Yang diampu oleh Bapak Dewa Agung Gede Agung, Drs., M.Hum
Oleh:
Kelompok 7
JURUSAN SEJARAH
SEPTEMBER 2019
Daftar Isi
Daftar Isi...............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................
Daftar Rujukan......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Indonesia untuk memproklamirkan diri sebagai negara merdeka
mendapat banyak tantangan nyata, utamanya lewat kepentingan Belanda yang ingin
menguasai kembali wilayah Indonesia dengan berbagai cara. Selepas proklamasi pada
17 Agustus 1945 pihak Belanda datang dengan kekuatan militernya beserta pasukan
sekutu sebagai pendukungnya, melihat keadaan tersebut maka pemerintah dan rakyat
Indonesia mulai khawatir dan curiga akan adanya upaya kolonialisasi kembali. Oleh
sebab itu banyak daerah yang bergolak dengan berbagai pertempuran seperti di
Surabaya, Semarang, Ambarawa dan Medan. (Saldiman, 2018)
Pertempuran yang terjadi diberbagai daerah menimbulkan dampak kerugian
yang cukup besar kepada dua pihak baik dari segi materi maupun non materi.
Berangkat dari kerugian yang berdampak cukup besar maka kedua belah pihak
mencoba untuk menyusun sebuah jalan tengah yang adapat dijadikan sebuah solusi
nyata bagi permasalahan ini, setelah sekian lama terjadi kontak fisik antara kedua
belah pihak baik Indonesia maupun Belanda maka untuk pertama kalinya diplomasi
dipilih sebagai upaya dari penyelesaian konflik. Walaupun didalam diplomasi ini
masih sarat akan kepentingan yang tinggi dari kedua pihak sehingga jalan tengah
menjadi sebuah hal yang tidak diutamakan. (Saldiman, 2018)
Diplomasi sendiri merupakan sebuah upaya negosiasi yang dilakukan oleh
perwakilan dari sebuah negara atau organisasi tertentu yang bertujuan untuk
menyelesaiakan sebuah permasalahan seperti ekonomi, budaya, politik maupun
wilayah. Upaya perundingan sendiri dilakukan antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda dan menggunakan Inggris sebagai penengah, upaya perundingan ini sendriri
disebut dengan “Perjanjian Linggarjati”. Pemberian nama tersebut lantaran tempat
dilaksanakannya perjanjian ini berada di daerah Linggarjati yakni sebuah desa
diantara Cirebon dan Kuningan yang terletak di kaki Gunung Ciremai. Pemilihan
lokasi ini lantaran sifatnya yang dianggap netral sebab pada saat itu kekuasaan pihak
Indonesia berpusat di Yogyakarta sedangkan pusat kekuasaan Belanda di Jakarta.
(Soedjatmiko, 2010: 8)
Perundingan Linggarjati sendiri dilaksanakan pada 11-13 November 1946
dengan memilih rumah milik salah satu warga Belanda, perundingan ini berjalan
dengan masing-masing tokoh yang berperan sebagai diplomat ditambah dengan
beberapa saksi yang hadir. Perjanjian Linggarjati kemudian ditanda tangani dalam
upacara kenegaraan pada 25 Maret di Istana Negara, untuk substansi isi dari
perjanjian Linggarjati terdiri atas 17 pasal yang berada dalam satu lingkup
pembahasan. (Soedjatmiko, 2010: 11)
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan ini dilatar belakangi oleh beberapa rumusan masalah:
1. Bagaimana jalannya perundingan Linggarjati serta Tokoh yang ada
didalamnya ?
2. Bagaiamana isi dari perjanjian Linggarjati ?
3. Bagaimana dampak dari perjanjian Linggarjati ?
4. Bagaimana pelanggaran yang terjadi terhadap perjanjian Linggarjati ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui jalannya perundingan Linggarjati serta tokoh yang ada
didalamnya.
2. Memahami bagaimana isi dari perjanjian Linggarjati.
3. Memahami dampak dari perjanjian Linggarjati.
4. Mengetahui pelanggaran yang terjadi terhadap pelanggran Linggarjati.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jalannya Perundingan Linggarjati dan Tokoh yang Ada Didalmnya
Tanggal 13 November 1946 pukul 10.00 pagi kemudian dilangsungkannya
sebuah rapat di Linggarjati antara delegasi Indonesia dan Belanda. Van Mook tidak
dapat hadir karena beliau harus berada di Jakarta. Perudingan berjalan lancar, tidak
timbul banyak kesulitan dalam kesepahaman antar pasal. Demikian pula pada
pembahasan pasal krusial, Pasal 7 dan 9 ayat 2 tidak menimbulkan perdebatan alot.
Pihak Indonesia dapat menerima redaksi dari kedua pasal yang dirumuskan oleh
pihak Belanda. Misalnya mengenai ayat 1, pasal 15 pihak Belanda menyetujui redaksi
yang diusulkan oleh Syahrir. Belanda-Indonesia menyepakati bahwa ayat 1 sudah
cukup semua mewadahi persoalan yang disetujui bersama. Kedua pihak menyetujui
pula untuk menghapus ayat 2 dan 3 pasal 15 sebagaimana dirumuskan oleh pihak
Belanda (Alfidatul, 2014). Untuk mengubah sifat pemerintah Hindia, sehingga
susunannya dan cara bekerjanya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara yang di pemerintah Belanda akan
mengupayakan supaya dengan segera dilakukan aturanaturan sesuai undang-undang.
Agar segera terwujudnya negara Indonesia. Serikat dan persekutuan Belanda-
Indonesia itu kedudukan negara dan hukum bangsa-bangsa disesuaikan dengan
keadaan ini.
Delegasi dari kedua belah pihak yang mewakili Indonesia, Belanda dan Inggris
sebagai penengah diantaranya.Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord
Killearn. Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua) Muhammad Roem, Dr.A.K
Gani dan Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn
(Ketua), Van Pool dan De Boer (Salamadian. 2018). Terdapat juga beberapa saksi
atau tamu yang hadir dalam pertemuan tersebut seperti, Amir Syarifudin, dr.
Leimena, dr. Sudarsono, Ali Budiharjo, Presiden Sukarno dan Hatta. Perjanjian
Linggarjati kemudian ditandatangani dalam suatu upacara kenegaraan di Istana
Negara Jakarata pada tanggal 25 Maret 1947.
Sorotan untuk delegasi Indonesia utamanya sosok Roem sangat terasa sebab ia
dinilai sebagai salah satu tokoh yang berperan sebagai pejuang sekaligus diplomat
yang diharapkan mampu merepresentasikan keinginan kuat dari bangsa Indonesia.
Peranan Roem dalam menegakan kedaulatan RI lewat meja diplomasi sudah sangat
terasa begitu kuat sebab berawal dari perjanjian gencatan senjata dengan sekutu, ia
terus aktif dalmam berbagai upaya diplomasi lain seperti Perjanjian Linggarjati,
Roem-Royen, Renvile hingga pada Meja Bundar. Oleh sebab itu diharapkan pada
perundingan Linggarjati ini dia dapat menjadi figure yang mempunyai kredibelitas
serta kapasitas yang mumpuni sebagai bagian dari perwakilan Indonesia walaupun
disamping itu Sutan syahrir juga berperan vital sebagi pemimpin delegasi yang
diharapkan mampu mengambil keputusan terbaik dari berbagai pertimbangan untuk
mencapai keberhasilan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia. (Ibrahim, 2015: 10)
PENUTUP
Kesimpulan
Ibrahim, J. 2014. Dinamika Sosial dan Poitik Masa Revolusi Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Raditya, I,N. (21 Juli 2018). Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian
Linggarjati. Dari https://tirto.id/agresi-militer-i-saat-belanda-mengingkari-
perjanjian-linggarjati-cs8T