Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mulanya yaitu pada tahun 1942, kedatangan komunis Jepang di bumi lancang
kuning sangatlah dianggap antusias oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sebagian
dari mereka menganggap bahwa komunis Jepang lah yang akhirnya membebaskan
mereka dari belenggu penjajahan bangsa Belanda. Namun selang beberapa bulan
kekejaman Jepang pun akhinya terbongkar, karena mereka ingin menguasai juga
bangsa Indonesia, khususnya daerah Riau.
Penderitaan pun mulai dirasakan rakyat, mulai dari dipekerjakan secara paksa
(romusha) untuk membangun monorel kereta api, bertani dengan sistem berupa hasil
panen diserahkan sepenuhnya kepada mereka, tidak mengikuti organisasi karena
dilarang dan lain sebagainya yang membuat penderitaan masyarakat Riau semakin
menjadi-jadi (Yusuf, 2004)
Namun hal ini tidak berlangsung lama karena pada saat situasi menjelang
Kemerdekaan khususnya Perang Pasifik, kondisi Jepang semakin menurun dalam
segi hal strategi berperang. Sekutu dapat mengalahkan Jepang disemua front. Untuk
mensiasati hal ini Jepang kembali dengan taktiknya yaitu mengambil kembali hati
rakyat, terlebih para pemuka daerah. Tetapi rakyat telah terlanjur murka dan marah
hingga pada akhirnya Jepang menyerah dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus
1945, selang 3 tahun masa penjajahan Bangsa Jepang (Asmuni, 1982).

Hal ini tidak luput dari semangat kebangsaan yang ada pada diri tiap rakyat.
Adapun tokoh-tokoh pergerakan Nasional yang masih dikenal hingga saat ini
diantaranya Hang Tuah, Syarif Kasim II, Tuanku Tambusai, Tengku Sulung, Raja
Haji Fisabilillah, Raja Ali Haji, serta Datuk Tabano.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui kronologi
perjuangan Rakyat Melayu Riau dalam menghadapi penjajahan komunis Jepang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaksi Masyarakat Riau Terhadap Penduduk Jepang

Reaksi masyarakat Riau awalnya senang, karena menganggap bahwa komunis


Jepang akhirnya membebaskan mereka dari belenggu penjajahan bangsa Belanda.
Namun selang beberapa bulan kekejaman Jepang pun akhinya terbongkar, karena
mereka ingin menguasai juga bangsa Indonesia, khususnya daerah Riau tidak hanya
dari segi bahan pangan namun juga sektor lainnya.
Untuk memperkuat pertahanan mereka di negara yang telah diduduki, Jepang
membuka jalan kereta api. Di daerah Riau sendiri Jepang membuka jalan kereta api
antara Muaro Sijunjung hingga Pekanbaru, kemudian pembuatan jalan darat dari
Medan ke Pasir Pengaraian, pembuatan lapangan terbang simpang Tiga Pekanbaru
dan pembuatan jembatan Rantau Berangin serta Danau Bingkuang (Asmuni, 1982).
2.1.1.................................................................Pembangunan Pendudukan Jepang

Langkah pertama yang dilakukan oleh komunis Jepang dalam sistem


penjajahannya berupa pembangunan seperti halnya yang dilakukan di daerah Riau.
Menurut Syafei A (2002), pembuatan jalan kereta api Muaro Sijunjung hingga
Pekanbaru menurut ahli militer Jepang mempunyai arti penting dan jangkauan yang
strategis untuk memperkuat pertahanan di wilayah yang mereka duduki. Disebut
strategis, karena di daerah Riau terdapat pelabuhan samudera di Dumai dan Sungai
Siak. Selain itu di daerah Riau juga terdapat tambang minyak yang hingga detik ini
masih menjadi komoditi utama daerah. dimanfaatkan oleh Jepang dengan sebaikbaiknya.
2.1.2........................................Strategi Khusus Dalam Memperoleh Tenaga Kerja
Pekerjaan yang banyak tentunya menuntut tenaga kerja yang banyak, serta
tenaga ahli dan tersedianya peralatan. Hal inilah yang menjadi masalah berat bagi

Jepang, karena dulunya masyarakat Riau bersifat minoritas. Menurut Asni M (1991)
Diperkirakan penduduk Riau tahun 1942-1945 sekitar 10 jiwa per km. Selain itu
sebagian besar daerah yang akan dilewati rel kereta api nyaris tanpa penduduk.

Kemudian diperkirakan bila penduduk daerah dari Lubuk Ambacang ke


Pekanbaru dipekerjakan, maka akan mewajibkan seluruh penduduk laki-laki antara
umur 16-45 tahun. Sementara Jepang mengintensifkan penanaman bahan makanan.
Bila penduduk harus mengerjakan jalan, maka pertanian tidak dapat dilaksanakan.
Untuk mengatasi hal ini maka didatangkanlah tenaga kerja dari daerah Jawa (Jamal
Lako Sutan, Naskah : 326).
2.1.3..................................................Penderitaan Tenaga Kerja Paksa (Romusha)
Dulunya komunis Jepang mewajibkan pemuda-pemuda yang berasal dari
sekitar Pasir Pengaraian untuk bergotong-royong membuat jalan raya dari Pasir
Pangaraian hingga Kota Pinang (Hutan Mahato). Adapun jalan kereta api dan jalan
raya dikerjakan dalam waktu yang sama dan diharapkan pula dapat diselesaikan
dalam waktu yang bersamaan.
Kegiatan Jepang di Dumai terutama memasang pipa air yang memanjang dari
Dumai Ke Duri, tujuannya untuk mengalirkan air dari Duri ke Dumai yang nantinya
akan dilakukan uji muatan minyak dalam air tersebut. Romusha dari V Koto Kampar
diperkerjakan membuat lapangan terbang Simpang Tiga dan membuat jembatan kayu
penyeberangan Sungai Kampar di Rantau Berangin Danau Bingkuang (Umar, 1986).
Jepang memaksa mereka bekerja siang dan malam, sedangkan asupan makanan
yang mereka terima sangatlah sedikit. Mereka diberi beras sekedarnya, sehingga
berakibat pada buruknya kesehatan. Selain itu pemondokan dan lingkungan yang
menjadi tempat tinggal mereka tergolong tidak layak huni. Saat mereka bekerja
diawasi Jepang secara ketat, setiap saat selalu diabsen dan apabila malas dipukul,
ditendang, bahkan disiksa (Yusuf, 1994).
Tidak ada istilah teriknya panas ataupun hujan, apapun situasinya mereka
tetaplah harus bekerja keras. Adakalanya jalan kereta api melewati rawa-rawa, namun
rawa-rawa yang luas itu harus ditimbun dengan tanah dan harus disiapkan tepat pada
waktunya. Pekerjaan berat saat pembuatan jalan kereta api, berupa :
3

a. Menggali tanah atau bukit untuk menimbun bagian jalan rel yang berawa
(tempat yang rendah dari ujung jalan atau di pangkal jalan)
b. Mengangkat kayu-kayu untuk bantalan rel dan jembatan
c. Mengangkut besi-besi rel

Makam para romusha yang menjadi korban pembuatan rel kereta api dulunya
terkenal dengan sebutan loge (loges), banyak tersebar di sepanjang jalan. Dan yang
terbesar berada di daerah Simpang Tiga Pekanbaru, dimana pada lokasi tersebut
Gubernur Riau, (Alm) Subrantas Siswanto tanggal 10 November tahun 1978 telah
mendirikan monumen Pahlawan Kerja. Monumen tersebut didirikan dengan
maksud untuk mengenang pengorbanan rakyat Riau yang dipekerjakan sebagai
Romusha, dan diperkirakan 30.000 orang yang meninggal dunia dikuburkan di
lokasi tersebut.
2.1.4.................................................................................Penderitaan Rakyat Riau
Penderitaan tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja paksa namun juga terjadi
pada rakyat Riau lainnya. Baik laki-laki, wanita, hingga anak-anak merasakan
penderitaan selama pendudukan Jepang dan berimbas pada kurangnya pasokan
makanan, pakaian dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Belum lagi persoalan
akan kesehatan yang kian hari semakin memburuk tanpa adanya penanganan khusus.
Pada daerah Tembilahan, rakyat diperintahkan untuk menyediakan serabut
kelapa yang akan dipergunakan Jepang untuk membuat alas kaki (keset). Untuk
mendapatkan serabut kelapa ini sangat sukar, apalagi Jepang memaksa rakyat
menyediakan 2 kg setiap hari. Sehingga waktu rakyat tersita hanya untuk
memenuhi perintah Jepang tersebut. Sebenarnya rakyat sendiri telah menentang dan
tidak terima akan perlakuan yang diberikan, namun Jepang sendiri menerapkan
hukuman bagi seseorang yang melanggar perintah.
Hasil petanian sangat penting di daerah Kampar. Semenjak pemerintahan
Jepang hasil pertanian itu khususnya padi sangat berkurang bahkan tidak mencukupi.
Pada zaman pendudukan Jepang kehidupan masyarakat begitu sulit. Penduduk
diperlakukan sebagai tenaga kerja paksa untuk mememenuhi keinginan komunis
Jepang dalam membangun sarana keperluan perang. Selain itu kehidupan sosial

ekonomi penduduk menjadi terganggu karena karet tidak laku di pasaran, maka
Jepang memerintahkan pohon-pohon karet rakyat supaya ditebang dan diganti dengan
tanaman padi dan tanaman muda.
Rakyat Riau yang tidak ikut mengerjakan proyek jepang harus mengintensifkan
penanaman padi dan palawija serta memperluas lahan pertanian untuk menyiapkan
cadangan makanan keperlauan perang Jepang. Ketika masuk masa panen, sebagian
besar dari hasil nya harus diserahkan kepada pemerintah Jepang, demikian juga hasil
ternak. Selain itu disetiap pekarangan rumah penduduk diperintahkan pula supaya
menanam pohon jarak (Umar, 1983).

Kehidupan rakyat semakin lama semakin parah. Banyak penduduk daerah


Kampar yang kelaparan. Sebagai pengganti makanan pokok banyak pula yang makan
gadung, keladi, ubi, bahkan kulit ubi dan sebaginya. Begitu juga di Kuantan dimana
makanan yang dikonsumsi sukar untuk diperoleh. Adapun kesimpulan dari hal ini
yaitu komunis Jepang kurang peduli mengenai kebutuhan hidup masyarakat (Yusuf,
2002).
2.2 Perlawanan Rakyat Riau Terhadap Jepang
2.2.1........................................................................Sikap Rakyat terhadap Jepang
Mulanya kedatangan Jepang ke Riau disambut hangat karena sebagian dari
mereka dapat memikat hati rakyat. Jepang dianggap sebagai penyelamat masyarakat
dari penjajahan Belanda. Seperti halnya sambutan rakyat Kampar dan Indragiri Hulu,
adapun tokoh masyarakat yang mengkoordinir sambutan di Indragiri Hulu adalah
Abu Bakar Abduh, Toha Hanafi, dan Jusih (Maleha Aziz, Naskah: 27).
Namun keadaan tersebut berubah setelah Jepang menduduki semua wilayah
Riau. Sikap ramah tamah berubah menjadi kasar, hingga munculnya watak fasisme
Jepang. Tindakan sewenang-wenang merupakan pandangan sehari-hari. Bendera
merah putih sebelumnya berkibar bersama Hinomoru tidak boleh lagi dikibarkan.
Disusul sepak terjang, tamparan, makian kasar seperti bagero sudah merupakan
tindakan biasa. Belum lagi organisasi politik dan sosial yang dilarang bahkan
dibubarkan.
5

Pemerintahan para sultan dan raja-raja dibekukan dan seluruh wilayah Riau
diperintah lansung oleh pemerintah militer Jepang. Sedangkan kekuasaan sultan dan
raja-raja diperlakukan sebagai pengemuka masyarakat biasa (Depdikbud, 1986).
Akibat tindakan Jepang yang sewenang-wenang itu rasa simpati berubah benci
yang mendalam dalam hati rakyat. Untuk menghadapi kekejaman Jepang rakyat
Kampar mulai bersatu menentang pendudukan Jepang. Pemuda-pemudi mengadakan
gerakan di bawah tanah yang dipimpin Mahmud Marzuki dan HM Amin. Gerakan itu
dilakukan secara beranting dengan menyampaikan semangat nasional, memelihara
persatuan dan membangkitkan rasa kebencian terhadap Jepang. Alasannya Jepang
orang kafir dan semua perbuatan yang zalim harus ditantang karena tidak sesuai
dengan ajaran islam (Maleha Aziz, Naskah: 20).
Pada daerah Kampar, masyarakat mengingkari perintah Jepang untuk tidak
membayar pajak dan melanggar peraturan Jepang (Tim Penulis Sejarah Kampar: 13).
Pada kala itu digunakan jalur dakwa dan pendidikan agama sebagai basis perjuangan.
Saluran resmi tempat rayat menyatakan keinginan dan pendapat sama sekali tidak ada
lagi. Namun setelah kemajuan perang Jepang diberbagai front mulai tertahan oleh
tentara sekutu, maka dibentuklah Syu Sangi Kai (sejenis parlemen tingkat
keresidenan) yang anggota-anggotanya berasal dari bangsa Indonesia dimana setiap
Gun mengirimkan dua orang wakilnya, yaitu Gunco sendiri ditambah satu orang yang
dipilih oleh suatu badan yang dibentuk.
2.2.2......................................................................Sikap Antipati Terhadap Jepang
Kebencian masyarakat terhadap Jepang dilakukan melalui perlawananperlawanan di beberapa tempat. Mulai dari orang-orang sakai melakukan
pemberontakan di daerah Mandau, yang berakibat pada banyaknya komunis Jeoang
yang menjadi korban. Selain itu bentuk perlawanan lainnya ditunjukkan oleh rakyat
Siak terhadap Jepang pada tahun 1944 berbentuk barisan zikir yang dipimpin oleh
Pakih Aris yang berasal dari Seremban Malaysia.
Barisan Zikir sendiri beranggotakan 40 orang termasuk Pakih Aris. Tempat zikir
diadakan dirumah Tengku Johan yaitu rumah tua di Siak Sri Indrapura tepatnya
dimuka Sungai Mempura. Zikir dilaksanakan kira-kira satu jam dengan bacaan
6

zikirnya,

Lailahaillallah

muhammadurrosulullah

fikulli,

lambatin

wanafasin'adadama wasi'ahu'ilmullah. Setelah mereka berzikir tuan Pakih Aris


melepaskan ikan tapah yang cukup besar ke Sungai Siak. Ketika melepaskan ikan
tersebut tuan Pakih mengucapkan ikan tapah ini dilepas untuk kemerdekaan
Indonesia. Setelah itu dilepaskan lagi ikan tapah yang kedua (berukuran kecil dari
ikan tapah yang pertama). Waktu melepaskan ikan kedua tuan Pakih mengucapkan
ikan ini dilepas untuk kemerdekaan Malaysia.
Selanjutnya bentuk perlawanan lain ditunjukkan di daerah Pasir Pengaraian
berupa perlawanan secara diam-diam dengan menyembunyikan hasil panen di dalam
hutan dan menyerahkan padi-padi hampa ke gudang Jepang. Sistem yang mereka
lakukan, mula-mula memisahkan padi-padi yang bernas dengan padi yang hampa.
Bagian padi yang disimpan rakyat adalah padi yang bernas, sisanya ditambah yang
hampa diserahkan kepada Jepang sama banyaknya dengan bagian rakyat.
Kemudian di daerah Tembilahan terjadi perlawanan bersenjata di Parit Baru
(Enokku), dimana rakyat sudah tidak bersedia lagi menyerahkan padinya pada
Jepang. Meskipun telah berkali-kali diperingatkan dengan keras, rakyat tetap tidak
bersedia lagi menyerahkan padi mereka.
2.3 Situasi Menjelang Kemerdekaan
2.3.1 Jepang Mengambil Hati Rakyat
Pada saat menghadapi Perang Pasifik, kondisi Jepang semakin menurun
khususnya dalam segi hal strategi berperang. Sekutu dapat mengalahkan Jepang
disemua front. Gerakan ofensif yang semula dapat mengalahkan tentara Sekutu
berubah menjadi defensive, dan kekuatan penuh dipegang oleh pihak sekutu.
Sehingga dalam keadaan semakin genting ini, Jepang berusaha mencari dukungan
dan bantuan kembali dari rakyat Indonesia. Begitu juga dengan tentara Jepang yang
ada di daerah Riau.
Jepang mulai mendekati pemimpin dan rakyat Indragiri Hulu agar membantu
mereka dalam perang melawan Sekutu. Dengan berbagai bujukan agar rakyat simpati,
ternyata rakyat Indragiri Hulu tidak tertarik lagi kepada Jepang. Jepang menggunakan
taktik pendekatan yang sangat simpatik yaitu dengan cara apabila mereka dipercaya
akan diangkat menjadi junsa (polisi), diberi gaji, dan diistimewakan. Orang-orang
7

inilah yang digunakan Jepang untuk memungut pajak, merampas, dan memeras hasil
pertanian rakyat.
Kemudian di daerah Siak, Jepang mengatakan kepada Sultan Siak Sri Indrapura
bahwa mereka akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia jika
membantu Jepang dalam menghadapi serangan Sekutu (Sutrisno, 2002). Menurut
Maleha Aziz, untuk mengambil hati rakyat Siak Jepang memberikan perongkosan
bagi pemuda-pemuda yang mengikuti latihan kemeliteran di Palembang, Bukit
Tinggi, Medan dan lain-lain untuk kembali ke kampung halamannya.
Jepang melakukan politik balik untuk mendapat dukungan penduduk di daerah
Riau. Politik yang sebelumnya menyakiti hati rakyat berubah mendekati pemimpin
rakyat agar memperoleh kembali simpati rakyat. Jepang juga membujuk rakyat
dengan propagandanya menghidupkan semangat nasional berupa mengakui adanya
tanah air Indonesia. Namun semua usaha Jepang tidak mendapatkan respon yang baik
dari rakyat. Hal ini disebabkan tindak tanduk Jepang sendiri yang telah
mensengsarakan rakyat (Yusuf, 1944).
2.3.2 Perampasan Senjata dan Alat Logistik Jepang
Kekalahan Jepang sudah tersebar di Indonesia. Di Indragiri berita tersebut
diterima dari Fujima Sang selaku wakil resimen tentara Jepang yang berkedudukan di
Air Molek. Segera diadakan pertemuan antara kelompok pemuda dengan Fujima
Sang di Indragiri. Fujima Sang berjanji untuk membantu perjuangan rakyat Indragiri
mencapai bangsa yang berdaulat. Sebagai tanda persetujuan itu, ia menyerahkan
pedang samurai, pistol, dan ransel (Yusuf, 1994).
Untuk mendapatkan senjata, beberapa cara dilakukan yaitu mulai dari
pemberian, usaha sendiri, dan ada dengan cara merampas senjata langsung dari pihak
Jepang. Barisan pemuda pejuang yang tinggal di Pekanbaru melakukan secara
inisiatif sendiri, tombak, parang dan lain-lain. Selain itu sebagian pemuda ada yang
menggeledah gudang senjata di Padang Terubuk, di Gobah, di daerah Air Hangat
Marpoyan, dan dari gudang senjata di Teluk Lembu.
Menurut Maleha (1976) cara lainnya yang dilakukan oleh pejuang Indonesia di
Siak untuk mendapatkan persenjataan diantaranya yaitu :

a. Mempergunakan senjata pasukan pengawal istana Kerajaan Siak, seperti


senjata-senjata, pedang, keris, tombak dan kelewang
b. Persenjataan rampasan dari Jepang saat melakukan penyergapan oleh para
pejuang di Siak
c. Senjata yang diperoleh dari Jepang sebagai akibat rasa simpati terhadap
perjuangan rakyat Siak
d. Hasil penyelam dan pancingan terhadap senjata Jepang yang dibuang ke Sungai
Siak
2.4 Pahlawan Melayu Riau Yang Terlupakan
Adapun tokoh Pahlawan Melayu Riau sebenarnya banyak. Namun kebanyakan
telah dilupakan hingga sampai pada generasi millenium saat ini. Sebut saja, yang kita
ingat adalah Hang Tuah, Pahlawan Melayu Riau, Sultan Syarif Kasim II, ini
pahlawan melayu riau dari Siak Sri Indrapura (kini, bergelar Pahlawan Nasional.
Menyusul Tuanku Tambusai 2011 lalu), Tengku Sulung dari Reteh Indragiri Hilir,
Raja Ali Haji pahlawan Gurindam 12 melayu Riau dari Kepulauan Riau, Raja Haji
Fisabilillah dari Dabo Singkep, Datuk Tabano dari Kampar dan masih banyak lagi.
Hanya saja mereka semua banyak dilupakan.
1. HANG TUAH
Penggambaran Hang Tuah dari beberapa versi Sulalatus Salatin berbeda, ada
yang menyebutkan bahwa ia dahulunya adalah seorang nelayan miskin. Hang Tuah
ialah seorang pahlawan legenda berbangsa Melayu pada masa pemerintahan
Kesultanan Melaka di abad ke-15 (Kesultanan Melayu Melaka) bermula pada 14001511 A.D).. Menurut rekod sejarah, beliau lahir di Kampung Sungai Duyong, Melaka
kira-kira dalam tahun 1444 A.D. Pada masa mudanya, Hang Tuah beserta empat
teman seperjuangannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu
membunuh sekelompok bandit-bandit dan dua orang yang berjaya menghancurkan
desa dengan amarahnya. Bendahara (sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem

pemerintahan sekarang) daripada Melaka mengetahui kehebatan mereka dan


mengambil mereka untuk berkerja di istana.
Semasa ia bekerja di istana, Hang Tuah membunuh seseorang petarung dari
Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari, yang di bawah pemerintahan
Kerajaan Majapahit, Konon Taming Sari dikenal pandai berkelahi,kebal senjata dan
dapat menghilang ,kemudian dilawan oleh Hang Tuah diketahui yang membuat
Taming Sari sakti terletak pada kerisnya, Hang Tuah berhasil merebut keris tersebut
kemudian membunuh Taming Sari. Kemudian keris tesebut diambil Hang Tuah dan
diberi nama Taming Sari , setelah menjadi kepunyaannya dan dipercayakan bahwa
keris tersebut dapat berkuasa kepada pemiliknya untuk menjadi hilang.
Hang Tuah dituduh berzinah dengan pelayan Raja, dan di dalam keputusan
yang cepat, Raja menghukum mati Laksamana yang tidak bersalah. Namun, hukuman
mati tidak pernah dikeluarkan, karena Hang Tuah dikirim ke sesebuah tempat yang
jauh untuk bersembunyi oleh Bendahara.
Setelah mengetahui bahwa Hang Tuah akan mati, teman seperjuangan Hang
Tuah, Hang Jebat, dengan murka ia membalas dendam melawan raja, mengakibatkan
semua rakyat di situ menjadi kacau-balau. Raja menyesal menghukum mati Hang
Tuah, karena dialah satu-satunya yang dapat diandalkan untuk membunuh Hang
Jebat. Secara tiba-tiba, Bendahara memanggil kembali Hang Tuah daripada tempat
persembunyiannya dan dibebaskan secara penuh daripada hukumannya oleh raja.
Setelah tujuh hari bertarung, Hang Tuah merebut kembali keris Taming Sarinya dari
Hang Jebat, dan membunuhnya di dalam pertarungannya. Setelah teman
seperjuangannya gugur, Hang Tuah menghilang dan tidak pernah terlihat kembali.
2. SYARIF KASIM II
Yang dipertuan besar yaitu Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan
Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 meninggal di
Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12
Kesultanan Siak. Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan
ayahnya Sultan Syarif Hasyim.

10

Gambar 2.1 Syarif Kasim II


Sultan Syarif Kasim II adalah seorang pendukung perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai
bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta
gulden untuk pemerintah republik. Bersama sultan Serdang dia juga berusaha
membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut memihak Republik.
3. TUANKU TAMBUSAI
Tuanku Tambusai lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau.
Dalu-dalu merupakan salah satu desa pedagang Minangkabau yang didirikan di tepi
sungai Sosah, anak sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecil
Muhammad Saleh, yang setelah pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji
Muhammad Saleh.

Gambar 2.2 Tuanku Tambusai


Tuanku Tambusai merupakan anak dari pasangan perantau Minang, Tuanku
Imam Maulana Kali dan Munah. Ayahnya berasal dari nagari Rambah dan merupakan

11

seorang guru agama Islam. Oleh Raja Tambusai ayahnya diangkat menjadi imam dan
kemudian menikah dengan perempuan setempat. Ibunya berasal dari nagari Tambusai
yang bersuku Kandang Kopuh. Sesuai dengan tradisi Minang yang matrilineal, suku
ini diturunkannya kepada Tuanku Tambusai.
Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri,
termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara. Perjuangannya
dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu.
Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun
1824, ia memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas,
Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Dia sempat menunaikan
ibadah haji dan juga diminta oleh Tuanku Imam Bonjol untuk mempelajari
perkembangan Islam di Tanah Arab.
Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan
Belanda, sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat
kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan. Bonjol yang
telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak bertahan lama.
Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja
Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo, yang berpihak kepada
Belanda. Oleh Belanda beliau digelari De Padrische Tijger van Rokan (Harimau
Paderi dari Rokan) karena amat sulit dikalahkan, tidak pernah menyerah, dan tidak
mau berdamai dengan Belanda. Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak
ajakan Kolonel Elout untuk berdamai. Pada tanggal 28 Desember 1838, benteng
Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Lewat pintu rahasia, ia meloloskan diri dari
kepungan Belanda dan sekutu-sekutunya. Ia mengungsi dan wafat di Seremban,
Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12 November 1882.
Karena jasa-jasanya menentang penjajahan Hindia-Belanda, pada tahun 1995
pemerintah mengangkat beliau sebagai pahlawan nasional.
4. TENGKU SULUNG

12

Tengku Sulung adalah seorang pejuang kemerdekaan yang memfokuskan


perlawanannya terhadap kolonial Belanda di daerah Reteh/Sungai Batang. Tengku
Sulung sendiri diperkirakan lahir di Lingga, Kepulauan Riau. Sejak Kecil, Sulung
dididik dengan ajaran Islam yang ketat. Pemahamannya tentang Agama Islam
membuatnya tidak suka dengan Belanda. Bahkan Dia tidak mau bekerjasama dengan
Belanda dalam bentuk apapun.
Tengku Sulung memperoleh kedudukan sebagai Panglima Besar Reteh setelah
Sultan Muhammad, Sultan Lingga yang berkuasa di Reteh. Waktu itu Sulung tidak
mau tunduk pada Sultan Sulaiman yang diangkat oleh Belanda untuk kawasan yang
sama, menggantikan Sultan Mahammad. Semula Tengku berkedudukan di Kotabaru
Hulu Pulau Kijang sekitar 16 mil dari Pulau Kijang.
Di Desa ini Tengku Sulung membangun Benteng yang kelak ditandai dengan
adanya Desa Benteng, Sungai Batang, Indragiri Hilir di Hulu Sungai Batang.
Dibenteng itulah pertahanan Tengku Sulung dan pasukannya dalam melawan
Belanda. Perjuangan Tengku Sulung dan Pasukannya terhenti setelah Belanda
membawa Haji Muhammad Thaha, juru tulis Tengku Sulung yang sebelumnya
tertangkap oleh Belanda di Kotabaru. Tengku Sulung pun di ultimatum oleh Residen
Belanda supaya menyerah kepada Komandan Ekspedisi. Akibatnya penyerangan pada
7 November 1858, banyak menewaskan rakyat Reteh dan Tengku Sulung sendiri juga
ikut tertembak di bagian leher oleh pasukan Belanda.
5. RAJA HAJI FISABILILLAH
Raja Haji Fisabilillah (lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, 1725 meninggal
di Ketapang, 18 Juni 1784) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia
dimakamkan di Pulau Penyengat, Indera Sakti, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan
Riau.Raja Haji Fisabililah merupakan adik kepada Sultan selangor pertama sultan
Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua Sultan Ibrahim. Namanya diabadikan
dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji
Fisabilillah.

13

Gambar 2.3 Monumen Pahlawan Raja Haji Fisabilillah


Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk
Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia
terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau
Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga
dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi. Ia
gugur pada saat melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk
Ketapang (Melaka) pada tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam di Melaka
(Malaysia) ke Pulau Penyengat oleh Raja Jaafar (putra mahkotanya pada saat
memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda).
6. RAJA ALI HAJI

Gambar 2.4 Raja Ali Haji


Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali
Haji (lahir di Selangor pada tahun 1808 meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan

14

Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19
keturunan Bugis dan Melayu.
Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat
buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu
standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan
Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.
Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada
zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus
ekabahasa pertama di Nusantara.
Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah,
dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam
penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga
tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena
tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan
peristiwa-peristiwa secara lengkap.
Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh
ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang
telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun
menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat
kerajaan. Kini, ia ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan
Nasional pada 5 November 2004 lalu.
7. DATUK TABANO
Dikenal dengan sebutan Gandulo menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi
gelar Datuk Tabano. Gelar ini disematkan oleh Ninik Mamak suku Melayu Datuk Tua
dengan kesepakatan kaum persukuan, di Kabupaten Kampar.
Datuk Tabano dikenal memegang kekuasaan ketika negeri sedang carut marut.
Dengan memiliki ilmu kebal diri, Datuk Tabano mampu mempertahankan Limo
Koto dari serbuan Belanda yang datang dari hulu. Sementara pusat pertahanan

15

terletak ditepi sungai Kampar di wilayah batu dinding rantau berangin. Sedangkan
pelocuan tonggak di daerah pulau Ompek Kuok.
Istrinya bernama Halimah Siyam dikarunia dua anak masing masing bernama
Abdullah dan Habibah kesetian Halimah. Pada pertengahan tahun 1895, terjadi
perang antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat Limo Koto. Saat pasukan
Belanda memasuki kandang perairan, perahu kompeni tenggelam setelah dihajar
pasukan Tabano.

16

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Adapun bentuk perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap komunisme
Jepang dapat dilihat dari banyaknya perlawanan di tiap daerah, yaitu mulai dari
daerah Kampar, Indragili Hulu, Kuansing, Mandau, Pasir Pangaraian,
Tembilahan, Siak Sri Indrapura, hingga Pekanbaru

2. Sebenarnya tokoh pergerakan Nasional (Pahlawan Nasional) Riau sangatlah


banyak, namun adapun hingga saat ini yang dikenal hanya beberapa saja seperti
Hang Tuah, Syarif Kasim II, Tuanku Tambusai, Tengku Sulung, Raja Haji
Fisabilillah, Raja Ali Haji, serta Datuk Tabano
3.2 Saran
Dibutuhkan saran berupa perbaikan terhadap makalah, seperti ke valid an data
hingga nantinya dapat dijadikan sebagai referensi

17

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H.M. Syafei., 1987, Korban Pembangunan Jalan Kereta Api Muat Muara
Sijunjung-Pekanbaru (Tahun 1943-1945), Yapsim, Pekanbaru.
Asmuni, M.R., 1982, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah, Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Depdikbud, Pekanbaru.
Depdikbuk, 1985, Korban Pembangunan Jalan Kereta Api Maut Muara SijunjungPekanbaru Tahun 1943-1945 dan Tragedi Pembangunan Rel Kereta Api, Unri
Press, Pekanbaru, 2002
Yusuf, A., 2004, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002, Pekanbaru : Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau atas kerjasama MSI Cabang Riau,
LVRI/DHD'45, dan LAMR.

18

Anda mungkin juga menyukai