Anda di halaman 1dari 98

BUKU AJAR

BUKU AJAR
Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular

Penulis : Ary Nugraha, SKM., M.Kes


Sudjatmiko Setyobudihono, S.Ked., M.M
Rita Aprianti, SP, M.Mkes

ISBN : 978-623-96323-2-8

Editor : Drs. Abd Basid, M.Mkes., Noormailida Astuti, S.Kep., Ns, M.Kep

Penyunting : Dra. Sri Erliani, MM., M.MKes; Yuseran, SKM, MPH; Rita
Aprianti, SP, M.Mkes; Candra Kusuma Negara, S.Kep, Ns, M.Kep

Desain Sampul dan Tata Letak : Ahmad Rijal Fikri, Amd,Kom, Risky Aulia
Ruwanda, SKM, Muhammad Irwan, SKM

Penerbit :

LPPM UNiversitas Cahaya Bangsa

Redaksi :

Jl. A. Yani No.KM. 17, Gambut, Kec. Gambut, Banjar, Kalimantan Selatan 70122

Distributor Tunggal :

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan petunjuk-
Nya dapat menyelesaikan penyusunan buku ajar Penulisan Ilmiah (Buku 1) yang
diharapkan daat menjadi Buku Ajar bagi para mahasiswa Kesehatan Masyarakat
untuk mengenal, mempelajari, dan menjelaskan tentang konsep dasar
Epidemiologi dan sebaran penyakit. Mudahan buku ini memberikan manfaat besar
dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi
yang disyaratkan dalam kurikulum.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong
dan memberikan motivasi dalam penyusunan buku ajar ini. Buku ini memang
dirasakan jauh dari sempurna dan lengkap. Akhirnya guna menyempurnakan buku
ini, kami memohon masukkan, dan saran sehingga akan terbentuk buku ajar yang
lebih sempurna dan menjadi rujukan dalam menjelaskan bidang penulisan ilmiah.

Banjar, 29 April 2021

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
BAB I EPIDEMIOLOGI....................................................................................................3
A. SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI...............................................3
B. DEFINISI EPIDEMIOLOGI MENURUT PARA AHLI........................................5
C. KEILMUAN EPIDEMIOLOGI.............................................................................6
D. JENIS-JENIS EPIDEMIOLOGI............................................................................6
E. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT PADA MANUSIA......................................7
F. KONSEP SEHAT DAN SAKIT DALAM EPIDEMIOLOGI................................9
G. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR........................................................12
BAB II MANIFESTASI KLINIK SECARA UMUM......................................................17
A. PENDAHULUAN................................................................................................17
B. SPEKTRUM PENYAKIT MENULAR...............................................................19
BAB III KOMPONEN PROSES PENYAKIT MENULAR............................................24
A. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT MENULAR...............................................24
B. INTERAKSI PENYEBAB DENGAN PEJAMU.................................................25
C. MEKANISME PATOGENESIS..........................................................................28
D. SUMBER PENULARAN (RESERVOIR)............................................................30
BAB IV MEKANISME PENULARAN PENYAKIT......................................................34
A. PENDAHULUAN................................................................................................34
B. CARA UNSUR PENYEBAB KELUAR DARI PEJAMU (RESERVOIR).........34
C. CARA PENULARAN (MODE OF TRANSMISSION)......................................35
D. PELACAKAN KEJADIAN LUAR BIASA.........................................................57
E. KONSEP TERJADINYA PENYAKIT................................................................60
BAB V Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit.........................................................65
A. PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR..........................................................65
B. Strategi pencegahan penyakit...............................................................................67
BAB VI PENYAKIT HUBUNGAN KELAMIN AIDS/HIV/PSP...................................80
A. PENDAHULUAN................................................................................................80
B. EPIDEMIOLOGI AIDS.......................................................................................81
C. GANGGUAN SISTEM SARAF PADA PENDERITA HIV/AIDS.....................90
D. VIROLOGI, SEROLOGI AIDS...........................................................................92

1
E. ASPEK PISIKO SOSIAL AIDS KESALAH PAHAMAN MASYARAKAT
TENTANG AIDS........................................................................................................92
F. DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN AIDS.........................................................98
G. PENCEGAHAN AIDS.......................................................................................100

2
BAB I EPIDEMIOLOGI

A. SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI


Seperti halnya ilmu kedokteran ilmu epidemiologipun lahir dan asumsi bahwa
penyakit pada populasi manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak,
namun ada faktor penyebab dan upaya preventif yang dapat dilakukan. Oleh karena
itu perkembangan epidemiologi tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berjasa besar
dalam perkembangan ilmu kedokteran. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:
Hipokrates (abad ke-5 sebelum masehi) Hipokrates yang dinobatkan sebagai bapak
kedokteran modern, mengemukakan teori tentang penyakit yang dimuat dalam
bukunya yang berjudul 'on air, waters and places' yaitu bahwa penyakit teriadi karena
adanya kontak dengan jasad hidup serta berhubungan dengan lingkungan eksternal
dan internal seseorang.
Veronese Fracastoro (1483-1553) dan Thomas Sydenham (1624-1689). Kedua
tokoh ini melahirkan teori bahwa kontak dengan makhluk hidup menjadi penyebab
terjadinya penyakit menular. Hal ini didasari oleh fenomena yang terjadi di Eropa
pada saat itu, adanya epidemi sampar, cacar dan demam tifus pada abad ke 14 dan 15
dan pada abad tersebut karantina dan kegiatan-kegiatan anti epidemi lainnya mulai
diterapkan, setelah etektifitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman praktik.
Edward Jenner (1749-1823). Menemukan metode pencegahan cacar melalui
vaksinasi dengan vaksinia Cowpox.
Lous Pasteur (1822-1815), Rober Koch (1845-1910), IIya Mechniko (1845-1916).
Adanya penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi, dimana para ilmuwan
tersebut berhasil membuktikan mikroba sebagai etologi penyakit infeksi.
Graunt (1939), Perkembangan epidemiologi dalam aspek analisis kuantitatif
morbiditas dan mortalitas, karyanya diterbitkan dalam buku beriudul ‘’political
observations made upon the bills or Monday’’. Analisis yang dilakukan dan laporan
mingguan kelahiran dan kematian di London, dan untuk pertama kalinya
mengkuantifikasi pola penyakit pada populasi.
William (1839), Mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan
penyebab kematian, sekaligus penerapan data statistik vital untuk mengevaluas
problem-problem kesehatan masyarakat. Dengan teori miasma (udara buruk) beliau

3
mengemukakan bahwa di dataran rendah insiden kolera tinggi, karena adanya polusi
udara dalam perkembangan pengetahuan selanjutnya, kematian kolera yang tinggi di
dataran rendah bukan disebabkan polusi udara, tetapi karena penyediaan air minum
Yang terpolusi yang lazim dijumpai di dataran rendah. Ide-ide kreatif tersebutahlah
yang mengangkat beliau menjadi ‘’Bapak Surveilens modern’’
John Snow (1849). Melanjutkan analisis William Far, John snow membuat postulat
bahwa kolera ditularkan oleh air yang terkontaminasi. Ia mengamati kenaikan angka
kematian di daerah London yang mendapat pasokan air minum dan perusahaan
Lambert Company dan Southwark Company. Kedua perusahaan tersebut
menggunakan sumber air dari sungai Thames bagian hilir, yang sudah mengalami
pencemaran limbah yang berat. Antara tahun 1834-1854 Lambert Company
mengganti sumber airnya dari hulu sungai Thames yang bebas pencemaran, dan
hasilnya terdapat penurunan kematian karena kolera pada masyarakat yang mendapat
pasokan air minum dan Lambert Company. Dari berbagai kajian yang dilakukan
akhirnya John Snow dinobatkan sebagai “Bapak Epidemologi”.
Framingham (1949) Tokoh ini mengembangan epidemologi secara sistematik untuk
keperluan disain, pelaksanaan dan analisis penelitian epidemiologi, hasil penelitian
yang terkenal tentang faktor resiko penyakit kardiovaskuler, telah Merangsang
berkembangnya analisis multivarian dengan analisis regresi logistik, untuk
mengetahui faktor resiko yang paling dominan.
Doll and Hill (1950) berkontribusi dalam riset-riset epidemiologi dan
pendemonstrasian efektifitas dan efisiensi studi dengan disain kasus kontrol.
Hasil yang diperoleh dari keilmuan epidemiologi dapat digunakan untuk menentukan
pengobatan suatu penyakit, melakukan pencegahan atau meramalkan hasil
pengobatan. Perbedaan antara ilmu kedokteran dan ilmu epidemiologi terletak pada
cara penanganan masalah kesehatan. llmu kedokteran lebih menekankan pelayanan
kasus demi kasus, sedangkan epidemiologi lebih menekankan pada kelompok
individu. oleh karena itu, pada epidemiologi, selain membutuhkan ilmu kedokteran
juga membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti: Demografi, Sosiologi, Antropologi,
Geologi, Lingkungan Fisik, Ekonomi, Budaya, dan Statistik.

B. DEFINISI EPIDEMIOLOGI MENURUT PARA AHLI


Istilah epidemiologi berasal dari kata: epi (atas) demos (penduduk), logos (ilmu),
sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hal

4
atau kejadian yang menimpa penduduk. Dalam perkembangan selanjutnya banyak
tokoh yang Epidemologi yang mendefinisikan maksud epidemiotogi antara lain:
HIRSCH (1883), Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari
jenis- jenis penyakit pada manusia, pada saat tertentu di bumi dan katanya dengan
kondisi eksternal.
Frost (1927), Ilmu yang mempelajari fenomena masal dari penyakit infeksi.
Greenwood (1934). Epidemiologi adalah suatu ilmu tentang penyakit dan segala
macam kejadian dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Moris (1967). Pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk.
Tailor (1967), Studi tentang sehat dan penyakit dan populasi tertentu.
W.Hampton Frost (1972). Epidemiologi adalah pengetahuan tentang berbagai
fenomena penyakit infeksi atau riwayat alamiah penyakit.
Mac Mahon(1970) epidemologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab
frekuensi penyakit pada manusia dan mengapa distribusi semacam itu.
Abdel Omran (1974), Epidemiologi sebagai suatu ilmu mengenai terjadinya dan
distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga
determinannya serta akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
Last (1988). Epidemiologi is studi of the distribution and determinants of health
related states of events is specified populations and the aplication of this study to
control problems.
Perkembangan akhir definisi epidemiologi. The epidemiologi is often referred to as
the basic science of public health. orginally, epidemiology was concemed with
epidemics of communicable diseases. More recenty, epidemiologic methods have to
bin applied to chronic diseases, injuries, violence birth defects, maternal child health
The aplication of epidemiology to study behaviours related and well being is know as
behavioural. The Application of population based information the cision making
about individual patiens is often reffered to as clinical epidemiology.

C. KEILMUAN EPIDEMIOLOGI
Penerapan keilmuan epidemiologi antara lain:
a. Epidemiologi dalam pendekatan penyakit
b. Epidemiologi tentang konsep penyakit
c. Studi epidemiologi pada angka kesakitan dan kematian
d. Statistik angka kematian dan kesakitan
e. Epidemiologi pada pengukuran angka penyakit dan hubungannya

5
f. Epidemiologi pada pengukuran efek
g. Obyek dan metode dalam studi epidemiologi
h. Prinsip dan prosedur analisis epidemiology
i. Epidemiologi dalam pengendalian penyakit

D. JENIS-JENIS EPIDEMIOLOGI
Menurut perkembangan sejarah, epidemiologi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Epidemiologi klasik. Terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah
serta terjadinya penyakit menurut konsop epidemiologi klasik.
2. Epidemiologi modern. Merupakan sekumpulan konsep yang digunakan dalam
studi epidemiologi yang terutama bersifat analitik tidak hanya pada penyakit menular
wabah, namun juga pada penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak menular
serta kesehatan lainnya. Menurut bidang penerapannya, epidemiologi modem dibagi
atas:
a. Epidemiologi lapangan
b. Epidemiologi komunitas
c. Epidemiologi klinik
Menurut metode investigasi, epidemiologi dibagi menjadi:
a. Epidemiologi deskriptif, yaitu mempelajari peristiwa dan distribusi penyakit
b. Epidemiologi analitik, yaitu mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi. penyakit (determinannya).

E. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT PADA MANUSIA


Riwayat alamiah penyakit (natural history of disoases) merupakan proses
perkembangan suatu penyakit tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh manusia
dengan sengaja dan terencana. Dibagi menjadi beberapa tahap:
Tahap pre patogonesis (stage of susceptibility). Tahapan dimana teriadi interaksi
antara host, bibit penyakit dan lingkungan. Interaksi di luar tubuh manusia. Pada
tahap ini penyakit belum ditemukan, daya tahan tubuh host masih kuat, walaupun
sudah terancam akibat interaksi tersebut. Pada tahap kondisi masih sehat.
Tahap inkubasi (stage of presymtomatic disease) tahapan dimana bibit penyakit
sudah masuk ke dalam tubuh host, namun gejala penyakit belum nampak. Tiap
penyakit mempunyai masa inkubasi berbeda-beda, ada yang beberapa jam, hari,

6
minggu, bulan sampai bertahun-tahun, tahap inkubasi merupakan tahapan masuknya
bibit penyakit sampai sesaat sebelum timbulnya gejala. Pada tahap ini yang tejadi:
a. Daya tahan tubuh tidak kuat, penyakit berjalan terus
b. Terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh
c. Penyakit makin bertambah hebat dan timbul gejala
Dalam masa inkubasi terdapat istilah horison klinik, yaitu garis yang membatasi
antara tampak atau tidaknya gejala penyakit. Sedangkan interval waktu antara pejamu
yang terinfeksi oleh agent penyebab penyakit sampai timbulnya gejala disebut masa
tunas. Masa tunas setiap mikroorganisme dipengaruhi oleh:
a. Kecepatan berkembang biak
b. Jumlah mikroorganisme
c. Tempat masuknya mikroorganisme
d. Derajat kekebalan
Pengetahuan tentang masa tunas sangat bermanfaat untuk membantu mendeteksi
penyebab kejadian luar biasa terutama pada kejadian keracunan makanan
Tahap penyakit dini (stage of clinical disease). Tahapan dimana sudah muncul gejala
penyaki, dan pejamu sudah merasakan sakit, namun masih ringan, penderita masih
dapat melalukan aktifitas sehari-hari, perawatan cukup dengan obat jalan dan
menjadi masalah besar dunia kesehatan (jika tingkat pengetahuan dan pendidikan
rendah) sehingga mendatangkan masalah lanjutan yang makin besar karena penyakit
bertambah parah dan memerlukan perawatan relatif mahal. Akibat lain bahaya
masyarakat luas karena menularkan kepada orang lain dan dapat menimbulkan
Kejadian Luar Biasa atau wabah. Tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penyakit
makin bertambah hebat, penderita tidak dapat melakukan pekerjaan dan jika berobat
umumnya telah memerlukan perawatan.
Tahap akhir penyakit. Pada tahap ini penjalanan penyakit akan berhenti dengan
beberapa keadaan yaitu:
a. sembuh sempurna. Kondisi host baik bentuk dan fungsi tubuh kembali
semula seperti keadaan sebelum sakit
b. Sembuh dengan cacat. Penderita sembuh, namun kesembuhan tidak
sempurna karena ditemukan cacat pada diri penderita baik cacat fisik,
fungsional dan sosial
c. Karier. Perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, gejala penyakit tidak
tampak namun sebenarnya dalam diri host/pejamu masih ditemukan bibit

7
penyakit dan suatu saat penyakit dapat timbul kembali jika daya tahan tubuh
menunun.
d. Kronis. Perjalanan penyakit tampak berhenti dan gejala penyakit tidak
berubah dalam arti tidak bertambah berat ataupun ringan.
e. Meninggal dunia. Terhentinya perjalanan penyakit dan pejamu meninggal
dunia. Tahapan ini merupakan keadaan yang tidak diharapkan.
f. Diagnostik Masa inkubasi dan pedoman penentuan jenis penyakit
g. Pencegahan. Mengetahui rantai perjalanan penyakit sehingga mudah dicari
titik potong yg penting dalam upaya pencegahan penyakit.
h. Terapi dengan diketahui fase paling awal, terapi yang diberikan diharapkan
mempunyai hasil yang lebih baik.

F. KONSEP SEHAT DAN SAKIT DALAM EPIDEMIOLOGI


Konsep sehat
Definisi sehat antara lain:
Parkins (1938). Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk
dan fungsi tubuh dari berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya.
WHO (1957). Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang
berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang dimiliki.
WHO (1974). Sehat adalah keadaan yang sempurna dan fisik mental, sosial tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
White (1977). Sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak
mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda tanda suatu penyakit dan kelainan.
Teori faktor yang mempengaruhi sehat antara lain:
1. The traditional (acological) models
a. Agent
b. Host
c. Environment
2. The health field concept (HL Lamfraboise, 1973)
a. Environment
b. Life style
c. Biological
d. System of health service
3. The environment of health (HL Blum, 1974)
a. Environment
b. Behaviour (life style)

8
c. Health service
d. Hendity

Konsep sakit
Definisi sakit antara lain:
Perkins (1937) Sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa
seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik aktivitas
jasmani, rohani dan sosial.
Reverlly. Sakit adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan dengan individu.
New Webster Dictionary. Sakit adalah suatu keadaan yang ditandai dengan suatu
perubahan gangguan nyata yang normal.
Teori faktor yang mempengaruhi sakit antara lain:
Epidemiologi Triagle (Ecological Models)
Dalam pandangan epidemiologi dikenal dengan istilah segitiga epidemiologi, yang
digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit. Bahwa sakit terjadi karena
interaksi antara agent host and environment. Konsep ini bermula dari upaya untuk
menjelaskan proses timbulnya penyakit menular dengan unsur-unsur mikrobiologi
yang infektius sebagai agent, namun selanjutnya dapat pula digunakan untuk
menjelaskan proses timbulnya penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian
agent. Dalam konsep ini faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit
diklasifikasikan sebagai berikut.
Agent penyakit (faktor etiologi)
• Zat nutrisi: ekses (kolesterol) atau defisiensi (protein)
• Agen kimiawi: zat toksik/allergen (obat) antara lain karbonmonoksida, pestisida,
Hg, arsen.
• Agen fisik: radiasi, air, udara.
• Agen infektius: virus, bakteri, jamur, parasite, protozoa, metazoa
Selain itu sifat mikroorganisme sebagai agent penyakit dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
• Efektivitas, yaitu kemampuan daya serang ke dalam host

9
• Patogenitas, yaitu kemampuan agent untuk merusak host, sehingga menimbulkan
sakit.
• Virulensi, yaitu kemampuan agent untuk menimbulkan gejala berat.
• Adapun syarat agent sebagai penyebab penyakit.
• Dijumpai pada setiap kasus yang diteliti pada keadaan yang sesuai (necessary
Cause)
• Agent, hanya menyebabkan penyakit yang diteliti (specific effect)
• Agent diisolasi sempuma, berulang ditumbuhkan dan dibiakan (sufricient cause)
Host/pejamu. Faktor host (intrinsik) yang merupakan faktor resiko timbulnya
penyakit anlara lain:
• Genetik misalnya penyakit herediter seperti hemophilia
• Usia misalnya usia ianlut beresiko penyakit jantung
• Jenis kelamin, misalnya penyakit kelenjar gondok terutama pada wanita, jantung
dan hipertensi pada pria.
• Keadaan fisiologi, misalnya hamil dan persalinan bisa menyebabkan anemia,
psikosis pascapartum.
• Kekebalan dan penyakit yang diderita sebelumnya.
Faktor lingkungan. Faktor lingkungan (ekstrinsik) sebagai penunjang teradinya
penyakit:
• Lingkungan fisik antara lain: geografi dan keadaan musim
• Lingkungan biologis, yaitu semua makhluk hidup yang berada di sekitar manusia.
• Lingkungan sosial ekonomi:
o Pekerjaan
o Urbanisasi
o Perkembangan ekonom
o Bencana alam
The web causation
Menurut model ini, sesuatu penyakit tidak bergantung pada suatu sebab yang berdiri
sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan
demikian, maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong
rantai pada berbagai titik.
The Whell causation
Menurut model ini, manusia menjadi sakit karena berbagai faktor dari lingkungan,
baik biologi, fisik maupun sosial.

10
G. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
Pengertian epidemiologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi datam bidang kedokteran mendorong
para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah
satunya adalah penyakit menular demi mengatasi kejadian penderitaan dan kematian
akibat penyakit. Pengertian Epidemiologi menurut asal kata jika ditinjau dan asal kata
epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri 3 kata dasar yaitu Epi yang
berarti pada atau tentang, Demos berarti penduduk dan kata terakhir adalah Logos
yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang penduduk. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu
yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinan
masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta determinasinya
(faktor-faktor yang mempengaruhinya).
Tiga kelompok utama penyakit menular
a. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian sangat tinggi.
b. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat,
walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama.
c. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapi dapat
mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
Tiga sifat utama aspek penularan penyakit dari orang ke orang
Waktu generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan
maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting
dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas ditentukan oleh
masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat
ditentukan pada penyakit dengan gejata yang terselubung, sedangkan waktu generasi
untuk waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan
penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu tain walau tanpa gejala
klinik/terselubung.
Kekebalan kelompok (Herd Immunity)
Kekebalan kelompok adalah kemampuan atau daya tanan suatu kelompok penduduk
tertentu terhadap serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu
didasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd
immunity merupakan factor utama dalam poses kejadian wabah di masyarakat serta

11
kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penyakit tertentu. Wabah karena 2
keadaan:
1. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika
penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar
oleh agen tersebut/kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama
absent dalam populasi tersebut.
2. Bila populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup
dan mudah terjadi kontak langsung masuknya sejumlah orang-orang yang
peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.
Angka serangan (Attack Rate)
Adalah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu
dikalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki
risiko/kerentangan terhadap penyakit tersebut.
Angka ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancaman
dalam tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan masyarakat
serta hubungn individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi
tertentu merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.
Manistestasi klinik secara umum
Spektrum penyakit menular
Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai manifestasi klinik,
mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai keadaan yang berat disertai
komplikasi dan berakhir cacat/meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit adalah
sembuh, cacat atau meninggal.
Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakan secara jelas dan nyata dalam
bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak dapat di diagnosis tanpa cara tertentu
seperti tes tuberkolin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dan
lain-lain.

Penyebaran karakteristik manistestasi klinik Dari 3 jenis penyakit menular


a. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung) contoh: tubekulosis,
poliomyelitis, hepatitis A.
b. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contoh measles chiceplax
c. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian contoh rabies

12
Komponen proses penyakit menular
Faktor penyebab penyakit menular
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat sektor yang
memegang peranan pentingya adalah:
Faktor penyebab/agent yaitu organisme penyebab penyakit menular
a. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources
b. Cara penularan khusus melalui mode of transmission
c. Unsur penyebab dikelompokan dalam
d. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scables pediculosis dll
e. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing perut
f. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll
g. Fungus/jamur baik ini maupun multiseluler
h. Bakteri termasuk spirochaeta maupun rickettsia
i. Virus dengan kelompok penyebab yang paling sederhana
Sumber penularan
1) Penderita
2) Pembawa kuman
3) Binatang sakit
4) Tumbuhan/benda
Cara penularan
1) Kontak langsung
2) Melalui udara
3) Melalui makanan minuman
4) Melalui vektor
Keadaan penderita
1) Keadaan umum
2) Kekebalan
3) Status gizi
4) Keturunan
Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke penderita melalui
1) Mukosa/kulit
2) Saluran pencernaan
3) Saluran pernapasan
4) Saluran Urogenitalia
5) Gigitan suntikan, luka

13
6) Plasenta
Interaksi penyakit dengan penderita
Infektivitas. Adalah kemampuan unsur penyebab/agent untuk masuk dan berkembang
biak serta menghasilkan infeksi dalam tubuh pejamu.
Patogenesis. Adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan segala klinis
yang jelas.
Virulensa. Adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang jelas terhadap
seluruh
penderita dengan gejala klinis jelas.
Imunogenisitas. Adalah suatu kemampuan menghasilkan kekabalan/imunitas.
Mekanisme potogenesis:
1) Inuasi jaringan secara langsung.
2) Produk toksin.
3) Rangsangan imunologis/reaksi alergi yang menyebabkan kerusakan pada
tubuh pejamu.
4) Infeksi yang menetap (infeksi paten)
5) Merangsang kerentanan penjamu terhadap obat dalam menetralisir toksisitas
6) Ketidakmampuan membentuk daya tangan.
Sumber penularan
1) Manusia sebagai reservoir
2) Reservoir binatang/benda lain
Penyakit utama dan reservoir utamanya untuk
1) Pes tikus
2) Rabies
3) Leptospirosis tikus
4) Virus encephlitides kuda
5) Trichnosis babi dll.
Melihat perjalanan penyakit pada penjamu, bentuk pembawa kuman (carrier) dapat
dibagi dalam beberapa jenis:
1) Healthy carrier (inapparent).
2) Incubatory carrier (masa tunas)
3) Convalescent carrier (baru sumber klinis)
4) Chronis carrier (menahun).
Manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyalur menular di bagi dalam 3
kategori utama yaitu:

14
1) Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai penderita
2) Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai carrier.
3) Reservoir yang umumnya selalu bersifat penderita akan tetapi dapat
menularkan lngsung pnykit ke pnderita potensial lainnya, tetapi hrus melalui
perantara hidup.

15
BAB IIMANIFESTASI KLINIK SECARA UMUM

A. PENDAHULUAN
Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang
disebabkan oleh sebuah agen bioiogi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan
disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Cara cara
penularan penyakit:
Media langsung dari orang ke orang (permukaan kulit)
Jenis penyakit yang ditularkan antara lain:
1) Penyakit kelamin
2) Rabies
3) Trakoma
4) Skabies
5) Erisipelas
6) Antraks
7) Gas-gangren
8) infeksi luka aerobik
9) Penyakit pada kaki dan mulut
Pada penyakit kelamin seperti GO, sifiis, dan HIV, agen penyaki ditularkan langsung
dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui hubungan intim. Cara memutuskan
rantai penularannya adalah dengan mengobati penderita dan tidak melakukan
hubungan intim dengan pasangan bukan suami atau istri. Khusus untuk HIV, jangan
mempergunakan alat suntik bekas dan menggunakan darah donor penderita HIV.

Melalui media udara


Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air borne disease. Jenis penyakit
yang ditularkan antara lain:
 TB paru
 Varicella
1) Difteri
2) Influenza
3) Variola

16
4) Morbili
5) Meningitis
6) Demam skariet
7) Mumps
8) Rubella
9) Pertussis
Cara pencegahan penularan penyakit antara lain memakai masker, menjauhi kontak
serta mengobati penderita TB yang sputum BTA-nya positif.
Melalui media air
Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung
melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai water
borne disease atau water related disease.
Agen penyakit:
1) Virus: hepatitis virus, poliomyelitis
2) Bakteri: kolera, disentri, tifold diare
3) Protozoa: amubiasis giardiasis
4) Helmintik: askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit hidatid
5) Leptospira: penyakit Well
Pejamu akuatik:
1) Bermultiplikasi di air: skistosomias (vektor keong)
2) Tidak bermultiplikasa: Guinea’s worm dan fish tape worm (vektor cyclop)
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam empat
kelompok menurut cara penularannya:
Water Borne mechanism. Kuman Patogen yang berada dalam air dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem
pencernaan. Contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis.
Water washed mechanism. Jenis penyakit water washed mechanism yang berkaitan
dengan kebersihan individu dan umum dapat berupa:
1) Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak trakoma
2) Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma
3) Penyakit melalui gigitan binatang pengerat seperti leptospirosis.
water based mechanisme. Jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani
sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu intermediate
yang hidup didalam air. Contoh: skistosomiasis, Dracunculus medinensis.

17
Water related insect vector mechanisme. Jenis penyakit yang ditularkan melalui
gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh: filariasis, dengue,
malaria, demam kuning (yellow fever).
Cara pencegahan penularan penyakit melalui media air atau makanan dapat dilakukan
antara lain dengan cara:
1) Penyakit infeksi melalui saluran pencernaan, dapat dilakukan dengan cara
Sanitation Barrier yaitu memutus rantai penularan seperti menyediakan air
bersih, menutup makanan agar tidak terkontaminasi oleh debu dan lalat,
buang air besar dan membuang sampah tidak di sembarang tempat.
2) Penyakit infeksi yang ditularkan melalui kulit dan mata, dapat dicegah
dengan higiene personal yang baik dan tidak memakai peralatan orang lain
seperti sapu tangan, handuk dan lainnya, secara sembarangan.
3) Penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan air melalui vektor seperti
malaria dan demam berdarah dengue (DBD) dapat dicegah dengan
pengendalian vektor.
Melalui media vektor. Penyakit Arbropod-borne diseases atau sering juga disebut
vector-borne diseases merupakan penyakit penting yang seringkali bersifat endemis
maupun epidemis dan sering menimbulkan bahaya kematian.

B. SPEKTRUM PENYAKIT MENULAR


Pada proses penyakit menular secara umum, maka dapat dijumpai berbagai
manifestasi klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala
klinik yang tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat
disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dari proses penyakit sembuh
atau meninggal dunia. Penyembuhan dapat lengkap atau dapat berlangsung jinak
(mild) atau dapat pula dengan gejala sisa yang berat (severe sequele). Ada pula
penyakit yang biasanya tidak tampak secara jelas tetapi dianggap sebagai kelompok
penyakit berat karena mempunyai angka kematian (case fatality rate) yang tinggi atau
angka manifestasi klinik berat yang cukup tinggi. Dalam hal harus diingat bahwa
CFR merupakan jumlah kematian penyakit tertentu dibagi dengan jumlah penderita
penyakit dengan gejala klinis jelas, sedangkan angka kematian penyakit tertentu
(mortality rate) adalah jumlah kematian penyakit tertentu dibagi dengan jumlah
penduduk yang risk terhadap penyakit tersebut.
Suatu penyakit menular dianggap berat bila penyakit tersebut mempunyai CFR yang
tinggi atau apabila sembuh maka sebagian besar penderita sembuh dengan disertai

18
gejala sisa (cacat). Dalam merulai berat ringannya penyakit dapat dilihat dari dua segi
yakni dari segi perorangan/individual serta dari segi masyarakat yakni pengaruhnya
terhadap kelompok populasi.
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi dengan CFR yang tinggi seperti rabies,
merupakan penyakit yang berat secara perorangan, se-dangkan penyakit dengan
insidensi yang tinggi tetapi tidak berat (um-pamanya diare) akan memberikan
keadaan yang lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan
Unsur yang menimbulkan peningkatan kematian populasi secara seluruhan. Dalam
hal ini maka yang dimaksud dengan peningkatan kematian dalam masyarakat adalah
jumlah kematian di atas dari tingkat/batas normal yang telah diperkirakan pada suatu
daerah tertentu dalam jangka waktu tertentu pula (di luar kejadian luar biasa/wabah).
Adapun bentuk berat ringannya penyakit secara individu juga akan memberikan
dampak terhadap status kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan
sumber penularan baik sebagai penderita sebagai pembawa kuman (karier).
Manifestasi klinik penyakit menular pada penderita dapat dibagi dalam tiga
kelompok utama.
1. Kelompok pertama
Yakni penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni penderita
tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja, di mana penyakit tidak
menampakkan diri pada berbagai tingkatan. Bentuk demikian ini mempunyai tingkat
patogenitas yang rendah, di mana hanya sebagian kecil yang menampakkan diri
secara klinis dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Bentuk
penyakit seperti ini dalam masyarakat disebut sebagai bentuk gunung es(iceberg), di
mana yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan. Contoh
penyakit seperti ini umpanya tuberculosis, di mana jumlah penduduk dengan tes
tuberculosis cukup tinggi berarti pernah terserang penyakit TB pada waktu yang
lampau, tetapi hanya sejumlah kecil anggota populasi yang dilaporkan menderita TB
selama ini. Contoh lain adalah poliomielitis dalam masyarakat, hepatitis A pada anak
serta infeksi lainnya.
2. Kelompok kedua.
Adalah penyakit dengan bagian yang berselubung (tanpa gejala) relatif sudah kecil.
Sebagian besar penderita tampak secara klinis dan dapat dengan mudah didiagnosis,
karena umunya penderita muncul dengan gejala kasik. Di antara mereka yang
menderita, hanya sebagian kecil saja yang menjadi berat atau berakhir dengan

19
kematian. Contoh penyakit kelompok ini antara lain penyakit campak (measles),
penyakit cacar air (chickenpox) dan lainnya.
3. Kelompok terakhir
Adalah penyakit yang menunjukan proses penyakit kejadian umumnya berakhir
dengan kelainan atau berakhir dengan kematian. Kelompok penyakit ini secara klinik
selalu disertai dengan gejala klinis berat, dan sebagian besar meninggal. Contoh yang
paling klasik adalah penyakit rabies (gila anjing) dengan angka kematian (CFR)
sangat tinggi. Selain itu dikenal pula penyakit tetanus bayi serta beberapa penyakit
virus yang menyerang selaput otak dan lain-lain.
Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis)
Infeksi terselubung adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas. Dengan demikian maka
berbeda dengan penyakit yang jelas diagnosisnya, yang dapat diketahui dengan cara
klinis saja, maka infeksi terselubung tidak dapat didiagnosis tanpa cara tertentu
seperti tes tuberculosis, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dan
bentuk lainnya. Penderita campak umpamanya sangat mudah dikenal berdasarkan
gejala klinik, begitu pula penderita penyakit rabies. Sebaliknya, mereka yang
ketularan polio umpamanya, sangat sulit untuk mendeteksi keseluruhannya, karena
sebagian besar dari mereka tanpa gejala klinik atau dengan gejala klinik yang tidak
jelas.
Untuk mendapatkan perkiraan yang tepat tentang besarnya dan luasnya kejadian
infeksi terselubung penyakit tertentu dalam masyarakat, dibutuhkan
pengamatan/survei epidemologis dimana dilakukan tes tertentu pada semua populasi
untuk mengetahui berapa besarnya penyebaran penyakit dalam masyarakat. Hasil
survei ini sangat berguna untuk kepentingan pelaksanaan program, disamping sangat
bernilai dalam memberikan keterangan untuk kepentingan pendidikan. Disamping itu
pemeriksaan laboratorium juga memegang peranan untuk pengobatan berbagai
penyakit dengan gejala yang bersifat umum untuk kepentingan epidemiologis.
Peranan infeksi terselubung dalam usaha pencegahan serta penanggulangan penyakit
menular tertentu sangat penting karna infeksi terselubung mempunyai potensi sebagai
sumber penularan yang cukup berbahaya. Pada waktu yang lalu sebelum dikenal
adanya infeksi terselubung, maka usaha penanggulangan penyakit menular diarahkan
pada kasus/penderita yang tampak jelas. Penekanan kegiatan lebih diarahkan pada
isolasi penderita, membebas hamakan barang/ alat, serta melakukan tindakan

20
karantina terhadap mereka yang terpapar dan dicurigai sedang dalam masa tunas
penyakit.
Dewasa ini walaupun isolasi penderita beberapa penyakit menular tertentu masih
dilakukan demikian pula berbagai usaha membebas hamakan benda/alat, akan tetapi
dalam usaha penanggulangan penyakit menular pada umumnya lebih diarahkan pada
kemungkinan penyebaran organisme penyebab dalam masyarakat. Penderita tanpa
gejala klinik memegang peranan penting karena mereka merupakan sumber utama
penyebaran penyakit menular tertentu di masyarakat. Sebagai contoh adalah usaha
penyembuhan dan pengobatan penderita penyakit gonorrhoe tanpa gejala (melalui
usaha penyaringan kelompok dengan resiko yang tinggi) meru-pakan salah satu usaha
penanggulangan penyakit tersebut dalam masyarakat.
Dengan adanya perbedaan manifestasi klinik pada berbagai jenis penyakit menular
maka tidak semua penderita/kejadian penyakit menular dalam masyarakat dapat
tercatat dengan baik oleh petugas kesehatan. Pada umumnya, hanya penyakit dengan
manifestasi penyakit yang berat yang akan tercatat sebagai penderita rawat nginap di
rumah sakit. Sedangkan penderita dengan gejala klinik ringan atau sedang, mungkin
sebagian besar akan pergi ke pusat pelayanan kesehatan atau ke dokter untuk berobat
sehingga dapat tercatat pada laporan kejadian penyakit. Sedangkan penyakit tanpa
gejala klinik umumnya tidak tercatat dan tidak dilaporkan. Oleh sebab itu, pada
penyakit tertentu akan terjadi pelaporan perisdwa kejadian infeksi lebih rendah dari
sebenarnya, sedangkan untuk penyakit yang manifestasi klinik berat, akan
menghasilkan angka kematian (CFR) lebih tinggi dari yang sebenarnya. Dengan
demikian, maka pada analisis penyakit menular dalam masyarakat, harus ditetapkan
pula kriteria diagnosis yang digunakan.

21
BAB IIIKOMPONEN PROSES PENYAKIT MENULAR

A. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT MENULAR


Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat, maka dikenal adanya
beberapa faktor yang memegang peranan penting antara lain adanya faktor penyebab
(agent) yakni organisme penyebab penyakit, adanya sumber penularan (reservoir
maupun resources), adanya cara penularan khusus (mode of transmission) adanya
cara meninggalkan pejamu dan cara masuk ke pejamu lainnya, serta keadaan
ketahanan pejamu itu sendiri.
Yang merupakan penyebab kausal (agent) penyakit menular adalah unsur, biologis
yang bervariasi mulai dari partikel virus yang paling sederhana sampai organisme
multisclular yang cukup kompleks yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Unsur penyebab ini dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yakni:
1. Kelompok arthropoda (serangga), seperti pada penyakit scabies, pediculosis
dan lain-lain
2. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing perut dan lain
sebagainya.
3. Kelompok protozoa, seperti Plasmodium, amuba dan lain-lain;
4. Fungus atau jamur, baik uni maupun multiselulari
5. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia yang memiliki sifat tersendiri
6. Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana
Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok mikro-organisme,
unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempunyai potensi untuk tetap
berusaha untuk mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan di mana la berada
dalam usaha mempertahankan hidupnya serta mengembangkan keturunannya.
Adapun usaha tersebut yang meliputi berkembang biak pada lingkungan yang sesuai/
menguntungkan, terutama pada host/pejamu di mana mikroorganisme tersebut
berada, berpindah tempat dari satu pejamu ke pejamu lainnya yang lebih
sesuai/menguntungkan, serta membentuk pertahanan khusus pada situasi lingkungan
yang jelek seperti membentuk spora atau bentuk lainnya.
Berbagai sifat karakteristik unsur penyebab ditentukan oleh unsur itu sendiri dan
tidak tergantung pada interaksinya dengan pejamu. Sifat-sifat tersebut antara lain
adalah morfologi bentuk, sifat kimiawi, perubahan antigenik, kebutuhan akan

22
pertumbuhan (suhu, makanan dan lainnya), kesanggupan hidup di luar tubuh pejamu
pada berbagai perantara (seperti air, susu dan tanah), kesanggupan hidup di dalam
berbagai keadaan suhu dan kelembaban, macamnya pejamu (binatang, manusia dan
lain-lain), kesanggupan menghasilkan toksin, kesanggupan untuk resisten terhadap
antibiotik dan berbagai zat kimiawi lainnya, serta kesanggupan untuk mendapat
informasi genetik yang baru dari plasmid atau partikel kehidupan lainnya. Pada
umumnya, semua penyebab penyakit infeksi/ menular bervariasi nyata dalam sifat-
sifat intrinsik ini. Pengertian sifat intrinsik mungkin sangat esensial untuk memahami
sifat epidemiologi dari faktor penyebab, termasuk didalamnya cara penularan. Selain
itu strain atau isolasi penyebab tertentu dari berbagai kejadian luar biasa serta dari
berbagai daerah geografis dan pada berbagai waktu tertentu dapat memberikan
perbedaan yang nyata dalam sifat-sifat yang ada.

B. INTERAKSI PENYEBAB DENGAN PEJAMU


Berbagai sifat yang sering dianggap berasal dan unsur penyebab tetapi ternyata
sesungguhnya bukanlah sifat intrinsik penyebab, melainkan merupakan sifat yang
sangat tergantung/dipengaruhi oleh interaksi antara pejamu dengan penyebab
tersebut. Termasuk dalam hal ini tingkat infeksivitas, patogenesis, virulensi, serta
Imunogenitis. Kondisi lingkungan, besarnya dosis dan cara penularan tertentu dapat
mengubah sifat-sifat penyebab tersebut. Pada patogenitas yang sama tetapi berasal
dari sumber yang berbeda akan berbeda pula dalam berbagai sifat tersebut di atas.
Faktor pejamu seperti umur, ras, status gizi, dapat pula secara drastis mengubah
kesanggupan penyebab dalam menimbulkan infeksi, atau menghasilkan penyakit
dengan gejala sedang maupun berat, bahkan dapat meningkatkan kekebalan pejamu
maupun kekebalan masyarakat secara umum.
Infektivitas
Infektivitas dapat diartikan sebagai kemampuan unsur penyebab (agent) untuk masuk
dan berkembang biak (menghasilkan infeksi) dalam tubuh pejamu. Berdasarkan hasil
percobaan maka infeksivitas dapat dianggap sebagai jumlah minimal dan unsur
penyebab (mikro-organisme) yang dibutuhkan untuk menimbulkan infeksi terhadap
50% dari sekelompok pejamu pada spesies yang sama (LD50). Angka ini dapat
bervariasi tergantung pada sifat penyebab, cara penularan, sumber penularan serta
berbagai faktor yang berhubungan dengan pejamu seperti umur, jenis kelamin dan
lain-lain. Contoh penyakit dengan derajat infektivitas yang tinggi adalah campak
sedangkan yang infektivitasnya relatif rendah adalah lepra. Derajat infektivitas pada

23
manusia tidak dapat dihitung melalui suatu percobaan karena hal ini melanggar etik.
Beberapa teknik untuk menganalisis dan mempelajari besarnya infektivitas dengan
melihat kemudahan dan kecepatan dari unsur penyebab menyebar dalam masyarakat,
proporsi kontak langsung (kontak serumah) yang infeksi/ketularan (angka serangan
sekunder) atau dengan melakukan survei sero-epidemiologis pada saat segera setelah
epidemi berakhir untuk menentukan banyaknya anggota masyarakat yang ketularan/
terkena infeksi.
Patogenesis
Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala klinik
yang jelas. Bila pada suatu populasi tertentu dilakukan penelitian laboratorium
selama dan/atau mengikut suatu letusan (kejadian luar biasa) suatu penyakit tertentu
dengan menggunakan cara diagnosis laboratorium yang tepat, cukup sensitif dan
spesifik, maka patogenesis atau proporsi infeksi yang muncul dengan gejala klinik
jelas dapat ditentukan/dihitung. Seperti halnya dengan derajat infektivitas, maka
faktor pejamu dan faktor lingkungan, dosis penyebab, serta cara masuknya penyebab
kedalam pejamu serta bentuk sumber penularan mungkin dapat mengubah atau
mempengaruhi tingkat patogenesis penyebab atau penyakit menular tertentu. Sebagai
contoh, Staphilococcus tidak bersifat patogen bila berada dalam rektum, tetapi
dengan organisme yang sama bila di temukan rongga peritoneum atau selaput otak,
akan menimbulkan penyakit yang cukup serius. Bentuk ini merupakan penyakit
infeksi dan bukan suatu bentuk penyakit menular. Beberapa mekanisme lain di mana
satu penyebab patogen akan mengakibatkan kelainan yang sedang atau berat pada
pejamu akan diterangkan tersendiri.
virulensi
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini maka Case
Fatality Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi dapat
tergantung pada dosis, cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan, serta
faktor pejamu sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras dan lainnya. Contoh dapat kita
lihat pada penyakit pes yang akan menjadi berat bila masuk melalui pernapasan
keparu-paru (bubonik) daripada masuk tubuh pejamu melalui gigitan kutu tikus (pes
kelenjar). Begitu pula penyakit oleh bakteri Nisseria Meningitis akan sangat ringan
bila hanya infeksi pada nasopharinx, tetapi dapat berat bahkan fatal bila terjadi
meningitis. Pada penyakit poliomyelitis, kemungkinan akan lebih berat bila mengenai
orang dewasa bila dibanding dengan infeksi pada anak. Sedangkan untuk penyakit

24
tetanus, akan banyak dipengaruhi oleh cara masuknya ke dalam tubuh serta umur
penderita di mana tetanus neonatorum biasanya lebih fatal dibanding tetanus pada
orang dewasa.
Imunogenisitas
Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.
Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa
kekebalan humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya. Imunitas
dapat dipengaruhi oleh faktor keadaan pejamu seperti umur, ras, status gizi, dan juga
dapat oleh dosis dan virulensi daripada infeksi yang teriadi. Unsur penyebab yang
berkembang biak pada tempat tertentu seperti pada saluran pernapasan, saluran
genitalia serta permukaan/mukosa saluran pencernaan akan mungkin hanya
menghasilkan imunitas lokal/setempat dan bukan dalam bentuk sistemik. Disamping
itu berbagai unsur penyebab juga berbeda dalam kesanggupan intrinsiknya
merangsang pembentukan dan kelangsungan imunitas. Umpamanya unsur penyebab
penyakit campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup, sedangkan di lain
pihak, gonococcus tidak memiliki kemampuan semacam itu sehingga seseorang dapat
terserang gonorrhoe beberapa kali.

C. MEKANISME PATOGENESIS
Bila unsur penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh pejamu berbagai kemungkinan
akan timbul. Kemungkinan pertama adalah tidak terjadi proses patogenesis seperti
masuknya bakteri tetanus melalui makanan ke dalam rongga perut. Akibat lain adalah
terjadinya proses pathogenesis tetapi tidak menimbulkan gejala klinis, dan seterusnya
kondisi tersebut telah diterangkan pada bab sebelumnya. Efek patogen yang
dihasilkan oleh unsur penyebab penyakit menular/infeksi dapat terjadi karena
berbagai mekanisme tertentu. Di antara mekanisme tersebut antara lain: invasi
jaringan secara langsung, produksi toksin, rangsangan imunologis atau reaksi alergi
yang menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu, infeksi yang menetap (infeksi
laten), kerentanan pejamu terhadap obat dalam menetralisasi toksisitas, serta
ketidakmampuan membentuk daya tangkal (Immuno supression). Dari berbagai
mekanisme tersebut tidak jarang dijumpai lebih dari satu mekanisme terlibat secara
bersamaan, atau dapat pula terjadi perbedaan manifestasi klinik karena perbedaan
mekanisme yang terjadi walaupun oleh unsur penyebab patogen yang sama.
Sejumlah besar unsur penyebab menimbulkan penyakit melalui mekanisme invasi
langsung ke jaringan. Temasuk dalam kelompok ini sejumlah penyakit parasite

25
seperti amubiasis, giardiasis, serta beberapa jenis cacing nematoda, cestoda serta
nematode. Juga beberapa jenis infeksi oleh bakteri seperti meninghitis bakteri,
berbagai jenis infeksi saluran kemih, pharingitis dan lain sebgainya. Sedangkan
infeksi virus dalam kelompok ini seperti infeksi virus saluran pernapasan atas,
saluran pencernaan serta virus selaput otak (arbovinus encephantis dan rabies).
Sejumlah tertentu penyakit terjadi karena mekanisme produksi toksin oleh unsur
penyebab. Berbagai penyakit dalam kelompok ini seperti tetanus, dipteria, serta
infeksi oleh enterotoksin dari Eschenchia coli. Di lain pihak, infeksi oleh
Staphilococcus aureus yang termasuk dalam kelompok invasi iangsung, dapat pula
menimbulkan penyakit karena produksi toksinnya seperti pada penyakit keracunan
makanan (food poisoning).
Pada beberapa penyakit lainnya, mekanisme imunologis termasuk alergis merupakan
bagian dari mekanisme/proses patogen terjadinya penyakit. Di antara penyakit-
penyakit yang mempunyai komponen imunologis yang penting adalah tuberkulosis,
demam berdarah dengue dan berbagai penyakit lainnya. Infeksi oleh bakteri yang
bersifat menahun atau mungkin tetap serta infeksi virus yang bersifat laten adalah
bagian mekanisme patogenesis penting yang dapat menimbulkan berbagai penyaki
tertentu. Bakteri mungkin tetap berada dengan keadaan tanpa gejala setelah
mengalami infeksi penyaki tertentu seperti Hemophilus influensa, Neisseria
meningitis, streptococcus dan lain-lain pada saluran pernapasan bagian atas Demikian
pula di saluran empedu dengan Salmonella typhii, atau di bagian saluran pencernaan
lainnya pada beberapa spesies salmonela tertentu. Pada saluran kemih dapat terjadi
mekanisme yang sama umpamanya pada infeksi oleh pseudomonas, serratia dan lain-
lain. Dalam bentuk tersebut di atas, semua bakteri dapat diperoleh pada daerah yang
terinfeksi dan dapat dikultur.
Dalam hal ini infeksi virus yang bersifat laten seperti herpes I dan II, Varicella zoster,
enchepaltis dan beberapa jenis virus lainnya, dijumpai bahwa asam nucleus dari virus
tersebut menetap dalam sel tetapi mekanisme seluler mencegah terjadinya lingkaran
replika virus dan tidak terjadi pembentukan virus baru. Pada suatu keadaan stres atau
gangguan hormonal, maupun adanya faktor lingkungan yang mengubah
pengaturan /hubungan sel pejamu (tempat virus menetap) maka pembentukan virus
lengkap akan terjadi dan kemungkinan akan menghasilkan penyakit dengan gejala
klinis jelas.
Juga di jumpai suatu unsur penyebab yang dapat menimbulkan penyakit dengan
gejala yang berat melalui mekanisme peningkatan kepekaan pejamu melawan obat

26
yang relatip tidak toksis. Keadaan seprti ini diperkirakan terjadi pada mekanisme
patogenesis sindrom dari Reye (Reye's syndrom) di mana infeksi oleh sejenis virus
varicella dan virus influenza B yang dapat menyebabkan teriadinya penyakit dengan
gejala yang berat (encephalopathy) jika penderita diobati dengan obat mengandung
salisilat.
Akhir-akhir ini, telah ditemukan suatu keadaan bam yang cukup mengkhawatirkan
dalam bidang penyakit menular dengan munculnya apa yang dikenal dengan
Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). Penyakit ini diperkirakan
mempunyai CFR sebesar 70%. Pada kondisi penyakit AIDS ini maka berbagai
organisme penyebab dapat menggunakan kesempatan, termasuk pneumocystic carini,
kelompok atypical mycoplasma, toxoplasma gondii serta infeksi cytomegalovirus,
serta kanker kaposi’s sarcoma pernah diketemukan. AIDS dapat dihubungkan dengan
penekanan atau perubahan mekanisme imunoseluler yang timbul karena perubahan
rasio T-cell helper/suppressor serta tidak ada reaksi terhadap antigen pada tes kulit
yang umum. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengisolasikan serta
mengidentifikasi unsur penyebab yang dapat menimbulkan penekanan imunitas yang
kemudian menyebabkan keganasan serta manifestasi Penyakit infeksi.

D. SUMBER PENULARAN (RESERVOIR)


Oleh karena unsur penyebab penyakit menular adalah unsur biologis yang merupakan
unsur organisme hidup, maka unsur penyebab ini membutuhkan tempat yang sesuai
untuk berkembang biak serta untuk mempertahankan kelanjutan hidupnya. Reservoir
atau sumber penularan adalah organisme hidup atau barang mati (misalnya tanah
ataupun air), di mana unsur penyebab penyakit menular hidup secara normal dan
berkembang biak. Dengan demikian maka reservoir penyakit menular dapat berupa
manusia binatang, tumbuhan serta sumber-sumber lingkungan lainnya. Konsep
reservoir merupakan pusat penyakit menular karena reservoir adalah komponen
utama dari ringkaran penularan di mana unsur penyebab meneruskan dan
mempertahankan hidupnya dan juga sekaligus sebagai pusat/sumber penularan dalam
suatu lingkaran penularan. Reservoir khusus untuk unsur penyebab adalah mereka
yang sesuai dengan lingkaran hidup unsur penyebab tersebut secara alamiah.
Manusia sebagai reservoir
Dari sekian banyak lenis dan kelompok penyakit menular, ada sebagian di antaranya
yang hanya dijumpai atau lebih sering hanya diumpai pada manusia. Penyakit ini
umumnya berpindah dan manusia ke manusia dan hanya dapat menimbulkan

27
penyakit pada manusia saja. Dengan demikian reservoir satu-satunya tentu hanya
manusia saja.
Suatu lingkaran penularan penyakit yang sangat sederhana dengan reservoir manusia
serta penularan dari manusia ke manusia. Bentuk lingkaran penularan ini merupakan
bentuk khusus dari berbagai penyakit tertentu di mana secara umum manusia
merupakan subjek utamanya. Kebanyakan penyakit kelompok ini dijumpai pada
penyakit saluran pernapasan oleh virus maupun bakteri seperti pada infeksi
staphylococcus dan streptococcus, dipteria, pertusis, TB influenza, pada beberapa
penyakit kelamin seperti gonorrhoe dan sipilis, serta pada penyakit lepra dan penyakit
kulit lainnya.
Proses infeksi dikatakan teriadi bila unsur penyebab penyakit masuk dan berkembang
biak dalam tubuh pejamu yang menimbulkan reaksi dari pejamu tersebut. Reaksi
pejamu mungkin timbul dan tampak secara jelas, tetapi dapat pula hanya pada tingkat
yang paling minimal di mana unsur penyebab hanya berada pada permukaan tubuh
dan pada tingkat yang cukup untuk mempertahankan diri tanpa menghasilkan gejala
yang dapat tampak sebagai reaksi dari pejamu. Keadaan seperti ini disebut kolonisasi
seperti beradanya Staphylococcus aureus pada mukosa hidung.
Tingkat selanjutnya adalah infeksi terselubung/tanpa gejala dan dalam bentuk
subklinik. Pada tingkat ini, unsur penyebab tidak hanya berkembang biak dalam
tubuh pejamu, tetapi juga menimbulkan reaksi yang dapat diukur, walaupun secara
klinik belum dapat ditentukan. Pada keadaan di mana infeksi telah mencapai tingkat
gejala klinik yang jelas yang disertai dengan gejala dan kelainan fisik, maka keadaan
pejamu disebut penderita klinik atau kasus penyakit infeksi. Dengan demikian, maka
penularan penyakit ke pejamu potensial lainnya akan memberikan berbagai keadaan
antara lain bentuk kolonisasi, infeksi terselubung (covert) serta kasus penderita
(overt). Dengan demikian maka manusia sebagai reservoir dapat sebagai penderita
dengan gejala klinis yang jelas tetapi dapat pula dalam bentuk pembawa kuman
(carrier) dengan tanpa gejala klinis sama sekali.
Carrier atau pembawa kuman adalah penderita/atau mereka yang sedang/pernah
terinfeksi yang masih mengandung unsur penyebab penyakit menular tetapi tanpa
gejala klinis. Dengan demikian pembawa kuman adalah reservoir yang punya potensi
sebagai sumber penularan.
Melihat perjalanan penyakit pada pejamu, bentuk pembawa kuman (carrier) dapat
dibagi dalam beberapa jenis.

28
Healthy carrier (inapparent). Adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah
menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung
unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit
poliomielitis, hepatitis B dan meningococcus.
Incubatory carrier (masa tunas). Adalah mereka yang masih dalam masa tunas,
tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit atau sebagai sumber
penularan. seperti pada penyakit cacar air (chickenpox), campak (measles) dan pada
virus hepatitis.
Convalescent carrier (baru sembuh klinis). Adalah mereka yang baru sembuh dari
penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit
tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai
tiga bulan umpamanya kelompok salmonela, pada hepatitis B, dan pada dipteri.
Chronis carrier (menahun). Merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti
pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
Perlu diperhatikan di sini bahwa carrier/pembawa kuman hanya berlaku bagi mereka
yang dapat menjadi sumber penularan, artinya sejumlah penyakit tertentu dengan
infeksi tanpa gejala, berarti mengandung unsur penyebab tetapi tidak bersifat carrier
karena tidak dapat menularkan unsur penyebab tersebut kepada orang lain.
Contohnya pada mereka dengan TB primer atau dengan tes tuberkulin yang positif
tidak bersifat carrier.
Jadi manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyakit menular dapat dibagi
dalam tiga kategori utama.
 Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai penderita, umpamanya pada
penyakit cacar, campak maupun TB dan lepra dapat pula digolongkan pada
kelompok
 Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai carrier seperti pada
dipteria, kolera, tifus abdominalis dan beberapa lagi lainnya.
 Reservoir yang umumnya selalu bersifat penderita, akan tetapi tidak dapat
menularkan langsung penyakitnya ke pejamu potensial lainnya, tetapi harus
melalui perantara hidup seperti vektor atau pejamu antara lain seperti pada
malaria, filarial dan lain sebagainya.
Reservoir binatang atau benda lain
Selain dan manusia sebagai reservoir, maka penyakit menular yang mengenai
manusia dapat berasal dari binatang terutama yang termasuk dalam kelompok
penyakit zoonosis seperti brucellosis, antraks, TB bovine, leptospirosis, rabies dan

29
lain-lain. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang secara alamiah dijumpai
dikalangan hewan bertulang belakang (vertebrata), yang dapat juga menular ke
manusia, walaupun reservoir utamanya adalah binatang.
Beberapa penyakit zoonosis utama dan reservoir utamanya:
• Pes atau plaque (tikus)
• Rabies atau penyakit gila aning (anjing)
• Bovine Tuberculosis (sapi)
• Thypus, Scmb & Murine (tikus)
• Leprospirosis (tikus)
• Virus Encephalitides (kuda)
• Trichinosis (babi)
• Hidatosis (anjing)
• Brocellossis (sapi, kambing)
Pada umumnya penyakit tersebut di atas tidak menimbulkan pada manusia
kedudukan sebagai reservoir. Tetapi pada beberapa penyakit virus tertentu seperti
virus demam dengue, maka terjadi perubahan sirkulasi penularan dari binatang-
kebinatang atau manusia, menjadi dari manusia ke manusia. Di samping itu, pada
berbagai penyakit ditandai dengan sifat-siat yang lebih kompleks. Gambarannya
mungkin melibatkan beberapa reservoir dan tingkat perkembangan unsur penyebab
yang juga berbeda. Lingkaran penularannya mungkin melibatkan berbagai tuan
rumah maupun pejamu tertentu yang juga berbeda sifatnya. Contoh beberapa
lingkaran penularan yang cukup rumit seperti pada penyakit echinococus,
schistosomiasis, malaria serta infeksi virus yang ditularkan melalui vektor.

30
BAB IVMEKANISME PENULARAN PENYAKIT

A. PENDAHULUAN
Aspek sentral penyebaran penyakit menular dalam masyarakat adalah mekanisme
penularan (mode of transmissions) yakni berbagai mekanisme di mana unsur
penyebab penyakit dapat mencapai manusia sebagai pejamu yang potensial.
Mekanisme tersebut meliputi cara unsur penyebab (agent) meninggalkan reservoir,
cara penularan untuk mencapai pejamu potensial, serta cara masuknya ke pejamu
potensial tersebut. Seseorang yang sehat sebagai salah seorang pejamu potensial
dalam masyarakat, mungkin akan ketularan suatu penyakit menular tertentu sesuai
dengan posisinya dalam masyarakat serta pengaruh berbagai reservoir yang ada di
sekitarnya. Kemungkinan tersebut sangat dipengaruhi pula oleh berbagai faktor
antara lain:
Faktor lingkungan fisik sekitarnya yang mempakan media yang ikut mempengaruhi
kualitas maupun kuantitas unsur penyebab:
Faktor lingkungan biologis yang menentukan jenis vektor dan reservoir penyakit
serta unsur biologis yang hidup dan berada di sekitar manusia; dan
Faktor lingkungan sosial yakni kedudukan setiap orang dalam masyarakat,
termasuk kebiasaan hidup serta kegiatan sehari-hari, dan lain sebagainya.

B. CARA UNSUR PENYEBAB KELUAR DARI PEJAMU


(RESERVOIR)
Pada umumnya selama unsur penyebab atau mikro-organisme penyebab masih
mempunyai kesempatan untuk hidup dan berkembang biak dalam tubuh pejamu,
maka ia akan tetap tinggal di tempat yang potensial tersebut. Namun di lain pihak,
tiap individu pejamu memiliki usaha perlawanan terhadap setiap unsur penyebab
patogen yang mengganggu dan mencoba merusak keadaan keseimbangan dalam
tubuh pejamu.
Unsur penyebab yang akan meninggalkan pejamu di mana ia berada dan
berkembang biak, biasanya keluar dengan cara tersendiri yang cukup beraneka ragam
sesuai dengan jenis dan sifat masing-masing. Secara garis besarnya, maka cara ke

31
luar unsur penyebab dari _tubuh pejamu dapat dibagi dalam beberapa bentuk,
walaupun ada di antara unsur penyebab yang dapat menggunakan lebih dari satu cara.
Melalui conyunctive yang biasanya hanya dijumpai pada beberapa penyakit mata
tertentu seperti trakom dan lainnya.
Melalui saluran napas (hidung dan tenggorokan) dalam bentuk droplet sewaktu
reservoir/penderita bicara, bersin atau batuk, atau melalui udara pernapasan. Cara ini
sering dijumpai pada penyakit-penyakit TBC, dipteria, influensa, campak dan lain
sebagainya.
Melalui pencernaan, baik bersama ludah, muntah maupun bersama dengan tinja
umpamanya pada penyakit kolera, tifus abdominalis pada beberapa jenis cacing dan
lain-lain.
Melalui saluran urogenitalia yang biasanya bersama -sama dengan urine, atau zat
lain yang keluar melalui saluran tersebut umpamanya pada penyakit hepatitis.
Melalui luka pada kulit ataupun mukosa seperti pada penyakit sifilis, frambusia
dan ainnya.
Secara mekanik, seperti suntikan atau gigitan pada beberapa penyakit tertentu antara
lain malaria, filariasis, hepatitis serum dan lain sebagainya.
Peristiwa keluamya unsur penyebab penyakit dari pejamu tidak semudah dan
sesederhana seperti apa yang sering diperkirakan barang pada umumnya. Sebagai
contoh pada penyakit sifilis, spirochaeta pada umumnya keluar melalui alat kelamin
hanya pada saat kontak langsung, kecuali bila terjadi proses biologis tertentu.
Demikian pula unsur penyebab lainnya, hanya mampu keluar dari pejamu potensial
sangat erat hubungannya dengan cara penularan yang terjadi, walaupun pada
sejumlah penyakit menular tertentu, menggunakan cara yang sama dengan cara
keluarnya dari pejamu.

C. CARA PENULARAN (MODE OF TRANSMISSION)


Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan
potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau
suatu jalur khusus yang disebut jalur penularan. Tiap kelompok penyakit memiliki
jalur penularan tersendiri dan pada garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagian
utama yakni :
1.Penularan langsung yakni penularan penyakit terjadi secara langsung dari penderita
atau reservoir, langsung ke pejamu potensial yang baru.

32
2.Penularan tidak langsung yakni penularan penyakit terjadi dengan melalui media
tertentu seperti melalui udara (air borne) dalam bentuk droplet dan dust, melalui
benda tertentu (vechic/e borne), dan melalui vektor (vector borne).
Penularan langsung (direct transmission)
Penularan langsung yakni perpindahan sejumlah unsur penyebab dari reservoir
langsung ke pejamu potensial melalui pintu masuk (portal of entry) yang sesuai.
Dalam pengertian penularan langsung ini tidaklah berani bahwa harus terjadi
persentuhan antara sumber dengan pejamu potensial tetapi dapat saja dalam bentuk
berada pada jarak yang dekat umpamanya pada penularan dengan droplet nuklei, atau
juga pada persentuhan dengan sumber penularan seperti tanah pada cacing tambang,
atau pada berbagai spora dan jamur pada benda maupun pada tumbuhan.
Penyakit-penyakit yang dikategorikan dalam penularan langsung dapat terjadi
karena bersentuhan langsung dengan penderita sebagai reservoir (manusia maupun
hewan), dengan tumbuhan atau benda lain yang mengalami kontaminasi, serta
melalui droplet nuklei. Adapun penularan langsung tersebut dapat dikelompokkan
dalam beberapa kelompok tertentu.

Penularan langsung dari orang ke orang


Dalam kelompok ini termasuk semua penyakit yang hanya dapat menyerang
manusia di mana reservoir satu-satunya adalah manusia semata. Kelompok terbesar
dalam penularan langsung dari orang ke orang, adalah berbagai penyakit kelamin
yang ditularkan secara seksual. Dalam kelompok ini, selain penyakit kelamin
tradisional seperti sifriis, gonorrhoe, Iymphogranuloma venerum, chancroid dan
granuloma inguinale, dikenal pula sejumlah penyakit kelamin bentuk baru
seperti,ch/amydia trachomatis, trichomonas vagina/ls, herpes simplex tipe I dan II.
Di samping itu dengan semakin berkembangnya praktek seksual yang abnormal
seperti kontak oral-genilatil serta anal-intercost disertai dengan kehidupan kebebasan
seksual dan kebebasan pasangan seks telah mendukung peningkatan penularan secara
seksual dari penyakit hepatitis B, herpes simplex tipe ll, giardiasis, amubiasis, dan
salmonellosis serta shigellosis. Adapun penyakit AIDS kemungkinan besar termasuk
dalam kategori ini, di mana pada masyarakat tertentu menunjukkan bahwa kelompok
lelaki homoseks menunjukkan adanya resiko tinggi yang khusus terhadap penyakit
ini.
Resiko AIDS yang tinggi pada pria homoseks, mungkin sekali karena seringanya
hubungan seksual dengan berbagai pasangan yang berbeda-beda. Namun demikian,

33
penyakit ini tidak terbatas hanya pada pria yang homoseks tetapi juga pada mereka
yang heteroseks, termasuk wanita dan anak-anak. Adapun faktor resiko tambahan
untuk penyakit AIDS termasuk pemberian obat intravenous, transfusi darah serta
berbagai faktor tambahan lainnya.
Sedangkan anak-anak yang terserang penyakit ini pada umumnya dari orang tua
dengan resiko tinggi. Sampai saat ini belum dijumpai pengobatan yang memuaskan
terhadap AIDS, sedangkan pencegahan hanya dengan menghindari kontak maupun
menghindari hubungan seksual yang multipamer. Selain itu usaha pengurangan
resiko termasuk berhati-hati dalam menggunakan obat intravenous, mencegah
kelompok resiko tinggi untuk menjadi donor darah serta mendorong usaha untuk
penyaringan (screening) yang lebih sering dan terarah untuk mendeteksi penyakit
tersebut dalam masyarakat.

Penularan langsung dari binatang ke orang


Penyakit yang dapat menular langsung dari binatang ke orang dalam kelompok
ini dimaksudkan penyakit yang pada umumnya hanya dijumpai pada binatang tetapi
dapat menular dan menjangkit orang lain secara langsung. Penyakit kelompok ini
terutama yang termasuk kelompok penyakit zoonosis. Cara penularan langsung
dalam hal ini dimaksudkan secara bersentuhan melalui dua cara:
1.Karena bersentuhan langsung dengan binatang yang menderita, termasuk melalui
gigitan, atau bagian-bagian binatang yang mati karena penyakit tersebut (contoh
rabies, bruce/Iosis); dan
2.Sumber penyakit dari binatang yang menderita atau pembawa kuman, tetapi cara
penularannya melalui benda lain ataupun alat perantara lain yang terkontaminasi
(contoh antrax).

Penularan dari tumbuhan ke orang


Dalam kelompok ini termasuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang selain
penularannya dapat melalui kontak langsung dengan tumbuhan maupun dengan tanah
yang mengandung jamur, juga ada yang menular melalui udara. Juga dapat terjadi
dari orang ke orang.

Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda Iain


Penularan ini Iebih bersifat kontak dengan benda yang terkontaminasi seperti
tanah maupun benda lainnya seperti penyakit cacing tambang (ancy/ostomiasis),

34
cacing kremi (trichuris) dan berbagai penyakit lainnya. Jenis penyakit lain yang
penularannya melalui kontak dengan air dan masuk melalui kulit adalah penyakit
schistosomiasis yang penularannya sangat kompleks, baik sumber manusia maupun
sumber binatang dengan proses pendewasaan melalui vektor (dapat pula digolongkan
dalam penularan melalui vektor).

Penularan melalui udara (air borne)


Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa
kontak dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena mengisap udara
yang mengandung unsur penyebab/ mikro-organisme penyebab.
Penularan penyakit melalui udara dapat terjadi dalam bentuk droplet nuklei
maupun dalam bentuk dust (lihat definisi). Droplet nuklei yang keluar melalui mulut
atau hidung baik waktu batuk atau bersin maupun waktu bicara atau bernapas,
mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Droplet nuklei merupakan partikel yang
sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya dapat melalui
berbagai cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau
yang dibersihkan ke udara. Droplet nuklei juga dapat terbentuk dari aerolisasi
materimateri penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat
kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat
diisap pada waktu bernapas dan masuk ke alat pernapasan.
Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi
partikel yang terletak di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin bersama debu
lantai/ tanah. Ukuran besarnya droplet nuklei maupun dust yang sangat menentukan
kemungkinan terjadinya penularan atau tidak. Pada droplet nuklei dengan ukuran
yang besar, akan tersangkut pada jalan napas dan dapat dibuang ke luar oleh
mekanisme yang terjadi dalam saluran napas.
Penularan melalui udara (air borne) memegang peranan yang cukup penting pada
beberapa penyakit menular tertentu.“ Umpamanya batuk dari seseorang penderita
penyakit tuberkulosis terbuka akan menghasilkan formasi droplet yang dapat
berpindah kepada orang lain yang rentan (pejamu potensial) dalam jarak dekat,
sehingga dapat bersifat penularan kontak langsung. Namun demikian, droplet tersebut
mungkin jatuh ke lantai dalam bentuk droplet nuklei dan kemudian terisap orang lain
bersama debu dan terjadi penularan. Dari kedua bentuk tersebut di atas diperkirakan

35
penyakit TBC dapat menular dalam masyarakat. Perbedaan antara penyebaran
langsung dengan penyebaran melalui udara sangat penting artinya dalam usaha
penanggulangan penyakit menular tertentu. Dalam hal penyakit ditularkan secara
langsung/kontak langsung, maka usaha penanggulangannya tergantung pada
ketepatan penanganan sumber penularan. Penanganannya harus diarahkan pada upaya
menghilangkan semua sumber penularan yang ada (umpamanya pengobatan
penderita) atau usaha lain mencegah proses penularan. Sedangkan untuk penyakit
yang penularannya melalui udara, peranan konstruksi bangunan terutama ventilasi
dan pertukaran udara sangat penting.
Kedua bentuk penularan melalui udara hanya mungkin pada unsur penyebab
penyakit yang mempunyai daya tahan yang kuat terhadap lingkungan dan kekeringan,
seperti pada basil tuberkulosis, virus smallpox, streptococcus hemoliticus, diptheria
dan lain sebagainya. Penularan melalui udara pada umumnya terjadi di dalam
ruangan yang tertutup seperti pada gedung, rumah sakit atau pada laboratorium.

Penularan melalui makanan/minuman dan benda lain


Penularan penyakit melalui makanan, minuman dan benda lainnya (vechic/e
borne) adalah penularan kontak tidak langsung melalui benda mati (fomites) seperti
makanan, minuman, susu, perlengkapan dapur, perlengkapan bedah, mainan anak»
anak dan lain sebagainya. Dalam hal ini maka penyakit-penyakit saluran
pencernaan,termasuk penyakit di mana penularannya kebanyakan melalui cara ini.
Perlu diperhatikan bahwa benda-benda yang mengandung unsur penyebab dan
berfungsi
sebagai penyalur dalam proses penularan ini tidak dapat disebut terinfeksi (karena
tidak mengalami proses infeksi) dan hanya terkontaminasi.
Pada waktu yang lalu, banyak pendapat yang menganggap bahwa benda-benda
yang mengalami kontaminasi merupakan alat penularan yang paling baik. Tetapi
khusus benda-benda yang bersifat alat seperti pakaian, tempat tidur, alat-alat dapur
dan alat-alat makan tidaklah besar peranannya karena banyak di antara
mikroorganisme penyebab tidak dapat bertahan lama pada keadaan kering. Dilain
pihak, semua benda-benda seperti air, makanan/minuman, susu dan tumbuhan
merupakan media yang cukup berperanan di dalam penularan penyakit karena
berbagai mikro-organisme dapat bertahan lama dalam media ini.
Penularan penyakit melalui makanan, minuman serta benda-benda lainnya. dapat
bersumber dari manusia, tetapi dapat pula bersumber dari binatang atau sumber lain,

36
tetapi pada umumnya termasuk dalam golongan penyakit menular yang masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Berdasarkan media utama penularan, maka kelompok
penyakit ini dapat kita bagi dalam beberapa kelompok utama.

Melalui air (water borne disease)


Penyakit yang penularannya melalui air pada umumnya masuk ke dalam tubuh
melalui mulut (oral penetration), tetapi ada pula di antaranya yang masuk ke dalam
tubuh melalui kulit (contact penetration) seperti schistosomiasis yang dapat pula
digolongkan dalam penyakit kontak langsung. Adapun penyakit yang penularannya
terutama melalui air, dan masuk ke dalam tubuh melalui mulut, merupakan golongan
penyakit yang cukup penting karena masih seringnya dijumpai kejadian dalam
masyarakat, bahkan beberapa di antaranya dapat mewabah (water borne epidemics).
Penyakit kelompok ini masih cukup banyak memakan korban jiwa dan harta,
terutama pada daerah dengan sumber air minum yang tidak memenuhi syarat-syarat
kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang masih jelek. Keadaan ini lebih
sering dijumpai pada negara-negara yang sedang berkembang, sedangkan pada
negara maju, masalah kelompok penyakit ini sudah tidak merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Beberapa penyakit utama yang termasuk di dalam kelompok
ini antara lain: kolera dan parakholera eltor, tifus abdominalis, disentri amuba dan
basiler, infeksi hepatitis, beberapa jenis infeksi virus lainnya, dan lain-lain.

Melalui makanan (food borne disease)


Sebenarnya kelompok ini tidak jauh berbeda dengan yang pertama di atas (melalui
air), hanya ada di antaranya yang secara langsung berada dalam zat makanan atau
unsur makanan yang di makan. Adapun penyakit-penyakit yang berasal dari manusia
dan penularannya dapat terjadi melalui makanan antara lain:
 Organisme usus (enteric organisms) yang meliputi tifus abdominalis (tyhoid),
salmonellosis, disentri, koleralparakolera, diare pada bayi (infant).
 Organisme yang masuk ke dalam makanan melalui droplet nuklei, seperti pada
penyakit tuberkulosis dan streptococcus.
 Berbagai jenis infeksi pada kulit oleh streptococcus maupun staphilococcus yang
dapat menimbulkan keracunan makanan.
 Beberapa jenis parasit seperti askaries, amubiasis, dan lain-lain.
Selain itu. sejumlah penyakit menular tertentu yang berasal dari binatang ke
manusia dengan jalur makanan atau bahan makanan antara lain:

37
• Melalui daging hewan seperti trichinosis dan Taenia solium (daging babi), Taenia
saginata, (sapi), dan Diphilobothrium (ikan).
• Melalui telur/pada peternakan unggas seperti salmonellosis.
• Melalui kontaminasi pada makanan dengan binatang tertentu seperti
iepIOSp/rosrs (tikus), echrnococcosrsihidatidosis (anjing) dan salmonellosrs (tikus
dan anjing).

Melalui susu (milk borne disease)


Susu sebagai salah satu bahan makanan merupakan media yang cukup baik untuk
penularan penyakit tertentu karena sifat susu itu sendiri. Susu merupakan media yang
paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme penyebab. Juga
susu sering diminum dalam keadaan segar tanpa dimasak atau dipasturisasi,
sedangkan susu yang mengalami kontaminasi oleh bakteri tidak memperlihatkan
tanda-tanda tertentu, ataupun gejala yang berbahaya. Juga mengingat bahwa susu
merupakan minuman bagi bayi dan anak usia muda, yang pada umumnya memiliki
tingkat resistensi yang masih rendah.
Cukup banyak jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui media susu,
walaupun berbagai penyakit tersebut penularannya dapat melalui cara lain yang
mungkin lebih sering.
1. Penyakit yang berasal dari manusia dan yang dapat menular melalui susu,
meliputi penyakit kelompok droplet nuklei, kelompok penyakit yang menular
melalui makanan dan minuman seperti tuberkulosis, dipteria, disentri, enteric
fever, scarlet fever, streptococcal sorethroat, staphilococcus food poisoning,
salmonellosis, infant diarre oleh E. coli, polio dan hepatitis (yang dua terakhir
agak jarang).
2. Penyakit yang berasal dari sapi dan dapat menular kepada manusia melalui susu
antara lain: tuberkulosis (bovine), brucellosis, streptococcus (bovine), Q-fever
serta penyakit mulut dan kuku. Di samping itu dikenal pula penyakit menular
tertentu yang berasal dari manusia ke sapi, dan kemudian menular ke manusia
melalui sesuatu, umpamanya pada penyakit streptococcus dan staphilococcus
mastitis pada sapi, walaupun bentuk ini jarang dijumpai.
Melihat berbagai bentuk penularan melalui minuman dan makanan yang mencakup
ban yak jenis penyakit menular, maka bentuk penularan ini sangat penting dalam
usaha pencegahan dan penanggulangan serta sangat erat hubungannya dengan
keadaan sanitasi lingkungan, maupun higiene perorangan.

38
Penularan melalui vektor (vector borne disease)
Perkataan vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti si pembawa (one sho
carries). Pengertian vektor yang sebenarnya ialah golongan arthrophoda atau binatang
yang tidak bertulang belakang lainnya (avertebrata) yang dapat memindahkan
penyakit dari satu sumber/reservoir ke pejamu potensial. Dalam hal ini maka vektor
mungkin hanya membawa unsur penyebab secara mekanik dengan cara
menempatkan mikroorganisme penyebab pada kaki atau bagian badan lainnya,
sehingga unsur penyebab tidak mengalami perubahan selama berada pada vektor
(vektor mekanik). Di samping itu, yang sangat penting adalah keadaan di mana
vektor membawa unsur penyebab secara biologis, di mana unsur penyebab tadi
mengalami perubahan atau berkembang biak dalam tubuh vektor sebelum
dipindahkan ke pejamu yang potensial. Pada penularan penyakit melalui vektor
secara mekanik. maka unsur penyebab penyakit yang mungkin berasal dari tinja,
urine maupun sputum penderita, hanya melekat pada bagian tubuh vektor dan
kemudian dapat dipindahkan pada makanan maupun minuman pada waktu hinggap/
menyerap pada makanan tersebut.
Yang cukup menarik adalah penularan penyakit melalui vektor secara biologis
karena WSW Penyebab harus masuk ke dalam tubuh vektor melalui gigitan atauputl
melalui keturunannya. Selama dalam tubuh vektor, unsur penyebab berkembang biak
atau hanya mengalami perubahan morfologis saja, sampai pada akhirnya menjadi
bentuk yang invektif terhadap pejamu potensial. Keadaan unsur penyebab dalam
tubuh vektor dipengaruhi oleh hubungan antara vektor dengan unsur penyebab serta
pengaruh Lingkungan terhadap vektor maupun terhadap unsur penyebab itu sendiri
Selanjutnya, setelah mencapai bentuk yang lnvektif, unsur penyebab penyakit keluar
dari vektor melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk berpindah ke pejamu potensial.
Penyakit menular yang penularannya terutama oleh vektor dapat dibagi menurut jenis
vektornya.
 Vektor nyamuk (mosquito borne diseases) antara lain: malaria, filariasis, dan
beberapa jenis virus encepha/itis, demam virus seperti demam dengue, VITUS
hemorrhagic seperti dengue hemorrhagic fever serta yellow fever.
 vektor kutu louse (louse borne disease) antara lain: epidemic tifus fever dan
epidemic relapsing fever.
 Vektor kutu flea (flea borne disease) pada penyakit pes, dan tifus murin.

39
 Vektor kutu mite (mite borne disease) antara lain: scrub tifus (tsutsugamushi) dan
vesicular ricketsiosis.
 Vektor kutu jenis tick (tick borne disease) antara lain: spotted fever, epidemic
relapsing fever dan lain-lain. .
 Penyakit oleh serangga lainnya seperti sunfly fever, iesmaniasis, barthoneilosis
oleh lalat phiebotonus, onchocerciasis oleh blackflies genus simulium, serta
trypanosomiasis di Afrika oleh lalat tsetse, dan juga di Amerika oleh kotoran
kutu triatomid.

ISTILAH PENTING DALAM PENYAKIT MENULAR


Carrier : Manusia (orang) atau hewan tempat berdiamnya agent menular spesifik
dengan adanya penyakit yang secara klinis tidak terlihat nyata, tetapi dapat bertindak
sebagai sumber infeksi yang cukup penting. Kemampuan sebagai pembawa/ carrier
bisa terdapat pada seseorang dengan infeksi yang tidak tampak nyata sepanjang
waktu tersebut (umumnya dikenal sebagai orang sehat atau pembawa yang tidak jelas
gejalanya), atau berada dalam masa tunas (incubatory carrier), masa penyembuhan
dan sesudah masa penyembuhan dari suatu penyakit infeksi tertentu (convalescent
carrier). Pada kondisi tertentu maka kemampuan sebagai pembawa bisa berlaku
dalam waktu singkat atau panjang (temporary carrier/ transient carrier, atau chronic
carrier).
Case fatality rate : Biasanya dinyatakan sebagai persentase dari jumlah orang yang
didiagnosis menderita penyakit yang telah ditentukan dan meninggal karenanya.
istilah ini lebih sering dipergunakan untuk kejadian luar biasa (outbreak) penyakit
akut di mana semua penderita setelah diikuti dengan periode waktu yang cukup untuk
sampai mengakibatkan kemadannya. Angka kefatalan (tata/ity rate) harus dengan
jelas dibedakan dari angka kematian (mortality rate). Sinonim: Angka kefatalan
(tatality rate), Persentase kefatalan (Fatality percentage).
Chemopraphilaxis: Pemberian bahan kimiawi termasuk antibiotika, untuk
mencegah pertumbuhan atau perkembangan infeksi menjadi penyakit yang nyata.
Selanjutnya chemoteraphy yang berkenaan dengan penggunaan bahan-bahan kimiawi
untuk penyembuhan suatu penyakit yang secara klinis dapat diketahui, atau
membatasi perkembangannya lebih jauh.
Cleaning : Pembersihan dengan menggosok dan mencuci, seperti dengan air panas,
sabun atau deterjen yang sesuai, ataupun dengan menghisap debu maupun agent
menular atau zat organik dari permukaan badan di mana agent menular tersebut dapat

40
menemukan keadaan yang menguntungkan untuk bisa bertahan atau berkembang
biak".
Communicable disease : Penyakit yang disebabkan oleh unsur/ agent penyebab
menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan/ penularan
agent atau hasilnya dari orang yang terinfeksi, hewan, atau reservoir lainnya (benda
lain) kepada pejamu yang rentan (potencia/ host), baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor), atau lingkungan yang tidak hidup
(lihat transmission of infectious agent).
Communicabel period : Waktu atau selama waktu tertentu di mana agent menular
dapat dipindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang terinfeksi
ke orang lain, dari hewan terinfeksi ke manusia atau dari orang terinfeksi ke hewan,
termasuk arthropoda. Pada penyakit-penyakit seperti dipteria dan infeksi oleh
streptococcus yang melibatkan selaput lendir sebagai pintu keluar masuknya
penyakit, maka waktu periode penularannya adalah tanggal pada saat terjadi
keterpaparan (eksposur) dengan sumber infeksi 'yang pertama kali sampai
mikroorganisme yang dapat menularkan tidak lagi disebarkan dari selaput lendir yang
terlibat. Beberapa penyakit lebih bersifat menular selama periode inkubasi daripada
selama masa klinis penyakitnya. Pada beberapa penyakit tertentu seperti tuberkulosis,
lepra, sifilis, gonorrhea, dan beberapa bentuk salmonellosis, masa penularannya bisa
berada dalam waktu yang lama dan kadangkala periode yang berselang bilamana
luka-luka yang belum sembuh memberikan peluang masuknya kotoran/ agent
penyebab dari permukaan kulit atau juga melalui lubang-lubang tubuh yang
manapun. Pada penyakit yang ditularkan oleh vektor arthropoda seperti malaria dan
demam kuning/ berdarah, periode penularannya (atau lebih tepatnya infektivitasnya)
adalah selama agent menular terdapat dalam darah atau jaringan lain orang yang
terinfeksi dalam jumlah yang cukup untuk dapat memberikan infeksi pada vektor.
Juga periode penularan pada vektor arthropoda, yaitu pada saat agent berada dalam
jaringan arthropoda (tahap infektif) untuk dapat dipindahkan ke pejamu potensial
tertentu.
Contact : Orang atau hewan yang telah berhubungan/mengalami hubungan dengan
orang atau hewan terinfeksi, atau lingkungan yang terkontaminasi sehingga dapat
memberikan peluang untuk memperoleh agent penyakit menular.
Contamination : Adanya agent menular pada permukaan tubuh, pada atau dalam
pakaian, termasuk semua yang berkaitan dengan tempat tidur (bedding), mainan, alat-
alat bedah atau baju operasi, maupun benda/zat mati termasuk air dan makanan.

41
Pollution (pencemaran) berbeda dengan kontaminasi dan secara langsung
memperlihatkan adanya perusakan pada lingkungan, akan tetapi tidak harus menular.
Kontaminasi pada permukaan tubuh tidak bisa dianggap sebagai pembawa kuman
(carrier).
Desinfection : Mematikan agent penyakit menular dengan bahan-bahan kimiawi atau
alat/ cara yang bersifat fisik yang mengena secara langsung agent penyakit menular
di luar tubuh. Concurrent desinfection: penerapan usaha untuk mendesinfeksi
secepatnya setelah pengeluaran bahan yang menular dari tubuh orang terinfeksi, atau
setelah terjadi pengotoran benda-benda dengan kotoran-kotoran menular; semua
hubungan perorangan dengan kotoran-kotoran atau benda-benda yang sebelumnya
dianggap tidak perlu untuk didesinfeksi. Terminal desinfection: penerapan usaha
untuk mendesinfeksi setelah penderita dipindahkan karena meninggal atau ke rumah
sakit, atau setelah tidak lagi menjadi sumber infeksi, atau setelah isolasi rumah sakit
maupun tindakan-tindakan lain yang sudah tidak dilakukan lagi. Tindakan ini jarang
sekali dilakukan; pembersihan terakhir (terminal cleaning) umumnya sudah
mencukupi (lihat cleaning) sejalan dengan mendinginkan dan memanaskan ruangan
agar terkena matahari langsung, juga alat-alat rumah tangga dan semua yang
berhubungan dengan tempat tidur. Disinfeksi hanya penting untuk penyakit-penyakit
yang menyebar melalui hubungan langsung; dianjurkan melakukan usaha sterilisasi
dengan uap panas, atau pembakaran semua yang berhubungan dengan tempat tidur
(bedding) dan barang-barang lain setelah pen fever dan penyakit-penyakit lain yang
sangat menular.
Desinfestation : Semua proses baik secara fisik maupun kimiawi untuk merusak/
menghancurkan atau memusnahkan bentuk-bentuk hewan kecil yang tidak
dikehendaki khususnya arthropoda atau rodent (binatang pengerat), yang ada pada
orang, pakaian, atau dalam lingkungan seseorang, atau pada hewan-hewan peliharaan
(insecticide dan rodenticide). Disinfestasi juga termasuk menghilangkan kutu-kutu
untuk infestasi dengan kutu kepala (pediculus humanus), dan kutu-kutu pada tubuh.
Sinonim: termasuk disinsektasi dan disinsektisasi akhir jika sasaran hanya pada
insekta yang terlibat.
Endemic : Adanya penyakit atau agent menular yang tetap dalam suatu area
geografis tertentu; dapat juga berkenaan dengan adanya penyakit yang secara normal
biasa Umbul dalam suatu area tertentu.
Hyperendemic: Menyatakan suatu penularan hebat yang menetap (terus menerus).

42
Holoendemic : Tingkat infeksi yang cukup tinggi sejak awal kehidupan dan dapat
mempengaruhi hampir seluruh populasi; sebagai contoh: penyakit malaria pada
beberapa daerah tertentu (lihat zoonosis).
Epidemic : Kejadian atau peristiwa dalam suatu masyarakat atau wilayah dari suatu
kasus penyakit tertentu (atau suatu kasus kejadian yang luar biasa) yang secara nyata
melebihi dari jumlah yang diperkirakan. Jumlah kasus menandakan adanya wabah
yang akan berubah-ubah berdasarkan agent penularannya, jumlah dan jenis populasi
yang terkena, adanya kejadian sebelumnya atau tidak adanya keterbukaan
(kerentanan) terhadap penyakit, dan waktu serta tempat kejadian.
Epidemicity : Keadaan yang berkaitan dengan frekuensi penyakit yang sering dalam
satu area yang sama, di antara populasi yang telah ditentukan, dalam satu musim
tahun yang sama. Kasus tunggal suatu penyakit menular yang lama tidak terjadi
dalam populasi tertentu, atau serangan pertama oleh suatu penyakit yang tidak
dijumpai sebelumnya dalam area tersebut memerlukan laporan yang cepat dan
penyidikan (invesrigasr) epidemiologi; dua kasus penyakit tertentu yang berhubungan
dalam waktu dan tempat tertentu adalah bukti transmisi yang cukup untuk dapat
dianggap sebagai suatu wabah atau kejadian luar biasa (lihat report of a disease dan
zoonosis).
Fumigation : Semua proses untuk mematikan bentuk-bentuk hewan khususnya
arthropoda, rodent dan binatang kecil lainnya yang dilakukan dengan menggunakan
gas.
Health education : Adalah proses yang secara individu maupun secara berkelompok;
orang-orang belajar untuk miningkatkan, memelihara maupun memulihkan derajat
kesehatan. Pendidikan kesehatan ini dimulai dengan segala macam tujuan yang
mereka inginkan dalam usaha memajukan taraf hidup mereka. Tujuannya adalah
menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri mereka untuk mencapai taraf hidup
yang sehat, secara individu dan sebagai anggota keluarga dan masyarakat Dalam
penanggulangan penyakit menular, pendidikan kesehatan pada umumnya termasuk
penilaian tentang apa yang dikenal oleh masyarakat mengenai suatu penyakit tertentu
penilaian kebiasaan dan tingkah laku masyarakat yang berkenan dengan frekuensi
serta penyebaran penyakit, maupun pengenalan cara/ alat khusus untuk mengamati
kekurangan dalam usaha pengobatan.
Host (pejamu) : Manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda, yang
dapat memberikan kehidupan atau tempat tinggal untuk agent menular dalam kondisi
alam (lawan dari percobaan). Beberapa protozoa dan cacing melalui tahapan yang

43
berturut-turut dalam pejamu pilihan (alternatif host) dari jenis yang berbeda. Pejamu
di mana parasit mencapai kematangan/ pendewasaan atau melewati tahap seksual
adalah pejamu definitife atau pejamu primer. Sedangkan parasit dalam tahap larva
atau tahap aseksual adalah pejamu intermediate atau sekunder. Pejamu pembawa
(transport host) adalah pembawa, di mana organisme tetap bertahan hidup tetapi tidak
bekembang/ berubah.
lmune individual : Yaitu manusia atau hewan yang mempunyai perlindungan
antibodi khusus atau kekebalan seluler sebagai hasil infeksi yang terjadi sebelumnya,
atau hasil imunisasi, atau satu keadaan yang disebabkan kejadian khusus sebelumnya
dan memberikan reaksi yang sama untuk mencegah penyakit dan/ atau adanya gejala
klinis penyakit tertentu setelah mengalami keterpaparan dengan agent penyakit
menular tersebut. Kekebalan adalah keadaan yang tidak mudak (relatif): suatu
perlindungan efektif biasa, dapat melemah oleh dosis agent menular yang berlebihan
atau oleh keterpaparan melalui pintu masuk yang tidak lazim. Juga bisa dirusak oleh
terapi dengan obat yang menekan kekebalan, penyakit yang terjadi bersamaan, atau
oleh proses ketuaan.
Immunity : kekebalan yang biasanya dihubungkan dengan adanya antibodi atau hasil
aksi sel-sel yang spesifik terhadap mikro-organisme penyebab atau racunnya, dan
yang dapat menimbulkan penyakit menular tertentu. Passive humoral immunity
adalah kekebalan yang didapat dengan pemindahan secara buatan melalui inokulasi
antibodi pelindung yang spesifik (dari hewan yang dikebalkan, atau dengan serum
seseorang yang bam sembuh dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau
dengan kekebalan serum dari sakit yang daya kekebalannya sangat tinggi atau dengan
kekebalan serum globulin); dan yang berlangsung dengan durasi yang pendek
(beberapa hari sampai beberapa bulan). Active humoral immunity atau kekebalan
yang biasanya dapat berlangsung lama sampai bertahun-tahun, didapat baik secara
alamiah melalui proses infeksi, dengan atau tanpa gejala klinis yang jelas, atau secara
buatan dengan cara inokulasi agent penyebabnya itu sendiri yang telah dimatikan,
atau telah dilemahkan, atau dari bagian protein maupun hasil produk agent
penyebabnya. Kekebalan efektif tadi bergantung pada kekebalan seluler yang
diberikan oleh sel limfosit-T yang dibuat lebih peka dan humoral immunity yang
berdasarkan atas reaksi respon limfosit-B.
lnapparent infection : Adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda klinis yang
jelas atau yang dapat dikenal. infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi hanya

44
secara laboratorium, atau oleh timbulnya satu reaksi positif pada tes kulit yang
spesifik. Sinonim: Asymptomatic, subclinical, occult-infection.
lnsidence rate : Nilai suatu hasil bagi (angka), antara jumlah penderita baru suatu
penyakit yang telah didiagnosis sebagai suatu penyakit khusus, atau dilaporkan dalam
periode waktu yang telah ditentukan (sebagai pembilang), dan jumlah person dalam
populasi yang telah ditentukan, di mana kasus tersebut terjadi (sebagai penyebut).
Biasanya ini mencerminkan sebagian kasus per 1000 atau 100.000/ tahun. Angka
tersebut biasanya menggambarkan dalam bentuk umur atau jenis kelamin tertentu,
atau khusus untuk sifat populasi yang lain atau sifat suatu sub-divisi (lihat morbidity
rate dan prevalence rate). Attack rate, or case rate: adalah angka kejadian yang sering
digunakan untuk kelompok-kelompok khusus yang diamati untuk periode yang
terbatas dan dalam keadaan khusus pula, seperti dalam suatu wabah, dan biasanya
dinyatakan dalam nilai persen (kasus per 100). The secondary attack rate pada
penyakit menular adalah jumlah kasus di antara keluarga atau hubungan institusional!
serumah yang terjadi di antara periode inkubasi setelah keterpaparan (eksposur) pada
kasus utama dalam kaitannya pada keterpaparan secara umum; jika ditentukan hanya
terbatas pada mereka yang rentan (risk group).
Infection rate menyatakan kejadian dari semua infeksi, yang nyata maupun yang
tidak nyata/ tampak.
Incubation periode : Selang waktu antara terjadinya permulaan kontak dengan agent
penyebab pertyakit menular sampai timbulnya gejala yang pertama kali atau gejala
penyakit yang dicurigai atau transmisi yang pertama kali pada vektor penyakit.

BEBERAPA ASPEK PENULARAN PENYAKIT DARI ORANG KE ORANG

Bila kita memperhatikan berbagai sifat penularan penyakit, maka bentuk


penularan penyakit dari orang ke orang merupakan bentuk yang sangat penting karena
sifat penyakit ini lebih sering mewabah dan lebih mudah menyebar dalam masyarakat.
Melihat sifatnya, maka penyakit yang menular dari orang ke orang mempunyai 3 (tiga)
sifat utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus meliputi waktu generasi, kekebalan
masyarakat serta angka serangan sekunder.

Waktu generasi ( generation time)

45
Pada penyakit yang menular langsung dari orang ke orang maka jarak antara
kasus yang satu ke kasus berikutnya ditentukan dengan waktu generasi (generation time),
yakni masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan
maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Sebenarnya waktu generasi
ini pada beberapa penyakit tertentu sama dengan masa tunas penyakit tersebut, yakni
waktu antara masuknya unsur penyebab ke dalam. tubuh sampai timbulnya gejala klinik
yang biasanya disertai dengan tingkat kemampuan penularan yang optimal.

Namun demikian, pada berbagai penyakit tertentu lainnya, waktu penularan tidak
bersamaan dengan waktu timbulnya gejala penyakit, kadang-kadang lebih awal atau agak
terlambat dari akhir masa tunas.

Waktu generasi ini walaupun kadang-kadang sama waktunya dengan masa tunas,
tetapi keduanya harus dibedakan secara jelas. Masa tunas ditentukan oleh masuknya
unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada
penyakit yang tidak manifes atau yang terselubung. Sedangkan waktu generasi ditentukan
antara masuknya unsur penyebab sampai timbulnya kemampuan untuk menularkan
kepada pejamu lain walaupun tanpa gejala klinik atau terselubung. Jadi waktu generasi
dapat terjadi pada mereka dengan gejala klinis jelas maupun pada mereka dengan infeksi
terselubung. Mengingat bahwa waktu generasi ini ditujukan kepada kemampuan
penularan penyakit dalam kelompok penduduk tertentu, maka sangat penting peranannya
dalam mem pel aj ari proses penularan penyakit, karena tidak hanya terbatas pada
penderita klinis saja, tetapi juga pada mereka dengan infeksi terselubung.

kekebalan kelompok (berd immunity)

Kekebalan kelompok atau herd immunity adalah istilah yang digunakan untuk
mengemukakan keadaan kekebalan suatu kelompok penduduk tertentu. Yang dimaksud
dengan kekebalan kelompok adalah tingkat kemampuan atau daya tahan ' suatu kelompok
penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran penyebab penyakit menular
tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Sebagai contoh dapat dilihat pada bagan berikut.

Herd immunity dianggap sebagai faktor yang utama dalam proses kejadian
wabah dalam masyarakat, serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk
tertentu, seperti penyakit campak dan cacar air yang mewabah pada setiap periode

46
tertentu sebelum adanya usaha imunisasi. Keadaan tersebut terjadi karena selama
berlangsungnya wabah penyakit tertentu dalam masyarakat, maka sejumlah mereka yang
rentan akan jatuh sakit dan merupakan sumber penularan untuk anggota kelompok
lainnya yang tidak kebal. Akan tetapi karena setiap penderita akan membentuk kekebalan
aktif dalam tubuhnya, maka selama wabah berlangsung, banyak bekas penderita yang
akan menjadi kebal, sehingga proporsi anggota masyarakat yang kebal menjadi
meningkat sehingga proses penularan menjadi lebih lambat. Namun demikian, dengan
kelahiran bayi yang terus berlangsung dalam kelompok tersebut dengan kerentanan yang
tinggi, maka pada kondisi proporsi anggota kelompok yang rentan menjadi tinggi,
mendorong terjadinya wabah berikutnya dalam kelompok tersebut.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam menilai pengaruh herd immunity
pada masyarakat secara umum ialah proporsi tingkat kekebalan suatu kelompok
masyarakat yang dapat dianggap mempunyai cukup daya tangkal untuk mencegah
terjadinya wabah. Secara teori, dapat dikatakan bahwa untuk suatu masyarakat tertentu
maka tingkat kekebalan yang dibutuhkan secara merata adalah 70%-80% atau dengan
kata lain tingkat kekebalan masyarakat tidak hams 100% untuk mencegah terjadinya
wabah penyakit tertentu dalam masyarakat tersebut. Namun demikian dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa untuk masyarakat yang berpenduduk padat, proporsi
tersebut tidak dapat menahan suatu wabah, demikian pula bila nilai proporsi tersebut
tidak merata dalam masyarakat. Hal ini dapat kita lihat bahwa pada penyakit dipteri,
tingkat kekebalan masyarakat hams lebih tinggi karena sebagian dari yang telah
mendapatkan imunisasi dipteri masih mungkin mengandung bakteri tersebut dan
merupakan sumber penularan bagi anggota masyarakat lain yang tidak kebal. Demikian
pula halnya pada penyakit campak yang mewabah pada tahun 1986 di South Carolina
USA timbul pada kelompok anak sekolah yang mayoritas kulit hitam, yang pada
umumnya lolos dari imunisasi sebelumnya. Dalam hal ini, walaupun mereka tinggal
menyebar dalam masyarakat tetapi karena berkumpul dalam satu sekolah menyebabkan
mereka membentuk satu kelompok masyarakat dengan tingkat kekebalan yang rendah.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan herd immunity
adalah kemungkinan terjadinya kantong-kantong kelompok kecil dalam masyarakat tanpa
kekebalan, walaupun proporsi tingkat kekebalan masyarakat cukup tinggi. Hal ini
mungkin karena keadaan sosio-kultural dari kelompok tersebut yang berbeda dengan
umumnya masyarakat di sekitarnya, atau adanya faktor lain dalam kelompok tersebut
yang menyebabkan tingkat kekebalannya lebih rendah. Pada negara maju umpamanya,

47
masih ditemukan adanya letusan wabah polio maupun dipteri pada subkelompok
masyarakat tertentu, walaupun tingkat kekebalan masyarakatnya secara umum sudah
cukup tinggi. Pada kondusr yang demikia Hal ini dijumpai pada pergeseran umur rata-
rata penderita yang menjadi lebih tinggi. penyakit campak di beberapa subkelompok
penduduk tertentu.

Pada dasarya ada dua keadaan khusus yang dapat mem-pengamhj perkembangan
wabah dalam masyarakat. Pertama, keadaan kekebalan DOPU'BS' yakni suatu wabah
besar dapat terjadi bila agent penyebab infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak
pernah terpapar oleh agent tersebut, atau kemasukan suatu agent penyakit menular yang
sudah lama absen dari populasi bersangkutan (disebut populasi yang masih perawan).
Kedua, bila suatu populasi yang tertutup seperti asrama, barak dan lain-lain, di mana
keadaan kehidupan sangat padat dan mudah terjadi kontak langsung, kemasukan
sejumlah orang-orang yang peka/rentan terhadap penyakit tertentu, maka penyebaran
penyakit akan lebih mudah dan lebih cepat sehingga dapat mewabah. Keadaan seperti ini
dapat terjadi pada kelompok tentara atau asrama mahasiswa untuk beberapa penyakit
menular tertentu.

Angka serangan (attack rate)

Aspek lain yang cukup penting dalam proses penularan penyakit adalah tatacara
dan konsep kehidupan keluarga, sistem hubungan keluarga dalam masyarakat serta sistem
hubungan antara individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu
yang merupakan suatu unit epidemiologi di mana penyebaran penyakit dapat
berlangsung. Kasus atau penderita penyakit menular tertentu yang timbul pada suatu
keluarga atau kelompok penghuni tertentu yang menjadi titik perhatian petugas kesehatan
masyarakat disebut index case. Penyebaran penyakit ke dalam suatu kelompok tertentu
dapat diukur dengan angka serangan yang disebut secondary attack rate yakni jumlah
kasus yang berkembang/ muncul dalam satu satu an waktu tertentu di kalangan anggota
kelompok yang mengalami kontak serta memiliki resiko (risk) atau kerentanan tertentu
terhadap penyakit tersebut.

Kejadian luar biasa (KLB): Wabah

Penularan penyakit dalam masyarakat umum biasanya berjalan sesuai dengan


pola kejadian penyakit serta sifat penularannya secara umum. Mekanisme penularan

48
penyakit dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya tingkat kesakitan yang biasa
(bersifat endemik) dan mungkin pula tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan
(keadaan luar biasa atau wabah). Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam dua bentuk
utama yakni: bentuk common source dan bentuk propagated atau progressive. Secara
umum, kedua bentuk wabah ini dapat dibedakan dengan membuat grafik penyebaran
kasus/kejadian berdasarkan waktu mulainya sakit (waktu onset) yang biasanya disebut
kurva epidemi.

common source epidemic

Keadaan wabah dengan bentuk common source (CSE) adalah suatu letusan
penyakit yang disebabkan oleh terpapamya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara
menyelumh dan terjadinya dalam waktu yang relatif singkat (sangat mendadak). Jika
keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam waktu
yang sangat singkat (point of epidemic atau poi! source of epidemic), maka resultan dari
semua kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas saja. Pada dasarnya
dijumpai bahwa pada CSE kurva epidemi mengikuti suatu distribusi normal, sehingga
dengan demikian bila proporsi kumulatif kasus digambarkan menumt lamanya kejadian
sakit (onset) akan berbentuk suatu garis lurus. Median dari masa tunas dapat ditentukan
secara mudah dengan membaca waktu dari setengah (50%) yang terjadi pada grafik.
Dalam hal ini, pengetahuan tentang median dari masa tunas dapat menolong kita dalam
mengidentifikasi agent penyebab, mengingat tiap jenis agent mempunyai masa tunas
tertentu.

Pada bagan berikut ini memperlihatkan waktu onset penyakit dari suatu kejadian
letusan wabah keracunan makanan (food intoxication) pada suatu asrama mahasiswa
tugas belajar. Melihat cepatnya naik dan turon dari kurva epidemi tersebut tampaknya
sangat sesuai dengan sifat dari suatu point source epidemic. Jika bahan perantara
(vehicle) atau sumber epidemi (termasuk makanan, air maupun udara) masih
memungkinkan epidemi terns berlangsung, maka keadaan akan menjadi lebih kompleks.
Mengingat bahwa kurva epidemi terbentuk dari keterpaparan berganda pada waktu yang
berbeda dan disertai dengan masa tunas yang bervariasi, maka puncak kurva akan kurang
memperlihatkan puncak yang tajam dan letusan penyakit akan berlangsung lebih lama.

ternyata 78 orang mengalami keracunan makenaddengan gejala. (iiare 22%?" di“? sedang
yang kejadiannya sangat Singgft yakni sekitar 2 Jam sale a pes mu a dan kasus terakhir
adalah pada jam 15 keesokan harinya.

49
Penyebaran insidens kasus pada gambar di atas menunjukkan gambaran dengan
satu puncak epidemi. Sedang jarak kejadian antara kasus dengan kasus lainnya
menunjukkan waktu yang sangat pendek hanya dalam jam. Dalam hal perbedaan jarak
antara waktu keterpaparan (waktu pesta/waktu makan) dengan waktu timbulnya gejala
pertama pada individu dapat disebabkan karena perbedaan daya tahan perorangan, tetapi
dapat pula karena perbedaan dosis yang dimakan terutama jenis makanan yang
mengandung materi penyebab (bakteri atau terutama toksinnya).

Bagan tersebut menunjukkan suatu keadaan letusan gastroenteritis yang


disebabkan oleh Clostridium perfringens dengan masa tunas yang bervariasi antara 7
sampai 24 jam setelah keterpaparan dengan frekuensi tertinggi terjadi pada 12 jam setelah
keterpaparan tersebut. Bentuk ini sangat spesifik untuk letusan yang disebabkan oleh
mikroorganisme tersebut.

Dari bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka faktor penyebabnya atau
sekurang-kurangnya dari kelompok penyebab yang mana yang menimbulkan wabah
tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun 1976 di
Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi American
Legion. Penelitian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan patogen penyebab
yang sebelumnya belum dikenal yakni Legionella pneumophili. Tetapi setelah dipelajari
dan dianalisis sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa penyakit seperti ini
bukanlah sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah menimbulkan beberapa
wabah yang sama sebelumnya. Dengan demikian maka sejak terjadinya wabah di
Philadelphia tahun 1976 tersebut dengan 221 penderita dan 34 orang meninggal, maka
beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya letusan penyakit tersebut di
Philadelphia, maka secara epidemiologis telah ditemukan berbagai informasi tentang
penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi letusan pada beberapa tempat
walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan angka kematian yang rendah sekali.
Di samping itu, diketemukan pula berbagai gambaran sifat epidemiologis penyakit ini
seperti angka insidensi lebih tinggi pada pria dari pada wanita, serta beberapa faktor lain
ikut mempengaruhi kejadian penyakit ini.

Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh faktor penyebab
bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun polusi
zat kimia yang beracun di udara terbuka.

PROPAGATED ATAU PROGRESSIVE EPIDEMIC

50
Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan maupun vektor.
Kejadian epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai dengan sifat penyakit
serta lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta
penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyakit tersebut. Masa tunas
penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa epidemi
cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai
pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang minimal.
Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang penyakit maka jumlah yang
rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi mulai menumn sampai batas
minimal. Bila kita membandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas, maka jelas
tampak perbedaan terutama dalam kurva epidemi menurut waktu. Pada letusan dengan
bentuk common source epidemic. tampak kurva epidemi yang meningkat secara cepat
dan juga menumn sangat cepat dalam batas satu masa tunas saja, sehingga angka
serangan kedua (secondary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain pihak.
bentuk kurva epidemi pada propagated epidemic berkembang ianjut dan melampaui satu
masa tunas Pada keadaan tertentu dengan sistem surveillans yang baik. kita dapat
menentukan turunan dan setiap kasus pada angka serangan berikutnya. Namun demikian,
kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat mengaburkan pola epidemi yang
terjadi.

Selain dari kedua bentuk epidemi tersebut di atas, masih dikenai pula bentuk epidemi iain
yang dihasilkan oleh penyakit menuiar yang penyebarannya melalui vektor (vector borne
epidemics). Bentuk epidemi ini biasanya agak sama kecilnya dengan area dari common
source epidemic. tetapi dalam lingkaran penularannya dapat dijumpai peranan zoonosis,
manusia, atau campuran dari keduanya sebagai sumber penularan kepada vektor.
Kebanyakan wabah vector bome mempunyai lingkaran penularan berganda antara vektor
dan host sebelum cukup banyak kasus manusia yang terserang untuk dapat dinyatakan
sebagai suatu wabah.
Ada kemungkinan di mana kita sulit untuk menentukan keadaan dan sifat suatu epidemi
dengan hanya berdasarkan pada kurva epidemi semata. Umpamanya suatu kurva yang
khas sebagai bentuk point source/common source mungkin dipengaruhi oleh
perkembangan terjadinya kasus sekunder, yang terjadi karena berlanjutnya kontaminasi
dengan sumber penularan atau mungkin pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dari
masa tunas. Di lain pihak pada penyakit influenza klasik, umpamanya yang bersifat
propagated dengan masa tunas yang relatif pendek dan sifat infestisitas yang cukup

51
tinggi, dapat menghasilkan kurva epidemi yang cepat naik dan cepat pula turun sehingga
mirip dengan kurva common source epidemic. Namun demikian sifat penyebaran
penyakit menurut tempat (penyebaran geografis) dapat mem bantu kita untuk
membedakan kedua jenis epidemi tersebut. Dalam hal ini, bentuk propagated lebih
cenderung memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi
kasus. .
Sebenamya bila kita menganalisis secara luas maka awal dari suatu wabah pada dasarnya
lebih banyak ditentukan oleh perilaku pejamu, dibanding dengan sifat infeksi/penularan
maupun sifat kimiawi dari produk mikroorganisme. Seperti halnya dengan agent infeksi,
maka ide serta pola tingkah laku dapat pula disebarkan dari orang ke orang. Kemampuan
penularan dari pola tingkah laku telah diamati sejak lama, mulai dari tarian kegilaan
(dancing maniac) pada abad pertengahan sampai pada ledakan gejala histeris pada akhir-
akhir ini yang memberikan suatu sifat yang mudah menular dalam masyarakat.
Penyalahgunaan obat terlarang dewasa ini merupakan suatu fenomena tingkah laku
dewasa ini dan dapat menyebarkan berbagai bentuk penyakit menular yang sebelumnya
tidak diketahui cara penyebarannya. Sebagai contoh. penyakit hepatitis B dan malaria
telah menyebar dan meluas melalui berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan
obat. Perkembangan kasus tidak hanya tergantung pada penularan dari orang ke orang.
tetapi juga erat hubungannya dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok
tertentu. Kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui suntikan, atau
merokok, adalah sama peranannya dengan efek pisioiogis pada tingkat awal penyakit.
Secara konseptual dan secara teoretis maka rantai peristiwa pada suatu letusan common
source (common vehicle) epidemic relatif tampaknya sangat sederhana. Dengan
melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap keterpaparan umum. maka
pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar tersebut akan menderita
penyakit (tidak seluruhnya). Penderita yang muncul dari kelompok tersebut mempunyai
waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai dengan rentangan masa tunas kejadian
penyakit tersebut.

D. PELACAKAN KEJADIAN LUAR BIASA


Garis besar pelacakan wabah/kejadian luar biasa
Usaha pelacakan kejadian luar biasa/wabah merupakan suatu kegiatan yang cukup
menarik dalam bidang epidemiologi. Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah
sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara
saksama langsung di lapangan/tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data yang
teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan pelacakan.

52
Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan suatu perisdwa luar biasa atau wabah,
diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada
dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan. Langkah-
langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri
oleh setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap pertanyaan yang mungkin
timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah tersebut
sangat tergantung pada tim pelacak, namun beberapa hal yang bersifat prinsip dasar
seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian
lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin.
Analisis situasi awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yanf diperkirakan bersifat wabah atau situasi luar
biasa. Diperlukan sekurang-kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari
pelacakan.
Penentuan/penegakan diagnosis. Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan
penentuan/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas
apakah laporan awal yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan
tingkat kebenarannya). Umpamanya wabah penyakit ”demam berdarah" harus jelas
secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala demam berdarah
dapat didiagnosis secara tidak tepat. Di samping itu, pemeriksaan laboratorium kadang-
kadang harus dilakukan lebih dari satu kali. Dalam hal menegakkan diagnosis. harus pula
ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat
tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang sedang dihadapi. Seseorang dapat
dinyatakan kasus dapat dengan gejala klinis saja. atau dengan pemeriksa dan
laboratorium saja atau keduanya Umpamanya wabah diare, bila kita mengarah pada
masalah diare secara umum, maka gejala klinis tertentu sudah cukup untuk menentukan
kasus atau bukan kasus. Tetapi bila masalah diare lebih diarahkan khusus untuk kolera
eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan di samping gejala klinis dan
analisis epidemiologi.
Penentuan adanya wabah. Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa, maka
untuk menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka
perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk
melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak.
Uraian keadaan wabah. Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah
berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Buadah kurva epidemi
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala

53
penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran
kasus menurut tempat (spot map epidemi). Lakukanlah berbagai perhitungan
epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi dengan resiko
menurut usia, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan.
minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang mungkin
berguna dalam analisis. Juga hal yang sama untuk kasus yang mengalami kematian
karena wabah. Dalam hal ini melakukan identifikasi berbagai sifat yang mungkin
berkaitan dengan timbulnya penyakit merupakan langkah yang sangat penting sekali
dalam usaha memecahkan masalah wabah.
Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, maka selain
tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis yang
berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada
tindak lanjut tersebut.
Usaha penemuan kasus tambahan. Untuk hal tersebut harus ditelusuri kemungkinan
adanya kasus yang tidak dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1. Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat untuk mencari
kemungkinan mereka menemukan kasus penderita penyakit yang sedang diteliti dan
belum termasuk dalam laporan yang ada.
2. Adakan pelacakan yang intensif terhadap mereka yang tanpa gejala atau mereka dengan
gejala ringan/tidak spesifik tetapi mempunyai potensi menderita atau termasuk kontak
dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada beberapa penyakit tertentu
umpamanya pada penyakit hepatitis, yang selain penderita dengan klinik jelas, juga
kemungkinan adanya gejala ringan tanpa gejala kuning, dimana diagnosis hanya mungkin
ditegakkan Dengan melalui pemeriksaan labolatorium (tes fungsi hati).
Analisis data. Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan
informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.
Menegakkan hipotesis. Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan. dimer keputusan
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal in-x harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus
sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.
Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut. Tindakan diambu berdasarkan hasil
analisis dan sesuai dengan keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap
tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut (follow
up) sampai keadaan sudah normal kembali_ Biasanya kegiatan tindak lanjut dan

54
pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas penyakit yang mewabah.
Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa penyakit tertentu yang mempunyai potensi
dapat menimbulkan keadaan luar biasa. disusunkan suatu program pengamatan yang
berkesinambungan dalam bentuk surveillans epidemiologi, terutama pada kelompok
dengan resiko tinggi.
Pada akhir dari setiap pelacakan harus dibuat laporan lengkap yang dikirim kepada semua
instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilaksanakan serta saran-saran untuk
mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang.

E. KONSEP TERJADINYA PENYAKIT


Pengertian sehat dan sakit
Menurut WHO yang dikatakan ”sehat" adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi
kesejahteraan fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat
atau kelemahan.
Anggota masyarakat yang sehat termasuk dalam "model keadaan yang paling baik" (high
level wellness model). Dalam "model" berorientasi pada menyehatkan yang sakit,
sedangkan konsep "keadaan baik" berorientasi terutama untuk meningkatkan keadaan
yang sudah baik. Konsep keadaan baik ini berfokus pada unsur-unsur sebagai berikut:
• .Kegiatan badaniah (physical activity)
• Kesadaran gizi (nutritional awareness)
• Pengelolaan tekanan (stress management)
• Tanggung jawab mandiri (self responsibility)
Dalam konsep sehat WHO tersebut diharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam
interaksi antara manusia dan makhluk hidup lain dengan lingkungannya
Sebagai konsekuensi dari konsep WHO tersebut, maka yang dikatakan manusia sehat
adalah:
• tidak sakit.
• tidak cacat,
• tidak lemah,
• bahagia secara rohani,
• Sejahtera secara sosial, dan
• Fit secara jasmani.
Hal tersebut di atas sangat ideal dan sulit dicapai, karena salah satu ia…“ P entunya
adalah faktor lingkungan yang sulit pengaturannya.

55
Keadaan ”sakit" merupakan akibat dari kesalahan adaptasi terhadap lingkung
(maladaptation) dan reaksi antara manusia dan sumber-sumber penyakit. "Sakit" berati
suatu keadaan yang memperlihatkan adanya keluhan dan gejala sakit secara, subyektif
dan obyektif. sehingga penderita tersebut memerlukan pengobatan Untuk mengembalikan
keadaan sehat.
Keadaan "sakit” sering dipakai untuk menilai tingkat kesehatan suatu masyarakat. untuk
mengetahui tingkat kesehatan tersebut, dapat dilakukan melalui. Pengukura-pengukuran
nilai unsur tubuh antara lain berat badan. tekanan darah, frekuensi pernafasan,
pemeriksaan cairan tubuh dan masih banyak lagi yang sulit pengukurannya ataupun
memerlukan banyak biaya.
Sejarah alamiah dari penyakit
Apabila tingkat kesakitan dalam suatu populasi penduduk diketahui, maka kita perlu
membedakan antara populasi yang mempunyai dan tidak mempunyai penyaklt yang
spesifik. Pada prakteknya cara membedakannya sangat sulit. Umumnya penyakit-
penyakit menahun mempunyai sejarah alamiah penyakit (Natural history of disease) yang
menarik. Adanya sejarah alamiah dari suatu penyakit dapat dipakai, sebagai cara dalam
usaha pencegahan ataupun pengontrolan dari penyakit tersebut.
Tingkatan dari sejarah alamiah suatu penyakit (Natural history of disease) adalah:
Tingkat kepekaan (stage of susceptibility). Pada tingkat ini penyakit belum nampak,
tetapi telah ada suatu hubungan antara Host (induk semang), Agent (penyebab penyakit)
dan Environment (lingkungan). Adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
ketiga faktor tersebut di atas, akan menimbulkan suatu hai yang disebut faktor resiko (risk
factor). Sebagai contoh adalah:
a. Seseorang (host) yang sangat capai disertai dengan konsumsi alkohol yang berlebihan
(agent), maka akan memudahkan menderita (risk factor) penyakit infeksi saluran nafas
(pneumonia).
b. Seseorang yang berbadan gemuk dengan kadar kolesterol dan tekanan darah yang tinggi
disertai perokok berat, maka orang tersebut akan mempunyai resiko mendapat serangan
penyakit jantung koroner.
Faktor resiko pada tingkat kepekaan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain:
• usia seseorang,
• jenis kelamin,
• gaya hidup seseorang (life style),
• keadaan budaya,
• dan lain-lain.

56
Tingkat sebelum sakit (stage of presymptomatic disease). Pada tingkat ini penyakit
belum tampak. Adanya faktor kepekaan dan interaksi antara Host, Agent dan
Environment, akan timbul dan mulai tampak adanya perubahan-perubahan secara
patologis. Walaupun demikian, perubahan-perubahan ini masih tetap berada di bawah
garis yang disebut clinical horizon, yaitu garis perbatasan antara keadaan penyakit yang
sudah jelas tanda-tandanya (secara klinis) dan terjadinya perubahan secara patologis.
Sebagai contoh adalah: Perubahan atherosklerotik pada pembuluh darah koroner, sebelum
ada tanda-tanda stroke (mati mendadak).
Tingkat sakit secara klinis (stage of clinical disease). Pada tingkat ini terjadi perubahan
secara anatomis dan fungsional. Adanya perubahan tersebut akan menimbulkan gejala
dan tanda-tanda dari suatu penyakit. Pada tingkat sakit secara klinis ini suatu penyakit
dapat diklasifikasi, misalnya berdasarkan lokasi, gambaran histologis serta fungsionalnya
(psychososia)
Tingkat kecacatan (stage of disability). Ada penyakit yang dapat sembuh Dengan
sendirinya tanpa diberikan suatu pengobatan. Ada pula penyakit yang tetap berlangsung
sampai lama walaupun sudah mengalami pengobatan dan dalam hal ini dapat
menimbulkan kerusakan pada bagian tubuh dan akan memberikan kecacatan. Resiko dari
keadaan tersebut adalah makin lamanya proses penyakit tersebut yang bias menimbulkan
cacat pada bagian tubuh tertentu. Sebagai contoh adalah:
 Penyakit virus tertentu (campak) dapat sembuh Dengan sendirinya. Akan tetapi kondisi
penderita amat jelek dan tanpa pengobatan, dapat menimbulkan komplikasi radang otak.
 Tingkat kecacatan sebenarnya dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian
cacat dalam masyarakat dapat berarti terbatasnya aktivitas seseorang. misainya
terbatasnya komunikasi seseorang karena ia tuli. Definisi dari cacat ( The National Health
Survey, USA) adalah: Berkurangnya aktivitas seseorang secara sementara ataupun jangka
panjang sebagai akibat terserang oleh penyakit akut atau kronis.
Pencegahan penyakit
Pada dasarnya pencegahan suatu penyakit lebih murah dari pengobatan penyakit tersebut.
Proses pencegahan tersebut tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan dan sejarah
terjadinya penyakit. Dalam proses pencegahan, kita akan mengadakan deteksi dan
intervensi pada penyebab dan faktor resiko dari penyakit. Arti pencegahan sendiri adalah
mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit sebelum penyakit tersebut
terjadi.
Tingkat dari pencegahan penyakit adalah:

57
• Pencegahan primer (Primary prevention). Tingkat pencegahan ini dapat dilakukan pada
fase kepekaan dari sejarah alami suatu penyakit.
• Pencegahan sekunder (Secondary prevention). Tingkat pencegahan ini dapat dilakukan
pada fase preklinik dan klinik.
• Pencegahan tersier (Tertiary prevention). Tingkat pencegahan ini dapat dilakukan pada
fase penyakit yang sudah lanjut atau fase kecacatan.
Pencegahan primer
Pencegahan primer terdiri dari 2 katagori yaitu:
1. Peningkatan kesehatan (Health promotion)
Termasuk di sini adalah:
 Perbaikan gizi masyarakat
 Perbaikan kondisi rumah dan tempat rekreasi
 Pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan seks dan sanitasi
2. Pencegahan Spesifik ( Spesifrc protection)
3. Termasuk di sini adalah:
 immunisasi
 Penjernihan air minum
 Pencegahan kecelakaan
 Pengaturan makan (diet) dan olah raga
Dalam pelaksanaannya pencegahan primer dipengaruhi oleh sikap individu dan
tingkungan.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder terdiri dari:
1. Penemuan/deteksi secara dini (early detection)
 penemuan kanker secara dini (insitu)
 penemuan kasus penyakit kencing manis secara dini
2. Pengobatan penyakit secara dini
3. Agar penyakit tidak berkembang lebih lanjut perlu dilakukan pengobatan secara dim
(pengobatan penyakit selagi belum parah)
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier terdiri dari:
 Membatasi kecacatan (disability Iimitation)
 Rehabilitasi (rehabilitation)

58
BAB VPencegahan dan Penanggulangan Penyakit

A. PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR


Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruslah didasarkan
pada data/ keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil
pengamatan/ penelitian epidemiologis.

Pada dasamya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan
tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang
meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkat pencegahan tersebut
saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang
tumpang tindih.

Pencegahan tingkat pertama

Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
serta faktor pejamu.

• Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi
penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara
lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme penyebab penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan
dan menghilangkan sumber penularan maupun memutuskan rantai penularan, di samping
karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu
usaha untuk mengurangi/menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui
pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada (biasanya pada binatang yang
menderita), serta mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko
perorangan dan masyarakat.

• Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti


peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk pemukiman
lainnya. perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti pemberantasan serangga

59
dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah
tangga, hubungan antarindividu dan kehidupan sosial masyarakat.

• Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status
kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai
bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikhologis, persiapan perkawinan
serta usaha menghindari pengaruh faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik
melalui peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan.

Pencegahan tingkat kedua

Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap
menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas).

Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah
timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih lanjut serta
mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.

• Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha survaylen
penyakit tertentu, pemeriksaan berkala serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon
pegawai TNI, mahasiswa dan lain sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit
tertentu secara umum dalam masyarakat. serta pengobatan dan perawatan yang efektif.

• Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada


pada proses prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu.

Pencegahan tingkat ketiga

Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tertentu dengan tujuan
mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen mencegah bertambah
parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai
usaha dalam mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti pada penderita diabetes
militus (kencing manis), penderita tuberkulosis pan, yang berat, penderita penyakit
measles agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.

Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat
samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi adalah usaha

60
pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi
rehabilitasi fisik/medis, rahabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial.

B. Strategi pencegahan penyakit


Dalam usaha pencegahan penyakit secara umum dikenal berbagai strategi pelaksanaan
yang tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat pencegahan. Dalam strategi penerapan
ilmu kesehatan masyarakat dengan prinsip tingkat pencegahan seperti tersebut di atas,
sasaran kegiatan diutamakan pada peningkatan derajat kesehatan individu dan
masyarakat, perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan
kesehatan, penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan. serta usaha
rehabilitasi lingkungan. saran yang bersifat umum yang ditujukan kepada individu
maupun organisasi masyarakat, dilakukan dengan pendekatan melalui usaha
setempat/mandiri yang sesuai dengan bentuk dan tatanan hidup masyarakat setempat
(tradisional) maupun melalui berbagai program pelayanan kesehatan yang tersedia.

Usaha pencegahan melalui pelaksanaan yang berencana dan terprogram (bersifat wajib
maupun sukarela) seperti pemberian imunisasi dasar serta perbaikan sanitasi lingkungan
dan pengadaan air bersih, peningkatan status gizi melalui pemberian makanan tambahan
maupun berbagai usaha yang bertujuan untuk menghentikan/mengubah kebiasaan yang
mengandung resiko tinggi atau yang dapat mempertinggi resiko penyakit tertentu. Usaha
yang diarahkan pada peningkatan standar hidup dan lingkungan pemukiman seperti
perbaikan perumahan dan pemukiman, perbaikan sistem pendidikan serta sosial ekonomi
masyarakat, yang pada dasarnya merupakan kegiatan di luar bidang kesehatan.

Usaha pencegahan dan penanggulangan keadaan luar biasa seperti kejadian wabah,
adanya bencana alam/situasi perang serta usaha penanggulangan melalui kegiatan rawat
darurat. Dalam menilai derajat kesehatan termasuk situasi morbiditas dan mortalitas
untuk kepentingan penyusunan program pencegahan dan penanggulangan penyakit, harus
dipertimbangkan pula berbagai hal dalam masyarakat di luar bidang kesehatan seperti
sistem produksi dan persediaan

makanan, keadaan keamanan, sistem perekonomian penduduk termasuk keadaan


lapangan kerja, kehidupan sosial dan adat kebiasaan masyarakat setempat serta kebijakan
pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

USAHA PENCEGAHAN KESEHATAN

61
Untuk kepentingan pembangunan masyarakat perlu sekali kesehatan rakyat dipelihara
sebaik-baiknya, oleh karena:

a. Kesehatan rakyat merupakan salah satu unsur penting dari kesejahteraan rakyat.

b. Usaha pembangunan tak akan dapat berlangsung lancar bilamana kesehatan


rakyat banyak terganggu.

Untuk menjaga kesehatan badan perlu usaha sebagai berikut.

Makanan dan minuman. Mengonsumsi mkanan dan minuman yang cukup mngandung zat
yang diperlukan bagi kesehatan tubuh (mempunyai nilai gizi). Zat dalam makanan dan
minuman yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh manusia terutama:

• Zat pembangun. Terdiri atas protein dan zat mineral. Fungsinya sebagai bahan
dalam pertumbuhan tubuh anak-anak, yaitu membesarkan tulang, daging, uraturat dan
lain-lain serta pada orang dewasa, mengganti jaringahn tubuh yang rusak karena habis
terpakai.

• Zat penambah energi (tenaga). Terdiri atas zat karbohidrat dan lemak. Fungsinya
sebagai bahan pembakar dalam tubuh, yang akan menghasilkan panas dan tenaga untuk
berbagai macam gerak daripada bagian-bagian tubuh kita (tangan, kaki, alat pernapasan,
dan lain-lain). Nilai bahan pembakar itu dinyatakan dengan jumlah kalori.

• Zat pelancar dan pelindung. Terdiri atas vitamin. Fungsinya untuk melancarkan
pertukaran zat dalam tubuh serta mencegah timbulnya penyakit tertentu.

Udara yang bersih dan segar. Susunan udara yang keluar dari pernapasan berbeda dengan
udara luar. Ternyatalah, bahwa yang dikeluarkan pada” pernapasan lebih sedikit
mengandung oksigen, dan lebih banyak mengandung zat lemas serta karbon dioksida
apabila dibandingkan dengan udara luar yang masih bersih dan segar. Udara disebut
bersih bilamana ia juga tidak, atau sedikit sekali mengandung debu, kuman-kuman
penyakit, gas beracun dan berbaya, dan bau busuk. Keadaan demikian itu dapat dicapai
apabila orang mendiami rumah yang memenuhi syarat-syarat yang baik, seperti ventilasi
dan lain-lain.

Senam dan olahraga. Senam dan olahraga yang dijalankan secara teratur memberikan
berbagai manfaat bagi tubuh kita, yaitu:

a) Membantu kelancaran dan memperkuat pernapasan.

62
b) Membantu kelancaran peredaran darah.
c) Membantu kelancaran pencernaan makanan.
d) Membantu kelancaran pengeluaran zat yang tidak berguna (peluh, urine, dan lain-
lain).
e) Menambah kecekatan gerak bagian-bagian tubuh.

Penularan penyakit. Penularan bermacam-macam penyakit dapat terjadi karena masuknya


kuman-kuman penyakit (bakteri, jamur, virus) dalam tubuh seseorang. Kuman-kuman itu
dapat masuk dengan:

• Melalui alat pencernaan makanan (tifus, kolera, disenteri. beberapa penyakit


cacing).

• Melalui alat pernapasan (influenza, batuk-kering, pes/sampar, paru-paru, difteri,


cacar).

• Melalui luka pada kulit luar (tetanus, sifilis, demam karena luka).

• Melalui gigitan binatang (malaria, pes, penyakit anjing gila)

• Melalui kulit luar (kudis, panu, frambusia, cacaing tambang)

Kacederaan tubuh dan sebagainya. Selain daripada penyakit-penyakit yang menular


banyak sekali hal dari luar yang mengancam keselamatan tubuh kita, di antaranya;

• Hal-hal yang menyebabkan luka pada badan (benda keras, benda tajam, api dan
lain-lain)

• Hal-hal yang menyebabkan peracunan (makanan, minuman, udara yang beracun,


gigitan binatang yang berbisa)

• Iklim buruk (angin dingin), terik mataahari, dan lain-lain.

• Hal-hal tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala rasa sakit demam, muntah-


muntah, kejang, pingsan, dan lain-lain.

Rangsangan dan tekanan batin. Rangsangan jiwa dan tekanan jiwa dapat pula
menyebabkan terjadinya penyakit-penyakit, misalnya penyakit saraf, tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, tukak lambung, kencing manis, dan lain-lain.

63
PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular (kontrol) adalah upaya untuk
menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat serendah mungkin sehingga tidak
merupakan gangguan kesehatan bagi masyarakat tersebut.

Seperti halnya pada upaya pencegahan penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit
menular dapat pula dikelompokkan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran utamanya
yang meliputi: sasaran langsung melawan sumber penularan atau reservoir, sasaran
ditujukan pada cara penularan penyakit, dan sasaran yang ditujukan terhadap pejamu
dengan menurunkan kepekaan pejamu.

Sasaran langsung pada sumber penularan pejamu

Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam masyarakat merupakan faktor yang
sangat penting dalam rantai penularan. Dengan demikian keberadaan sumber penularan
tersebut memegang peranan yang cukup penting serta menentukan cara penanggulangan
yang paling tepat dan tingkat keberhasilannya cukup tinggi.

Sumber penularan adalah binatang

Bila sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan (domestik) maka upaya
mengatasi penularan dengan sasaran sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan
memusnahkan binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari penyakit
tersebut (imunisasi dan pemeriksaan berkala).

Tetapi bila sumber penyakit dijumpai pada binatang liar di samping binatang peliharaan,
maka keadaanya akan lebih sulit. Penanganan penyakit rabies (gila anjing) umpamanya
akan lebih mudah pada daerah perkotaan dengan hampir seluruh anjing yang ada
merupakan anjing peliharaan. Sedangkan penanganan penyakit ini dI daerah pedesaan di
mana selain anjing juga adanya binatang liaryang dapat tertular. akan usaha
penanggulangan seperti tersebut di atas lebih sulit dilaksanakan. Dalam keadaan yang
demikian ini maka usaha penanggulangan dilakukan dengan kombinasi. cara lain, dengan
kerja sama mstansn lain yang terkait.

sumber penularan adalah manusia

64
Apabila sumber penularan adalah manusia. maka cara pendekatannya sangat berbeda
mengingat bahwa dalam keadaan ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber.
Sasaran penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat dilakukan dengan isolasi
dan karantina, pengobatan dalam berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur
penyebab (mikroorganisme) atau menghilangkan lokus infeksi yang ada pada sumber
(bedah saluran empedu atau cholecystectorny) pada carrier typhoid menahun).

Salah satu usaha penanggulangan yang sasarannya terpusat pada sumber penularan adalah
isolasi penderita. Bentuk ini memang sangat bermanfaat pada situasi penyakit yang baru
muncul dan punyai potensi mewabah. Sedang bentuk ini kurang bermanfaat pada
penyakit yang telah menyebar dalam masyarakat terutama yang mempunyai bentuk
infeksi terselubung atau iceberg phenomena, atau juga terhadap penderita yang telah
mengalami infeksi yang mencapai puncaknya dan mungkin telah menularkan ke
sekitarnya.

Bentuk penanggulangan lainnya yang mirip dengan isolasi adalah karantina. Karantina
adalah pembatasan gerak seseorang atau sekelompok orang sehat atau binatang yang
dicurigai menderita atau akan menderita penyakit menular tertentu. Bentuk karantina
biasanya dengan menempatkan orang atau binatang tersebut pada lokasi tertentu dengan
pengawasan yang ketat selama satu masa tunas tertinggi. Mengingat sulitnya dan
mahalnya biaya karantina disertai dengan kemajuan alat komunikasi dewasa ini, maka
bentuk karantina untuk beberapa penyakit menular tertentu pada manusia telah
dimodifikasi dalam bentuk surveillans individu, sedangkan untuk binatang masih tetap.

Surveillans individu dimaksudkan pengawasan dan pengamatan terus menerus secara


ketat terhadap mereka yang kontak untuk menderita penyakit yang dapat menjadi sumber
penularan, tanpa membatasi kebebasan bergeraknya. Pengawasan dan pengamatan
dilakukan oleh petugas kesehatan setempat sampai satu masa tunas maksimal. Dalam hal
ini individu yang berada di bawah surveillans diharuskan tetap melaporkan diri dan tetap
berada di bawah pengawasan petugas kesehatan setempat di mana yang bersangkutan
berada.

Sasaran ditujukan pada cara penularan

Sebagaimana diketahui bahwa cara penularan penyakit meliputi kontak langung, melalui
udara, melalui makanan serta melalui vektor perantara. Upaya pencegahan penularan
melalui kontak langsung biasanya dititikberatkan pada penyuluhan kesehatan yang
dilaksanakan bersama-sama dengan usaha menghilangkan sumber penularan. Usaha

65
pencegahan ini sangat erat hubungannya dengan pola dan kebiasaan hidup sehari-hari,
sistem sosial dan perilaku sehat anggota masyarakat

Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang ditularkan melalui udara,
terutama infeksi saluran pernapasan dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau
dengan sinar ultra violet, temyata kurang berhasil. Sedangkan usaha lain dengan
perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam ruangan tampaknya lebih bermanfaat.
Mengingat bahwa sebagian besar penyakit yang ditularkan melalui udara pada umumnya
membutuhkan kontak tidak langsung di samping itu sebagian penyakit tersebut dapat
dicegah melalui imunisasi.

Adapun upaya perbaikan lingkungan dalam upaya mencegah dan menanggulangi


penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman, dikembangkan dengan
memberantas bahan-bahan yang mengalami kontaminasi seperti penyehatan air minum,
pasteurisasi susu, serta pengawasan terhadap semua pengobatan bahan makanan dan
minuman. Usaha seperti ini biasanya dilakukan secara bersama antara petugas
pengawasan bahan berbahaya Dengan petugas kesehatan lingkungan.

Pencegahan dan penanggulangan penyakit yang ditularkan oleh vektor terutama serangga
dan binatang lainnya dilakukan melalui pemberantasan serangga Serta binatang perantara
lainnya. DI samping itu, pengawasan terhadap berbagai penyakit zoonosis dilakukan
dengan sasaran utama adalah binatang meningkatnya Penularan berbagai penyakit
melalui vektor oleh ulah manusia sendiri (man made disease), seperti penularan penyakit
schistosomiasis melalui irigasi, peningkatan penularan penyakit malaria dan filariasis di
daerah pemukiman baru, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi hal seperti ini perlu kerja
sama instansi dalam setiap program pembangunan, terutama pembangunan yang dapat
menimbulkan perubahan rekosistem setempat.

sasaran ditujukan pada pejamu potensial

Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang berpengaruh pada pejamu


potensial terutama tingkat kekebalan (imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang
dipengaruhi oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika.

Peningkatan kekebalan khusus (imunitas)

Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha imunisasi yakni peningkatan
kekebalan aktif pada pejamu dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif
untuk perlindungan terhadap penyakit dipteria, pertusis dan tetanus (DPT) merupakan

66
pemberian imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian terpenting dalam program
kegiatan kesehatan masyarakat. Di samping itu, jaga termasuk imunisasi dasar yang
diprogramkan pemerintah secara umum di lndonesia adalah BCG (Bacillus Calmette
Guerine) untuk mencegah penyakit tuberkulosis vaksinasi campak (measles) serta
vaksinasi poliomyelitis. Sedangkan vaksinasi yang ditujukan untuk perlindungan
terhadap hepatitis belum diprogramkan secara umum.

Selain pemberian imunisasi aktif tersebut di atas, juga dikenal adanya usaha perlindungan
terhadap beberapa penyakit tertentu dengan pemberian antibodi pelindung yang berasal
dari pejamu lain dalam bentuk serum antibodi yang memberikan perlindungan sementara
dan disebut imunisasi pasif. imunisasi pasif ini juga cukup berperan seperti pada
pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil untuk kemudian dapat memindahkan antibodi
ibu kepada bayi melalui placenta. Juga pemberian antisera pada mereka yang dicurigai
ketularan penyakit gila anjing (rabies) serta pemberian serum globulin imun untuk
pencegahan hepatitis dan pemberian antitoksin tetanus untuk luka berat (sudah jarang
digunakan).

Pemberian imunisasi dasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan ternyata
cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan serta menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Demikian pula pemberian antisera terhadap rabies yang sudah
tersedia pada hampir setiap Puskesmas telah mampu menurunkan angka kesakitan dan
kematian penyakit rabies.

Peningkatan kekebalan umum (resistensi)

Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan pejamu terhadap penyakit infeksi
telah diprogramkan secara luas seperti perbaikan gizi keluarga, peningkatan gizi balita
melalui program Kartu Menuju Sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan masyarakat
serta pelayanan kesehatan terpadu melalui Posyandu. Keseluruhan program ini bertujuan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara umum dalam usaha menangkal berbagai
ancaman penyakit infeksi.

SURVEILLANS EPIDEMIOLOGI

Surveillans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus-meneruS terhadap


semua aspek penyakit tertentu. baik keadaan maupun penyebarannya dalam satu
kelompok penduduk tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.
Surveillans penyakit menular adalah suatu kegiatan pengumpulan data teratur,

67
peringkasan dan analisis data kasus bam dari semua jenis penyakit infeksi dengan tujuan
untuk identifikasi kelompok resiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan
penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap kasus harus
dilaporkan secara lengkap dan tepat. Keterangan mengenai tiap kasus meliputi diagnosis
penyakit, tanggal mulainya timbul gejala. keterangan tentang orang yang meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat dan nomor telepon (bila ada), serta sumber rajukan bila
penderita hasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas dan lain-lain).

Surveillans epidemiologi dalam masyarakat

Dengan analisis secara teratur berkesinambungan terhadap data seperti tersebut di atas
terhadap berbagai penyakit menular akan dapat memberikan kesempatan lebih mengenai
kecenderungan penyakit menumt musim atau periode waktu tertentu, mengetahui daerah
geografis di mana jumlah kasus/penularan meninggi atau menurun, serta berbagai
kelompok resiko tinggi menumt umur, jenis kelamin, ras, agama, status sosial ekonomi
serta pekerjaan (penyakit akibat kerja atau lingkungan kerja).

Adapun data kejadian penyakit menular yang telah lampau yang terdapat pada suatu
wilayah administrasi atau kelompok populasi tertentu biasa berasal dari kegiatan
surveillans yang ada. Data seperti ini sangat penting untuk mengetahui berbagai keadaan
ledakan berbagai penyakit waktu lampau serta berbagai bentuk dan sifat
epidemiologisnya. Biasanya data yang demikian ini terdapat pada pusat pelayanan
kesehatan atau pusat data dan informasi kesehatan serta pusat informasi data lainnya yang
selain memiliki data kesehatan yang dikumpulkan secara sistematis, juga memiliki
berbagai data informasi lainnya termasuk data demografi.

Pelaksanaan surveillans dilakukan dengan dua cara yakni surveilans pasif dan aktif.
Surveilans pasif atau disebut juga pengumpulan keterangan tentang kejadian penyakit
dalam masyarakat yang dilakukan oleh unit surveillans mulai dari tingkat Puskesmas
sampai ke tingkat nasional. Dalam hal ini sejumlah penyakit tertentu secara teratur
dilaporkan baik melalui rumah sakit maupun melalui Puskesmas atau institusi pelayanan
kesehatan lainnya. Data yang terkumpul dari program ini dianalisis dan disebarluaskan
serta dilakukan pengamatan khusus bila ada kejadian yang bersifat luar biasa.

Surveillans aktif merupakan pengumpulan data terhadap satu atau lebih penyakit tertentu
pada suatu masa waktu tertentu yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan
yang telah ditugaskan untuk hal tersebut. Secara teratur petugas kesehatan tertentu yang
telah ditunjuk, dalam masa interval tertentu (biasanya mingguan) mengumpulkan

68
keterangan tentang ada atau tidak adanya kasus baru penyakit tersebut (yang berada di
bawah surveilans) serta mencatat data yang telah ditentukan (biasanya dengan
menggunakan formulir khusus yang telah tersedia) serta data tambahan lainnya yang
dianggap perlu.

Bentuk surveillans aktif ini biasanya dilakukan bila ada penyakit baru yang diketemukan,
atau suatu bentuk penularan dalam masyarakat yang sedang dalam pengamatan, atau bila
ada perkiraan peningkatan resiko penduduk karena perubahan musim, begitu pula bila
adanya penyakit yang baru muncul pada suatu daerah geografis tertentu atau pada suatu
kelompok populasi tertentu. Juga surveillans aktif seperti ini dilakukan pada masa transisi
dari suatu penyakit yang baru saja dibasmi dari suatu wilayah data populasi tertentu.

SURVEILLANS EPIDEMIOLOGI DI RUMAH SAKIT

Dewasa ini Perkembangan rumah sakit semakin maju dan sedang menghadapi masa
transisi dari perawatan penyakit menular termasuk kecelakaan. hanya… tidak m '
penyakit menular, sebagai tugas utama ke arah 'enu ar termaSuk kgcelakaan Namun
demikian, penderita penyakit menular yang dirawat di rumah sakit masuk cukup besar.
Suatu keadaan khusus dimana faktor lingkungan, secara bermakna dapat mendukung
terjadinya resiko mendapatkan penyakit infeksi, sehingga teknik surveillans termasuk
analrsrs data b ontrol penyakit memerlukan perlakuan tersendiri adalah pada rumah sakit
esar terutama rumah sakit regional dan rumah sakit daerah.

Pada rumah sakit umum yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam Wilayah
yang luas seperti rumah sakit rujukan pada tingkat provinsi dan regional terdapat
beberapa penularan penyakit dan dapat menimbulkan infeksi nosokomial.

Masih tingginya angka penyakit menular dalam masyarakat sehingga penderita (penyakit
menular maupun tidak menular) yang masuk ke rumah sakit kemungkinan besar akan
membawa serta kuman patogen bersamanya. Di lain pihak. setiap penderita di rumah
sakit akan menerima perawatan dari beberapa individu di mana salah seorang di
antaranya mungkin akan berperan sebagai alat pengangkut kuman antarpenderita atau
antaraperawat dengan penderita. Di samping itu penderita yang dirawat nginap di rumah
sakit mengalami kepekaan terhadap berbagai jenis infekSi .karena
keadaarmya/penyakitnya (umpamanya bayi lahir tidak cukup bulan atau prematur)

69
maupun karena pengobatan/perawatannya (seperti imunosupresi, chemoterapi,
pengobatan radiasi, transplantasi organ, hemodialisis, berbagai tindakan bedah), yang
juga mengalami keterpaparan terhadap produksi/ sumber darah, cairan intravena, jarum,
kateter serta berbagai alat medis lainnya. Dalam hal penggunaan alat, meskipun alat-alat
tersebut (atau bagian tertentu alat tersebut) telah dibebaskumankan (desinfeksi) seperti
respirator, berbagai alat kemih serta alat-alat sistem reproduksi, tetapi pengulangan
penggunaan alat-alat dapat menyebabkan timbulnya infeksi nosokomial.

Selain itu, rumah sakit mungkin dapat menjadi tempat berkembang biaknya serta tumbuh
subumya berbagai jenis mikroorganime. Pemakaian secara luas berbagai jenis antibiotika
dapat menimbulkan terjadinya resistensi dari komponan genetik seperti plastid, serta
penggunaan alat-alat khusus pembantu resirkulasi cairan tubuh menghasilkan keadaan
yang tidak biasa dan cukup baik untuk mikro-organisme patogen. Umpamanya
terdapatnya pseudomonas pada alat respirasi dan hepatitis B pada alat dialisis. Juga
ventilasi serta sistem pengudaraan yang terkontaminasi dapat menyebarkan agent
penyakit kepada pejamu yang peka/potensial.

Untuk mengatasi masalah penularan penyakit infeksi di rumah sakit maka telah
dikembangkan sistem epidemiologi surveillans yang khusus dan cukup efektif untuk
menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan infeksi nosokomial di dalam
lingkungan rumah sakit. Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut oleh beberapa rumah sakit
menyediakan tenaga khusus yang terlatih dalam epidemilogi surveillans rumah sakit
Dengan demikian dapat dilakukan surveillans yang teratur melalui pencatatan kejadian
infeksi pada unit-unit tertentu seperti pada laboratorium, angka dan jenis infeksi di ruang-
ruang perawatan, pada unit bedah, serta unit-unit lainnya seperti bagian persalinan dan
ruang bayi, bagian anak dan lainnya. Dengan kegiatan pengamatan yang terus menerus
disertai dengan analisis yang teratur serta pengamatan langsung terhadap kelompok-
kelompok resrko tinggi dalam rumah sakit, dapat memungkinkan pengenalan awal
pelacak serta penangkalan dan penanggulangan ledakan/ kejadian luar biasa dalam rumah
sakit.

PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR

Konsep pemberantasan (eradication) penyakit menular yakni penghapusan total penyakit


tersebut sampai ke akar-akamya secara global (seluruh dunia) merupakan impian masa
lalu yang kemudian dapat menjadi kenyataan pada suatu penyakit menular yang cukup
berbahaya yakni penyakit cacar (smallpox).

70
Penyakit cacar merupakan salah satu penyakit menular yang mempunyai potensi endemi
di berbagai belahan dunia dan dapat mewabah dan meluas ke berbagai daerah yang
potensial melalui penularan langsung. Dari pengalaman berbagai daerah yang bebas cacar
menunjukkan bahwa penyakit ini tidak mudah memasuki wilayah yang telah bebas cacar.
Dari berbagai pengalaman oleh WHO diputuskan untuk memberantas penyakit ini sampai
ke akar-akamya secara global pada awal tahun 1960-an. Adapun faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan yang kuat dalam mengambil keputusan ini antara lain:

• Reservoir satu-satunya adalah manusia.

• Penyakit ini tidak memiliki infeksi berselubung artinya semua penderita muncul
dengan gejala klinik yang sangat spesifik, sehingga surveillans mudah diterapkan.

• Adanya vaksin yang dapat memberikan perlindungan secara meyakinkan dan


dapat berjalan seumur hidup.

• Cara pemberian imunisasi/vaksinasi relatif mudah dan dapat menjangkau


penduduk yang terisolir sekalipun. Hasil yang diperoleh adalah berhasilnya diberantas
penyakit tersebut secara total di seluruh dunia dan sejak tahun 1976 dinyatakan dunia
bebas dari penyakit smallpox.

Beberapa penyakit lainnya mempunyai potensi untuk dilakukan pemberantasan antara


lain penyakit campak yang mempunyai sifat mirip dengan penyakit cacar. Pada berbagai
negara maju, penyakit ini sudah dapat ditekan sampai ke prevalensi yang sangat rendah
dan adanya kasus yang kadang-kadang mewabah sangat bersifat sporadis saja. '

Adapun penyakit menular lainnya seperti malariajlaria dan berbagai penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk, mempunyai potensi untuk dapat ditekan sampai batas tertentu
melalui usaha penanggulangan penyakit tertentu.

71
BAB VIPENYAKIT HUBUNGAN KELAMIN
AIDS/HIV/PSP

A. PENDAHULUAN
Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini.
Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia.
Apabila pada tahun 80-an AIDS menyerang terutama orang dewasa dengan perilaku seks
menyimpang. dewasa ini telah menulari seluruh lapisan masyarakat termasuk bayi dan
anak-anak. Di Afrika AIDS merupakan penyakit keluarga.

Upaya untuk menanggulangi AIDS sudah dilakukan sejak di temukannya penyakit itu
sendiri. Namun sampai saat ini usaha tersebut belum membawa has" yang memuaskan.
Obat ataupun vaksin yang mujarab untuk mengobati ataupun mencegah AIDS belum
diketemukan. Upaya satu-satunya yang'dianggap penting dalam penanggulangan AIDS
adalah penyebar hiasan informasi yang benar tentang bahaya penyakit AIDS kepada
masyarakat. Penyebaran informasi tersebut perlu secara luas, terbuka tanpa ditutup-tutupi.
The Pathhnder Fund Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah bekerjasama
dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dalam bidang KIE untuk mencegah
penyebar-luasan penyakit AIDS di Indonesia.

Pada saat ini terdapat dua pendapat tentang penyakit AIDS di Indonesia. Yang pertama
mengatakan bahwa penyakit AIDS belum menjadi masalah oleh karena masih banyak
penyakit infeksi lain yang lebih penting, dan pendapat yang kedua menyatakan bahwa
penyakit AIDS potensial sekali untuk berkembang di Indonesia mengingat epidemiologi
penyakit tersebut dan pengalaman negara tetangga kita Thailand. Kedua pendapat
tersebut sama-sama mempunyai alasan yang kuat.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (lAKMl) mengambil sikap sebagai berikut.
Mengingat epidemiologi penyakit AIDS, perlu dilakukan langkah-langkah promosi dan
pencegahan penyakit tersebut dengan segera dan secara luas. Untuk itu IAKMI telah
mendirikan suatu sekretariat untuk promosi dan pencegahan penyakit AIDS.

Salah satu kegiatan IAKMI adalah memberikan informasi tentang penyakit AIDS kepada
profesi kesehatan melalui majalah IAKMI, majalah IDI dan majalah IBI. Diharapkan
bahwa para ahli kesehatan masyarakat, para dokter dan para bidan setelah membaca
artikel-artikel tentang penyakit AIDS ini dalam majalah-majalah tersebut di atas,

72
mendapat pengertian lebih luas dan mendalam tentang pencegahan dan pengobatan
penyakit ini.

B. EPIDEMIOLOGI AIDS
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan frekuensi masalait kesehatan
serta faktor-faktor yang berkaitan (determinant), pada kelompok masyarakat tertentu.
Yang dimaksud dengan "determinant ialah faktor-faktor yang mempunyai atau
berasosiasi dengan distribusi/frekuensi masalah kesehatan tersebut.

Dalam epidemiologi suatu masalah kesehatan, seperti epidemiologi penyakit menular.


ada tiga ”pemeran utama" yang mempengaruhi terjadinya distribusi frekuensi penyakit
tersebut di masyarakat. yailUI penyebab penyakit (agent), hoapes (host) dan lingkungan
(environment). Faktor penting pada penyebab penyakit, misalnya: sifat/jenis penyebab
penyakit serta cara penularan. Pada hospes misainya : keadaan biologis (umur, jenis
kelamin) serta perilaku dan pada lingkungan misalnya: lingkungan fisik serta sosial
budaya. Interaksi antara faktor-faktor tersebut di atas menyebabkan terjadinya penyakit
pada hospes.

AIDS adalah singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome, sebenarnya bukan
suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh
infeksi berbagai macam mikroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya daya
tahan /kekebalan tubuh penderita. HIV menyerang dan merusak sel-sel limfosit T yang
mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan seluler.

Dengan rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi peka (rentan) terhadap infeksi
termasuk infeksi mikroorganisme yang sebenarnya tidak berbahaya dalam keadaan
normal (opportunistic infections). Infeksi" HIV pada manusia mempunyai masa inkubasi
yang lama (5 -10 tahun).

Gejala penyakit yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai gejala berat
yang dapat menyebabkan kematian. Pengidap HIV (carrier) mampu menularkan virus
seumur hidup dan hampir dapat dipastikan suatu saat akan berkembang menjadi AIDS.
Dalam waktu 5-7 tahun, 10 30 % dari seropositif HIV menjadi AIDS, 20-50% menjadi
ARC (AIDS Related Complex) di mana 90 % diantaranya akan mengalami penurunan
sitim kekebalan tubuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium (1 ).

Tulisan ini berisi pembicaraan tentang agent (etiologi AIDS), host (penderita) dan
environment (lingkungan) serta cara penularan/transmisi HIV/AIDS.

73
1. Etiologi AIDS (Agent)

Walaupun sudah jelas dikatakan bahwa HIV sebagai penyebab AIDS, tetapi asal-usul
virus ini masih belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan LAV
(Lymphadenopathy Associated Virus). Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute
Pasteur Paris, Dr. L. Montagnier pada tahun 1983, dari seorang penderita dengan gejala
”Iymphadenopathy syndrome".

Pada tahun 1984, Dr. R. Gallo dari National Institute of Health, USA, menemukan virus
lain yang disebut HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus Type III). Kedua virus ini
oleh masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab AIDS,karena dapat diisolasi
dari penderita AIDS/ARC di Amerika, Eropa dan Afrika Tengah. Penyelidikan lebih
lanjut akhirnya membuktikan bahwa kedua virus ini sama. WHO kemudian memberi
nama HIV (Human Immunodeficiency Virus) sesuai dengan pertemuan "International
Comrhitte on Taxonomy of Viruses" tahun 1962 (2). HIV mempunyai tendensi spesifik,
yaitu menyerang dan merusak sel limfosit T (sel T4 penolong) yang mempunyai peranan
penting dalam sistim kekebalan seluler tubuh. HIV dapat pula ditemukan dalam sel
monosit, makrofag dan sel glia jaringan otak. Virus ini dapat berkembang di dalam sel
limfosit T dan seperti retrovirus yang lain dapat tetap hidup dalam sel yang in aktif. Virus
dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap "infectious" yang dapat aktif kembaii dan
dapat ditularkan selama hidup pengidap HIV.

2. Cara penularan HIV

Cara penularan HIV yang diketahui dan diakui hingga saat ini adalah metan“ lam…
Sunuk) d a (homo maupun heteroseksual), darah (termasuk penggunaan jarum suntik)dan
transplasental/ perinatal (dari ibu ke anak yang akan lahir). Ada 5 unsur yang pelru
diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu ' sumber infeksi Bada h media
perantara, hOSPes yang rentan, tempat keluar dan tempat masuk ospes baru.

Pada infeksi HIV/AIDS. sumber infeksi adalah penderita AIDS dan pengidap HIV Tidak
ada hewan perantara. tetapi berbagal cairan tubuh dapat bertindak sebaga; Vehikulum
misalnya: semen (air mani). cairan vagina (serviks), air susu ibu. air "tata saliva. dsb.
Vehikqum yang secara epidemiologis potensial sebagai media penularan hanyalah semen.
darah dan cairan vagina (serviks). Akibat infeksi HIV, tubuh akan membentuk antibodi
terhadap HIV, tetapi tidak cukup untuk menimbulkan daya tahan pada orang
bersangkutan. Oleh karena itu, setiap orang dianggap rentan terhadan infeksi HIV tanpa
memandang umur, jenis kelamin, suku, dan'sebagainya. Tempa keluar HIV dari sumber

74
infeksi adalah alat genital (semen, cairan vagina/serviks)_ melalui kulit/mukosa yang
luka (darah), dan masuk kedai ani tubuh hospes baru melalui kulit/mukosa yang luka baik
dengan perantaraan darah atau semen.

3. Transmisi seksual

Hubungan seksual (penetrative sexual intercourse) baik vaginal maupun ora; merupakan
cara transmisi yang paling sering terutama pada pasangan seksual pasti yang menerima
ejakulasi semen pengidap HIV. Diperkirakan 3/4 dari jumlah pengidap HIV di dunia
mendapatkan infeksi dengan cara ini. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dari pria-wanita, wanita-pria dan pria-pria.

Pada hubungan seksual ane-genital, yang dilakukan oleh pria homoseks, mukosa rektum
mudah mengalami perlukaan karena lapisan mukosa tipis dan tidak dipersiapkan untuk
hubungan seks seperti halnya dinding vagina. Karena itu, hubungan seks anogenital
merupakan perilaku seksual yang beresiko tinggi untuk terjadinya penularan HIV. Di AS
lebih dari 50 % pria homoseks di daerah urban tertular HIV melalui hubungan seks
anogenital (3)

Transmisi HIV melalui hubungan heteroseks dapat terjadi dari pria-wanita maupun
sebaliknya. Di negara-negara Afrika kebanyakan pengidap HIV/AIDS mendapat infeksi
melalui hubungan heteroseks. Data yang ada menunjukkan bahwa transmisi dari pria
pengidap HIV/AIDS kepada wanita pasangannya lebih sering terjadi dibandingkan dari
wanita pengidap HIV kepada pria pasangannya.

Suatu penelitian yang mempelajari secara rinci mengenai transmisi HIV melalui
hubungan heteroseks, melaporkan bahwa 10 wanita pasangan seks telah terinfeksi HIV
yang berasal dari 55 pria pengidap HIV (18%) dan hanya 2 pria pasangan seks terinfeksi
HIV dari 25 wanita pengidap HIV (18 %). Data juga menunjukkan bahwa di negara-
negara barat, 1 dari 3 wanita penderita AIDS mendapat infeksi melalui hubungan
heteroseks (4).

Berbagai aktivitas seksual memberikan resiko penularan HIV yang berbeda-beda:


Berdasarkan urutan (gradasi) kemungkinan resiko penularan HIV dari yang paling tinggi
sampai rendah pada berbagai aktivitas seksual adalah sebagai berikut:

a. Receptive anal intercourse


b. Receptive vaginal intercogourse
c. lnsertive vaginal intercourse

75
d. insertive anal intercourse
e. oral contact
f. sexual intercourse with condom
g. wet kissing or deep/tongue kissing

4. Transmisi non seksual

Transmisi melalui jalur ini dapat terjadi lewat transfusi darah/produk darah, jarum
suntik/alat tusuk lain yang dapat melukai kulit dan lewat plasenta dari ibu pengidap HIV
kepada bayi dalam kandungan.

Transmisi melalui transfusi darah/produk darah telah di deteksi di negara-negara barat


sebelum tahun 1985 dan di negara-negara berkembang terutama Afrika yang sampai saat
ini umumnya belum melakukan pemeriksaan/donor darah terhadap HIV. PenuIaran HIV
melalui produk darah juga terjadi di negara yang mendapatkan produk darah dari negara
barat, terutama pada penderita hemofilia.

Transmisi HIV non seksual lewat jarum suntik banyak terjadi di negara barat pada
kelompok penyalah guna obat bius/narkotika yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril dan dipakai bersama. Penularan dapat berlangsung akibat terjadi perpindahan
sejumlah kecil darah yang tertinggal pada jarum/semprit dari satu orang ke orang lain. Di
AS, jumlah penderita AIDS pada kelompok penyalah guna obat bius dengan suntikan
menempati urutan kedua sesudah kelompok homo/biseksual pria. Jumlah penyalah guna
obat bius dengan suntikan saja sekitar 16,7 %. Bila disertai dengan "risk behaviour”
homo/biseksual jumlahnya 7,4 % (5).

Transmisi HIV non seksual dapat terjadi pula pada petugas kesehatan yang merawat
penderita HIV/AIDS dan petugas laboratorium yang menangani spesimen cairan tubuh
yang berasal dari penderita. Penularan terjadi karena tertusuk jarum suntik yang
sebelumnya digunakan penderita (needk stick injury) atau kulit/mukosa yang terkena
cairan tubuh (darah) penderita.Transmisi non seksual juga dapat terjadi
transplansentaI/perinatal dari ibu pengidap kepada bayi sebelum, saat dan dekat sesudah
dilahirkan. Kebanyakan bayi baru lahir dengan HIV/AIDS mendapat infeksi dari ibu
pengidap HIV selama masih dalam kandungan. Di AS 78 % penderita AIDS pada anak
tertular melalui cara ini.

Penelitian membuktikan bahwa HIV dapat menembus plasenta sehingga menyebabkan


infeksi pada janin dalam kandungan yang berumur sedikitnya 20 minggu. Diperkirakan

76
resiko penularan HIV pada bayi dari ibu pengidap HIV lebih dari 50 %. Penularan HIV
melalui air susu ibu kepada bayi yang disusui oleh ibu pengidap HIV secara teoritis
memang bisa, karena HIV kadangkadang dapat diisolasikan dari air susu ibu. Walaupun
demikian, penularan ini kecil dan secara epidemiologis tidak penting.

Adakah cara transmisi lain?

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa HIV tidak dapat ditularkan dengan cara lain
kecuali dengan 3 cara yang telah disebutkan diatas. Kemungkinan HIV dapat ditularkan
melalui air susu ibu masih terus diperdebatkan. Laporan menyatakan telah terjadi
penularan HIV pada bayi melalui air susu ibu berasal dari seorang bayi di Australia dan 2
bayi di Afrika. Penelitian lain melaporkan bahwa penularan tidak terjadi walaupun bayi
yang baru lahir terus disusul oleh ibunya yang mengidap HIV (6).

Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa HIV dapat ditularkan melalui sativa, air mata,
urine, dan sebagainya. Walaupun demikian kadang-kadang HIV dapat diisolasi dari
cairan tubuh tersebut maka perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencegah
kemungkinan penularan melalui cairan tubuh ini. Juga tidak ada bukti bahwa HIV dapat
ditularkan melalui kontak sosial (jabat tangan, berpelukan, berbicara, dan sebagainya),
gigitan serangga, kolam renang, alat-alat makan dan lain-lain. Masyarakat luas
hendaknya menghindari ketakutan yang berlebih-lehman serta tindakan-tindakan yang
tidak rasional terhadap penularan AIDS.

5. Pola transmisi HIV/AIDS

Pada dasarnya, cara penuiaran HIV ini dimana-mana sama yaitu melalu. _ungan
seksual,_lewat darah dan perinatal. Perbedaannya sangat tergantung pad' berilaku
individu, lingkungan sosial budaya serta saat masuknya HIV di wilaya tersebut (7), Data-
data menunjukkan adanya 3 pola transmisi HIV/AIDS di beberapQ Wilayah dunia.

Pola pertama. Terdapat di wilayah Amerika Utara, Eropa. Australia. New Zealand dan
banyak daerah urban di Amerika Latin. Di daerah ini, HIV mungkin tetlah mulai
menyebar secara intensif pada pertengahan sampai akhir 1970. Pada pola ini transmisi
seksual HIV terutama terjadi pada pria homoseks/biseks. Lebih dari 50% pria homoseks
di daerah urban telah tertular HIV. Transmisi heteroseksual jugg terjadi dan cenderung
meningkat di waktu mendatang. Transmisi melalui kontak darah terjadi terutama pada
kelompok IVDU (Intra Vena Drug User), sedangkan penularan lewat tranfusi darah sejak
tahun 1985 praktis tidak ada karena telah dibebaskan dari HIV. Transmisi perinatal jarang

77
karena jumlah ibu pengidap H'V r”masih relatif kecil, tetapi akan meningkat sejajar
dengan peningkatan transmisi heteroseksual.

Pola kedua. Terdapat di Afrika sub Sahara, beberapa daerah Amerika Latin dan Karibia.
HIV di daerah ini mungkin juga telah menyebar secara intensif pada pertengahan sampai
akhir tahun 1970. Transmisi seksual HIV terutama melalu; hubungan heteroseksual. Dua
puluh lima persen kelompok umur 20-40 tahun di daerah urban telah tertular HIV,
sedangkan pada PSK penularan HIV dapat mencapai 90%. Penularan HIV melalui
transfusi darah akan terus berlangsung karena donor darah umumnya tidak diperiksa
(skrining) terhadap HIV sebelumnya. Penularan lewat jarum suntik pada kelompok IVDU
jarang, tetapi melalui alat tusuk lain yang tidak steril memberikan peluang penyebaran
HIV. Transmisi perinatai merupakan masalah yang besar karena 5 -15 % wanita hamil
telah tertular HIV.

Pola ketiga. Terdapat di wilayah (negara) Eropah Timur, Timur Tengah, Afrika Utara dan
Asia Pasifik. HIV di wilayah ini agaknya mulai menyebar pada permulaan sampai akhir
tahun 1980. Sampai saat ini, dilaporkan hanya ada 1 % jumlah penderita AlDS.
Timbulnya penderita AIDS pertama kali umumnya karena kontak/berasal dari wilayah
pola 1 atau 2 atau melalui darah/produk darah yang diimpor. HIV dianggap belum
menyusup di dalam masyarakat umum, tetapi transmisi lokal sudah terjadi dan infeksi
HIV makin banyak ditemukan pada orang-orang dengan perilaku resiko tinggi seperti
PSK, IVDU.

6. Penderita AIDS (Host)

Dalam rangka survailens AIDS tahun 1982, CDC AtlantaNVHO telah menetapkan suatu
kriteria (definisi) untuk mendiagnosa penderita AIDS. Ternyata definisi ini tidak lagi
dapat menggambarkan luasnya masalah yang disebabkan oleh infeksi HIV/AIDS. Pada
tahun 1987, CDC/WHO menetapkan definisi baru dalam mendiagnosa penderita AIDS,
yang dapat mencakup lebih luas spektrum gejala penyakit yang diakibatkan oleh infeksi
HIV/AIDS.

Distribusi menurut wilayah

Berdasarkan laporan yang disampaikan secara resmi ke WHO (GPA) tampak adanya
peningkatan yang tajam dari jumlah penderita baru maupun kumulatif setiap tahunnya
dari berbagai negara/wilayah. Sampai dengan akhir Maret 1990, 153 negara telah

78
melaporkan adanya satu atau lebih penderita, sedangkan 24 negara melaporkan tidak ada
penderita. Jumlah seluruh penderita adalah 237.110 (8l Perinciannya adalah sebagai
berikut: Afrika 51.978 (21,9%), Amerika 150.619 (63,50/0), Asia 618 (03%), Eropa
31.948 (13,5%) dan Oceania 1.947 (0,8%).

Distribusi penderita menurut golongan usia

Distribusi golongan umur penderita di AS. Eropa. Afrika dan Asia tidak berbeda jauh.
Kelompok terbesar adalah golongan umur 30 39 tahun, disusul dengan golongan umur 40
49 tahun dan 20 » 29 tahun. Mereka Ini termasuk kelompok umur yang memang aktif
seksual (5).

Distribusi menurut jenis kelamin

Distribusi menurut jenis kelamin penderita AIDS di Afrika dan AS.! Eropa menunjukkan
perbedaan yang jelas sesuai dengan cara penularan yang dominan di negara-negara
tersebut. Saat ini distribusi/ratio penderita pria dan wanita di Afrika hampir sama (1 : 1),
sedangkan di AS/Eropa bervariasi antara 10 sampai 25 kali lebih banyak penderita pria
(5).

Distribusi menurut “risk behaviour/transmission categories”

Mengingat cara penularan HIV, maka kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku
resiko tinggi tertular HIV (high risk behaviour) adalah kelompok masyarakat yang
melakukan promiskuitas atau mereka yang sering berganti-ganti pasangan seks, misalnya:
WTS dan pelanggannya, homoseksual/biseksual, waria, IVDU, wanita pekerja di panti
pijat/klab malam! diskotik, penerima transfusi darah/produk darah berulang dan anak
yang lahir dari ibu pengidap HIV.

Distribusi penderita AIDS di negara-negara barat menunjukkan kelompok


homo/biseksual merupakan penderita terbesar, diikuti oleh kelompok pengguna obat
narkotik suntik. Di Afrika, AIDS banyak terjadi pada kelompok heteroseksual. Juga di
AS/Eropah Barat penderita kelompok ini cenderung meningkat sejajar dengan makin
banyaknya "reservoir" HIV di masyarakat seperti pada kelompok biseksual, IVDU,
hemofilia dan WTS. Pada tahun 1987, penderita AIDS di AS dengan kategori transmisi
heteroseksual meliputi 3,9 % dari seluruh jumlah penderita. Pada Maret 1990, jumlah ini

79
meningkat menjadi 5,0 %. Diketahui pula bahwa 66% penderita tersebut tertular HIV dari
pasangan seks lVDUdan 14 % dari pasangan biseksual (3).

Dari sejumlah 126.127 penderita AIDS yang dilaporkan di AS sampai Maret 1990,
distribusinya menurut " risk behaviour/transmission cate-gories" adalah sebagai berikut:
pria homoseks/biseks 75.853 (60,1 %), pria homoseks/biseks/IVDU 8.711 (6,9 %),
pengguna obat narkotika suntik (IVDU) 26.883 (21,3 %), Penerima transfusi
darah/hemofilia 4.181 (3,3 %), heteroseksual 6.231 (4,9 %) dan yang lain/ tak diketahui
4.268 (3,4 %).

Angka kematian (case fatality rate) AIDS

Berdasarkan data survailens di AS dan Eropah Barat, angka kematian (cummulative case
fatality rate) penderita AIDS yang memenuhi kriteria CDC/WHO kira-kira 50%. Ini
berarti bahwa dari semua penderita AIDS yang dilaporkan di ASlEropa Barat, 50%
diantaranya telah meninggal. Penderita AIDS yang didiagnosa di AS 3 tahun yang lalu
menunjukkan "case fatality rate" 75%, sedangkan yang didiagnosa 5 tahun yang lalu
mendekati 100% (9).

7. Lingkungan hidup (environment)

Faktor lingkungan banyak mempengaruhi kemungkinan penyebaran AIDS pada


kelompok masyarakat tertentu. Lingkungan fisik, kimia, biologis berpengaruh terhadap
HIV, sedangkan faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya serta normanorma dalam
masyarakat dapat mempengaruhi perilaku individu. Seperti telah disebutkan di atas, HIV
tidak tahan hidup lama dalam lingkungan luar seperti panas, zat kimia (desinfektan), dan
sebagainya. Oleh karena itu, HIV relatif tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang
lain.

Faktor Ekonomi lingkungan sosial budaya dan norma-norma dalam masyaraka, (agama,
kepercayaan, kebiasaan) baik sendiri maupun bersama-sama dapat mempengaruhi
perilaku kelompok masyarakat baik perilaku seksual maupun perilaku yang berhubungan
dengan kebiasaan tertentu. Bila lingkungan memberi peluang pada perilaku seksual yang
"permisiveness" maka kelompok masyarakat yang seksual aktif akan cenderung
melakukan promiskuitas, sehingga akan meningkatkan benyebaran HIV dalam
masyarakat.

80
Penanggulangan AIDS

Penanggulangan yang ditujukan untuk memutuskan rantai penularan tidak dapat


dilakukan pada agent maupun host karena belum ditemukannya obat/vaksm yang dapat
membunuh HIV atau melindungi penderita terhadap infeksi HIV. Oleh karena itu,
penanggulangan ditujukan pada upaya merubah perilaku kelompok masyarakat dengan
resiko tinggi tertular HIV sedemikian rupa sehingga dapa mencegah/mengurangi
kemungkinan penularan HIV.

Hal ini dilakukan dengan penyuluhan/pendidikan kesehatan/KIE dan konseling. Melihat


situasi AIDS/HIV yang demikian besar masalahnya (pandemi) dan dampak negatif yang
ditimbulkannya di berbagai bidang, upaya penanggulangan yang efektif baru dapat
dicapai bila dilakukan secara global. Untuk itu WHO telah mengambil inisiatif
penanggulangan dengan membentuk ”Global Programme on AIDS" (GPA) pada tahun
1985.

Dalam pelaksanaan penanggulangan secara global ini, WHO menghimbau negara-negara


anggota untuk berpartisipasi dengan membentuk Program Nasionaj Pemberantasan/
Pencegahan AIDS di negara masing-masing. Untuk itu, WHO akan memberikan bantuan
yang diperlukan untuk kegiatan ini baik bantuan teknis maupun keuangan.

C. GANGGUAN SISTEM SARAF PADA PENDERITA HIV/AIDS


Pada tahun 2009 tercatat kira-kira 2,5 juta penderita HIV baru, dan angka ini terus
meningkat hingga saat ini. Pada tahap lanjut, infeksi HIV akan semakin menurunkan
sistem kekebalan tubuh sehingga muncul banyak gejala ringan maupun berat. Pada tahap
ini, penderita tersebut dikatakan mengidap AIDS atau ACQUired Immunodeficiency
Syndrome.

Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, virus HIV juga dapat mengganggu sistem
saraf pusat manusia. Kelainan ini dapat disebabkan virus HIV itu sendiri, atau terdapat
infeksi bakteri atau jamur yang menyerang organ otak. Akibat rusaknya sistem imun yang
berat, maka tubuh sama sekali tidak dapat melawan infeksi mikroorganisme yang
sebetulnya tidak berbahaya bagi orang normal.

Penelitian menunjukkan hampir 50% penderita HIV AIDS mengalami gejalagejala ringan
hingga berat yang berkaitan dengan gangguan sistem saraf. Gejala gejala tersebut antara
lain gangguan konsentrasi, hilang ingatan, atau demensia. Pemeriksaan lanjutan seperti

81
CT Scan atau MRl perlu dilakukan pada penderita yani mengalami gangguan di sistem
saraf pusat untuk mengetahui penyebab kelainal yang dialami.

Selain menyerang sistem saraf pusat, virus HIV juga dapat mengganggu sistem saraf
perifer. Gangguan sistem saraf perifer ini juga bisa bersifat ringan maupun berat. Rasa
kebas di anggota gerak, rasa nyeri atau rasa terbakar adalah gel? gangguan sistem saraf
perifer yang sering dijumpai pada penderita HIV AIDS,

1. pengobatan

Saat ini banyak penemuan di bidang kedokteran yang berkaitan denga" pengobatan HIV,
namun belum ada obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV secara total. Obat
antiretroviral digunakan untuk menghambat replikasi virus HIV di dalam tubuh namun
obat ini tidak dapat menghancurkan semua virus HIV yang ada Dibutuhkan ketaatan
minum obat yang tinggi agar obat ini dapat bekerja seperti yang diharapkan. Usia harapan
hidup penderita HIV AIDS meningkat dengan ditemukannya obat ini. Obat antiretroviral
ini menurunkan angka kejadian kelainan sistem saraf pada penderita HIV, namun tidak
semua kelainan pada penderita HIV AIDS dapat diatasi oleh obat antiretroviral. Pada
beberapa kasus dibutuhkan pengobatan yang lebih menyeluruh untuk mengatasi kelainan
di sistem saraf pusat.

Adanya gangguan sistem saraf pusat pada penderita HIV umumnya menandakan bahwa
penderita tersebut telah dalam tahap sakit yang berat. Deteksi dini infeksi HIV melalui
pemeriksaan darah merupakan salah satu pilar dalam penatalaksanaan HIV. Bila infeksi
HIV telah diketahui sejak dini, maka dapat dilakukan beberapa cara untuk menghambat
atau memperlambat perjalanan penyakit HIV agar tidak berkembang ke arah yang
membahayakan jiwa.

2. Pencegahan

Pencegahan infeksi HIV yang terutama adalah dengan memiliki gaya hidup sehat: tidak
menggunakan narkoba suntik dan tidak melakukan aktivitas seksual di luar pernikahan.
Penyakit HIV umumnya menular melalui kontak darah yang terinfeksi virus atau secara
vertikal dari ibu ke anak. Jika Anda memiliki faktor resiko terkena infeksi virus HIV,
maka pemeriksaan tes HIV merupakan langkah selanjutnya yang harus Anda lakukan.

82
D. VIROLOGI, SEROLOGI AIDS
Sel darah putih (lekosit dan limfosit) mempunyai kemampuan yang hebat dalam
mempertahankan tubuh terhadap serangan benda asing. Proses tersebut berjalan sebagai
berikut

• (Bila ada virus masuk kedalam tubuh, maka sebagian dari virus yang masuk itu
akan dimakan oleh makrofag. Dinding makrofag akan menggambarkan bentuk molekul
virus didalamnya dan "dibaca" oleh sel T helper yang kemudian akan mengkaitkan
dirinya (dengan bantuan reseptornya -CD4-) pada dinding makrofag tersebut dan menjadi
aktif.

• (Sel T helper (T4) yang sudah aktif ini akan berkembang biak dan merangsang
pembentukan sel T killer (T8)dan sel B yang sudah di "program" untuk menghadapi
benda asing tersebut. Setelah jumlah sel B banyak maka sel T helper mulai
memerintahkan" sel ini untuk mem buat antibodi.

• Sebagian virus yang lolos akan masuk kedalam sel tubuh. Sel T killer membunuh
sel tubuh tersebut dengan cara melubangi dinding sel dengan akibat pembiakan virus
dalam sel terganggu/berhenti. Partikel virus yang keluar dari sel di "tangkap"
(dinetralisir) oleh antibodi sehingga virus tidak mampu menginfeksi sel berikutnya. Sel
tubuh tersebut akhirnya mati. Virus dengan antibodinya di makan oleh monosit dan
dibuang dari tubuh.

• Seteiah infeksi virus dapat ditanggulangi, sel T supresor menghentikan proses


pembentukan kekebalan tubuh, sehingga tubuh menjadi normal kembali. Sel memori dari
Sel T dan sel B tetap beredar, menjaga apabila benda asing yang sama masuk kedalam
tubuh lagi.

E. ASPEK PISIKO SOSIAL AIDS KESALAH PAHAMAN


MASYARAKAT TENTANG AIDS
AIDS adalah penyakit yang menakutkan umat manusia karena dapat dipastikan bahwa
penyakit ini akan membawa kematian sedangkan sampai sekarang belum ditemukan
obatnya.

83
Terutama dinegara-negara Barat, penyakit ini sangat ditakuti oleh karna timbulnya yang
mendadak dan penyebarannya cepat, sementara masyarakat Barat suadah lama tidak
dihadapkan pada penyakit menular. Reaksi spontan masyarakat (termasuk kalangan
kedokteran sendiri) pada waktu pertama kali menghadapi penyakit AIDS ini adalah
menjauhkan diri dari penderita, berusaha tidak menyentuh penderita menggunakan obat-
obat suci hama bahkan membakar kasur atau pakaian bekas penderita.

Reaksi awal yang bernada panik inilah yang terlanjur tersebar ke seluruh dunia melalui
media massa Barat kini di banyak negara berlaku kepercayaan yang salah tentang AIDS
sementara di Negara-negara Barat sendiri sikap masyarakat sudah jauh lebih tenang dan
rasional.

Sebagai akibat arus informasi yang deras dari pers Barat tersebut , masyarakat dibagian
dunia lainnya (termasuk Indonesia) terlanjur menyerap informasi yang tidak benar. Salah
informasi ini pada gilirannya mengendap menjadi semacam kepercayaan yang tidak
mudah dikoreksi kembali

Salah informasi ini antara lain sebagai berikut.

a) Kuman AIDS menular melalui kontak kulit


b) Kuman AIDS menular melalui udara
c) Kuman AIDS menular melalui pakaian
d) Kuman AIDS menular melalui serangga
e) Kuman AIDS menular melalui kolam renang
f) Kuman AIDS menular melalui air kotor
g) Kuman AIDS menular melalui WC umum dan sebagainya

Cara penularan AIDS

Meskipun sulit disembuhkan, AIDS juga bukan penyakit yang mudah menular. Media
penularan AIDS yang sudah diketahui hanyalah melalui darah dan sperma. Ada beberapa
pendapat yang menduga bahwa virus AIDS juga bias menular melalui sekresi vagina dan
ludah, akan tetapi pendapat ini belum didukung oleh bukti-bukti yang cukup sehingga
belum menjadi kesepakatan. Sementara ini yang dapat dipastikan menyebabkan
penularan AIDS adalah melalui jalur-jalur berikut.

a) Penularan kepada janin dari ibu penderita AIDS


b) Pemindahan darah yang mengandung kuman AIDS
c) Hubungan seksual yang memungkinkan pemindahan virus dari sperma ke darah

84
Kelompok resiko tinggi Penyalahgunaan narkotik

Pemindahan darah yang mengandung virus AIDS dapat terjadi melalui transfuse darah
dan penggunaan jarum suntik bekas pakai yang tdak disterikan terlebih dahulu. Penularan
melalui transfusi dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan darah donor, sehingga
hanya darah yang bebas virus AIDS saja yang dapat ditransfusikan. Sedangkan
penularan melalui jarum suntik oleh dokter dan para-medik dapat diatasi Dengan
melaksanakan prosedur sterilisasi yang baku atau dengan menggunakan jarum suntik
sekali pakai (disposable). Dengan demikian kemungkinan kebocoran melalui jalur-jalur
pemindahan darah ini secara teknis sepenuhnya bias diatasi dan semata-mata tergantung
kepada sikap profesionalisme petugas-petugas kesehatan.

Penyalahgunaan narkotika yang sudah kecanduan berat dan kronis biasanya iuga
mengalami gangguan dalam penyesuaian diri secara sosial. Biasanya hubungan dengan
lingkungannya (keluarganya, sekolahnya, teman-temannya) terputus. Ia hanya
berpedoman kepada orang tertentu yang secara langsung berkaitan Dengan obat/narkotika
tersebut. Untuk golongan masyarakat seperti ini, prosedur pendidikan dan pemberian
informasi tidak lagi bermanfaat. Cara pencegahan AIDS bagi mereka adalah
menghentikan sama sekali kebiasaan menggunakan obat/narkotika. Yang lebih perlu
adalah kelompok-kelompok yang secara potensial dapat berkembang menjadi
penyalahguna obat/narkotika. Jumlah mereka cukup besar dan seringkali sulit dibedakan
dari kelompok masyarakat lainnya oleh karena perilaku mereka sehari-hari tidak selalu
menunjukkan tanda-tanda kesulitan penyesuaian diri secara sosial (mal-adjust-ment)
Tetapi bagaimanapun juga ada beberapa ciri yang merupakan indikasi dari orang yang
mempunya kecenderungan penyalahgunaan obat yaitu:

a) usianya relatif masih muda (dibawah 30 tahun), karena dalam usia ini keprbadian
seseorang belum cukup mapan dan masih mudah terpengaruh (Danny, 1988: 12)
b) Mempunyai latar belakang kehidupan sosial yang tidak harmonis dan mempunyai
berbagai konflik dengan lingkungannya (keluarga, sekolah, pekeriaan teman dan
sebagainya) (Danny, 1988:14)
c) Orang yang bersangkutan pada dasarnya mempunyai kepribadian yang lemah,
sering menghadapi kegagalan, merasa tidak dicintai, merasa rendah diri, mudah
berontak, mudah bosan dan tidak mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri
(Danny, 1988 18-20)
d) Orang yang bersangkutan mempunyai keyakinan agama yang rendah (Eiseman
1984 162)

85
Kelompok resiko tinggi: Penyalahguna seks

Jalur penularan AIDS yang relatf lebih luas jangkauannya adalah melalui hubungan seks.
Tetapi jalur inipun tidak seluas jalur inipun tidak seluas jalur penularan Penyakit Menular
Seksual (PMS) lainnya oleh karena AIDS hanya menular jika terjadi perpindahan virus
dari sperma ke darah. Jadi hanya tehnik hubungan seks tertentu saja yang merupakan
perilaku seksual resiko tinggi. Secara teoritis tehnik hubungan seks yang paling rawan
untuk penularan AIDS adalah tehnik penis-anal, oleh karena kemungkinan terjadinya
pendarahan pada anus. Karena tahnik ini di dunia Barat lebih sering dilakukan oleh kaum
Homoseksual (pria), maka dapat dimengerti jika insiden AIDS pada kelompok ini adalah
yang tertinggi. Dalam masyarakat lain, dimana tehnik penis-anal ini di dilakukan dalam
hubungan heteroseksual, maka insidens AIDS di kalangan wanita juga tinggi (misalnya
yang terdapat di negara-negara Afrika Tengah) (Loedin, 1988)

Menilik jalur-jalur penularan AIDS yang sangat terbatas itu, maka masyarakat Indonesia
tidak perlu cemas sepanjang dapat mencegah terjadinya hubungan seks yang beresiko
tinggi itu pada tingkat yang serendah-rendahnya. Masalahnya sekarang bagaimana
caranya menekan perilaku berisiko tinggi AIDS itu serendah mungkin pada masyarakat
yang sudah terlanjur takut kepada faktor-faktor yang sesungguhnya tidak ada
hubungannya Dengan AIDS, sementara terhadap jalur-jalur penularan AIDS yang
sesungguhnya mereka justru kurang waspada.

Tidak seperti penyalahgunaan obat/narkotika dimana dipertukan ciri kepribadian tertentu


dan kondis sosial tertentu, maka penyalahgunaan seks (bukan penyimpangan seks), dapat
terjadi pada setiap orang selama orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat. Jadi pada
hakikatnya setiap individu secara potensial adalah pelaku seks. Potensi ini akan mencapai
puncaknya pada usia remaja, sampai ia tidak membutuhkannya lagi diusia tuanya.

Dalam mayarakat yang mengutamakan norma-norma agama, segala sesuatu yang


berhubungan Dengan seks ditabukan. Termasuk diantarayang ditabukan adalah
pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya, jalur informasi yang
salah dan menyesatkan yang justru berkembang bebas walaupun tidak legal.

Salah satu contoh dari salah-informasi dalam kehidupan remaja adalah anggapan bahwa
masturbasi lebih berdosa dan lebih berbahaya dibandingkan dengan sanggama (yang
dianggap lebih alamiah) walaupun yang terakhir ini nyatanya mengandung resiko PMS
(Penyakit Menular Seksual) dan kehamilan. Sebagai akibat dari salah informasi ini

86
banyak remaja yang memilih menyalurkan hasratnya kepada senggama (misalnya
dengan PSK) daripada bermasturbasi (Sarlito 1986)

Akibat lain dari tidak bisa berkembangnya informasi seksual yang benar adalah praktek-
praktek yang tidak sesuai dengan azas kesehatan atau perencanaan keluarga. Makan
terlalu banyak jenis makanan tertentu atau minum jamu dianggap bias memperkuat daya
seksual. Sebaliknya, penggunaan kondom baik untuk pencegahan penyakit maupun untuk
KB enggan dilakukan orang karena malu membelinya atau dirasakan tidak enak dan di
kalangan PSK karena langganannya menolak untuk memakainya

walaupun tadi telah dikatakan bahwa semua manusia secara potensial adalah seksual,
tetapi hanya sebagian saja yang merupakan kelompok resiko tinggi bagi penularan AIDS.
Yaitu mereka yang cenderung sering melakukan tingkah laku seksual resiko tinggi.
Sesuai dengan cara penularan AIDS maka kelompok resiko tinggi harus mempunyai
salah satu ciri di bawah ini:

a. Aktif dalam perilaku seksualnya Semakin aktif, semakin tinggi resikonya.


Golongan yang sangat aktif adalah PSK, PTS (Pria Tuna Susila) dan pencari
kepuasan seksual (pelanggan PSK atau PTS) Di tinjau dari usianya, yang
mempunyai kemungkinan tertinggi untuk berperilaku seksual aktif adalah orang-
orang berusia remaja keatas.
b. Kaum biseksual maupun homoseksual. Makin sering dia melakukan praktik
homoseksual, makin tinggi resikonya.
c. Mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seks Dengan orang asing yang
berasal dari daerah-daerah dimana insiden AIDS tinggi. Mereka yang tinggal di
daerah turisme atau yang senang melayani turis mempunyai peluang yang lebih
besar unutk tergolong dalam jenis ini.

Pencegahan AIDS

Sesuai dengan sifat dan cara penularan AIDS itu sendiri, maka pencegahan AIDS relatif
mudah, yaitu menghindan pemakaian jarum suntik secara tidak semestinya dan
menghindari hubungan seks yang beresiko tinggi.

Pencegahan penularan AIDS melalui jarum suntik di jalur profesi kedokteran dapat
seratus persen dilaksanakan dengan peningkatan profesionalisme oleh setiap dokter dan
para medik. Sedangkan pencegahan AIDS melalui jalur penyalahgunaan narkotika cukup
dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanggulangan Narkotika (Bakordantiki

87
Pencegahan AIDS melalui jalur seks pada hakikatnya juga tidak sukar, karena sesuai
dengan ajaran norma agama yang diyakini masyarakat yaitu bahwa hubungan seks yang
aman adalah dengan pasangan tunggal yang setia. Dengan perkataan lain: seks monogam

Pengawasan pengendalian dalam bidang seks ini memang jauh lebih sulit daripada
penyalahgunaan narkotika. Disini lebih banyak diperlukan usaha penyuluhan agar orang
tetap melakukan seks yang sehat walaupun ia menyimpang dari azas monogami tersebut
(memakai kondom, hanyya berhubungan Dengan orang yang diketahui kesehatannya,
memeriksakan diri ke dokter mengikuti nasehat dokter dan sebagainya). Usaha itu tidak
khusus untuk AIDS, melainkan bias juga ditujukan untuk setiap PMSyang lain, sebab
setiap pencegahan PMS Dengan sendirinya akan mencegah AIDS

Penanganan terhadap kasus

Belum banyak diketahui tentang dampak konseling atau Psikoterapi terhadap penderita
AIDS

(“full blown AIDS”). Di dalam kongres American Psychological Association tahun 1989
masih diperdebatkan apakah dampak bantuan Psikologik dan/atau Psikiatrik bisa
menunda kematian penderita. Akan tetapi di Amerika Serikat bantuan ini selalu diberikan
dengan tujuan "supportive" yaitu mempersiapkan mental penderita Tehnik ini sebetulnya
bukan khusus untuk penderita AIDS saja melainkan berlaku umum untuk penyakit-
penyakit terminal lainnya

Di Indonesia jumlah Psikolog Klinis (Psikolog yang khusus menangani penderita


gangguan jiwa) masih sangat terbatas apalagi yang berpengalaman menangani penyakit-
penyaki terminal. Konseling atau Psikoterapi lebih mudah diperoleh dari Psikiater.
Kehidupan beragama yang sangat kuat memungkinkan fungsi itu lebih tepat diisi oleh
rohaniawan (sesuai dengan agama penderita). Yang masih menjadi masalah dan
memerlukan penelitian lebih lanjut dari para pakar Psikologi adalah penanganan terhadap
kasus-kasus pengidap AIDS (“sero positive”). Psikolog/psikiater harus menanamkan rasa
tanggung jawab sosial yang besar pada diri penderita sehingga ia mau melaksanakan seks
yang sehat. Yang harus dihindari adalah perasaan malu, putus asa dan ingin membalas
dendam kepada setiap orang.

F. DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN AIDS


AIDS adalah penyakit yang ditandai dengan rusaknya sistem pertahanan tubuh, sehingga
penderita mudah diserang bertagai macam penyakit infeksi berat dan kanker yang tidak

88
biasa. AIDS disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus” (HIV) Berdasarkan
definisi tersebut diagnosis AIDS didasarkan pada adanya infeksi HIV disertai infeksi
oportunistik atau kanker tertentu.

Gambaran klinik AIDS dbagi menjad 3 kelompok, yaitu akbat langsung infeksi HIV,
gejala infeksi oportunistik, dan kanker.

Gejala infeksi HIV

Infeksi HIV dapat menyebabkan beberapa jenis kelainan, yaitu:

a) gejala infeksi akut HIV, dengan atau tanpa miningitis asepik.


b) ensefalopati HIV
c) mielopati vakuoler dan
d) HIV wasting syndrome (6)

Infeksi akut HIV

Pada seseorang yang baru terinfeksi HIV, timbul gejala khas dalam 6 dan minggu
pertama, berupa demam, rasa letih, sakit pada otot dan sendi, sakit menelan dan
pembesaran kelenjer getah bening. Ada juga yang disertai gejala meningitis aseptik
berupa demam, sakit kepala, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak. Pemeriksaan
cairan otak menunjukkan sel mononukaear pleostosis, dan peningkatan kadar protein
Gejala infeksi akut HIV biasanya sembuh sendiri (6)

Ensefalopati HIV

Ensefalopati HIV adalah gangguan kognitif dan/atau gangguan fungsi motorik yang
mengganggu kegiatan sehari-hari. Gejala ini disertai dementia progresif, yang diawali
dengan kebingungan. Kadang-kadang juga disertai dengan keiemahan otot, perubahan
kepribadian, dysarthria yang bersifat sementara.

Dementia bervariasi dari mudah lupa sampai bingung, disorientasi, halusinasi, psikosis,
stupor dan koma. Sekali-sekali juga dijumpai gangguan keseimbangan sewaktu berjalan
dan afasia. Pada anak-anak, gejalanya berupa gangguan perkembangan perilaku yang
progresif. CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging menunjukkan gambaran atrofi otak.

89
Pada pemeriksaan hibridisasi in stu, diemukan HIV dalam sel otak penderita yang berasal
dari HIV dalam makrofag Ensefalopati HIV seringkah berakhir dengan kematian.

Mielopati vakuoler

Kelainan ditemukan pada susunan saraf bagian lateral dan poslerior daerah torakal.
Kelainannya berupa degenerasi spongi dan kehilangan mie-lin yang serupa dengan
gambaran defisiensi berat vitamin B12. Gejala kiniknya berupa inkontnensia dan
kelemahan otot tungkai, kadang-kadang juga parapanesis,ataxia dan spastisitas

Gejala HIV wasting syndrome adalah penurunan berat badan lebih dari 10% diare kronik
lebih dari 2 kali sehari selama paling sedikit satu bulan, kelelahan, dan panas lebih dari
satu bulan yang hiang timbul atau terus menerus. Di Afrika sindroma ini dikenal sebagai
Slim's disease.

G. PENCEGAHAN AIDS
AIDS merupakan masalah kesehatan dunia pada saat ini maupun masa yang akan datang
karena penyikit sudah menyebar hampir di seluruh negara baiknegara maju mau maupun
Negara yang sedang berkembang. Situasi AIDS di dunia sampai akhir 1989 ada 200.090
kasus AIDS yang secara resmi dilaporkan ke WHO. Jumlah itu belum menunjukkan
jumlah penderita yang sebenarnya. Diperkirakan jumlah penderita AIDS sebanyak
500.000 orang, dan yang terinfeksi HIV sekitar 5-10 juta. Perkiraanjumlah penderita pada
tahun 1991 ada 1.000.000 orang dan pada tahun 2.000 sebanyak 6.000.000 orang. Jumlah
Penderita AIDS di Indonesia sebanyak 10 orang terdiri dari 3 orang Indonesia dan 7
orang asing. Sedangkan yang terinfeksi HIV sebanyak 13 Orang.

Sepuluh sampai dengan tiga pulun persen kelompok yang terinfeksi HIV positif (5-10
juta orang) dalam waktu 5-7 tahun mendatang akan menjadi penderita AIDS. Sampai saat
ini belum diketemukan obat maupun vaksin yang manjur untuk menanggulangi AIDS.
Oleh karena itu upaya pencegahan agar AIDS tidak menyebar secara luas adalah dengan
penyuluhan. Penyuluhan merupakan komponen pokok dalam program penanggulangan
AIDS di Indonesia. Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua
orang dengan mudah, asal kita tahu secara pasti cara-cara penyebaran virus AIDS (HIV).
Ada dua cara pencegahan AIDS. yaitu jangka pendek dan jangka panjang

Upaya pencegahan AIDS jangka pendek

90
Upaya pencegahan AID5 jangka pendek adalah dengan kegiatan KIE, memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV)
sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.

a) Ada 3 pola penyebaran virus HIV


b) Melalui hubungan seksual
c) Melalui darah
d) Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya

Pencegahan Infeksi HIV melalui hubungan seksual

HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti berperan dalam
penularan AIDS adalah air mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar melalui
hubungan seksual dari pria ke wanita, dan wanita ke pria dan dari pria ke pria

Cara hubungan seksual yang sangat rawan bagi penularan AIDS adalah:

a) Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur pasangannya


(Anogenital pasif)
b) Penis orang sehat masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV
(Anogenital aktif)
c) Panis mitra seksual pengidap HIV masuk ke Vagina orang sehat (Go-niti-genital
aktif)
d) Pemis orang sehat masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV (Go-niti-genital
aktif)
e) Senggama terputus (coitus interuptus) Dengan mitra seksual pengidap HIV.
f) Hubungan yang belum tentu aman

Hubungan antara mulut orang sehat dengan kelamin mitra seksual pengidap HIV
(orogenital), Dengan tidak ada luka di mulut (sariawan)

Aman

a) Berciuman
b) Masturbasi bersama
c) Penggunaan kondom secara tepat.

Setelah mengetahui car penyebaran HIV melalui hubungan seksual maka upaya
pencegahannya adalah dengan cara:

91
a) Tidak melakukan hubungan Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak
mungkin dilaksanakan seks merupakan kebutuhan biologis.
b) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogami)
c) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
d) Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.
e) Tidak melakukan hubungan seksual anogenital.
f) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV

Pencegahan infeksi HIV melalui darah

Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui
darah terjadi Dengan :

a) transfusi darah yang mengandung HIV


b) jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupunktur, tatoo, tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik
c) pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi pakai orang pengidap HIV.
d) Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
e) Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tinggi serta peralatan yang canggih. Karena prevalensi
HIV di Indonesia masih rendah maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji
petik
f) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah, apabila terpaksa karena menolak menjadi donor menyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus dibuang.
g) Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap
kali habis dipakai
h) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterilisasikan secara baku.
i) Kelompok penyalahguna narkotika harus menghentikan kebiasaan menyuntikkan
obat kedalam badannya serta menghentikan kebiasaan menggunakan jarum
suntik bersama.
j) Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
k) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV

92
pencegahan infeksi HIV melalui ibu

Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya.
Penularannya dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu persalinan
dan sesudah bayi dilahirkan. Upaya untuk mencegah agar tidak terijadi penularan hanya
dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.

Pencegahan AIDS dengan kondom

Kondom di Indonesia dikenal sebagai alat kontrasepsi atau alat KB pria. Selain untuk KB
kondom biasanya dikonotasikan dengan pelacuran, sehingga gambaran masyarakat awam
tentang kondom sangat rendah. Dalam upaya pencegahan penyebar hiasan AIDS,
kondom sangat berperan dalam memutuskan mata ranta penularan AIDS lewat jalur
seksual. Penyuluhan ditujukan kepada kelompok resiko tinggi agar melakukan saf e sex
dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.

Kondom yang dianjurkan untuk digunakan adalah terbuat dari lateks, sebab hasil
penelitian membuktikan bahwa kondom lateks tidak dapat ditembus HIV. Sedangkan
kondom yang terbuat dari bahan alamiah seperti usus kambing dan sejenisnya tidak dapat
memberikan proteksi yang baik. Dianjurkan pula untuk menggunakan obat-obat
pembunuh sperma, karena obat tersebut juga dapat membunuh HIV.

Kendala penggunaan kondom

a) Meski diketahui kondom sangat efektif untuk menoegah penularan AIDS


maupun penyakit kelamin yang lain, namun masih banyak dijumpai kendala-
kendala dalam penggunaan kondom, Kendala tersebut antara lain:
b) rasa malu seperti rasa malu untuk membeli, untuk menggunakan dan lain-lain
c) Agama, budaya mengaitkan kondom sebagai perbuatan yang melanggar norma
agama. Sehingga mempromosikan kondom dapat dituduh melegalisir perbuatan
yang tercela.
d) Pria kurang suka menggunakan kondom Dengan alasan bau, mengurangi rasa dan
lain-lain
e) Tidak tahu cara menggunakan kondom Dengan betul.
f) Mutu dari kondom kurang memenuhi standard yang baku, sehingga sewaktu
digunakan kurang efektif (pecah, bocor dan lain-lain)
g) Pengetahuan tentang pencegahan penyakit dengan menggunakan kondom masih
rendah.

93
Jalan keluar

Melihat kendala-kendala tersebut diatas, maka upaya untuk mengatasinya adalah bekerja
sama dengan para pengambil keputusan dalam kelompok agama dan sosial dalam
memberikan penyuluhan tentang manfaat penggunaan kondom bagi pencegahan penyakit
kelamin dan AIDS, yaitu Dengan:

a) Meningkatkan pendidikan/penyuluhan keluarga berencana


b) Memberikan penyuluhan kepada tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam kelompok
beresiko tinggi
c) Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang tidak
bertanggung jawab, untuk memperoleh pemecahan masalah yang tepat.
d) Memberikan penyuluhan tentang cara menggunakan dengan benar
e) Meningkatkan mutu kondom

Upaya pencegahan AIDS jangka panjang

Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan
seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia
adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan
orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap
HIV ke isterinya adalah 22% dan dari isteri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.
Namun ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami-isteri dan
isteri-suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak tergantung pada frekwensi
hubungan seksual yang dilakukan suami isteri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang masih
kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran Virus AIDS.
Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara terbuka dan
tahun 1991 adalah tahun melawat Indonesia. Upaya jangka panjang yang harus kita
lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku
masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial,
sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab.

Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah:

a) Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

94
b) Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogami).
c) Menghindari hubungan seksual dengan wanita/pria tuna susila.
d) Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu
mitra seksual
e) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
f) Tidak hamil bila terinfeksi HIV.
g) Tidak melakukan hubungan seksual bila sariawan.
h) Menggunakan kondom dari awal sampai akhir hubungan seksual.

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan


informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran P4 dan lain-lain, yang
semuanya bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama menuju perilaku
seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab
diharapkan mampu mencegah penyebaran AIDS di Indonesia.

95

Anda mungkin juga menyukai