Anda di halaman 1dari 14

Kalo sibuk dan gblk nyicil.

Semangat gengs.

WARDAT 1
Hukum adat merefleksikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum adat
sama dengan hukum masyarakat. Karena kalau jika tidak sesuai dengan masyarakat atau
mencerminkan masyarakat, hukum tersebut tidak adan diterima, tidak akan menimbulkan konflik.
Sebaliknya, hukum nasional berbeda dengan hukum masyarakat. Karena tidak perlu sesuai
dengan kebiasaan masyarakat dan dibuat oleh pemerintah. Ketika peraturan dikeluarkan oleh
pemerintah, peraturan tersebut secara langsung mengikat seluruh masyarakat. Apabila peraturan
tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat maka akan
menimbulkan konflik (tapi peraturannya tetap berlaku).

Posisi hukum adat dalam hukum nasional?


 Soepomo : hukum adat belum cukup untuk mendukung infrastruktur kita untuk menjadi
modernitas, karena itu hukum adat harus mengembangkan nilai-nilai modernitas dengan
dasar2 hukum adat
 Djojodiguno : seharusnya karena kita udah merdeka, hukum kita dari hukum adat

Oleh karena itu setelah merdeka, hukum adat dibagi 2 yaitu :


1. Hukum adat netral = hukum yang tidak terkait langsung dengan hukum adat, tidak
masalah jika dimasukkan. Karna nilai modernitas (barat) hukum adat tidak terlalu kuat.
Contoh : lalu lintas, perjanjian, perusahaan
2. Hukum adat sensitif = kebalikan dari hukum adat netral. Contohnya : waris dan
kekeluargaan.

WARDAT 2
Natural Law : pandangan bahwa hukum adalah konsep yang abstrak/tidak dapat dilihat, idealis,
dan universal.
a. Moral
b. Teologis
Sumber : tidak selalu dibangun dari teologis tapi juga ada yang dari interaksi
Tokoh: Aristoteles, Aquiros, Hugo Grotis

Positive Law
- Berkembang di Eropa pada abad ke 18 yang menentang natural law.
- Nilai-nilai hukum baru bisa berlaku apabila dipositifkan.
- Dibentuk oleh penguasa; DPR/Pemerintah; penguasa diasumsikan mengerti kebutuhan
rakyat.
- Hukum dibentuk untuk menciptakan kepastian hukum.

Mazhab Hukum Sejarah


Berkembang di Jerman.
Hukum itu ada di tengah masyarakat; dalam kesadaran rakyat, jiwa bangsa.
Hukum ada dalam hukum adat (hukum kebiasaan); memakai pendekatan legal history
Dalam masyarakat Minangkabau, posisi laki2 diumpamakan seperti anak ayam; ia datang ke
rumah hanya di malam hari. Begitu matahari terbit, ia keluar rumah; memiliki kewajiban untuk
membantu keponakan2nya (ada di zaman bahola)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Tokoh: Savigny

SUBJEK HUKUM
 Segala sesuatu yang memperoleh hak dan kewajiban dari hukum
 Hukum adalah untuk manusia sehingga manusia menjadi pengemban utama subjek
hukum
 Pada awalnya hanya manusia yang disebut sebagai subjek, tetapi dalam
perkembangannya manusia memiliki kelemahan, yaitu umur (tidak kekal) sehingga
menusia mencoba menkonstruksikan sesuatu yang mirip dengan manusia.

Pemahaman Subyek Hukum secara umum


Hakekat Subyek Hukum (Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Agus Brotosusilo)
a. Pribadi Kodrati (Natuurlijk Person) : Manusia tanpa terkecuali
b. Pribadi Hukum (Rechtspersoon) : badan yang memiliki kekayaan terlepas dari anggota-
anggotanya, dianggap sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-
kewajiban seperti yang dimiliki manusia. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri,
mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri di dalam suatu
perjanjian.

Subjek hukum menurut Hukum Adat.


a. Pribadi Kodrati : manusia sebagai pengemban hak dan kewajiban. Dalam hukum adat,
walaupun ciri utama masyarakat hukum adat adalah komunalisme namun manusia
sebagai "individu" tetap mempunyai sedikit ruang dalam hukum adat.
b. Pribadi hukum : perkumpulan/persekutuan dari anggota masyarakat adat yang cakap
untuk melakukan perbuatan hukum.
- Ada pengurus yang bertindak hukum
- Ada harta kekayaan yang terpisah (ada gedung dan tanah)
- Ada tujuan

Bentuk-Bentuk Pribadi Hukum dalam Hukum Adat


a. Persekutuan Hukum Adat/Masyarakat Hukum Adat
b. MHA adalah kelompok-kelompok yang teratur yang sifatnya ajek dengan pemerintahan
sendiri yang memiliki benda-benda materil ataupun immaterial (ter haar). MHA memiliki
kesatuan kemasyarakatan, kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan
hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air.
c. Contoh MHA sebagai pribadi kodrati : Desa di Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari
Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan

Selain bentuk-bentuk sistem pemerintahan atau ("badan hukum publik") dalam masyarakat adat
juga dikenal bentuk-bentuk pribadi hukum lain :
a. Subak, organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang
digunakan dalam cocok tanam padi di Bali (bidang ekonomi)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

b. Sistem kewarisan kolektif, di Minangkabau dan di Ambon. Sistem kewarisan kolektif di


Minangkabau dan di Ambon adalah sistem pewarisan dimana harta peninggalan secara
keseluruhan tidak dibagi-bagi, namun dimiliki secara bersama oleh ahli waris.

Kecakapan bertindak dalam hukum adat


- Kecakapan bertindak dalam hukum ditentukan berdasarkan "dewasa", yaitu suatu kondisi
dimana seseorang mampu menjadi seorang persona (menjadi diri sendiri/mandiri).
- Pemaknaan dewasa dalam sistem hukum tertulis dan hukum adat dipahami secara
berbeda-beda. Hal ini dilatarbelakangi karena hukum adat mendasarkan "dewasa" dari
kondisi psikologis, sosiologis, dan biologis, sementara hukum tertulis hanya dari kondisi
psikologis dan biologis.
- Orang yang telah mencapai umur genap 21 tahun atau telah menikah sebelum mencapai
usia itu pada Pasal 330 BW dianggap sudah dewasa. Kedewasaan dikaitkan dengan
kecakapan melalui tindakan hukum maka pembuat undang-undang BW berangkat dari
anggapan bahwa mereka yang telah mencapai usia genap 21 tahun atau telah menikah
sudah dapat merumuskan kehendaknya dengan benar dan sudah dapat menyadari akibat
hukum dari perbuatannya sehingga dianggap cakap untuk bertindak dalam hukum.
(Menurut Soepomo)
- Perbedaan pendefinisian dewasa, bukan saja terjadi antara hukum tertulis dan hukum
adat. Namun juga terjadi sesama hukum tertulis.
- Pasal 54 KUHP: Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan.
- Pasal 330 BW: Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap
dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
- Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Anak yang dimaksud dalam UU
Perkawinan adalah yang belum mencapai 18 tahun;
- Pasal 7 ayat (1) : Pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun.
- UU No. 17 Tahun 2017 (Pemilu) pasal 198 (1) : Warga Negara Indonesia yang pada hari
pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah
pernah kawin memiliki hak memilih.
Dalam hukum adat, keputusan seseorang telah dewasa dan cakap untuk bertindak, umumnya
dianggap dewasa setelah menikah atau meninggalkan rumah keluarga, bisa dengan mencar,
memasuki suatu ruangan tersendiri dalam rumah keluarga dan mulai hidup mandiri. Batas dewasa
sering kali diukur menurut keadaan yang ada, bersifat factual. Usia dewasa mulai sejak ia bukan
lagi bocah (huiskind) (Ter Haar).

Di Jawa Barat, ukuran yang dipakai dalam Hukum Adat adalah apakah orang itu telah kuat gawe,
artinya sudah bekerja, sudah bisa mengurus harta bendanya dan keperluan-keperluannya sendiri;
sudah bisa mandiri (Soepomo).

Ukuran kuat gawe juga dipakai oleh Raad van Justitie (MA) dalam keputusannya tahun 16
Oktober 1908, memutuskan bahwa usia 15 tahun sudah dipandang dewasa.
Menurut Hukum Adat Jawa (Djojodigoeno), cakap hukum adalah lahir, mentas, kuat gawe,
mencar, serta cakap bila seseorang telah kawin dan mulai hidup mandiri (berumah tangga sendiri)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Hukum adat tidak memakai ukuran tahun yang telah dilalui seseorang, tetapi berpatokan pada apa
yang secara riil tampak (sifat masyarakat adat yang riil dan visual). Karna dewasa secara umur
belum menjamin kedewasaan secara mental.

WARDAT 3
SISTEM KEKELUARGAAN DALAM HUKUM ADAT

Sistem Kekeluargaan dan Cara Penarikan Garis Keturunan :


a. Keturunan
Ketunggalan leluhur : artinya hubungan darah antara orang seseorang dan orang lain. Dua
orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, jadi yang tunggal leluhur, adalah
keturunan yang seseorang dari yang lain.
(Djojodigoeno, memakai istilah : kewangsaan)

Secara umum hubungan hukum yang didasarkan kepada hubungan kekeluargaan antara
orang tua dengan anak-anaknya. Hubungan hukum di atas menimbulkan akibat-akibat
hukum yang berbeda-beda dalam masyarakat hukum adat, namun terdapat satu
pandangan pokok yang sama bahwa keturunan merupakan unsur yang essensiil serta
mutlak bagi suatu masyarakat hukum adat agar tidak punah dan menghendaki supaya ada
generasi penerusnya.

b. Sifat keturunan
 Lurus, apabila seseorang merupakan keturunan langsung dari orang yang lain. Lurus
ke bawah (kakek, bapak/ibu, anak) dan lurus ke atas (anak, bapak/ibu, kakek)
 Menyimpang atau bercabang, apabila antara kedua orang atau lebih itu terdapat
adanya ketunggalan luhur, misalnya bapak/ibu masih saudara sekandung atau se-
nenek atau se-kakek.
Selain kedua sifat di atas, keturunan juga mempunya tingkatan-tingkatan atau derajat-derajatnya
untuk menggambarkan seberapa dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan.

Untuk kepentingan keturunan, lazimnya dibuat "silsilah" yaitu suatu bagan dimana digambarkan
dengan jelas garis-garis keturunan seseorang atau suami/isteri baik dalam garis lurus ke atas,
lurus ke bawah atau menyimpang. Dari silsilah ini nampak dengan jelas hubungan-hubungan
kekeluargaan dalam keluarga yang bersangkutan.
→ Anak adalah tingkatan pertama dari Bapak/Ibunya.
→ Cucu adalah tingkatan kedua dari kakek/neneknya.

Hubungan kekeluargaan ini merupakan faktor yang sangat penting dalam 2 hal, yaitu :
1. Masalah perkawinan (untuk mengetahui adanya hubungan kekeluargaan yang merupakan
bagian dari larangan perkawinan atau akibat-akibat yang muncul dari perkawinan)
2. Masalah kewarisan (hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta
peninggalan)
Sehingga adanya hubungan keluarga = adanya hubungan hukum hak dan kewajiban.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Sistem kekeluargaan dan cara penarikan garis keturunan


 Garis keturunan dalam sistem kekeluargaan dapat ditarik baik dari garis ayah (patrilineal),
ibu (matrilineal), atau keduanya.
 Hubungan keluarga didasarkan pada hubungan darah (genealogis) dan atau tempat
(teritorial).

Garis keturunan:
a. Unilateral (patrilineal/matrilineal), hubungan antara anak dengan dengan keluarga dari
kedua belah pihak, tidak sama derajatnya.
b. Bilateral, hubungan antara anak dengan keluarga dari pihak bapak/ibu sama erat dan sama
pentingnya (sederajat). Oleh karena itu, masalah-masalah perkawinan, waris, kewajiban
memelihara dan hubungan hukum yang lain terhadap kedua belah pihak adalah sama.
c. Bilateral vs unilateral muncul karena adanya klan (karna narik garis keturunan unilateral
jadi antara matrilineal/patrilineal.
Berbeda dengan dalam garis keturunan bilateral, dalam garis keturunan unilateral yaitu patrilineal
atau matrilineal, dalam garis keturunan ini hubungan antara anak dan keluarga dari kedua belah
pihak tidak sama eratnya, derajatnya (pentingnya). Perbedaan ini muncul karena adanya Klan
dalam sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan berdasarkan unilateral.

Koentjaraningrat mengartikan klan sebagai suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
dari seseorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis, yaitu
keturunan garis keturunan menurut pria atau wanita. Beliau juga membedakan klan menjadi dua
macam, yaitu klan besar dan klan kecil.

Klan (clan) dan perannya di dalam sistem hukum kekeluargaan.


Koentjaraningrat mengartikan klan sebagai suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
dari seseorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis.
a. Klan kecil, yaitu klan di mana para individu di dalamnya masih mengetahui hubungan
kekerabatan mereka masing-masing saling mengenal dan saling bergaul karena sebagian
besar masih tinggal bersama dalam suatu desa atau lingkungan pemukiman.
b. Klan besar, yaitu klan yang terdiri dari semua keturunan seseorang nenek moyang yang
hidup pada puluhan angkatan yang lalu, sehingga dikenal secara konkret.
Keanggotaannya ditarik dari garis keturunan ibu (matrilineal) atau dari garis keturunan
ayah (patrilineal). Pada umumnya para individu yang ada di dalamnya tidak saling
mengenal, tidak saling mengetahui hubungannya dengan anggota lainnya serta tidak
bergaul secara terus menerus.

Dalam persekutuan matrilineal, hubungan antara anak dengan keluarga dari pihak ibu jauh lebih
erat dan lebih penting dari hubungan anak dengan keluarga bapak. Begitu juga sebaliknya dalam
persekutuan patrilineal. Hubungan keluarga kedua belah pihak tetap diakui adanya, hanya sifat
susunan kemasyarakatannya yang unilateral itu menyebabkan hubungan keluarga dengan satu
pihak menjadi lebih erat dan penting.

Di Minangkabau keluarga pihak Bapak "bako-baki" dalam upacara adat selalu ada, bahkan tetap
memberi bantuan dalam pemiliharaan anak. Di Tapanuli (Batak), persekutuan keluarga ibu (hula-
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

hula) khususnya bagi para pemudanya dahulu "diutamakan" dalam hal terutama pencarian bakal
istri.

Sistem kekeluargaan yang dianut oleh peraturan perundang-undangan Nasional


UU No. 1 Tahun 1974 terlihat Bilateral (Ps. 31, Ps. 32, Ps. 41)
o Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
o Pasal 32
(1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami
istri bersama.
o Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban
tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
o Pasal 45
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan
antara kedua orang tua putus.

WARDAT 4
Hukum Perkawinan Adat
Tujuan perkawinan menurut UU no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin
(mewujudkan nilai religius) antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan YME.
Penjelasan pasal : untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri
perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil.
Pada pasal tersebut tidak ada tujuan untuk memiliki keturunan adanya di hukum adat.

Tujuan dan fungsi perkawinan menurut hukum adat :


1. Menghasilkan Keturunan
2. Mempertahankan Sistem Kekeluargaan
3. Mengesahkan Seorang Anak/Memberi status seorang anak sebagai "anak sah"
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Bentuk perkawinan pada masyarakar patrilineal :


1. Prinsip perkawinan eksogami: suatu sistem perkawinan dimana seseorang "diharuskan"
kawin dengan anggota klan yang berbeda
2. Bersifat patrilokal tempat kediaman pasca menikah mengikuti pada pihak laki-laki
3. Pada bentuk perkawinan ini, pihak laki-laki menarik pihak perempuan untuk masuk ke
dalam klannya.
4. Penarikan tersebut harus disertai dengan pemberian jujur (bruidschaadt) berupa barang-
barang suci atau yang memiliki nilai magis kepada keluarga perempuan (beda dengan
mahar dalam konsep hukum Islam). Tujuannya ialah untuk menjaga keseimbangan
kosmis sebagai kedudukan perempuan dalam klannya.
Perbedaan mahar dengan jujur adalah mahar itu diberikan si laki-laki kepada pengantin
perempuan atas permintaan pengantin perempuan, sedangkan pemberian jujur diberikan
oleh keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan.
5. Mempertahankan kelangsungan generasi keluarganya sehingga mengenal larangan
perkawinan:
- Larangan kawin dengan klan (marga) yang sama
- Larangan kawin timbal balik antara 2 keluarga yang berbeda klan karena telah
atau pernah terjadi hubungan perkawinan (asymetrich connubium)
6. Perkawinan jujur adalah perkawinan dengan derajat paling tinggi di patrilineal
Variasi jujur :
- Levirat (Janda turun ranjang)
o Perkawinan antara janda yang menikah dengan saudara almarhum
suaminya
- Sororat (Duda turun ranjang) :
o Perkawinan antara duda yang menikah dengan saudara almarhum
isterinya

Bentuk perkawinan pada masyarakat matrilinial :


a. Pengenal prinsip perkawinan eksogami, dengan perbedaan :
- Boleh sukunya sama, asal nagari beda
- Boleh suku dan nagari sama, asal beda kampung
b. Perempuan boleh kawin keluar, sementara laki-laki "didorong" untuk tidak kawin keluar.
Jika kawin keluar, maka ia disebut "tergadai"
c. Bersifat matrilokal, bertempat tinggal di keluarga perempuan
d. Pada bentuk perkawinan ini, pihak perempuan menarik pihak laki-laki untuk masuk ke
dalam klannya.
e. Pada mulanya kewajiban suami tetap ada pada keluarga asal (tidak pindah keluarga)
karena laki-laki berkewajiban menjaga harta pusaka ibunya untuk dikembangkan.
Suami "tidak bertanggung jawab" kepada istri dan anaknya, tetapi kepada saudara
perempuan dan keponakannya (dari saudara perempuan) sebagai "mamak". Tanggung
jawab ke istri dan anaknya itu oleh saudara laki-laki dari si istri.
f. Pada perkawinan ini, laki-laki tidak memberikan jujur pada perempuan, tetapi sebaliknya.
Di Minangkabau dikenal "uang jemputan" yang diserahkan dari perempuan kepada laki-
laki saat menikah.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

g. Konsep pernikahan dalam masyarakat minangkabau mengalami perubahan yang


dipengaruhi oleh beberapa faktor : pendidikan, budaya, merantau, agama, akulturasi.

Macam-Macam Semendo di Minangkabau:


a. Semendo bertandang : suami datang di malam hari ke bilik istrinya, harus pulang sebelum
fajar tanpa ada yang melihat. Suami hanya sebagai tamu di keluarga istri. Suami sebagai
"nginjam jagi" (meminjam jantan) sebagai pemberi keturunan
b. Semendo menetap kampong : suami mulai tinggal bersama isteri dan sudah mulai
menafkahinya
c. Semendo menetap kota : suami-isteri sudah keluar dari adat kampung tapi masih ada
bantuan keluarga asal
d. Semendo bebas : suami-isteri sudah 100% bebas dari harta biologis keluarga asal dan
hidup dari harta pencaharian sendiri, tetapi kewajiban adat suami sebagai "mamak" bagi
keluarganya tidak hilang.

Jenis lain pernikahan semendo, ditemukan di Rejang (Bengkulu). Bentuk perkawinan ini pada
mulanya adalah kawin jujur, namun terpengaruh dengan budaya adat minangkabau. Bentuknya :
a. Semendo Rajo-Rajo : Bentuk perkawinan yang ditempuh oleh banyak kalangan
bangsawan, pada pernikahan ini suami tidak ditetapkan untuk berkedudukan di tempat
istri. Kedudukan suami dan istri sama berimbang.
b. Semendo Peradat (Tambik Anak) : pihak pria membayar uang adat, menurut martabat
adatnya. Merupakan pilihan dari bentuk perkawinan, sistem perkawinannya dihubungkan
dengan pihak perempuan
1. Penuh Beradat
a. Uang adat dibayar penuh, maka anak-anak yang lahir dari perkawinan
tersebut menarik garis keturunan separuh ke ayah dan separuh ke ibu
b. Jika jumlah anak ganjil, maka menarik garis keturunan ibu
2. Setengah beradat
a. Uang adat dibayar separuh atau lebih, maka anak-anak menarik garis
keturunan melalui ibu, kecuali satu anak menarik garis dari keturunan dari
ayah.
b. Kalau anaknya Cuma satu maka sesuai kesepakatan
3. Kurang beradat
a. Uang adat dibayar kurang dari setengah, maka semua anak menarik garis
keturunan melalui ibu. Ayah berhak memperoleh seorang anak dengan
kewajiban membayar uang yang disebut pedaut, besarnya tergantung
kesepakatan
4. Tidak beradat
a. Sama sekali tidak membayar uang adat, semua anak menarik garis keturunan
melalui ibu, tertutup semua kemungkinan bagi laki-laki untuk anaknya
menarik garis keturunan darinya.
b. Uang pedaud: untuk membayar kepada istri untuk mendapatkan anak dari
istrinya pada pekawinan semendo tak beradat
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Perkawinan di Lampung :
a. Sistem penarikan garis keturunan : patrilineal beralih-alih
b. Sistem waris mayorat laki : anak lelaki tertua menjadi satu-satunya ahli waris (pemberi
pengaruh pada bentuk perkawinannya)

Bentuk Semendo di Lampung :


1. Semendo Tegak-Tegi
a. Tidak mempunyai anak laki-laki, sehingga salah seorang anak perempuan melakukan
perkawinan dengan endogami. Diharapkan dengan perkawinan tersebut mendapatkan
keturunan anak laki-laki sehingga keturunan keluarga tersebut tidak punah.
b. Kedudukan sang menantu laki-laki adalah sekaligus sebagai ahli waris penuh.
c. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki dianggap sebagai anak kandung yang
menyisihkan kedudukan istrinya
d. Penyimpangan :
- seharusnya masyarakat patrilineal melakukan kawin jujur.
- seharusnya patrilineal melakukan kawin eksogami.
2. Semendo Tambig Anak
Keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka keluarga itu akan mengangkat seorang anak
laki-laki yang tidak satu klan dengan ayah, tapi masih memiliki hubungan darah
(biasanya saudara perempuan dari keluarga ayah). Anak tersebut akan dikawinkan dengan
anak perempuan (mengangkat anak laki-laki dari saudara perempuan ayahnya).
3. Semendo Jeng Mirul (Wali)
Sepanjang pernikahan, jika belum mempunyai anak laki-laki, maka harta warisan
dikuasai dan dirawat suami sampai ada anak laki-laki.
4. Semendo Menginjam Jago
Tidak punya anak laki-laki, sehingga menimbulkan kekhawatiran tidak memiliki
generasi. Meminta seseorang untuk menikahi anak perempuannya sehingga menghasilkan
keturunan. Laki-laki ini hanya dimanfaatkan sebagai “jago”. Pada perkawinan ini
kedudukan laki-laki lebih rendah dari si perempuan.

Perkawinan Bebas :
a. Bentuk perkawinan ini umumnya berlaku pada masyarakat adat parental (birateral) seperti
jawa, sunda, kalimantan, dan kalangan masyarakat modern di mana keluarga tidak banyak
campur tangan dalam urusan rumah tangga.
b. Prinsip : setelah perkawinan, suami-istri pisah dari kekuasan orang tua dan keluarga
untuk membangun rumah tangga sendiri.
c. Namun dalam prakteknya masih ditemukan mengikuti tempat kediaman suami/istri. Di
masyarakat jawa dikenal : "ngomahi" dimana istri mengikuti kediaman suami yang lebih
mampu atau sebaliknya “tutburi”. Di banten dikenal "Banten Anut Ing Sapi" (Sapi Jantan
mengikuti sapi betina, di mana istri mewarisi rumah dari orang tuanya).

Perkawinan Campuran :
Perkawinan campuran dalam arti hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di antara suami dan
istri yang berbeda suku bangsa, adat istiadat, dan atau berbeda agama yang dianut. Pada
prinsipnya hukum adat tidak membenarkan terjadinya pernikahan campuran ini.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Pada masyarakat batak, bila terjadi perkawinan campuran ini, maka diadakan marsiben yaitu pria
atau wanita yang bukan adat batak harus diangkat lebih dahulu sebagai warga adat batak dalam
ruang lingkup dalihan na tolu (menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat
darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok).
Misalnya pernikahan Kahiyang Ayu yang sebelum prosesi pernikahan dilakukan ritual adat
berupa pemberian marga Siregar (marga Siregar dari keluarga ibu calon pengantin pria).

Kawin Lari :
a. Kawin lari bersama : bisa karena keluarga perempuan tidak setuju, bisa juga karena tidak
mau melakukan ritual adat.
Misalnya : pasangan meninggalkan sepucuk surat dan sejumlah uang (Lampung:
peninggalan) di bawah bantal tempat tidur si perempuan, lalu si perempuan diamankan di
rumah tetua adat. Kemudian keluarga laki-laki mendatangi keluarga perempuan dan
mulai membicarakan jujur.
b. Kawin bawa lari : biasanya perempuan tidak setuju karena udah ditunangkan dengan
orang lain atau alasan lainnya.
Mirip dengan sistem kawin lari tapi keluarga perempuan atau perempuan itu sendiri tidak
menyetujui perkawinan, sehingga berupaya menggagalkan perkawinan.
Tidak ditentukan lagi karena bertentangan dengan hukum negara (pidana).

WARDAT 5
AKIBAT PERKAWINAN ADAT

Hubungan kedudukan suami dan isteri :


- Dalam masyarakat hukum adat perkawinan merupakan urusan keluarga atau kerabat,
akan tetapi juga merupakan urusan yang bersifat perorangan
- Terjadinya pernikahan akan membentuk suatu keluaraga atau somah baru. Di dalam
hidup bersama secara somah ini akan timbul keterterikatan antara hak dan kewajiban para
pribadi kodrati tersebut.
- Pribadi kodrati yang satu menjadi kan berstatus sebagai suami, dan pribadi kodrati lainya
akan berstatsu sebagai istri
- Pola relasi antara suami dan istri ini sangat tergantung pada bentuk kekeluargaan
(patrilineal, matrilineal, dan bileteral).

 Kalau yang suami masuk ke matrilineal: peran suami pada keluarga asal masih tetap ada
 Masih berkewajiban untuk memberi nafkah dan mengurusi keluarganya
 kalau istri yang masuk ke keluarga patrilineal
 Akan sama sekali hilang haknya untuk mendapat harta warisan. Sehingga saat ia akan
mau menikah, ia akan diberikan hadiah dari ayahnya.

Menurut Soerjono Soekanto:


- Pada umum kedudukan suami sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab serta
berkewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya, dengan cara
memenuhi keperluan hidup baik materi maupun non materil.
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

- Kedudukan istri berkewajiban serta bertanggung jawab terhadap penggunaan fasilitas


untuk kelangsungan hidup keluarga itu. Ia wajib mengatur dan menata penggunaan
kekayaan materil untuk kepentingan rumah tangga dan mengurus suami serta anak-anak.
Gambaran ini menunjukkan istri sebagai ibu rumah tangga. Akan tetapi dalam banyak
tempat, istri juga membantu suami untuk mencari nafkah

Hubungan dengan Keududukan Orang tua dan anak


- Tujuan perkawinan yang dilakukan, pada dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan,
yaitu anak. Begitu pentingnya hal keturunan (anak) ini, sehingga menimbulkan berbagai
peristiwa hukum karena ketiadaan keturunan
- Peristiwa hukum yang mungkin terjadi dalam suatu rumah tangga yang tidak
mendapatkan keturunanan berupa perceraian, poligami, dan pengangkatan anak
- Hal ini terjadi, karena tujuan dari pernikahan dalam masyarakat hukum adat memperoleh
keturunan, maka rumah tangga yang tidak dikarunai keturunan, seolah-olah tjuan
perkawinan tidak tercapai
- Dalam cara berpikir masyarakat hukum adat, anak adalah proses dari kelanjutan generasi
- Anak yang lahir di dalam hubungan perkawinan oleh masyarakat disebut sbg anak
kandung
- Dalam masyarakat dikenal terminologi anak angkat dan anak kandung
- Anak angkat pada dasarnya adalah anak orang lain (dalam hubungan perkawinan yang
sah secara adat dan agama) yang diangkat karena alasan tertentu dan dianggap sebagai
anak kandung.
- Pada masyarakat Lampung, anak angkat ini dibagi atas2, yaitu
 Anak angkat adat (anak kandung adat)
 Anak angkat biasa.
- Pengangkatan anak angkat adat ini biasanya oleh suatu keluarga tidak mempunyai anak.
Hubungan antara anak anagkat adat dengan orang tua kandungnya secara formal terputus.
- Selain terminologi anak angkat dan anak kandung, dikenal juga anak tiri, anak piara, dan
anak di luar pernikahan
- Kelima golongan anak di atas melahirkan hubungan hukum anatara anak dan orang
tuanya dan anak dengan kerabatnya.
- Anak kandung -Anak piara
- Anak angkat -Anak diluar perkawinan
- Anak tiri

 kalau anak angkat adat → anak angkat yang telah diadatkan. Sehingga ia resmi menjadi
bagian dari keluarga adat yang baru, sehingga hubungan adat dengan keluarga formalnya
terputus.
 ANAK LUAR NIKAH → dalam hukum adat, anak luar nikah posisinya nanti akan
dikeluarkan dari adat. Menurut Ter Haar, terdapat mekanisme untuk mencegahnya, yaitu:
a. Kawin darurat → menyuruh orang yang meghamilinya (kalau si cewe tau) agar nikah
sebelum lahir
b. Kalau cewenya tdk tau, maka dinikahkan oleh kepala adatnya (?)
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Hubungan hukum antara anak dan orang tuanya :


- Anak kandung, anak angkat, anak tiri, anak piara, dan anak di luar nikah semuanya punya
hak untuk dipelihara orang tuanya
- Adanya larangan untuk melakukan pernikahan antara anak angkat, anak tiri, anak piara
dengan orang tua angkat, orang tua tiri dan orang tua piara. (baik antara anak dan bapak
dan anak dengan ibu).

Patrilineal beralih-alih(?)
di Bali, misalnya: status anak perempuan dianggapkan sebagai laki-laki (untuk ahli waris)
meskipun jenis kelaminnya perempuan. Ia tdk boleh nikah ke luar, dan suami yang nantinya ia
nikahi
Semendo nyeburin(di bali)

Hubungan Hukum antara Anak dan Kerabat


- Hubungan hukum antara anak dan kerabat sudah didiskusi dalam kuliah sebelumnya
(lihat pengaruh hukum kekeluaraan bagi perkawinan)
- Pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal (lebih dekat dengan kerabat ayah) dan
matrilineal (lebih dekat dengan kerabat ibu) hubungan anak dengan kerabat itu maupun
ayah tidak sama.
- Pada masyarakat ini kedudukan anak angkat, anak piara, dan anak luar nikah pada
umumnya tidak memiliki hubungan kekerabatan pada keluarga besarnya karena anak
tersebut bukan bagian dari hubungan darah dalam suatu pernikahan yang sah. Karena
pada dasarnya patri dan matri melihat hubungan darah

 anak luar nikah → karena tidak sah, tidaka ada hubungan pernikahan antara orang tuanya.
Kecali ada mekanisme adat yang digunakan. Harus sah secara adat atau agama (biasanya
agama lokal yang dipercaya masyarakat adat tsb)
 anak angkat dan anak piara → tidak ada hubungan darah, sedangkan dalam sistem
kekeluargaan yang matrilineal dan patrilineal, hubungan darah menjadi penting.
- Namun, dalam beberapa masyarakat ada mekanisme yang dapat mengubah hubungan
anak dengan kerabat dari garis ayah atau ibu
Misalnya: di Lampung anak angkat adat diakui dalam hubungan kekerabatannya. Pada
masyarakat Minangkabau, bila si ibu yang memiliki anak luar nikah relah memnita maaf
secara adat, maka status anak luar nikah tersebut memiliki hubungan dengan kerabat dari
garis ibunya
- Sedangkan, pada masyarakat bilateral, misalnya pada masyarakat Jawa, tidak
membedakan antara anak kandung dengan anak angkat maupun anak di luar nikah (ada
membedakan, namun tidak dibedakan secara ekstrim). Misal, di jawa.
- Menurut Hazairin → suatu perbuatan pengangkatan anak sah jika dilakukan secara terang
(terang didepan masyarakat dan ahli waris) dan tunai (ada pemberian secara simbolis,
antara orangtua yang mengangkat kepada orangtua kandung sebagai simbol bahwa seja
itu terjadilah hubungan hukum antara yang mengangkat dengan anak yang diangkat).
- Menurut Wiryono → Yang penting bukan soal perbuatan terang dan tunai, yang penting
setelah diangkat orangtua angkat memperlakukan anak angkatnya speerti anak kandung
dalam segala hal
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

Harta Benda Perkawinan


 dalam BW hanya ada satu harga, jadi harga masing-masing telah bercampur menjadi satu.
Harta akan dibagi menjadi dua, kecuali sudah ada perjanjian perkawinan antara mereka
(untuk pemisahan harta).
 hukum islam: harta suami dan istri berpisah, kecuali meraka ada perjanjian penyatuan
harta sebelum menikah

Dalam hukum adat, mengenal dua harta :


a. Harta perseorangan (bawaan): waris dan hibah
- harta masing-masing yang dibawa ke dalam pernikahan. Masing-masing mereka
berhak penuh untuk melakukan hubungan hukum apapun atas hartanya.
- dalam perkawinan jujur: istri dibatasi untuk melakukan hubungan hukum dengan
hartanya. Terutama dengan harta pokok, sehingga ia perlu bantuan suaminya
 Hibah bis diperdebatkan sebagai harta bersama, kecuali jika didapat dari
keluarga yang sedarah, maka tetap merupakan harta bawaan
b. Harta bersama (gono-gini), dengan syarat:
 Suami istri sederajat secara sosial dan ekonomi
 Suami istri hidup bersama
- harta yang diperoleh suami istri sebagai usaha bersama selama perkawinan. Hak
dan kewajibannya milik suami istri untuk melakukan hubungan hukum apapun
- arti sempit:hasil usaha bersama suami istri dalam perkawinan (jadi kalau hanya
suami yang kerja, jadi kalau suami sukses uangnya hanya merupakan harta
bawaan suami)
- Arti luas: istri dianggap memilki andil juga (meskipun ia ibu rumah tangga)
dalam melakukan usaha dalam keluarga(suami yang kerja, namun istri tidak, hasil
usaha yang dilakukan suami dianggap sebagai harta bersama)
- terdapat pengecualian: jika harta warisan atau hibah tidak termasuk.

Kuliah gabungan (oleh Pak Afdol)

Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan suami-istri


- Patrilineal  istri akan masuk ke keluarga suami. Keluarga suami memberi jujur pada
keluarga istri.
- Perkawinan semendo di Minangkabau  suami ataupun istri tetap di keluarga masing-
masing. Secara fisik, suami yang mendatangi istri.
- Semendo bertandang; semendo menetap; semendo bebas.

Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan orang tua-anak


- Dalam patrilineal, maka hubungannya patrilokal. Anak akan punya hubungan darah
dengan keluarga ayah.
- Patrilineal beralih-alih: anak perempuan diubah statusnya menjadi anak laki-laki

Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan harta benda perkawinan


- Karena menikah maka harta bercampur. Ketika bercerai, harta dibagi dua kecuali sebelum
menikah sudah melakukan perjanjian (perjanjian pranikah mengenai pemisahan harta).
Kalo sibuk dan gblk nyicil.
Semangat gengs.

- Hukum adat mengenal dua macam harta: harta bawaan (harta yang dibawa oleh
perseorangan yang diperoleh sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh
suami istri dalam perkawinan).
- Awalnya harta bersama diartikan sempit yaitu sebagai harta yang diperoleh suami istri
karena bekerja (mempunyai penghasilan) setelah terikat dalam perkawinan.
- Namun kemudian tafsirannya diperluas, cukup bahwa apabila suami yang bekerja dan
istri tidak bekerja (mengurus pekerjaan rumah) tetap dianggap sebagai harta bersama.
- Terhadap harta bersama, suami dan istri haknya sama besar.

Akibat putusnya perkawinan terhadap hubungan suami istri


- Dalam kawin jujur si perempuan akan putus hubungan hukum dengan keluarganya dan
akan masuk ke keluarga laki-laki ketika barang jujur diberikan. Apabila bercerai,
umumnya perempuan akan kembali ke keluarganya. Apabila cerai mati, maka perempuan
akan tetap di keluarga laki-laki dan bisa saja kawin levirat (janda disambung dengan
saudara laki-laki almarhum suaminya). Bila si perempuan menolak, makan dia akan
kembali ke keluarga asalnya, dimana akan ada pengembalian barang jujur.
- Dalam perkawinan semendo, suami dan istri (dan kewajiban mereka) tetap pada keluarga
masing-masing. Sehingga, apabila ada cerai mati atau cerai hidup, tanggung jawab
mereka tetap pada keluarga masing-masing karena pada awalnya memang tidak ada
perpindahan kewajiban.

Akibat putusnya perkawinan terhadap hubungan orang tua dan anak


- Apabila terjadi perceraian, siapa yang punya hak asuh dan tanggung jawab terhadap
anak? Lihat apakah patrilineal atau matrilineal.
- Batak : patrilineal, maka hak asuh berada di ayah.
- Minangkabau : matrilineal, maka hak asuh berada di ibu.
- Orang Jawa (bilateral) bagaimana? Hak dan kewajiban suami dan istri sama besar
sehingga untuk hak asuh keduanya sama besar.
- Kalau pihak ayah dan pihak ibu sama-sama menolak untuk mengasuh anak bagaimana?
Jadi anak jalanan (-_-)
- Beralih-alih = kalau orang tua cerai anak ikut siapa? Lihat lagi ketika menikah mereka
kawin jujur atau semendo. Kalau kawin jujur maka anak ikut ayah. Beradat penuh maka
hak asuhnya setengah ayah setengah ibu.
- Tidak beradat : semuanya ikut ibu.

Akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda


Untuk ada harta bersama  dua syarat : status sosial harus sederajat; harus ada kehidupan
bersama. Kalau bercerai, bagi dua, tapi tidak 50%-50%. Semakin besar kesalahan yang dilakukan
salah satu pihak maka bagian yang didapat semakin sedikit.

Anda mungkin juga menyukai