Anda di halaman 1dari 17

DELIK-DELIK DALAM KUHP

KULIAH III
PENGGOLONGAN ATAU JENIS-JENIS DELIK
(TINDAK PIDANA)
Delik digolongkan berdasarkan:
1. KUHP.
2. Ilmu Pengetahuan / Doktrin.

Ad. 1. Penggolongan Delik Menurut KUHP yaitu:


3. Kejahatan (misdrijven).
4. Pelanggaran (overtradingen).

KUHP terdiri dari 569 pasal yang dibagi dalam 3 buku yaitu :
5. Buku I : Aturan Umum (pasal 1-103).
6. Buku II : Kejahatan (104-488).
7. Buku III : Pelanggaran (pasal 489-569).
dalam rancangan KUHP tidak membedakan antara kejahatan dan pelanggaran
dan diatur dalam satu buku berupa tindak pidana.

Apabila kita telusuri kedua istilah “Kejahatan” dan “Pelanggaran” pada dasarnya
sama, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hukum. Kejahatan adalah tindak
pidana berdasarkan hukum (Rechts delicten) dalam Kriminologi disebut mala
inse, sedangkan pelanggaran adalah tidak pidana yang berdasarkan undang-
undang (wets delicten) dalam Kriminologi disebut mala prohibita.

Kejahatan
 Diatur dalam Buku II KUHP.
 Perbuatan yang membahayakan suatu kepentingan hukum.
 Kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat.
 Percobaan dan membantu dalam kejahatan dapat dipidana.
 Tenggang waktu daluarsa kejahatan lebih lama.
dalam rancangan KUHP tidak membedakan antara kejahatan dan pelanggaran
dan diatur dalam satu buku berupa tindak pidana.

Apabila kita telusuri kedua istilah “Kejahatan” dan “Pelanggaran” pada dasarnya
sama, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hukum. Kejahatan adalah tindak
pidana berdasarkan hukum (Rechts delicten) dalam Kriminologi disebut mala
inse, sedangkan pelanggaran adalah tidak pidana yang berdasarkan undang-
undang (wets delicten) dalam Kriminologi disebut mala prohibita.

Dalam Buku I KUHP itu diatur tentang pengertian dan asas hukum pidana yang
berlaku umum untuk semua lapangan hukum pidana positif, baik yang diatur
dalam Buku II dan Buku III KUHP maupun diluar KUHP.

Pengertian-pengertian dan atas hukum atas hukum pidana itu :


Seperti :
- Pidana (Straf), pasal 10-43 KUHP.
- Percobaan (poging), pasal 53-54.
- Penyertaan (deelmening), pasal 55-62.
- Perbarengan (Samenloop), pasal 63-71, dan lain-lain.

Adalah pengertian dan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar umum
untuk semua hukum positif baik didalam dan diluar KUHP dengan adanya
pasal 103 KUHP sebagai pasal penghubung untuk hukum pidana khusus.
Namun hukum pidana khusus juga boleh melakukan penyimpangan-
penyimpangan dari hukum pidana umum.

Menurut ilmu hukum pidana, yang diatur dalam Buku I KUHP ini disebut
dengan “ajaran-ajaran umum” (aglemene leerstukken), sedangkan yang
diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP disebut dengan “delik-delik khusus”
(bijzondere delicten – speciale delicten).
Dari pembagian KUHP tersebut diatas, maka dapatlah diketahui bahwa jenis
tindak pidana menurut KUHP itu terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Kejahatan (misdrijven) dan.
2. Pelanggaran (overtredigen).

Apakah yang menjadi dasar pembagian tindak pidana atas kejahatan dan
pelanggaran itu ?. Atau dengan perkataan lain apakah perbedaan antara
kejahatan dengan pelanggaran itu?.

Menurut memori penjelasan (Memorie van Toelicjting disingkat MvT)


pembagian atas dua jenis tindak pidana tersebut didasarkan kepada
perbedaan asasi (prinsip), dikatakan bahwa kejahatan adalah “delik hukum”
(rechtsdelict), sedangkan pelanggaran adalah “delik undang-undang”
(wetsdelict). Suatu perbuatan merupakan “delik hukum” (rechtsdelict),
apabila sejak semula sudah dapat dirasakan bahwa perbuatan tersebut telah
bertentangan oleh hukum, sebelum ditentukan dalam undang-undang.
Sebagai contoh dari delik hukum antara lain : pembunuhan, pencurian,
perkosaan dan lain-lain, sedangkan contoh dari delik undang-undang antara
lain : pengemisan, gelandangan, pelanggaran lalu lintas jalan, dan lain-lain.

Perbedaaan jenis tindak pidana kejahatan dan pelanggaran menurut


pandangan tersebut diatas disebut dengan perbedaan “kualitatif”. Para
sarjana hukum pidana yang menganut perbedaan kualitatif antara criminale
onrecht/kejahatan dengan politie onrecht/pelanggaran (antara lain: Von List,
Julius Stahl, Van Andel, Gewin, Duynstee).

Von List berpendapat bahwa kejahatan/criminale onrecht adalah pebuatan


karena sifatnya bertentangan dengan ketertiban hukum, sedangkan politie
onrecht adalah perbuatan yang oleh undang-undang dicap sebagai suatu
perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum.
Julius Stahl, Van Andel, dan Gewin memandang criminale onrecht
sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan ke Tuhanan dan
Hukum Tuhan, sedangkan politie onrecht sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan ketertiban umum yang dibuat manusia.
Duynstee memandang criminale onrecht sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban hukum alam (natuurlijke rechtsplichen) atau
kewajiban kesopanan alam (natuurlijke sadelijkepchen), sedangkan politie
onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban undang-
undang (wettelijkekeplichen).
Para sarjana hukum pidana yang menentang perbedaan kualitatif itu adalah
antara lain : Van Der Hoevenm Van Hattum, Jonkers, Hazewinkel Suringa, dan
lain-lain, mereka menganut suatu perbedaan :kuantitatif” antara kejahatan
dengan peanggaran, yaitu dengan perbedaan tindak pidana yang didasarkan
berat ringannya ancaman pidana antara kejahatan dengan pelanggaran.
Sarjana hukum Indonesia antara lain Wirjono dan Moeljatno menganut
perbendaan kuantitatif antara kejahatan dengan pelanggaran itu. Wirjono
menyetujui perbedaan secara kuantitatif, karena memang sesuai dengan
kenyataan. Moeljatno menganjurkan bahwa untuk KUHP kita sebaiknya
pembagian atas kejahatan dan pelanggaran itu didasarkan berat ringannya
pidana saja.

Kejahatan
 Diatur dalam Buku II KUHP.
 Perbuatan yang membahayakan suatu kepentingan hukum.
 Kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat.
 Percobaan dan membantu dalam kejahatan dapat dipidana.
 Tenggang waktu daluarsa kejahatan lebih lama.
 Pengaduan sebagai syarat penuntutan dalam delik aduan hanya ditentukan
untuk kejahatan (pasal 72-75 KUHP).
 Dalam pembarengan (samenloop) sistem pemidanaan berbeda bagi kejahatan
dan bagi pelanggaran (pasal 65, 66, 70 KUHP).

Pelanggaran
 Diatur dalam Buku III.
 Perbuatan itu baru disadari sebagai tindak pidana setelah adanya Undang-
undang yang mengatur.
 Pelanggaran lebih ringan.
 Percobaan dan membantu dalam pelanggaran tidak dipidana.
 Tenggang waktu daluarsa pelanggaran lebih singkat.
 Penyelesaian diluar sidang hanya mungkin dalam pelanggaran yang diancam
dengan pidana denda (pasal 82 KUHP).
 Dalam pembarengan (samenloop) sistem pemidanaan berbeda bagi kejahatan
dan bagi pelanggaran (pasal 65, 66, 70 KUHP).

Pelanggaran
 Diatur dalam Buku III.
 Perbuatan itu baru disadari sebagai tindak pidana setelah adanya Undang-
undang yang mengatur.
 Pelanggaran lebih ringan.
 Percobaan dan membantu dalam pelanggaran tidak dipidana.
 Tenggang waktu daluarsa pelanggaran lebih singkat.
 Penyelesaian diluar sidang hanya mungkin dalam pelanggaran yang diancam
dengan pidana denda (pasal 82 KUHP).
PENGGOLONGAN DELIK MENURUT ILMU
PENGETAHUAN /DOKTRIN
1. Delik dolus dan delik culpa
 Delik dolus ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
yang dilakukan dengan sengaja. Contoh ; Pasal 338 KUHP.
 Delik culpa adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
yang dilakukan dengan kealpaan.

Contoh : Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP.

2. Delik Materil dan Delik Formil


 Delik Materil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada
akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
Contoh: pembunuhan, pembakaran, penganiayaan dan lain-lain.
 Delik formil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada ujud
perbuatan yang dilarang, tanpa mempersoalkan akibat yang disebabkan
oleh perbuatan itu .
Contoh: pencurian, pemalsuan surat.

3. Delik Commisionis dan delik Omimisionis


 Delik Ommisionis adalah melakukan suatu perbuatan positif, umpamanya
membunuh, mencuri dll jadi hampir meliputi semua tindak pidana.
 Delik Commisionis, adalah melalaikan kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Umpamanya tidak menghadap
sebaga saksi dipengadilan.

4. Delik Pokok dan Delik yang Dikualifikasi


o Delik Pokok adalah delik yg memuat unsur pokok dari delik seperti delik
Pencurian dalam Pasal 362 KUHP.
o Delik yang Dikualifikasi adalah delik yang memuat unsur yg memberatkan
sehingga ancaman pidananya juga diperberat seperti delik dalam Pasal
363 KUHP dan Pasal 365 KUHP.

5. Delik Umum dan Delik Khusus


- Delik Umum, adalah tindak pidana yang berlaku umum ( KUHP).
- Delik Khusus adalah tindak pidana yang berlaku khusus ( diluar KUHP).

6. Delik Biasa dan Delik Aduan


- Delik biasa adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan walaupun tidak
laporan dari korban , misalnya ; pembunuhan, pencurian dan lain-lain.
- Delik aduan adalah delik yang baru dapat dilakukan penuntutan apabila
ada pengaduan dari pihak yang berhak mengadu, misalnya: perzinahan,
penghinaan , pencurian dalam keluarga.
Delik Aduan terdiri atas :
1) Delik Aduan Absolut.
2) Delik Aduan Relatif.

7. Delik Pokok dan Delik yang Dikualifikasi


 Delik Pokok adalah tindak pidana yg memuat unsur pokok dari tindak
pidana seperti delik Pencurian dalam Pasal 362 KUHP.
 Delik yang Dikualifikasi adalah delik yang memuat unsur yg memberatkan
sehingga ancaman pidanaya juga diperberat seperti delik dalam Pasal
363 KUHP dan Pasal 365 KUHP.

8. Delik kesengajaan (dolus) dan delik kelapaan (Culpa)


 Delik Pokok adalah tindak pidana yg memuat unsur pokok dari tindak
pidana seperti delik Pencurian dalam Pasal 362 KUHP.
 Delik kealpaan dilakukan karena lalai.
CARA MERUMUSKAN NORMA DAN SANKSI
PIDANA DALAM KUHP
 Norma dan sanksi pidana dirumuskan sekaligus dalam satu pasal, hampir
semua pasal KUHP memakai cara ini.
 Norma dan sanksi pidana dirumuskan secara terpisah dalam pasal yang
berlainan atau kalau dalam satu pasal dalam ayat yang berbeda. Ketentuan-
ketentuan hukum pidana diluar KUHP banyak mengunakan cara ini.
 Sanksi pidana dirumuskan terlebih dahulu, sedangkan normanya kemudian
(hukum pidana secara blanko) , Misalnya Pasal 122 ayat 2 KUHP
CARA MERUMUSKAN DELIK

 Menguraikan atau menyebutkan unsur-unsur delik tanpa menyebutkan


kualifikasi yuridisnya, misalnya Pasal 154 -157 KUHP, Pasal 281 KUHP
 Perumusan yang hanya memberikan kuaifikasinya atau nama yuridisnya tanpa
menguraikan unsurnya, misalnya Pasal 351 KUHP, Pasal 184 KUHP dan Pasal
297 KUHP.
 Gabungan No 1 dan 2 yaitu, menguraikan unsur-unsur tindak pidana
sekaligus menyebutkan nama yuridisnya, misalnya Pasal 338 KUHP, Pasal 362
KUHP.

Anda mungkin juga menyukai