Filsafat
Filsafat
Manusia merupakan mahluk hidup yang terus berkembang tidak terkecuali dalam bidang
ilmu pengetahuan, hal tersebut imbas dari rasa ingin tahu manusia yang luar biasa untuk
merealisasikan hsl tersebut manusia cenderung akan terus berpikir dari kegiatan ini melahirkan
filsafat karena inti dari filsafat adlah berpikir. Berpikir sendiri dapat disebut filsafat apabila
memenuhi ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sistematis serta universal. Apabila dilihat
dari sisi etimologis filsafat sendiri merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosopy
(bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani philos dan shopia yang berarti cinta kearifan,
cinta kebijaksanaan atau cinta terhadap pengetahuan. (Maksum, 2016:11)
Dalam penelitian Maksum, (2016). Pengertian filsafat menurut beberapa ahli adalah
sebagai beikut:
1. Plato: filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran secara
asli dan murni melalui penyelidikan sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir
dari segala sesuatu yang ada.
2. Aristoteles: filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berusaha mencari
prinsip-prinsip dan penyebab dari realitas yang ada.
3. Rene Descartes: filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal
penyelidikannya adalah mengenai tuhan, alam dan manusia.
4. Radhakrisnan: filsafat tidak sekedar mencerminkan masa dimana kita hidup, tapi
juga membimbing kita maju.
5. Beerling: filsafat adalah upaya mempertanyakan seluruh kenyataan atau hakikat,
asas, prinsip dari kenyataan. Upaya ini tidak saja untuk mencapai akar terdalam
kenyataan dunia wujud, tetapi juga akar terdalam pengetahuan tentang diri
sendiri.
Secara harfiah filsafat dapat dimaknai sebagai proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Sikap filosofis yang benar adalah sikap yang kritis,
toleran dan terbuka serta mampu melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang yang ada
sehingga pada akhirnya sebuah prasangka tidak akan dilibatkan dalam melihat sebuah
permasalahan karena telah dilakukan pemikiran yang dapat mengklaarifikasi sebuah realita.
Filsafat dapat mengantarkan semua orang yang mempelajarinya mencapai sebuah refleksi
pemikiran yang begitu mendalam dan penuh dengan hikma. (Saebani, 2015: 27)
Setelah mengetahui berbagai pengertian filsafat dari para ahli maka kelompok kami
mencoba untuk menarik benang merah mengenai definisi filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan
kegiatan atau proses berpikir secara radikal, sistematik, dan universal terhadap segala sesuatu
yang telah ada atau yang mungkin ada. Dengan kata lain berfilsafat dapat menjadi dasar dalam
proses berpikir yang mendalam dengan mempunyai urutan yang teratur, runtut dan logis serta
tidak sembarangan untuk menacapai kebenaran yang umum atau universal serta tidak berdasar
spasial tertentu.
Dalam pengetahuan yang ada atau biasa disebut ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan
dari yang namanya pencarian kebenaran, hal tersebut agar keyakinan yang ada dapat
dipertanggung jawabkan serta memenui kaidah ilmiah. Kebenaran sendiri dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok makna yakni; kebenaran moral, kebenaran logis, kebenaran metafisik.
Tidak semua hal yang manusia ketahui dapat digongkan kedalam ilmu pengetahuan, namun
hanya pengetahuan tertentu yang diperoleh lewat kegiatan ilmiah, dengan metode yang
sistematis, lewat penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah. Menurut Aswasulasikin
(2018:12-14) filsafat sendiri memiliki beberapa teori tentang kebenaran, antara lain;
Pengertian Pendidikan
Perkembangan kehidupan manusia yang semakin kompleks juga turut memicu terjadinya
perubahan di bidang ilmu pengetahuan, untuk mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan maka
diperlukan proses lewat pendidikan. Dalam rentan waktu yang cukup panjang definisi
pendidikan terus berkembang yang utamanya lewat pemikiran para ahli dibidang ini, menurut Ki
Hadjar Dewantara dalam buku Toenlioe (2016:7) pendidikan nasioanal adalah pendidikan yang
selaras dengan kehidupan bangsanya yang ditujukan untuk mengangkat peri kehidupan untuk
kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Selain itu dalam Undang Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia serta
keterampilan untuk dirinya masyarakat bangsa dan negara”.
Melalui pengertian pendidikan ini, selain manusia yang punya peran besar dalam
pendidikan juga disebutkan mengenai peran penting dari pendidik serta lembaga pendidikan
baik formal ataupun tidak sebagai satuan sistem pendidikan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk
koomponen pendidikan sendiri secara lebih lanjut dapat diidentifikasi terdiri atas; peserta didik,
pendidik,tujuan atau kompetensi pendidikan, strategi pendidikan dan evaluasi pendidikan.
Komponen sperti yang dimaksud tersebut adalah urutan sistemik yang berada di ranah
pendidikan formal, dimana pemerintah memegang kendali untuk merancang kurikulum sebagai
standar baku yang digunakan untuk proses pendidikan diseluruh wilayah Indonesia. (Toenlie
2016: 8)
Secara garis besar lembaga pendidikan sebagai tempat berlakunya proses pendidikan
terbagi menjadi tiga yakni lembaga pendidikan informal, formal dan non-formal. Untuk lebih
jelasnya pendidikan informal adalah yang paling sederhana yakni berada dilingkungan keluarga
sedangkan pendidikan formal adalah keluarga dan yang terakhir yakni pendidikan non-formal
dapat beruap kursus ataupun bimbingan lain yang sejenis. Lembaga pendidikan sendiri dapat
dianggap sebagai sistem hubungan atas dasar nilai nilai dan prosedur umum dalam masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Dari ketiga lembaga pendidikan tersebut memiliki
peranan yang sama besarnya untuk menciptakan pribadi manusia yang unggul, hanya saja
terdapat perbedaan dari apa yang dikembangkan pada setiap lembaganya. Pendidikan informal
yakni pada lingkungan keluarga berfungsi untuk pembentukan karakter anak, sedangkan pada
lembaga pendidikan formal adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan yang terakhir untuk
pendidikan non-formal berguna untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki. (Toenlie
2016: 8)
Dalam perkembangan pendidikan maka melahirkan banyak pemikiran yang bertujuan untuk
mengembangkan pendidikan itu sendiri, untuk teori utama dalam pendidikan sendiri terdiri dari
tiga jenis yakni, teori Empirisme, Nativisme, dan yang mampu mensinergikan keduannya adalah
teori konvergensi. Dalam (Toenlioe, 2016: 14-16) penjelasan tiga teori tersebut adalah sebagai
berikut;
1. Teori Empirisme
Merupakan sebuah teori yang berpandangan bahwa pribadi manusia terbentuk dari
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Sebab manusia dianggap lahir dalam
keadaan kososng dan lingkungan mempunyai peranan untuk mengisi kekososngan
tersebut dengan berbagai konten yang ada pada sekitarnya. Pengalaman sehari-hari
dianggap menjadi dasar yang kuat untuk pembentukan kepribadian seseorang, apabila
teori ini digunakan dalam bidang pendidikan maka akan terdapat implikasi seperti
pendekatan otoriter dalam pengelolaan pendidikan, sentarlisasi kebijakan
penyelenggaraan pendidikan dan akan terjadi penyeragaman dalam semua komponen
pendidikan.
2. Teori Nativisme
Berpandangan bahwa setiap pribadi manusia merupakan bawaan naluriah sejak lahir,
sehingga kepribadian manusia dianggap bersifat genetik yang dimana terjadi
pembentukannya selama dalam kandungan atau yang lebih jelasnya diturunkan dari orang
tua ke anaknya. Oleh sebab itu tidak heran apabila pandangan Nativisme dianggap
sebagai bentuk pemikiran yang pesimistis sebab proses pendidikan tidak dianggap
mempunyai peranan yang penting bagi pembentukan sebuah individu melainkan bawaan
dari lahir yang dianggap menjadi penentu dari terbentuknya seorang individu manusia.
Apabila Nativisme digunakan dalam pendidikan maka akan terdapat implikas seperti,
terjadinya otonomi mutlak yang berimbas pada pemberian kebebasan kepada masing
masing sekolah dalam mengelola pendidikan yang mencakup semua komponen
pendidikan mulai dari guru, siswa, kurikulum, strategi sampai evaluasi.
3. Teori Konvergensi
Teori ini muncul untuk menjadi respon atas hadirnya dua teori sebelumnya yang pada
realitanya sangat bertolak belakang. Teori Konvergensi memiliki pandangan jika seorang
pribadi manusia lahir dari perpaduan antara keturunan genetik sebagai penyusun utama
dan pengalaman yang dieproleh lewat kegiatan interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal
tersebut lantaran dalam teori ini beranggapan bahwa setiap manusia lahir dengan
membawa masing-masing potensi dan akan mampu berkembang secara maksimal apabila
lingkungan yang ada dapat menjaid tempat ideal untuk tumbuh dan berkembang lewat
proses pembelajaran. Teori ini dianggap sebagai pemikiran yang realistis sebab mampu
menjadi jembatan antara potensi setiap individu dengan keadaan lingkungan yang
mempunyai peran besar agar kemampuan yang dimiliki berkembang secara maksimal.
Apabila teori konvergensi diterapkan dalam pendidikan maka implikas berikut akan
domianan terlihat seperti kebijakan yang lebih demokratis dalam pendidikan yang artinya
setiap daerah akan terikat secara nasional namun mapu secara mandiri untuk
mengembangkan inisiatif dan kreatifitasnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Selain
itu akan terjadi perpaduan sinergis antar berbagai komponen pendidikan yang dapat
dikembangkan sesuai kemapuan dan ciri khas masing-masing wilayah.
Sumber Rujukan
Aswasulasikin. 2018. Filsafat Pendidikan Operasional. Yogyakarta: Penerbit Deeplubish
Toenlie, A.JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: Penerbit Gunung Samudera
Saebani, B.A. 2015. Filasafat Ilmu dan Metode Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.
Maksum, A. 2016. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme.
Yogyakarta: Ar-ruz Media.