihak menjadi lebih erat dan penting.
Di Minangkabau keluarga pihak Bapak "bako-baki" dalam upacara adat selalu ada, bahkan tetap
memberi bantuan dalam pemiliharaan anak. Di Tapanuli (Batak), persekutuan keluarga ibu (hula-
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
hula) khususnya bagi para pemudanya dahulu "diutamakan" dalam hal terutama pencarian bakal
istri.
WARDAT 4
Hukum Perkawinan Adat
Tujuan perkawinan menurut UU no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin
(mewujudkan nilai religius) antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan YME.
Penjelasan pasal : untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri
perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil.
Pada pasal tersebut tidak ada tujuan untuk memiliki keturunan adanya di hukum adat.
Jenis lain pernikahan semendo, ditemukan di Rejang (Bengkulu). Bentuk perkawinan ini pada
mulanya adalah kawin jujur, namun terpengaruh dengan budaya adat minangkabau. Bentuknya :
a. Semendo Rajo-Rajo : Bentuk perkawinan yang ditempuh oleh banyak kalangan
bangsawan, pada pernikahan ini suami tidak ditetapkan untuk berkedudukan di tempat
istri. Kedudukan suami dan istri sama berimbang.
b. Semendo Peradat (Tambik Anak) : pihak pria membayar uang adat, menurut martabat
adatnya. Merupakan pilihan dari bentuk perkawinan, sistem perkawinannya dihubungkan
dengan pihak perempuan
1. Penuh Beradat
a. Uang adat dibayar penuh, maka anak-anak yang lahir dari perkawinan
tersebut menarik garis keturunan separuh ke ayah dan separuh ke ibu
b. Jika jumlah anak ganjil, maka menarik garis keturunan ibu
2. Setengah beradat
a. Uang adat dibayar separuh atau lebih, maka anak-anak menarik garis
keturunan melalui ibu, kecuali satu anak menarik garis dari keturunan dari
ayah.
b. Kalau anaknya Cuma satu maka sesuai kesepakatan
3. Kurang beradat
a. Uang adat dibayar kurang dari setengah, maka semua anak menarik garis
keturunan melalui ibu. Ayah berhak memperoleh seorang anak dengan
kewajiban membayar uang yang disebut pedaut, besarnya tergantung
kesepakatan
4. Tidak beradat
a. Sama sekali tidak membayar uang adat, semua anak menarik garis keturunan
melalui ibu, tertutup semua kemungkinan bagi laki-laki untuk anaknya
menarik garis keturunan darinya.
b. Uang pedaud: untuk membayar kepada istri untuk mendapatkan anak dari
istrinya pada pekawinan semendo tak beradat
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Perkawinan di Lampung :
a. Sistem penarikan garis keturunan : patrilineal beralih-alih
b. Sistem waris mayorat laki : anak lelaki tertua menjadi satu-satunya ahli waris (pemberi
pengaruh pada bentuk perkawinannya)
Perkawinan Bebas :
a. Bentuk perkawinan ini umumnya berlaku pada masyarakat adat parental (birateral) seperti
jawa, sunda, kalimantan, dan kalangan masyarakat modern di mana keluarga tidak banyak
campur tangan dalam urusan rumah tangga.
b. Prinsip : setelah perkawinan, suami-istri pisah dari kekuasan orang tua dan keluarga
untuk membangun rumah tangga sendiri.
c. Namun dalam prakteknya masih ditemukan mengikuti tempat kediaman suami/istri. Di
masyarakat jawa dikenal : "ngomahi" dimana istri mengikuti kediaman suami yang lebih
mampu atau sebaliknya “tutburi”. Di banten dikenal "Banten Anut Ing Sapi" (Sapi Jantan
mengikuti sapi betina, di mana istri mewarisi rumah dari orang tuanya).
Perkawinan Campuran :
Perkawinan campuran dalam arti hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di antara suami dan
istri yang berbeda suku bangsa, adat istiadat, dan atau berbeda agama yang dianut. Pada
prinsipnya hukum adat tidak membenarkan terjadinya pernikahan campuran ini.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Pada masyarakat batak, bila terjadi perkawinan campuran ini, maka diadakan marsiben yaitu pria
atau wanita yang bukan adat batak harus diangkat lebih dahulu sebagai warga adat batak dalam
ruang lingkup dalihan na tolu (menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat
darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok).
Misalnya pernikahan Kahiyang Ayu yang sebelum prosesi pernikahan dilakukan ritual adat
berupa pemberian marga Siregar (marga Siregar dari keluarga ibu calon pengantin pria).
Kawin Lari :
a. Kawin lari bersama : bisa karena keluarga perempuan tidak setuju, bisa juga karena tidak
mau melakukan ritual adat.
Misalnya : pasangan meninggalkan sepucuk surat dan sejumlah uang (Lampung:
peninggalan) di bawah bantal tempat tidur si perempuan, lalu si perempuan diamankan di
rumah tetua adat. Kemudian keluarga laki-laki mendatangi keluarga perempuan dan
mulai membicarakan jujur.
b. Kawin bawa lari : biasanya perempuan tidak setuju karena udah ditunangkan dengan
orang lain atau alasan lainnya.
Mirip dengan sistem kawin lari tapi keluarga perempuan atau perempuan itu sendiri tidak
menyetujui perkawinan, sehingga berupaya menggagalkan perkawinan.
Tidak ditentukan lagi karena bertentangan dengan hukum negara (pidana).
WARDAT 5
AKIBAT PERKAWINAN ADAT
Kalau yang suami masuk ke matrilineal: peran suami pada keluarga asal masih tetap ada
Masih berkewajiban untuk memberi nafkah dan mengurusi keluarganya
kalau istri yang masuk ke keluarga patrilineal
Akan sama sekali hilang haknya untuk mendapat harta warisan. Sehingga saat ia akan
mau menikah, ia akan diberikan hadiah dari ayahnya.
kalau anak angkat adat → anak angkat yang telah diadatkan. Sehingga ia resmi menjadi
bagian dari keluarga adat yang baru, sehingga hubungan adat dengan keluarga formalnya
terputus.
ANAK LUAR NIKAH → dalam hukum adat, anak luar nikah posisinya nanti akan
dikeluarkan dari adat. Menurut Ter Haar, terdapat mekanisme untuk mencegahnya, yaitu:
a. Kawin darurat → menyuruh orang yang meghamilinya (kalau si cewe tau) agar nikah
sebelum lahir
b. Kalau cewenya tdk tau, maka dinikahkan oleh kepala adatnya (?)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
Patrilineal beralih-alih(?)
di Bali, misalnya: status anak perempuan dianggapkan sebagai laki-laki (untuk ahli waris)
meskipun jenis kelaminnya perempuan. Ia tdk boleh nikah ke luar, dan suami yang nantinya ia
nikahi
Semendo nyeburin(di bali)
anak luar nikah → karena tidak sah, tidaka ada hubungan pernikahan antara orang tuanya.
Kecali ada mekanisme adat yang digunakan. Harus sah secara adat atau agama (biasanya
agama lokal yang dipercaya masyarakat adat tsb)
anak angkat dan anak piara → tidak ada hubungan darah, sedangkan dalam sistem
kekeluargaan yang matrilineal dan patrilineal, hubungan darah menjadi penting.
- Namun, dalam beberapa masyarakat ada mekanisme yang dapat mengubah hubungan
anak dengan kerabat dari garis ayah atau ibu
Misalnya: di Lampung anak angkat adat diakui dalam hubungan kekerabatannya. Pada
masyarakat Minangkabau, bila si ibu yang memiliki anak luar nikah relah memnita maaf
secara adat, maka status anak luar nikah tersebut memiliki hubungan dengan kerabat dari
garis ibunya
- Sedangkan, pada masyarakat bilateral, misalnya pada masyarakat Jawa, tidak
membedakan antara anak kandung dengan anak angkat maupun anak di luar nikah (ada
membedakan, namun tidak dibedakan secara ekstrim). Misal, di jawa.
- Menurut Hazairin → suatu perbuatan pengangkatan anak sah jika dilakukan secara terang
(terang didepan masyarakat dan ahli waris) dan tunai (ada pemberian secara simbolis,
antara orangtua yang mengangkat kepada orangtua kandung sebagai simbol bahwa seja
itu terjadilah hubungan hukum antara yang mengangkat dengan anak yang diangkat).
- Menurut Wiryono → Yang penting bukan soal perbuatan terang dan tunai, yang penting
setelah diangkat orangtua angkat memperlakukan anak angkatnya speerti anak kandung
dalam segala hal
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.
- Hukum adat mengenal dua macam harta: harta bawaan (harta yang dibawa oleh
perseorangan yang diperoleh sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh
suami istri dalam perkawinan).
- Awalnya harta bersama diartikan sempit yaitu sebagai harta yang diperoleh suami istri
karena bekerja (mempunyai penghasilan) setelah terikat dalam perkawinan.
- Namun kemudian tafsirannya diperluas, cukup bahwa apabila suami yang bekerja dan
istri tidak bekerja (mengurus pekerjaan rumah) tetap dianggap sebagai harta bersama.
- Terhadap harta bersama, suami dan istri haknya sama besar.