Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TERBUKA
2020

IDENTITAS DAN DESKRIPSI MATA KULIAH

Nama : Billyo Rentas


NIM : 041236472
Nama Mata Kuliah : Ilmu Negara
Kode Mata Kuliah : HKUM4209
SKS : 2 SKS
Semester :2

Soal
1. Apa arti pentingnya mempelajari Ilmu Negara dalam mempelajari hukum?
2. Apa kelemahan mendasar hakikat negara menurut Teori Hukum Murni?
3. Persamaan dan perbedaan asal mula Negara menurut Thomas Hobbes dan John Locke menurut Teori
Perjanjian?

Jawaban

1. Arti pentingnya mempelajari Ilmu Negara dalam mempelajari hukum


A. Pengertian Objek Ilmu Negara
Ilmu Negara yang dalam bahasa belanda biasa disebut Staatsleer adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari ilmu yang membicarakan tentang Negara secara abstrak terlepas dari tempat, keadaan
dan waktu. seperti contohnya asal mula Negara, bentuk, pengertian dan tujuan suatu Negara. obyek
yang di pelajari di dalam ilmu bukanlah mempelajari suatu Negara tertentu. Melainkan yang kita
pelajari adalah misalkan kapankah sesuatu itu disebut Negara, apa yang
membuat Negara itu ada, kemungkinan-kemungkinan bentuk pemerintahan dalam Negara, sampai
tujuan Negara dan seterusnya. Ada tiga hal pentin yang akan di pelajari yaitu:
1. Asal Mula Negara
Yang dimaksud dari asal mula Negara adalah awal mula terjadinya suatu yang yang bernama
Negara. Jadi bukanlah asal mula suatu Negara yang kongkrit atau Negara tertentu.
2. Hakikat Negara
Mengenai hakikat Negara, lagi-lagi yang dibicarakan adalah bukan hakikat daripada Negara
tertentu, tetapi yang dimaksud adalah hakikat daripada apa yang dinamakan Negara. Lebih
mudahnya adalah apakah Negara itu suatu wadah? Apakah itu organisasi? Ataupun apakah
manusia yang berkumpul menjadi satu sehingga membentuk menjadi keluarga yang besar?.
Demikian maksud dari hakikat Negara yang kita bicarakan.
3. Bentuk-bentuk Pemerintahan dan Negara
Maksud dari bentuk pemerintiahan dan Negara adalah kemungkinan-kemungkinan bentuk
Negara, entah itu bentuk pemerintahan ataupun bentuk Negara.

B. Hubungan Ilmu Negara dengan HTN dan HAN


Jika dilihat dari obyeknya yaitu Negara ada pelajaran lain yang obyeknya juga Negara yaitu
HTN dan HAN tetapi terdapat perbedaan dari ketiganya yaitu:
1. Ilmu Negara adalah ilmu yang memandang objeknya yaitu Negara dari sifat atau pengertiannya
yang umum-abstrak-universal, ini berarti ilmu Negara tidak terikat dengan suatu tempat dan
waktu. Dalam pembahasannya yang bersifat teoritis ilmu Negara masih mengandalkan kesamaan
dan keadaan dalam setiap Negara, sehingga daripada itu belum bisa secara langsung di terapkan
dalam praktek kenegaraan atau bisa dibilang masih berbentuk pemikiran pemikiran tentang
Negara. Dengan demikian bisa diartikan bahwa dalam ilmu Negara yang dipelajari dan diselidiki
adalah Negara dalam pengertian umum dan secara tidak langsung yang pertama harus mengetahui
terlebih dahulu apa yang dinamakan Negara tersebut.

2. HTN dan HAN. Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam
memandang obyeknya yaitu Negara dari sifat dan pengertian yang spesifik/kongkrit yang
objeknya sudah terikat pada tempat, keadaan dan waktu jadi misalnya Indonesia,Malaysia.
Kemudian daripada Negara khusus tersebut dipelajari lebih mendalam susunan-
susunan,wewenang,serta tugas dan kewajiban daripada peralatan Negara tersebut. Dengan
demikian alangkah lebih baiknya di sebutkan secara rinci tentang kedua ilmu tersebut,yaitu:
 Hukum Tata Negara pertama-tama menentukan apa dan mana saja masyarakat hukum dengan
jenjang tingkatannya, kemudian merumuskan lingkup peranan terhadap wilayah serta warganya
selanjutnya menentukan kekuasaan seperti apa yang diserahkan kepada aneka lembaga dalam
tiap masyarakat hukum . hukum tentang pendistribusian kekuasaan fungsi-fungsi negara kepada
lembaga- lembaga negara
 Hukum Administrasi Negara adalah kumpulan ketentuan yang wajib ditaati oleh lembaga
kekuasaan/pejabat atasan maupun bawahan, setiap kali melasanakan karya/peranan berdasarkan
Hukum Tata Negara . Yaitu hukum yang mengatur cara bekerjanya lembaga- lembaga tersebut
dalam menggunakan fungsi-fungsi yang diberikat dalam HTN

Manfaat dan kegunaan Ilmu Negara pada bidang Hukum Tata Negara yaitu Ilmu Negara merupakan
dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih
lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori tentang Negara merupakan dasar
dalam mempelajari Hukum Tata Negara.
Hubungan ilmu Negara dengan hukum tata Negara spesifikan internal khusus ilmu Negara dengan
hukum tata Negara sama-sama mempersoalkan Negara sebagai obyek kajiannya hukum tata Negara
mempelajari suatu Negara dengan system ketata negaraan tertentu.
Hubungan antara Ilmu Negara dan hukum sebenarnya agak bersahaja dalam teori kedaulatan negara
dalam beberapa bentuknya. Hukum tidak lain dari padakemauan negara yang telah dinyatakan. Wujud
negara terdiri atas paksaan kemauannya secara tidak terbatas akan orang-orang lain, inilah perumusan
memerintah dan dalam pemeritahan itu terletak asas negara sebagaimana dikemukakan Jellineck bahwa
negara mempunyai kekuasaan memerintah maka memerintah berarti mempunyai kecakapan untuk
dijalankan dengan tiada bersyarat, Hanya negara mempunyai kekuasaan itu untuk memaksakan dengan
tiada bersyarat kemauannya kepada lain kemauan. Negara ialah bentuk ikatan manusia-manusia yang
tinggal di dalamnya yang diperlengkapi dengan kekuasaan memerintah yang asli Persamaan Ilmu
Negara dan Hukum Tata Negara:
 Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara memiliki pokok bahasan yang sama, yaitu negara.
 Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara termasuk ilmu sosial dan memiliki obyek penelitian yang
sama, yaitu manusia yang berkeinginan hidup dan berkembang dalam tata kehidupan bernegara.

2. Keleman mendasar dari hakikat negara menurut Teori Hukum Murni


Secara teoritis, teori hukum murni Hans Kelsen merupakan respon dari hukum kodrat, sosiologi hukum
dan analytical jurisprudence. Dalam teori hukum umumnya, Hans Kelsen membagi konsep hukum
kepada nomostatis dan nomodinamis. Nomostatis berarti perbuatan manusia yang diatur oleh hukum,
sedangkan nomodinamis terkait dengan hukum yang mengatur perbuatan.
Hukum dan Keadilan
Menurut Hans Kelsen, hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan sendiri adalah suatu
sistem hukum, dapat diartikan bahwa hukum merupakan sistem yang mengatur tatanan perbuatan
manusia. Selanjutnya menurut Hans Kelsen, tidak serta merta tatanan itu berkaitan dengan perbuatan
manusia, akan tetapi bisa juga di luar manusia, misalnya berhubungan dengan peristiwa-peristiwa alam.
Lainnya, Hans Kelsen membedakan antara tatanan hukum dan tatanan lainnya, sebagaiamana tatanan
moral dan agama. (Kelsen, 2011: 4)

Selanjutnya, pembedaan antara hukum dan bukan hukum berkaitan erat dengan definisi ilmiah
keilmuan. Menurutnya sebuah definisi harus bermanfaat bagi tujuan teoritik dari istilah-istilah itu,
sehingga konsep hukum tidak mempunyai konotasi apapun dengan moral, tetapi menunjukan pada suatu
teknik organisasi sosial tertentu. (Kelsen, 2011: 5)

Kelsen berpendapat, keadilan merupakan bagian dari moral yang harus dipisahkan dari hukum, dan
untuk memisahkannya butuh usaha yang seriuas. Menurutnya selalu ada pencampuradukan dalam
pemikiran politik yang tidak ilmiah dan pembicaraan umum, oleh sebab kecenderungan ideologis untuk
membuat hukum positif tampak adil. Meskipun begitu, teori hukum murni tidak menolak konsep hukum
yang adil, akan tetapi secara teoritis hukum murni tidak dapat menjawab permasalahan tersebut, karena
adil bersifat subjektif. Keadilan sendiri menurut Kelsen adalah kebahagiaan sosial. (Kelsen, 2011: 6)

Kebahagian yang dimaksud, adalah kesepakatan sosial yang secara konkrit tercipta dari norma yang sah,
tidak berdasarkan norma indvidu. Menurut Kelsen, berlakunya norma tersebut tidak berdasarkan
efektifitasnya akan tetapi berdasarkan kevaliditasannya, maka dalam hal ini kekuatan negara menjadi
sangat penting. (Kelsen, 7)

Berkaitan dengan hubungan Negara dan hukum, Kelsen mengkritisi Austin yang menganut pandangan
tradisional yang menganggap bahwa hukum dan Negara sebagai dua intensitas yang berbeda. Padahal
Austin mempunyai pandangan yang tidak terlalu jauh sebagaimana teoritisi hukum yang lain, yaitu
menganggap Negara sebagai pembentuk hukum, sebagai kekuasaan dan otoritas moral di balik hukum,
dan sebagai pencipta dunia hukum.
Berdasarkan teori hukum murni, Negara merupakan tatanan sosial yang harus identik dengan hukum,
paling tidak dengan tatanan hukum spesifik yang relaif sentralistis, yakni tatanan hukum nasional yang
membedakan dengan hukum internasional yang desentralistis. Teori hukum murni menghilangkan
dualisme antara hukum dan keadilan, sebagaimana menghilangkan dualisme antara hukum dan Negara.
(Kelsen, IX).

Kelemahan Terhadap Teori Hukum Murni


mempertimbangkan aspek hukum positif saja, tanpa mempertimbangkan keadilan atau
ketidakadilannya. Padahal menurut Stammer kemurnian mutlak bagi teori hukum apapun adalah tidak
mungkin. Kelsen harus mengakui manakala teori memasuki pertanyaan-pertanyaan tentang norma
fundamental yang bertentangan. Pertanyaan yang merupakan norma fundamental yang valid, dimana
teori murninya tidak dapat dihindari, karena tanpa itu maka keseluruhan bangunan akan runtuh. Dari sisi
yang lain Lauterpacht seorang pengikut Kelsen mempertanyakan apakah teori hierarki tidak menyatakan
secara langsung sebuah pengakuan akan prinsip-prisnsip hukum alam.
Selain itu peraturan-peraturan hukum dibuat supaya ada hukum, bukan berarti supaya ada hukum.
Dengan demikian maka dengan adanya hukum maka perlu untuk menegakkan kemanusiaan, dengan
demikian hukum tidak identik dengan undang-undang. Di sisi yang lain hukum diperlukan penggarapan
terus-menerus, dikarenakan hukum dalam hal ikhwal juga terdapat peraturan hukum yang melawan
hukum karena bertentangan dengan kemanusiaan. Untuk itu tidak dapat kemudian teori hukum murni ini
digunakan sepenuhnya dalam konteks bernegara,
Menurut Friedmann, hukum sebagai suatu sistem terdiri dari sub-sub sistem yang saling bergerak yang
tidak dapat terpisahkan dan terpengaruh satu dengan lainnya. Sub-sub sistem itu terdiri dari: Substansi
Hukum (legal substance), Struktur Hukum (legal structure), dan Kultur Hukum (legal culture). Adapun
budaya hukum yang baik akan terbentuk apabila semua pihak secara sungguh-sungguh dilibatkan untuk
berpartisipasi secara penuh dalam proses pembentukan hukum, agar semua orang benar-benar merasa
memiliki hukum itu. Karena begitu besarnya peran budaya hukum itu, maka ia dapat menutupi
kelemahan dari legal substance dan legal structure.
Jadi menurut Friedmann hukum memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tidak terbatas pada tekstual
berupa peraturan perundang-undangan. Dalam berfungsinya hukum ditengah masyarakat tidak saja
membutuhkan undang-undang belaka tetapi membutuhkan hal-hal lainnya seperti budaya masyarakat,
aparat penegak hukum maupun sarana dan prasarana. Dari sini kita bisa melihat bahwa aliran
positivisme berusaha memahami hukum hanya sebatas tekstual.

3. Persamaan dan perbedaan asal mula negara menurut Thomas Hobbes dan John Locke
Thomas Hobbes (1558-1676) menggambarkan keadaan yang kacau balau, ketika setiap manusia
berperang dengan manusia lain. Menurut Hobbes, setiap manusia memiliki keinginan yang sangat kuat
untuk memiliki kekuasaan demi kekuasaan dan keinginannya hanya akan diberhentikan oleh ajal.
Walaupun sebenarnya manusia juga berkeinginan untuk hidup damai dan rukun, namun tingkatannya
masih kalah dari kekuasaan. Akibat pandangan Hobbes bagi hidup bermasyarakat dan bernegara
diungkapkannya dengan keadaan alami (state of nature), suatu keadaan di mana fitrah dan tabiat
manusia terdapat tanpa ada hambatan dan restriksi apapun. Dengan sendirinya, potensi perselisihan dan
perang dengan kekerasan sekalipun akan terjadi untuk mempertahankan kebebasannya, tentunya dengan
menguasai akan lebih efektif. Wajar jika seperti itu, Hobbes melupakan pertimbangan akal budi manusia
yang sebenarnya dapat mempengaruhi tindakan mereka.

Hobbes lantas memberi solusi berupa kontrak sosial dan manusia, yang selalu dihantui ketakutan, akan
terdorong untuk melakukan perjanjian dengan memilih penguasa di antara mereka. Pihak-pihak yang
berjanji menyerahkan kekuatan dan kekuasaannya kepada sang penguasa. Namun, menjadi masalah
ketika sang penguasa tidak mengikatkan diri pada perjanjian, hal ini menyebabkan sang penguasa
memiliki kekuatan dan kekuasaan yang absolut. Walaupun sang penguasa memiliki kekuasan absolut,
menurut Hobbes seseorang dapat menentang jika sudah menyakiti secara jasmaniah.Teori Kontrak
Sosial-nya menganut aliran pactum subyectionis.

John Locke (1632-1704) bertentangan dengan Hobbes dalam hal ini. Tidak seperti pemikiran Hobbes
yang memuat nilai-nilai hewan pada manusia, Locke menganggap adanya nilai kemanusiaan. Locke
menganggap penguasa absolut yang notabene manusia biasa akan dapat terpengaruh sifat kotor manusia
dan memperburuk kondisi. Oleh karena itu, solusi Locke adalah menyusun badan legislatif yang
membuat hukum, badan eksekutif yang melaksanakan, dan kekuasaan federatif yang menyangkut dalam
pembuatan perjanjian dan persekutuan. Sempat menyinggung tentang pentingnya pengadilan, namun
Locke melupakan badan yudikatif begitu saja.

Kelemahan pemikiran Locke adalah berkurangnya peran pemerintah, mengingat eksekutif tergantung
legislatif. Selain itu, penyuburan dinasti ekonomi menyebabkan si miskin tanpa milik tidak memiliki
suara. Locke juga jauh mementingkan masalah mayoritas daripada minoritas. Walaupun banyak
kelemahan, pemikirannya sangat berpengaruh di negara-negara Barat, teorinya tentang pemisahan
kekuasaan (separation of powers) dikembangkan oleh Montesquieu. Pemikiran Locke tentang Kontrak
Sosial untuk selanjutnya diikuti oleh Rousseau, tentunya dengan perbedaan, seperti perbedaan mendasar
Kontrak Sosial versi Locke dan Hobbes. Teori Kontrak Sosial-nya menganut aliran pactum unionis dan
pactum subyectionis.

Jika ditilik, asal usul negara menurut Locke yaitu kehidupan individu bebas dan sederajat. Teori Kontrak
Locke mengelompokkan manusia pada dua masa, pra-negara dan bernegara. Keduanya juga
memasukkan nilai kemanusiaan pada pemikirannya, tidak seperti Hobbes. Teori Kontrak Sosial Locke
yang menganut kedua aliran, pactum unionis dan pactum subyectionis. Para penguasa menurut
keduanya sama-sama berkurang kekuasaannya, tidak mutlak. Jika Locke mengenal keterwakilan rakyat,
di mana legislatif merupakan amanah rakyat, Pemikiran Locke tentang kekuasaan legislatif dan
eksekutif dipisahkan namun dapat saling mempengaruhi, Inggris menurutnya sebagai contoh terbaik,
walaupun kenyataan berkata lain. Locke mengaburkan kekuasaan judikatif, namun pemikiran Locke
memiliki rangka untuk dikembangkannya Trias Politika oleh Montesquieu.

Refleksi Teori Kontrak Sosial Dalam Negara Indonesia.


Teori kontrak sosial dari Hobbes, Locke memiliki persamaan dan perbedaan masing-masing. Pemikiran
Hobbes dengan Leviathannya dapat dilihat dalam kehidupan di Indonesia saat ini.
Pajak merupakan cerminan dari teori kontrak sosial yang dikemukakan oleh Hobbes. Karena dalam hal
ini negara secara mutlak dan berkuasa penuh dalam menentukan aturan tentang diwajibkannya pajak
bagi rakyat, maka disini terlihat kekuasaan negara dalam mengatur kehidupan rakyat. Pemerintah
membuat pajak untuk mengikat rakyatnya supaya patuh dan tunduk melaksanakan pajak. Hobbes
berpendapat bahwa negara mempunyai kekuasaan absolut dan rakyat memberikan hak sepenuhnya
kepada negara. Rakyat tidak dapat menentukan pajak atau bahkan menolaknya. Disini terlihat bahwa
ada pemaksaan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya. Kekuasaan negara Hobbes hanya
berdasarkan pada perasaan takut para warga negaranya, ini sama dengan pajak, jika ada warga negara
yang tidak membayar pajak maka akan dikenakan sanksi dan mau tidak mau rakyat harus membayar.
Namun, pajak juga memberikan sisi baik untuk rakyat. Pajak merupakan bentuk untuk menyejahterakan
rakyat. seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sumber utama pemerintah untuk membayar
pegawai negeri sipil, polisi, tentara, dan sebagainya. Dengan begitu, akan terjadi tatanan masyarakat
yang teratur dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai