HUKUM PERDATA
INDONESIA
HUKUM PERDATA
INDONESIA
ISBN : 978-623-93974-4-9
Penerbit :
Redaksi :
Jl. Pemuda No.09 RT.11 Km. 1,5 Kel. Selat Dalam Kuala
Distributor Tunggal :
Dilarang memperbanyak karya tuli ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari
penerbit
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga
Buku Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia telah dapat diselesaikan. Buku ini disusun agar
dapat membantu para mahasiswa dalam mempelajari ilmu hukum khususnya bidang hukum
perdata, mempermudah memahami materi hukum keperdataan terutama bagi mahasiswa baru
yang sangat awam dengan bahasa-bahasa hukum yang mungkin bagi sebagian besar masyarakat
susah untuk memahaminya. Buku ini disusun dengan bahasa yang sangat sederhana agar mudah
dipahami.
Dapat dimengerti, bagi mereka yang baru saja menginjak kakinya dalam lapangan pelajaran
hukum, tidak begitu mudah untuk mempelajari buku-buku besar dari sarjana- sarjana terkenal,
Penjelasan secara ringkas ini, dimaksudkan sekedar untuk membantu mereka itu dalam
mempelajari Hukum Perdata yang termuat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (BW).
Penulis menyadari jika didalam penuysunan buku ini mempunyai kekurangan, namun
penulis meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku ini tetap akan memberikan manfaat
bagi mahasiswa.
Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran nya sangatlah berguna
untuk penulis kedepannya.
Kata Pengantar................................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
2. Subyek Hukum.....................................................................................................................4
4. Domisili.................................................................................................................................6
5. Catatan Sipil..........................................................................................................................7
1. Perkawinan...........................................................................................................................9
3. Putusnya Perkawinan..........................................................................................................12
7. Perwalian (Voogdij)............................................................................................................14
8. Pengampuan (Curatele).......................................................................................................14
1. Pengertian Benda................................................................................................................16
2. Asas-Asas Kebendaan........................................................................................................16
3. Pembedaan Macam-Macam Benda.....................................................................................18
4. Hak Kebendaan..................................................................................................................19
1. Pengertian Perikatan..........................................................................................................22
2. Macam-Macam Perikatan..................................................................................................23
5. Wanprestasi.........................................................................................................................29
1. Pembuktian.........................................................................................................................31
Daftar Pustaka..............................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antara individu
dalam masyarakat. Istilah hukum perdata di Negara Indonesia mulanya dari bahasa Belanda
“Burgerlik Recht” yang sumbernya pada Burgerlik Wetboek atau dalam bahasa Indonesia nya
disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Hukum dapat dimaknai dengan seperangkat kaidah dan perdata dapat diartikan dengan
yang mengatur hak, harta benda dan kaitannya antara orang atas dasar logika atau
kebendaan.
Secara umum, pengertian hukum perdata yaitu semua peraturan yang mengatur hak dan
kewajiban perorangan dalam hubungan masyarakat. Hukum perdata disebut pula dengan
hukum private karena mengatur kepentingan perseorangan.
Pengertian Hukum Perdata menurut pendapat para ahli, antara lain :
Menurut R. Subekti :
- Hukum perdata yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan.
Bicara Hukum Perdata di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Hukum Perdata Belanda.
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun berdasarkan
hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis' yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling
sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai
Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda dan masih terus
dipergunakan hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M.
Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824
sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia.
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian
berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie
(disingkat BW) atau disebut sebagai KUH Perdata. BW sebenarnya merupakan suatu aturan
hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan
warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun berdasarkan
kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat
oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia (asas konkordasi).
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUHPerdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan
induk hukum perdata Indonesia.
BAB II
HUKUM ORANG
Dalam hukum, orang (person) berarti pembawa hak dan kewajiban (subjek) didalam
hukum. Dimaksud dengan orang atau subjek hukum dapat diartikan sebagai manusia
(naturlijkpersoon) atau badan hukum (rechtspersoon).
Dalam definisi diatas, orang juga mempunyai arti sebagai keseluruhan kaidah-kaidah
hukum yang mengatur tentang subjek hukum dan wewenangnya, kecakapannya, domisili, dan
catatan sipil.
Hukum tentang orang (persoonrecht) dalam Burgelijk Wetboek (BW) diatur dalam Buku I
yang berjudul Van Personen yang terdiri atas peraturan-peraturan yang mengenai subjek
hukum.
2. SUBJEK HUKUM
Istilah subjek hukum berasal daribahasa Belanda yaitu rechtsubject. Subjek hukum secara
umum bermakna segala sesuatu yang mempunyaihak dan kewajiban, Meskipun setiap subjek
hukum mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, namun perbuatan
tersebut harus disertai dengan kecakapan dan kewenangan hukum yang lazim disebut dengan
rechtsbekwaaniheid (kecakapan hukum) dan rechtsbevoegdheid (kewenangan hukum).
Subjek Hukum itu ada 2, yakni :
1) Orang (person), sebagai subjek hukum itu adalah pendukung hak dan dan kewajiban
dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal dunia. Bahkan manusiasebagai
subjek hukum dapat dilakukan sejak manusia masih didalam kandungan ibunya, asal ia
dilahirkan hidup. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2 KUHPerdata, yang menyebutkan :
“anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan,dianggap telah lahir, bilamana juga
kepentingan si anak menghendakinya, Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak
pernah telah ada.”
2) Badan Hukum
Menurut Hukum manusia pribadi (naturlijk person) mempunyai hak dan kewajiban, akan
tetapi tidak semua cakap hukum (rechtsbekwaam) untuk melakukan perbuatan hukum. Tidak
cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata tentang orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatel) yang terjadi karena gangguan jiwa.
3) Kurang cerdas
4) Sakit ingatan
4. DOMISILI
Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan
serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya serta memberikan
kepastian hukum.
Manfaat akta cacatan sipil adalah :
1). Bagi pribadi :
a. menentukan status hukum seseorang
b. alat bukti
c. memberikan kepastian hukum
2). Bagi pemerintah :
a. Meningkatkan tertib administrasi kependudukan
b. Data penunjang bagi perencanaan pembangunan
c. Pengawasan dan pengendalian terhadap orang asing di Indonesia
Adapun jenis-jenis Akta Catatan Sipil :
1). Akta kelahiran
2). Akta perkawinan
3). Akta perceraian
4). Akta pengakuan dan pengesahan anak
5). Akta kematian
BAB III
HUKUM KELUARGA
1. PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Perkawinan ialah : pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk
waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan,
demikian Pasal 26 KUHPerdata.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu.
Jadi Suatu perkawinan baru dapat dikatakan perkawinan sah apabila memenuhi syarat-
syarat perkawinan dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya serta dicatat
menurut peraturan perundang-undangan.
Syarat perkawinan dibagi menjadi dua (2) yaitu:
a). Syarat materiil
Adalah syarat yang melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, dan
disebut juga syarat subyektif.
b). Syarat formal
Adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut agama dan undang-
undang, disebut juga syarat obyektif.
Syarat Materiil
Syarat formal yang berhubungan dengan tata cara perkawinan adalah sebagai berikut:
1) Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.
2) Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.
3) Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran
4) Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari mereka yang harus
memberi izin atau akta dimana telah ada penetapan dari pengadilan.
5) Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta perceraian, akta
kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat kuasa yang disahkan pegawai
pencatat Nikah.
6) Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa pencegahan.
7) Dispensasi untuk kawin, dalam hal dispensasi diperlukan.
b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu anatara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya/kewangsaan.
c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri/periparan.
d) Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan.
e) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri dalam hal
seorang suami beristri lebih Dari seorang
f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang
kawin.
Diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 70 BW dan Pasal 13 sampai dengan Pasal 21
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Orang-orang yang dapat mencegah
Perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah :
1) Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah seorang calon
mempelai;
2) Saudara dari salah seorang calon mempelai;
3) Wali nikah dari salah seorang calon mempelai;
Pembatalan Perkawinan diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 99a BW, dan Pasal
23 sampai dengan Pasal 27 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Adapun pihak-pihak
yang dapat mengajukan pembatalan adalah :
1) Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami/isteri;
5) Jaksa.
3. PUTUSNYA PERKAWINAN
Putusnya Perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) terjadi karena :
1) Kematian;
3) Pisah ranjang;
4) Perceraian.
Sedangkan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974, Perkawinan dapat putus karena :
1) Kematian;
2) Perceraian;
7. PERWALIAN (Voogdij)
Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak
berada di bawah kekuasaan orang tua
Anak yang berada di bawah perwalian, adalah :
a) anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua;
b) anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
c) anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).
Seorang anak yang lahir di luar perkawinan berada di bawah perwalian orang tua
yang mengakuinya.
Jika salah satu orang tua meninggal, menurut undang-undang orang tua yang lainnya
dengan sendirinya menjadi wali dari anakanaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut
undang-undang (wettelijke voogdij). Apabila seorang anak yang tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat seorang wali
atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatannya (datieve
voogdij).
Ada pula kemungkinan, seorang ayah atau ibu di dalam surat wasiatnya (testament)
mengangkat seorang wali untuk anaknya. Pengangkatan yang dimaksudkan akan berlaku, jika
orang tua yang lainnya karena sesuatu sebab tidak menjadi wali. Perwalian semacam ini
dinamakan perwalian menurut wasiat (testamentaire voogdij).
8, PENGAMPUAN (curatele)
Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang harus
ditaruh di bawah pengampuan atau curatele. Bahwa seorang yang merasa dirinya kurang
cerdas pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingannya, dapat juga
mengajukan permohonan supaya ia ditaruh di bawah curatele.
Dalam hal seorang yang menderita sakit ingatan, hingga membahayakan umum, Jaksa
diwajibkan meminta curatele bila ternyata belum ada permintaan dari sesuatu pihak.
Permintaan untuk menaruh seorang di bawah curatele, harus diajukan kepada Pengadilan
Negeri dengan menguraikan peristiwa-peristiwa yang menguatkan persangkaan tentang
adanya alasanalasan untuk menaruh orang tersebut di bawah pengawasan.
Kedudukan seorang yang telah ditaruh di bawah curatele, sama seperti seorang yang
belum dewasa. Ia tak dapat lagi melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah.
BAB IV
HUKUM BENDA
1. PENGERTIAN BENDA
Istilah benda merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda). Benda dalam arti ilmu
pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum yaitu sebagai lawan dari
subjek hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang
dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh
subjek hukum. Pengertian benda (zaak) dalam perfektif hukum dinyatakan dalam Pasal 499
KUHPerdata sebagai berikut : “menurut paham undang-undang yang dinamakan dengan
kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dikuasaioleh hak milik.
Hak kebendaan {zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung
atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Pada dasarnya hak
kebendaan itu mempunyai ciri, adapun ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai
berikut :
a. Merupakan hak mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite, artinya hak itu terus mengikuti bendanya di
mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) barang itu berada.
c. Mempunyai sistem, ialah mana yang lebih dulu terjadinya, tingkatnya adalah lebih tinggi
daripada yang terjadi kemudian.
d. Mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih didahulukan daripada hak lainnya.
e. Mempunyai macam-macam actie, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat
gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk menghilangkan
gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semula,
gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya.
.
2. ASAS – ASAS HAK KEBENDAAN
1). Merupakan hukum yg memaksa (dwigen recht)
Yaitu ketentuan-ketentuan mengenai hukum benda tidak dapat disimpangi oleh para
pihak. Karena atas suatu kebendaan hanya dapat diadakan hak kebendaan sesuai
dengan apa yang diatur dalam undang-undang, Para pihak tidak dipernakan untuk
mempengaruhi isi hak kebendaan.
2). Dapat dipindahtangankan
Ini berarti sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan danketertiban
umum, hak kebendaan, kecuali hak pakai dan hak mendiami dapatdipindahtangankan.
3). Individualitas
Asas ini berate yang menjadi objek dari hak kebendaan adalah segala sesuatu yang
menurut hukum dapat ditentukan (individueel bepaald).
4). Asas totalitas
Asastotalitas (totaliteit) berarti hak kebaendaan melekat pada seluruh objeknya, juga
terhadap bagian-bagian yang tidak tersendiri. Dengan demikian apabila suatu hak
kebendaan yang pertama menjadilenyap. Jadi hak kebendaan selalu terdiri atas kesatuan
objeknya.
5). Asas prioritas (prioriteit)
Merupakan asas yang memberikan kedudukan berjenjang antara hak yang satu dengan
hak yang lainnya.
6). Asas Publisitas (publiciteit)
Terhadap penyerahan dan pembebanan benda tidak bergerak harus melalui pendaftaran
diregester umum. Sedangkan untuk benda bergerak cukup dengan penyerahan nyata,
tanpa melalui pendaftaran diregester umum.
7). Asas Percampuran (vermenging)
Dalam hukum kebendaan, hak milik atas suatu kebendaan yang diberikan hak kebendaan
terbatas tidak mungkin menjadi pemegang hak kebendaan tersebut. Apabila hak yang
membebani ada orang yang sama maka hak yang membebani menjadi lenyap. Misal hak
memungut hasil menjadi pemilik
8). Asas Tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)
Asas ini timbul sebagai akibat dari asas totalitas. Maksudnya dari asas ini adalah
seseorang tidak diperbolehkan memindahkan hanya sebagian dari hak kebendaan yang
melekat pada suatu benda. Meskipun demikian yang bersangkutan dapat membebani hak
miliknya dengan iura in realiena, yaitu pembebasan hak atas benda orang lain.
9). Asas Perjanjian
Perjanjian yang dilakukan terhadap hak kebendaan adalah perjanjian yang bersifat zakelijk,
yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.
b. Benda yang akan ada relatif, yaitu benda yang pada saat itu sudah ada tapi bagi orang-
orang tertentu belum ada, missal barang-barang yang sudah dibeli namun belum
diserahkan.
3) Benda tidak bergerak menurut ketentuan undang-undang, yaitu hak atas benda-benda
tidak bergerak, missal hak memungut hasil atas benda tidak bergerak, hak memakai atas
benda tidak bergerak dan hipotik.
4. HAK KEBENDAAN
1. Hak Perdata
Hak Perdata adalah hak seseorang yang diberikan hukum pedata. Hak perdata tersebut
ada yang bersifat absolut dan yang bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan
kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Hak yang bersifat
relatif memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap pihak
lain dalam hubungan hukum. Hak perdata yang bersifat absolut meliputi :
a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPerdata
1) Hak atas diri sendiri, misalnya hak atas nama, hak atas kehormatan, hak untuk
memiliki, hak untuk kawin.
2) Hak atas diri orang lain, misalnya hak dalam hubungan hukum keluarga antara
suami isteri, antara orang tua dan anak, antara wali dan anak.
Hak yang melekat atas suatu benda disebut hak atas benda. Hak atas benda lazimnya
disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan ialah hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun
juga. Ciri-ciri hak kebendaan ialah :
a. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapa pun
juga. Misalnya hak milik dan hak cipta.
b. Mengikuti benda, di atas mana hak itu melekat. Misalnya hak sewa, hak
memungut hasil, mengikuti bendanya dalam tangan siapa pun benda itu berada.
c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi, misalnya di atas sebuah rumah
melekat hak hipotik, kemudian melekat pula hak hipotik berikutnya, maka
kedudukan hipotik pertama lebih tinggi daripada hipotik kedua.
d. Lebih diutamakan, misalnya hak hipotik atas rumah, jika pemilik rumah pailit,
maka hipotik memperoleh
d. Hak postal (hak untuk memiliki bangunan/tanaman atas tanah orang lain)
e. Hak erfpacht (hak untuk menarik penghasilan dan tanah milik orang lain dengan
membayar sejumlah uang/penghasilan tiap tahun)
1. PENGERTIAN
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat kebendaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditor) dan pihak lain berkewajiban (debitor)
atas sesuatu prestasi. Hukum perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam
bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi sedagkan subjek
hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari suatu
perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya
perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang
mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Pengertian perikatan (verbintenis)
memiliki pengertian yang lebih luas dari pada pengertian perjanjian (overeenkomst).
a. Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya…”.
Pengertian Perikatan menurut para ahli, adalah antara lain menurut Nieuwenhuis :
hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu
(debitor) wajib melakukan prestasi, sedangkan pihak lain berhak atas suatu prestasi.
Menurut C. Asser`s yaitu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih
berdasarkan mana orang yang satu terhadap orang lainnya berhak atas suatu
penunaian/prestasi dan orang lain ini terhadap orang itu berkewajiban atas penunaian/prestasi
itu.
Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo Perikatan adalah hubungan hukum
(vermogensrechtelijke rechtbetrekking) yang berisi hak di satu pihak dan kewajiban di pihak
lain, yang timbul karena dua orang berhubungan (karena hubungan hukum)
Adapun unsur-unsur dalam Hukum Perikatan adalah :
1). Adanya kaidah hukum :
- tertulis : peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi.
- tidak tertulis : kebiasaan
2). Adanya subjek hukum
- kreditor : berhak atas prestasi
- debitor : wajib memenuhi prestasi
3). Adanya prestasi (hak dan kewajiban) :
- memberikan, berbuat dan tidak berbuat sesuatu.
- dapat ditentukan
- mungkin dan diperkenankan
4). Adanya prestasi dalam lapangan harta kekayaan : mempunyai nilai uang
Sumber Perikatan itu sendiri ada 2, yaitu :
- Perikatan yang lahir karena Undang-Undang
2. MACAM-MACAM PERIKATAN
Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak
hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Di
samping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai macam perikatan lain yang akan
diuraikan satu persatu di bawah ini.
a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di
kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Bahwa perikatan itu barulah
akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu,
menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau
mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)
Perikatan yang ditetapkan oleh waktu, yaitu suatu hal yang pasti akan datang, meskipun
mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. Contoh-
contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam
praktek, seperti suatu hutang wesel/cek yang dapat ditagih suatu waktu setelannya
dipertunjukkan dan lain sebagainya.
c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatief)
Ini adalah suatu perikatan, di mana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan
kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih
apakah ia akan memberikan mobilnya atau uang.
d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersamasama sebagai pihak yang
berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa
orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam
yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Perikatan tentang dapat atau tidaknya dibagi, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak
dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena
meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh
sekalian ahliwarisnya. Pada asasnya — jika tidak diperjanjikan lain — antara pihak pihak yang
semula suatu perikatan, tidak boleh dibagi-bagi, sebab si berpiutang selalu berhak menuntut
pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah ia menerima baik suatu pembayaran
sebagian demi sebagian.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)
Ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Jadi yang terdapat
dalam Buku I KUHPerdata, misalnya kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberikan
nafkah pada orang tuanya yang tak mampu.
2) yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang
Perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar
hukuman (onrechtmatig).
Suatu perikatan lagi yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang diperbolehkan
ialah yang dinamakan "Zaakwaarneming" (Pasal 1354 KUHPerdata). Ini terjadi jika seorang
dengan sukarela dan dengan tidak diminta, mengurus kepentingan-kepentingan orang lain.
Dari perbuatan yang dinamakan zaakwaarneming ini terbitlah suatu kewajiban bagi orang yang
melakukan pengurusan untuk meneruskan pengurusan itu sampai orang yang berkepentingan
sudah kembali di tempatnya. Jika pengurusan itu telah dilakukan dengan baik orang ini wajib
mengembalikan segala biaya yang telah dikeluarkan, sedangkan ia diwajibkan pula memenuhi
semua perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingannya.
Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang yang melanggar
hukum, diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal ini menetapkan, bahwa tiap perbuatan
yang melanggar hukum atau dinamakan "onrechtmatige daad" yaitu mewajibkan orang yang
melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian, untuk membayar
kerugian itu. Onrechtmatige daad menurut Pasal 1365 KUHPerdata adalah suatu perbuatan
yang bertentangan dengan :
a) Undang-undang
b) Kesusilaan
c) Ketertiban umum
3) Aksidentalia : isi perjanjian yang dibuat secara tegas oleh para pihak.
5. WANPRESTASI
Pengertian Prestasi yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap
perikatan. Berarti kala Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban dalam perikatan.
Wanprestasi itu sendiri ada 4 bentuk, yaitu :
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Ganti rugi.
BAB VI
PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA
1. PEMBUKTIAN
Menurut undang-undang, ada lima macam alat pembuktian yang sah, yaitu : surat-surat,
kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
a. Surat-surat
Menurut undang-undang, surat-surat dapat dibagi dalam surat surat akte dan surat-surat
lain. Surat akte ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal
atau peristiwa, karenanya suatu akte harus selalu ditanda tangani.
Surat-surat akte dapat dibagi lagi atas surat-surat akte resmi (authentiek) dan surat-surat
akte di bawah tangan (onderhands).
Suatu akte resmi ialah suatu akte yang dibuat oleh atau di hadapan seorang penjabat
umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte tersebut.
Penjabat umum yang dimaksudkan itu ialah notaris, hakim, jurusita pada suatu Pengadilan,
Pegawai Pencatatan Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand) dan sebagainya. Dengan demikian,
suatu akte notaris, suatu surat putusan hakim, suatu proses-verbal yang dibuat oleh seorang
jurusita dan suatu surat perkawinan yang dibuat oleh Ambtenaar Burgerlijke Stand adalah
merupakan akte-akte resmi atau authentiek.
Menurut undang-undang suatu akte resmi mempunyai suatu kekuatan pembuktian yang
sempurna (volledig bewijs), artinya apabila suatu pihak mengajukan suatu akte resmi, hakim
harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akte itu, sungguh-sungguh
telah terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.
Suatu akte di bawah tangan ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan
seorang penjabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual beli atau sewa-menyewa yang dibuat
sendiri dan ditanda tangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu.
Jika pihak yang menandatangani surat perjanjian itu mengakui atau tidak menyangkal
tandatangannya, yang berarti ia mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis
dalam surat perjanjian itu, maka akte di bawah tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan
pembuktian yang sama dengan suatuakte resmi. Akan tetapi jika tanda tangan itu disangkal,
maka pihak yang mengajukan surat perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan
kebenaran penandatanganan atau isi akte tersebut. Ini adalah suatu hal yang sebaliknya dari
apa yang berlaku terhadap suatu akte resmi. Barangsiapa menyangkal tanda tagannya pada
suatu akte resmi, diwajibkan membuktikan bahwa tanda tangan itu palsu, dengan kata lain,
penjabat umum (notaris) yang membuat akte tersebut telah melakukan pemalsuan surat.
Oleh karena pembuktian dengan suatu akte memang suatu cara pembuktian yang paling
utama, maka dapatlah dimengerti mengapa pembuktian dengan tulisan ini oleh undang-undang
disebutkan sebagai cara pembuktian nomer satu. Begitu pula dapat dimengerti mengapa
undang-undang untuk beberapa perbuatan atau perjanjian yang dianggap sangat penting
mengharuskan pembuatan suatu akte. Misalnya perjanjian perkawinan, pemberian (schenking)
benda-benda yang tertulis atas nama, perjanjian hypotheek, pendirian perseroan firma atau
perseroan terbatas (N.V.) diharuskan dengan akte notaris, sedangkan perjanjian perdamaian
(dading) dan perjanjian assuransi setidak-tidaknya harus dengan suatu tulisan.
b. Kesaksian
Pembuktian dengan kesaksian merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam suatu
perkara yang sedang diperiksa di depan hakim. Suatu kesaksian, harus mengenai peristiwa-
peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi
tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya peristiwa dari orang lain.
Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian yang sempurna dan mengikat hakim, tetapi
terserah pada hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk mempercayai
atau tidak mempercayai keterangan seorang saksi.
Seorang saksi yang sangat rapat hubungan kekeluargaannya dengan pihak yang
beperkara, dapat ditolak oleh pihak lawan, sedangkan saksi itu sendiri dapat meminta
dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian.
Selanjutnya, oleh undang-undang ditetapkan bahwa keterangan satu orang saksi tidak
cukup. Artinya, hakim tidak boleh mendasarkan putusan tentang kalah menangnya suatu pihak
atas keterangannya satu orang saksi saja. Jadi kesaksian itu selalu harus ditambah dengan
suatu alat pembuktian lain.
c. Persangkaan
Persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang
dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa
lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi.
Dalam hukum pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu persangkaan yang
ditetapkan oleh undang-undang sendiri (wattelijk vermoeden) dan persangkaan yang ditetapkan
oleh hakim (rechtelijk vermoeden). Persangkaan yang ditetapkan oleh undangundang, pada
hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban membuktikan sesuatu hal untuk
keuntungan salah satu pihak yang beperkara. Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa
rumah yang berturut-turut. Menurut undang-undang menimbulkan suatu persangkaan, bahwa
uang sewa untuk waktu yang sebelumnya juga telah dibayar. Dengan menunjukkan kwitansi
pembayaran sewa yang tiga bulan berturut-turut itu, si penyewa rumah dibebaskan dari
kewajibannya untuk membuktikan bahwa ia sudah membayar uang sewa untuk bulan-bulan
yang sebelumnya.
d. Pengakuan
Menurut undang-undang, suatu pengakuan yang dilakukan didepan hakim, merupakan
suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau peristiwa yang diakui. Ini berarti,
hakim terpaksa untuk menerima dan menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang
benar-benar telah terjadi, meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu
sungguh-sungguh telah terjadi. Disini nampak perbedaannya dengan suatu perkara pidana, di
manasuatu pengakuan dari seorang terdakwa masih harus disertai dengan keterangan-
keterangan lain, hingga hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu memang sungguh-
sungguh telah melakukan kejahatan yang dituduhkan padanya.
Perlu diterangkan, bahwa dalam suatu hal undang-undang melarang dipakai pengakuan
sebagai alat pembuktian dalam suatu proses, yaitu dalam suatu perkara yang diajukan oleh
seorang isteri terhadap suaminya untuk mendapatkan pemisahan kekayaan (lihatpasal 825
Burgerlijke Rechtsvordering).
e. Sumpah
Menurut undang-undang, ada dua macam sumpah, yaitu sumpah yang "menentukan" dan
sumpah "tambahan". Sumpah yang menentukan (decissoire eed) adalah sumpah yang
diperintahkan oleh salah satu pihak yang beperkara kepada pihak lawannya dengan maksud
untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim. Jika pihak lawan mengangkat
sumpah yang perumusannya disusun sendiri oleh pihak yang memerintahkan pengangkatan
sumpah itu, ia akan dimenangkan, sebaliknya, jika ia tidak berani dan menolak pengangkatan
sumpah itu, ia akan dikalahkan. Pihak yang diperintahkan mengangkat sumpah,
Suatu sumpah tambahan, adalah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim pada salah
satu pihak yang beperkara, apabila hakim itu berpendapat bahwa di dalam suatu perkara sudah
terdapat suatu "permulaan pembuktian," yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena
dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat
itu.
Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah tambahan atau tidak. Jadi
tidak ada keharusan untuk memerintahkan sumpah tersebut.
Daluwarsa merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu
hak secara sah. Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan pasal 1946 KUHPerdata
suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Batas
waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak adalah batasan waktu
terakhir untuk memperoleh dan atau melepaskan suatu hak secara sah. Apabila ternyata batas
waktu akhir tersebut telah lewat, maka batasan untuk memperoleh dan atau melepaskan
sesuatu hak secara sah telah kadaluwarsa atau waktu yang disediakan oleh hukum telah
tertutup karena pihak yang seharusnya dapat memperoleh dan atau melepaskan suatu hak
tidak menggunakan batasan waktu yang telah disediakan oleh hukum sebagaimana mestinya.
Sehingga hak yang ada padanya telah hilang secara sah. Jadi dengan lewatnya waktu batas
kadaluwarsa yang ditentukan, secara yuridis seseorang yang seharusnya mempunyai hak
untuk memperoleh sesuatu hak tidak dapat dipergunakan haknya, begitu juga dengan
seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk melepaskan sesuatu hak tidak dapat
mempergunakan haknya karena batasan waktu yang diberikan oleh hukum telah lewat,
sehingga kadaluwarsa telah berjalan.
Pada praktiknya atau pada hukum formilnya Daluwarsa memiliki pengaruh yang besar
dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun kendati
Daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di hukum materilnya, terutama di kitab undang-
undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang
dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, dan
Hukum Acara Tata Usaha Negara. Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-
beda tersebut tentu Daluwarsa mempunyai spesifikasi dan karakteristik tersendiri dalam bidang
hukum masing-masing. Daluwarsa, Subyek Hukum Daluwarsa, Pengaturan Daluwarsa di
Dalam BW, Manakala Daluwarsa dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum
memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut.
MACA-MACAM DALUWARSA
“ Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun
memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukan alas haknya.”
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan dapat
memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang
sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.
Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUHPerdata yaitu
pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara
diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang
tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluwarsa
tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.
BATAS DALUWARSA
Putusan hakim baik itu hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan tata usaha
negara dan pengadilan tinggi batas akhir kadaluwarsa setelah 14 ( empat belas ) hari lewat.
Advokat (pengacara), notaris, dokter dan ahli obat-obatan dan pengusaha sekolah yang
para muridnya tinggal di asrama tuntutan terhadap uang jasa mereka batas akhir kadaluwarsa
adalah 2 ( dua ) tahun, sedangkan untuk juru sita pengadilan dapat dibebaskan dri tanggung
jawabnya atas pekerjaan yang pernah dilaksanakan setelah lewatnya waktu 2 (dua) tahun
terhitung sejak pelaksanaan eksekusi (Pasal 1969 alinea ke satu dan ke dua, Pasal 1970 alinea
ke satu dan ke dua, dan Pasal 1974 alinea ke dua BW). Khusus untuk pengacara apabila
perkara yang ditanganinya tidak selesai tidak dapat menuntut uang vorskot dan uang jasa yang
telah menunggak lebih dari 10 (sepuluh) tahun (Pasal 1970 alinea ke dua BW).
Hakim dan pengacara berlakunya kadaluwarsa untuk dibebaskan dari tanggung jawabnya
setelah lewatnya waktu 5 tahun terhitung sejak penyerahan surat-surat (Pasal 1974 alinea ke
satu BW).