Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KASUS NINE AM LTD. MELAWAN PT.

BANGUN KARYA PRATAMA LESTARI


BERDASARKAN PERPEKTIF HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terkait Mata Kuliah Hukum Perdata
Internasional Fakultas Hukum Universitas Nasional Tahun Akademik 2023.

Disusun oleh :

Dinar Septi Wahyudi 213300516010

Chelo Anastasya Rasya Griselda 213300516037

Nabila Salma. N 213300516045

Dwi Oktriana Rewu 213300516052

Hanifa Putri Manoppo 213300516064

Nadhira Najmi Irwansyah 213300516082

Dina Fitri Hardianti 213300516118

Indah Dani Lestari 213300516159

Dosen Pengampu :

Ogiandhafiz Djuanda, S.H., LL.M., C.L.A., C.P.Arb., C.Me., C.M.L.C..


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat karunia dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Kasus Nine
AM Ltd. Melawan PT Bangun Karya Pratama Lestari Berdasarkan
Perpektif Hukum Perdata Internasional”.

Makalah ini ditujukan untuk pemenuhan tugas pengganti kuliah pertemuan


2,3, dan 4 yang ditugaskan oleh Bapak Ogiandhafiz Djuanda, S.H., LL.M.,
C.L.A., C.P.Arb., C.Me., C.M.L.C. selaku Dosen Pengampu pada mata
kuliah Hukum Perdata Internasional Fakultas Hukum Universitas Nasional.

Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Dosen Pengampu mata


kuliah Hukum Perdata Internasional yang telah membimbing selama
pembelajaran. Ucapan terimakasih kepada pihak terkait pembuatan makalah
ini yang telah menunjang selama penyelesaian penulisan ini.

Masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karenanya,


kritik dan saran terbuka untuk memperkaya isi makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan sebagai
amal jariyah untuk penulis maupun pembaca.

Akhirul Qalam, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 22 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...............................................................4

D. Metode Penulisan ...................................................................................5

E. Sistematika Penulisan .............................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN..........................................................................8

A. Sekilas tentang perselisihan Nine AM Ltd dengan PT. Bangun Karya


Pratama Lestari ............................................................................................8
B. Permasalahan Hukum yang terjadi dalam Kasus Perselisihan Nine AM Ltd
dengan PT. Bangun Karya Pratama Lestari ...............................................12
C. Penyelesaian Hukum Sengketa antara Nine AM Ltd. Dengan PT. Bangun
Karya Pratama Lestari ...............................................................................15

BAB III : PENUTUP ...............................................................................17

Kesimpulan dan Saran ...............................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memiliki peran penting dan strategis dalam pergaulan hidup


manusia. Salah satu peran penting dari bahasa adalah sebagaisistem simbol
bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang
bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi
oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran1. Ditinjau
dari bentuknya pengertian bahasa dibedakan atas 2 (dua) bentuk, yaitu2:

1. Sebagai alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan,


keinginan untuk perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk
mempengaruhi dan dipengaruhi;
2. Sebagai tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang
buruk, tanda jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan memiliki peran penting


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaan nasional yang
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan
bangsa Indonesia dan sebagai alat pemersatu bangsa dengan latar belakang
sosial, budaya dan bahasa daerah yang berbeda, serta alat penghubung antar
warga, antar daerah dan antar suku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia merupakan lambang identitas nasional selain
lambang negara Pancasila dan bendera negara3. Dalam konstitusi kita secara
tegas dinyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, bahasa

1
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm. 3.
2
AR Syamsudin, Sanggar Bahasa Indonesia (Jakarta : Universitas Terbuka Jakarta, 1986),
hlm. 2.
3
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa,
Cetakan XIX (Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2013), hlm. 3-4.

1
nasional dan bahasa negara. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam
Pasal 36 UUD 1945 bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Turunan dari Pasal 36 UUD 1945 adalah Undang-Undang No. 24


Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan (UU No. 24/2009) yang mulai berlaku sejak tanggal 9 Juli
2009. Diundangkannya UU No. 24/2009 diharapkan mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
yang selama ini masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
produk UndangUndang Dasar Sementara Tahun 19504. Sebagai tindak
lanjut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2010 yang
sudah dicabut dengan Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019 tentang
Penggunaan Bahasa Indonesia (Perpres No. 63 Tahun 2019).

Salah satu perkara gugatan pembatalan perjanjian yang berbahasa


asing dapat dilihat dalam putusan sebagai berikut :

Perkara Loan Agreement antara Nine AM Ltd melawan PT. Bangun


Karya Pratama Lestari (PT. BKPI) Nine AM dan PT. BKPI menandatangani
loan agreement yang dibuat dengan tulisan bahasa Inggris tanpa terjemahan
bahasa Indonesia dan sepakat untuk tunduk pada hukum Indonesia.

PT Bangun Karya Pratama Lestari adalah sebuah badan hukum


berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara
Republik Indonesia yang berkedudukan Jakarta Barat, sertamemiliki
kegiatan usaha utamanya dalam bidang Penyewaan atau Rental Alat-alat
Berat. Dalam menjalankan perusahaannya PT Bangun Karya Pratama
Lestari mendapatkan modal pinjaman yang diperoleh dari perjanjian
pinjam meminjam yang dia lakukan dengan pihak lain, salah satunya
adalah dengan Nine AM Ltd. Nine AM Ltd. adalah sebuah

4
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

2
perusahaan asing yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku
di Negara bagian Texas, Amerika Serikat. PT Bangun Karya
Pratama Lestari dan Nine AM Ltd. mengadakan perjanjian pinjam
meminjam atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan Loan Agreement pada
tanggal 23 April 2010. Perjanjian tersebut mengatur bahwa PT Bangun
Karya Pratama Lestari meminjam uang kepada Nine AM Ltd. Sebesar
U$D 4,220,000 (empat juta dua ratus dua puluh ribu dolar Amerika
Serikat). Uang tersebut akan digunakan oleh PT Bangun Karya Pratama
Lestari untuk membeli 6 (enam ) buah Truk Caterpillar baru model
775F Off Highway dengan nomer seri masing-masing berturut-turut:
DLS 00916, DLS 00931, DLS 00932, DLS 00933, DLS 00934, dan DLS
00982.5

Sebagai perjanjian accesoir-nya, dibuat Akta Jaminan Fidusia yang


dibuat dalam Bahasa Indonesia. Persoalan muncul ketika PT. BKPI berhenti
melakukan pembayaran utangnya terhitung sejak Desember 2012. Setelah
somasinya tidak mendapat tanggapan, Nine AM mengajukan gugatan ke
pengadilan dan menuntut pembayaran pinjaman berikut bunganya.
Menyikapi gugatan itu, PT. BKPI mengajukan gugatan balik dengan
mendalilkan bahwa loan agreement yang ditandatangani melanggar Pasal
31 UU No. 24/2009 dan merupakan perjanjian yang terlarang karena dibuat
dengan sebab/causa yang dilarang undang-undang (vide Pasal 1335 jo 1337
KUHPerdata). Dalam Putusan No. 451/Pdt.G/2012/PN. Jkt. Brt, Majelis
Hakim menyatakan bahwa Loan Agreement antara Nine AM Ltd dan PT.
BKPI dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Putusan PN Jakarta Barat
kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No.
48/PDT/2014/PT DKI dan Mahkamah Agung dengan putusan No. 1572
K/Pdt/2015. Bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,

5
Putusan PN Jakarta BaratNo. 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar.

3
dan Lambang Negaraserta Lagu Kebangsaan. Tentu saja hal tersebut
menimbulkan pro dan juga kontra.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian pustaka yang dilakukan oleh penulis, dapat diambil


beberapa rumusan masalah. Diantaranya :

1. Bagaimana sengketa antara Nine AM Ltd. melawan PT Bangun Karya


Pratama Lestari (BKPL) bisa terjadi ?
2. Apa yang menjadi permasalahan hukum dalam kasus Nine AM Ltd.
melawan PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ?
3. Bagaimana penyelesaian hukum sengketa antara Nine AM Ltd.
melawan PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Makalah ini dibuat dengan tujuan dan manfaat sebagai berikut :

1. Mengetahui awal mula sengketa antara Nine AM Ltd. melawan PT Bangun


Karya Pratama Lestari (BKPL) secara rinci.
2. Mengetahui Permasalahan hukum dalam kasus Nine AM Ltd. melawan PT
Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).
3. Memahami penyelesaian hukum sengketa antara Nine AM Ltd. melawan
PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).

D. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan secara kualitatif dan


sistematis berdasarkan pengakajian pustaka.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan makalah ini, maka disusun


dengan sistematika penulisan yang terdiri dari empat bab, yaitu :

4
Bab I : Dalam bab ini diuraikan mengenai permasalahan atau latar belakang.
Perumusan masalah sebagai dasar dalam bab ini juga memberikan tujuan
penelitian, manfaat penelitian. Terdapat pula tinjauan pustaka, dan
metodologi penilitian yang digunakan sehingga lebih memberikan
gambaran fokus penelitian penulis terhadap penulisan ini.

Bab II : Dalam bab ini akan menjelaskan hasil dari penelitian yang akan
dibahas secara rinci dan mendalam sesuai dengan penelitian kualitatif dan
pengkajian pustaka yang dilakukan. Pada bab ini, akan dikupas secara
menyeluruh apa yang menjadi dasar permasalahan dalam penulisan
makalah ini.

Bab III : Dalam bab ini berisi Penutup, yaitu berisi tentang kesimpulan dan
saran dari penulis. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari
rumusan masalah. Saran merupakan rekomendasi penulis kepada dunia
ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya hukum tata negara. Penutup
ini ditempatkan pada bagian akhir penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang perselisihan Nine AM Ltd dengan PT. Bangun Karya


Pratama Lestari
Pada tahun 2009 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (Menkumham) menerbitkan surat nomor M.HH.UM.01.01-35
Tahun 2009 yang mengklarifikasi kewajiban penggunaan bahasa Indonesia
dalam perjanjian yang bersifat privat komersial.Ini artinya, perjanjian privat
komersial yang telah ada sebelum terbitnya UU No. 24 Tahun 2009 dan
disusun hanya dalam bahasa Inggris adalah tetap sah, tidak batal demi

5
hukum ataupun dapat dibatalkan.6 Sehingga, merujuk asas kebebasan
berkontrak, sampai dengan diterbitkannya peraturan presiden sebagaimana
diamanatkan UU No. 24 Tahun 2009, pada dasarnya para pihak dalam
perjanjian bebas pula untuk menentukan bahasa yang digunakan dalam
perjanjian yang mereka sepakati.7
Selanjutnya pada tanggal 30 September 2019 lahirnya Peraturan
Presiden Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Bahasa Indonesia
khususnya diatur dalam Pasal 26 yang berbunyi:
1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan
warga negara Indonesia.
2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak
asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
3) Bahasa nasional pihak asing dan/atau bahasa Inggris sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai padanan atau terjemahan
Bahasa Indonesia untuk menyamakan pemahaman nota kesepahaman
atau perjanjian dengan pihak asing.
4) Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap padanan atau
terjemahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bahasa yang
digunakan ialah bahasa yang disepakati dalam nota kesepahaman atau
perjanjian.
Dengan berlakunya Perpres No. 63 Tahun 2019, berarti ada satu hal
yang harus selalu diperhatikan dalam pembuatan dan penyusunan perjanjian
yang melibatkan pihak Indonesia, yaitu ditulis dalam bahasa Indonesia.

6
Chintya Indah Pertiwi, F.X. Joko Priyono, 2018,Implikasi Hukum Kontrak Bisnis
Internasional Yang Dibuat Dalam Bahasa Asing,Jurnal Notarius,ISSN: 2086-1702 volume
11, nomor 1, 2018, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hlm. 21.
7
Priskila P. Penasthika, 2019, Akhirnya Terbit Juga! Perpres Tentang Penggunaan Bahasa
Indonesia, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5da558b417de8/akhirnya-
terbit-juga-perpres-tentang-penggunaan-bahasa-indonesia-oleh--priskila-p-penasthika/,
diakses dari www.hukumonline.com, pada hari selasa 22 Mei2019 pukul 14.50 WIB.

6
Sekalipun melibatkan pihak asing, yang tidak mempunyai pengetahuan
mengenai bahasa Indonesia sama sekali, versi bahasa Indonesia dari
perjanjian tersebut harus selalu ada, selain versi bahasa asingnya.
Di dalam rumusan pasal tersebut menjelaskan secara tegas bahwa jika
terjadi kesepakatan dalam membuat kontrak asing bahasa yang digunakan
adalah bahasa yang telah disepakati dalam nota kesepahaman atau
perjanjian. Pasal ini berlaku untuk nota kesepahaman maupun perjanjian
atau kontrak yang bersifat publik dan tidak ada pengaturan khusus terkait
kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak yang bersifat privat
hal ini juga dipertegas di dalam penjelasan pasal 31 UU No. 24 tahun 2009
tentang bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan dan juga
No. 63 Tahun 2019. Maksud dan tujuan dari penggunaan bahasa Indonesia
didasarkan pada apabila terjadi sengketa antara para pihak tidak
menimbulkan multitafsir atau tafsir yang berbeda dalam suatu kontrak
tersebut.8
Akibat dari kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia
sebenarnya tidak dapat dikatakan batal demi hukum hal ini dikarenakan
suatu perjanjian dapat dikatakan batal demi hukum apabila tidak memenuhi
ketentuan dalam pasal 1320, pasal 1335, Serta Pasal 1337 KUHPerdata.
Perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia itu dapat dimintakan
pembatalan atau dapat dibatalkan demi hukum jika memenuhi unsur
wanprestasi di dalam perjanjian tersebut. Selain itu, dalam pasal 26
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 menjelaskan bahwa bahasa itu
sebagai pilihan bukan sebagai kewajiban.
Berdasarkan kasus yang terjadi antara Nine Am Ltd dan PT. Bangun
Karya Pratama, kontrak atau perjajian yang dibuat tunduk pada ketentuan
hukum yang berlaku di Indonesia. Maka kasus ini diselesaikan di
pengadilan Indonesia dan gugatan PT Bangun Karya pratama lestari

8
Windi Yolandini,dkk. (2020). "Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kontrak
Asing di Indonesia". Thesis Hukum. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya. e-ISSN: 2657-0343.hlm. 424.

7
dikabulkan oleh majelis hakim pengadilan negeri Jakarta barat yang dalam
putusannya menyatakan perjanjian tersebut memang bertentangan dengan
Pasal 31 ayat (1) UU Bahasa. UU tersebut dengan tegas mengatur bahasa
Indonesia adalah bahasa yang wajib digunakan dalam sebuah perjanjian.
Pada tanggal 23 April 2010, PT Bangun Karya Pratama Lestari
(Penggugat), suatu peusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas
mengadakan perjanjian dengan Nine AM, suatu perusahaan yang
berkedudukan di Texas, Amerika Serikat (Tergugat). Perjanjian tersebut
ditandatangani oleh kedua pihak dalam bahasa Inggris. Perjanjian tersebut
merupakan perjanjian pinjaman uang sebesar US$ 4.422.000 yang diberikan
Tergugat kepada Penggugat untuk pembelian 6 truk Caterpillar yang
digunakan untuk kegiatan usaha Penggugat di sektor pertambangan batu
bara di daerah Kalimantan Timur. Sebagai jaminan pelunasan hutang
tersebut Penggugat menandatangani jaminan fiducia yang termuat dalam
akta fidusia Nomor 33 tanggal 27 April 2010. Seiring dengan perjalanan
waktu dan kondisi bisnis batu bara pada saat itu dimana harga batu bara
merosot tajam sehingga Penggugat tidak dapat membayar cicilan pinjaman
sesuai dengan jadwal yang diperjanjikan dalam perjanjian Pinjam
Meminjam (Loan Agreement).
Pada tanggal 30 Agustus 2012, Penggugat mendaftarkan gugatan di
Kepaniteraan Negeri Jakarta Barat berdasarkan register perkara Nomor:
451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar. Berdasarkan surat gugatannya, Penggugat
menyampaikan dalam posita gugatannya yang pada pokoknya mendalilkan
bahwa atas perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) yang hanya
dibuat dalam versi bahasa Inggris adalah batal demi hukum atau setidak-
tidaknya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Barat dalam putusannya menyatakan bahwa Perjanjian
Pinjam Meminjam (Loan Agreement)9 tersebut adalah batal demi hukum.

9
Velliana Tanaya,dkk. (2019). "Penggunaan Governing Languange Clause dan Translation
Clause pada Perjanjian Berbahasa Asing". Jurnal Fakultas Hukum Universitas Pelita
Harapan. Purwokerto: Volksgeist. e-ISSN: 2615-174X.hlm. 13

8
Tergugat tidak puas atas putusan ini karena tetap berpandangan bahwa
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan tidak mengatur sanksi berupa
pembatalan atas suatu perjanjian yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Kemudian, Tergugat terus melakukan upaya hukum banding dan kasasi.
Namun putusan banding dan kasasi menguatkan putusan pengadilan Negeri
Jakarta Barat.
Sebelum mengulas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas
sengketa NINE AM. Ltd melawan PT BKPL[3], Penulis sebelumnya
hendak menguraikan kasus posisi perkara tersebut secara singkat sebagai
berikut:

PT BKPL selaku peminjam dana, mengikatkan diri dengan NINE


AM, Ltd selaku pihak yang meminjamkan dana ke dalam suatu Perjanjian
Pinjam Meminjam (Loan Agreement) dengan total pinjaman sebesar US$
4,422,000, pada tanggal 23 April 2010 (“Loan Agreement”). Loan
Agreement tersebut dibuat dan ditandatangani dalam bahasa inggris,
sekalipun para pihak sepakat bahwa Loan Agreement diatur dan tunduk
pada hukum Negara Republik Indonesia.

Dalam Gugatannya, PT BKPL mengaku telah menerima seluruh dana


pinjaman total sebesar US$ 4,422,000 dari NINE AM, Ltd tersebut dan
dalam kurun waktu April 2010-September 2011, PT BKPL telah membayar
hutang pokok beserta bunga total sebesar US$ 3,506,460 dan deposit
sebesar US$800,000 kepada NINE AM, Ltd.

Kemudian, dengan dasar Loan Agreement hanya dibuat dalam bahasa


inggris karenanya bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1)[4] UU No.
24/2009 yang isinya mewajibkan pengunaan bahasa Indonesia dalam setiap
perjanjian yang melibatkan salah satunya lembaga swasta Indonesia, maka
PT BKPL memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Loan

9
Agreement tersebut batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat, karena dalam hal ini, syarat sahnya suatu
Perjanjian, khususnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337
KUHPerdata tidak terpenuhi, yaitu terdapatnya suatu sebab yang dilarang
oleh undang-undang.

Sebagai konsekuensi dari batalnya Loan Agreement maka secara


hukum posisi PT BKPL dan NINE AM, Ltd dikembalikan kepada posisi
semula seolah-olah Loan Agreement tidak pernah ditandadangani,
karenanya PT BKPL meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan PT
BPKL mengembalikan sisa dana yang telah diterima dari NINE AM Ltd,
yaitu US$ 4,422,000 dikurangi US$ 3,506,460 dan US$800,000, yaitu
sebesar US$ 115,040.

Dalil jawaban dari pihak NINE AM, LTD


Atas dalil-dalil Gugatan PT BKPL tersebut di atas, NINE AM, Ltd
pada pokoknya membantah dengan dalil-dalil sebagai berikut:

(i) Bahwa pengunaan bahasa inggris dalam Loan Agreement


merupakan kesepakatan Para Pihak, terbukti dengan tidak adanya
keberatan dari PT BKPL selama proses pembuatan sampai dengan
penandatanganan Loan Agreement.
(ii) Bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam UU No. 24/2009 yang
menyatakan bahwa terhadap Perjanjian yang melibatkan pihak
Indonesia yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia akan
mengakibatkan Perjanjian tersebut batal demi hukum. Selain itu,
Pasal 40[5] UU No. 24/2009 juga mengatur bahwa ketentuan
menggunakan bahasa Indonesia salah satunya dalam Pasal 31 akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (“Perpres”).

10
Terkait hal tersebut di atas, NINE AM, Ltd menyertakan surat dari
Kementerian Hukum dan HAM RI tertanggal 28 Desember 2009 perihal:
Permohonan Klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan UU No. 24/2009
(“Surat MENHUHAM”), yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
“penandatanganan perjanjian privat komersial dalam bahasa inggris tanpa
disertai versi bahasa indonesia tidak melanggar persyaratan kewajiban
sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, dan tetap sah serta tidak
batal atau dapat dibatalkan sampai dengan dikeluarkannya peraturan
presiden sebagaimana diatur dalam pasal 40 Undang-Undang tersebut”

B. Permasalahan Hukum yang terjadi dalam Kasus Perselisihan Nine


AM Ltd dengan PT. Bangun Karya Pratama Lestari
Terhadap dalil gugatan dan jawaban dari PT BKPL dan NINE AM,
Ltd, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat
mempertimbangkan dan memutus sebagai berikut:

(i) Bahwa Pasal 31 ayat (1) UU No. 24/2009 telah secara tegas
mewajibkan Bahasa Indonesia digunakan dalam Perjanjian yang
melibatkan lembaga swasta Indonesia. UU No. 24/2009 mengikat
sejak diundangkan yaitu 9 Juli 2009, karenanya setiap perjanjian
yang melibatkan lembaga swasta Indonesia yang tidak
menggunakan bahasa indonesia bertentangan dengan UU No.
24/2009.
(ii) Bahwa kalaupun nantinya Perpres yang mengatur pelaksanaan
ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU No. 24/2009 diundangkan,
Perpres tersebut tidak dapat melumpuhkan kata “wajib” dalam
UU, mengingat Perpres memiliki kedudukan lebih rendah dari
UU. Begitupula Surat MENHUHAM, karena tidak termasuk
dalam tata urutan perundang-undangan, maka surat tersebut tidak
dapat melumpuhkan kata “wajib”.

11
(iii) Dengan demikian, karena Loan Agreement ditandatangani
setelah UU No. 24/2009 diundangkan, maka tidak dibuatnya
Loan Agreement dalam bahasa Indonesia adalah bertentangan
dengan UU No. 24/2009 sehingga merupakan perjanjian yang
terlarang karena dibuat dengan sebab yang terlarang (vide Pasal
1335 Jo Pasal 1337 KUHPerdata) dan karenanya tidak memenuhi
syarat esensialia Perjanjian sebagaimana Pasal 1320
KUHPerdata. Maka, Loan Agreement batal demi hukum.

Titik taut primer:10

Dalam kasus ini titik taut primernya ialah pada Nine AM ltd karena
nine am ltd adalah perusahaan asal texas AS yang menjalakan kerjasama
dengan PT. bangun karya pratama (BKP)

Titik taut sekunder:

Dalam kasus ini titik taut sekunder nya ialah dalam perjanjian
sudah diatur untuk tundukkepada hokum yang ada di Indonesia.

Lex causa / hukum yang ditunjuk:

Hukum yang di tunjuk ialah hukum Indonesia, sebagaimana dalam


perjanjian yang sudah dibuat bahwa perjanjian itu tunduk kepada hukum
Indonesia. Maka yang berwenang mengadili ialah pengadilan
Indonesia.Karena lex causanya memakai hukum Indonesia, maka tidak
ada kualifikasi bertahap

Mengenai validitas suatu kontrak dalam hal ini loan agreement yang
dalam pembuatannya tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka
kedudukan sebuah loan agreement tersebut menjadi tidak sah manakala
ditulis tidak menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan pasal 31 ayat 1

10
Zidni Ilma Muhammad. (2017). "ANALISIS KASUS NINE AM LTD DENGAN PT BANGUN
KARYA PRATAMA". Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

12
undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang
negara serta lagu kebangsaan. Oleh karena itu dalam hal pembuktian dan
keabsahan di pengadilan dapat menjadi lemah saat perjanjian tersebut dibuat
dalam bahasa Inggris. Dengan kata lain kita harus mengabaikan pasal 31
ayat 2 yang isinya dapat "ditulis juga"11 dalam bahasa nasional pihak asing
tersebut dan/atau bahasa Inggris.

C. Penyelesaian Hukum Sengketa antara Nine AM Ltd. Dengan PT.


Bangun Karya Pratama Lestari

Perlu diketahui kasus loan agreement antara PT Bangun Karya


Pratama Lestari dengan Nine AM sudah memasuki tiga tahapan lembaga
peradilan, yaitu pengajuan gugatan kepada Pengadilan Negeri, pengajuan
banding kepada Pengadilan Tinggi dan pengajuan kasasi kepada Mahkamah
Agung. Dimulai dari Pengadilan Negeri dimana majelis hakim
memenangkan PT Bangun Karya Pratama Lestari. Dalam pertimbangan
putusan Loan Agreement No: 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR majelis
hakim mengemukakan bahwa tidak terpenuhinya syarat-syarat dalam
perjanjian yang bisa mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan telah secara tegas
mewajibkan Bahasa Indonesia digunakan dalam Perjanjian yang melibatkan
lembaga swasta Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mengikat
sejak diundangkan yaitu 9 Juli 2009, karenanya setiap perjanjian yang
melibatkan lembaga swasta Indonesia yang tidak menggunakan bahasa
Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.

11
Nadia Rahma. (2017). Skripsi S1 Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. "Validitas Kontrak Tidak Berbahasa Indonesia Pada Loan Agreement antara PT.
Bangun Karya Pratama Lestari dan Nine AM. Ltd (Analisis Putusan No:
451/Pdt.G/2012/PN.Jkt Bar). Hlm.60

13
Selanjutnya Nine AM mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta, yang dalam putusannya juga memenangkan pihak PT Bangun
Karya Pratama Lestari. Majelis hakim yang terdiri dari Fritz Jhon Polnaja,
Asnahwati dan Syamsul Bahri Borut itu memutus perkara pada tanggal 7
Mei 2014 dalam putusan nomor 48/Pdt.G/2014/PT.DKI dan menerima
permohonan banding dari kuasa Pembanding semula Tergugat. Majelis
hakim juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.
451/PDT.G/2013/PN.JKT.BRT tanggal 20 Juni 2013 silam dan
menghukum Pembanding semula Tergugat untuk membayar biaya perkara
yang timbul dalam kedua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat banding
ditetapkan sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
Dalam putusan Nomor 48/Pdt.G/2014/PT.DKI majelis hakim
memberikan pertimbangan hukum bahwa putusan pengadilan sebelumnya
yaitu putusan perkara No. 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar sudah benar dan
tidak bertentangan dengan hukum dilihat dari segi surat bukti, Salinan
putusan sela dan salinan putusan akhir, memori banding, serta kontra
memori banding. Selain itu, tidak ada fakta-fakta baru yang melemahkan
putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Tidak puas dengan
putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta maka
perseteruan antara dan PT Bangun Karya Pratama Lestari bermuara ke
tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Namun portal informasi perkara
Kepaniteraan Mahkamah Agung dikutip dari laman resmi
kepaniteraan.mahkamahagung.go.id menginformasikan bahwa pada
tanggal 31 Agustus 2015, Mahkamah Agung telah menolak kasasi yang
diajukan oleh Nine AM Ltd.6 Putusan kasasi ini berarti memperkuat
putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 48/PDT/2014/PT.DKI
tertanggal 7 Mei 2014.
Gugatan pembatalan perjanjian dengan alasan Pasal 31 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan juga ditemukan dalam perkara No.
35/PDT.G/2010/PN.PRA di Pengadilan Negeri Praya, Lombok. Perkara ini

14
secara garis besar mengenai Perjanjian Jual Beli Tanah tertanggal 8 Februari
2010 yang dibuat hanya dalam bahasa Inggris antara Carpenter Asia Pacific
Pty Ltd dengan PT Tate Developments Land and Consultacy, atas sebidang
tanah berukuran ± 8.127 m² (delapan ribu seratus dua puluh tujuh meter
persegi) terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Indonesia, senilai Rp 8.127.000.000; (delapan miliar seratus dua
puluh tujuh juta rupiah).
Kemudian diketahui bahwa Neil Allan Tate selaku Direktur PT Tate
Developments Land and Consultacy bukanlah pemilik resmi atas tanah
tersebut, melainkan dimiliki oleh Bati Anjani. Oleh karena itu 6 MA Tolak
Kasasi Gugatan Perkara Kontrak Berbahasa Inggris, Randolph Nicholas
Bolton Carpenter selaku Direktur Carpenter Asia Pacific Pty Ltd
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Praya pada 6 Juli 2010.
Randolph Nicholas Bolton Carpenter juga mendasarkan gugatannya pada
salah satu fakta bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah tersebut hanya dibuat
dalam bahasa Inggris, dimana bertentangan dengan Pasal 31 (1) Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan, sehingga perjanjian tersebut harus
dinyatakan batal demi hukum.
Meskipun dalam putusannya hakim memutuskan bahwa perjanjian
jual beli tanah tersebut batal demi hukum karena Tergugat terbukti secara
tidak sah menjual tanah yang bukan miliknya, namun hakim dalam
pertimbangannya tidak mengakui bahwa perjanjian harus dinyatakan batal
demi hukum karena hanya dibuat dalam bahasa Inggris. Pertimbangan
hakim dalam putusan tertanggal 24 Januari 2011 menyatakan bahwa
permintaan Randolph Nicholas Bolton Carpenter untuk menyatakan
perjanjian tersebut batal demi hukum adalah terlalu berlebihan sehingga
hakim menolak dalil tersebut.
Putusan negeri Praya memberikan penafsiran yang tepat atas Pasal 31
(1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan bahwa ketentuan yang terkandung

15
di dalamnya bukanlah merupakan unsur dari “suatu sebab yang halal”.
Pengadilan menghormati kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak.
Kewajiban penggunaan bahasa Indonesia yang diatur tetap menghormati
asas kebebasan berkontrak yang menjadi pilar utama dalam kehidupan
privat masyarakat. Bahasa adalah pengantar untuk berkomunikasi,
sedangkan isi yang dikomunikasikan adalah hal lain yang semestinya
disebut atau dinilai sebagai “suatu sebab yang halal”. Oleh karenanya,
penggunaan bahasa seharusnya tidak mengakibatkan perjanjian batal demi
hukum.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan penulisan diatas, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
a. Sampai pada saat ini masih belum ada landasan hukum yang mengatur
hal tersebut di atas, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun
yurisprudensi. Akibatnya timbul sejumlah ketidakpastian hukum atas
permasalahan tersebut di atas. Padahal kepastian hukum sangat
diperlukan oleh masyarakat khususnya para pelaku usaha (baik asing
maupun dalam negeri) dalam berusaha di Indonesia. Majelis hakim
mendudukkan persoalan dan menyelesaikan masalah hukum tentang
sengketa loan agreement antara PT Bangun Karya Pratama Lestari dan
Nine AM. Ltd adalah dengan melihat pada peraturan perundang-
undangan yang ada dan mengesampingkan asas kebebasan berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya
yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan
kesusilaan. Jika dikaitkan dengan putusan Pengadilan negeri Jakarta

16
Barat dalam perkara nomor: 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar tentang
sengketa Loan Agreement antara PT. Bangun Karya Pratama Lestari
dan Nine AM. Ltd, maka dapat dikatakan asas kebebasan berkontrak
merupakan sebuah hal yang tidak mutlak. Dalam hal ini sebuah loan
agreement yang berbahasa Inggris harus mengikuti aturan yang
tercantum dalam pasal 31 ayat 1 undang-undang bahasa, yaitu loan
agreement tersebut wajib menggunakan bahasa Indonesia.
b. Akibat hukum dari kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia
sebenarnya tidak dapat dikatakan batal demi hukum hal ini dikarenakan
suatu perjanjian dapat dikatakan batal demi hukum apabila tidak
memenuhi ketentuan dalam pasal 1320, pasal 1335, dan pasal 1337
KUHPerdata. Perjanjian yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia itu
dapat dimintakan pembatalan jika memenuhi unsur wanprestasi di
dalam perjanjian tersebut. Hal ini sebagaimana diatur didalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan, Ketentuan aturan tersebut yang
merumuskan tentang kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia dalam
suatu perjanjian yang bersifat publik dan tidak ada pengaturan khusus
terkait kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak yang
bersifat privat dan ditegaskan dalam Pasal 26 Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Bahasa
Indonesia yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam
kontraknya bahwa bahasa itu sebagai pilihan bukan sebagai kewajiban.
c. Majelis hakim mendudukkan persoalan dan menyelesaikan masalah
hukum tentang sengketa loan agreement antara PT Bangun Karya
Pratama Lestari dan Nine AM. Ltd adalah dengan melihat pada
peraturan perundang-undangan yang ada dan mengesampingkan asas
kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah adanya
kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum

17
dan kesusilaan. Jika dikaitkan dengan putusan Pengadilan negeri Jakarta
Barat dalam perkara nomor: 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar tentang
sengketa Loan Agreement antara PT. Bangun Karya Pratama Lestari
dan Nine AM. Ltd, maka dapat dikatakan asas kebebasan berkontrak
merupakan sebuah hal yang tidak mutlak. Dalam hal ini sebuah loan
agreement yang berbahasa Inggris harus mengikuti aturan yang
tercantum dalam pasal 31 ayat 1 undang-undang bahasa, yaitu loan
agreement tersebut wajib menggunakan bahasa Indonesia. Dengan tetap
dimungkinkannya seorang Hakim Indonesia mendasarkan argumentasi
hukumnya kepada putusan Hakim lain (yang telah berkekuatan hukum
tetap/final and binding) untuk perkara yang sama. Maka, penting bagi
para pelaku usaha dalam rangka meminimalisir permasalahan hukum di
kemudian hari, untuk segera membuat dan menandatangani versi bahasa
Indonesia atas perjanjian-perjanjian berbahasa inggris yang telah
ditandatangani setelah UU No. 24/2009 diundangkan dalam hal salah
satu pihak berdomisili dan didirikan berdasarkan Hukum Indonesia.
Serta, memastikan perjanjian yang akan ditandatangani menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa lain (apabila salah satu
pihak lainnya berbahasa inggris/lainnya).

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku
AR Syamsudin, Sanggar Bahasa Indonesia (Jakarta : Universitas Terbuka
Jakarta, 1986)
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non
Jurusan Bahasa, Cetakan XIX (Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2013)
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa (Jakarta : Gramedia, 2001).

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Putusan PN Jakarta Barat Nomor: 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Jurnal elektronik

Chintya Indah Pertiwi, F.X. Joko Priyono, 2018,Implikasi Hukum Kontrak


Bisnis Internasional Yang Dibuat Dalam Bahasa Asing,Jurnal
Notarius,ISSN: 2086-1702 volume 11, nomor 1, 2018, Semarang:
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Nadia Rahma. (2017). Skripsi S1 Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. "Validitas Kontrak Tidak Berbahasa Indonesia
Pada Loan Agreement antara PT. Bangun Karya Pratama Lestari dan
Nine AM. Ltd (Analisis Putusan No: 451/Pdt.G/2012/PN.Jkt Bar).
Link:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41832/1
/NADIA%20RAHMA-FSH.pdf diakses pada 22 Mei 2023
Priskila P. Penasthika, 2019, Akhirnya Terbit Juga! Perpres Tentang
Penggunaan Bahasa Indonesia,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5da558b417de8/akhir
nya-terbit-juga-perpres-tentang-penggunaan-bahasa-indonesia-
oleh--priskila-p-penasthika/, diakses dari www.hukumonline.com,
pada hari selasa 22 Mei2019 pukul 14.50 WIB.

19
Velliana Tanaya,dkk. (2019). "Penggunaan Governing Languange Clause
dan Translation Clause pada Perjanjian Berbahasa Asing". Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan. Purwokerto:
Volksgeist. e-ISSN: 2615-174X.hlm. 13. Link :
https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/volksgeist/article/view/23
87 diakses pada 22 Mei 2023
Windi Yolandini,dkk. (2020). "Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia
dalam Kontrak Asing di Indonesia". Thesis Hukum. Jurnal Ilmiah
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. e-ISSN: 2657-
0343.hlm. 424. Link :
http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/LexS/article/view/555
diakses pada 23 Mei 2023
Zidni Ilma Muhammad. (2017). "ANALISIS KASUS NINE AM LTD
DENGAN PT BANGUN KARYA PRATAMA". Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia. Link:
https://www.academia.edu/37716524/ANALISIS_KASUS_NINE_
AM_LTD_dengan_PT_BANGUN_KARYA_PRATAMA diakses
pada 23 Mei 2023

20

Anda mungkin juga menyukai