PENDAHULUAN
Hal ini tidak luput dari semangat kebangsaan yang ada pada diri tiap rakyat.
Adapun tokoh-tokoh pergerakan Nasional yang masih dikenal hingga saat ini
diantaranya Hang Tuah, Syarif Kasim II, Tuanku Tambusai, Tengku Sulung, Raja
Haji Fisabilillah, Raja Ali Haji, serta Datuk Tabano.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui kronologi
perjuangan Rakyat Melayu Riau dalam menghadapi penjajahan komunis Jepang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jepang, karena dulunya masyarakat Riau bersifat minoritas. Menurut Asni M (1991)
Diperkirakan penduduk Riau tahun 1942-1945 sekitar 10 jiwa per km. Selain itu
sebagian besar daerah yang akan dilewati rel kereta api nyaris tanpa penduduk.
a. Menggali tanah atau bukit untuk menimbun bagian jalan rel yang berawa
(tempat yang rendah dari ujung jalan atau di pangkal jalan)
b. Mengangkat kayu-kayu untuk bantalan rel dan jembatan
c. Mengangkut besi-besi rel
Makam para romusha yang menjadi korban pembuatan rel kereta api dulunya
terkenal dengan sebutan loge (loges), banyak tersebar di sepanjang jalan. Dan yang
terbesar berada di daerah Simpang Tiga Pekanbaru, dimana pada lokasi tersebut
Gubernur Riau, (Alm) Subrantas Siswanto tanggal 10 November tahun 1978 telah
mendirikan monumen Pahlawan Kerja. Monumen tersebut didirikan dengan
maksud untuk mengenang pengorbanan rakyat Riau yang dipekerjakan sebagai
Romusha, dan diperkirakan 30.000 orang yang meninggal dunia dikuburkan di
lokasi tersebut.
2.1.4.................................................................................Penderitaan Rakyat Riau
Penderitaan tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja paksa namun juga terjadi
pada rakyat Riau lainnya. Baik laki-laki, wanita, hingga anak-anak merasakan
penderitaan selama pendudukan Jepang dan berimbas pada kurangnya pasokan
makanan, pakaian dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Belum lagi persoalan
akan kesehatan yang kian hari semakin memburuk tanpa adanya penanganan khusus.
Pada daerah Tembilahan, rakyat diperintahkan untuk menyediakan serabut
kelapa yang akan dipergunakan Jepang untuk membuat alas kaki (keset). Untuk
mendapatkan serabut kelapa ini sangat sukar, apalagi Jepang memaksa rakyat
menyediakan 2 kg setiap hari. Sehingga waktu rakyat tersita hanya untuk
memenuhi perintah Jepang tersebut. Sebenarnya rakyat sendiri telah menentang dan
tidak terima akan perlakuan yang diberikan, namun Jepang sendiri menerapkan
hukuman bagi seseorang yang melanggar perintah.
Hasil petanian sangat penting di daerah Kampar. Semenjak pemerintahan
Jepang hasil pertanian itu khususnya padi sangat berkurang bahkan tidak mencukupi.
Pada zaman pendudukan Jepang kehidupan masyarakat begitu sulit. Penduduk
diperlakukan sebagai tenaga kerja paksa untuk mememenuhi keinginan komunis
Jepang dalam membangun sarana keperluan perang. Selain itu kehidupan sosial
ekonomi penduduk menjadi terganggu karena karet tidak laku di pasaran, maka
Jepang memerintahkan pohon-pohon karet rakyat supaya ditebang dan diganti dengan
tanaman padi dan tanaman muda.
Rakyat Riau yang tidak ikut mengerjakan proyek jepang harus mengintensifkan
penanaman padi dan palawija serta memperluas lahan pertanian untuk menyiapkan
cadangan makanan keperlauan perang Jepang. Ketika masuk masa panen, sebagian
besar dari hasil nya harus diserahkan kepada pemerintah Jepang, demikian juga hasil
ternak. Selain itu disetiap pekarangan rumah penduduk diperintahkan pula supaya
menanam pohon jarak (Umar, 1983).
Pemerintahan para sultan dan raja-raja dibekukan dan seluruh wilayah Riau
diperintah lansung oleh pemerintah militer Jepang. Sedangkan kekuasaan sultan dan
raja-raja diperlakukan sebagai pengemuka masyarakat biasa (Depdikbud, 1986).
Akibat tindakan Jepang yang sewenang-wenang itu rasa simpati berubah benci
yang mendalam dalam hati rakyat. Untuk menghadapi kekejaman Jepang rakyat
Kampar mulai bersatu menentang pendudukan Jepang. Pemuda-pemudi mengadakan
gerakan di bawah tanah yang dipimpin Mahmud Marzuki dan HM Amin. Gerakan itu
dilakukan secara beranting dengan menyampaikan semangat nasional, memelihara
persatuan dan membangkitkan rasa kebencian terhadap Jepang. Alasannya Jepang
orang kafir dan semua perbuatan yang zalim harus ditantang karena tidak sesuai
dengan ajaran islam (Maleha Aziz, Naskah: 20).
Pada daerah Kampar, masyarakat mengingkari perintah Jepang untuk tidak
membayar pajak dan melanggar peraturan Jepang (Tim Penulis Sejarah Kampar: 13).
Pada kala itu digunakan jalur dakwa dan pendidikan agama sebagai basis perjuangan.
Saluran resmi tempat rayat menyatakan keinginan dan pendapat sama sekali tidak ada
lagi. Namun setelah kemajuan perang Jepang diberbagai front mulai tertahan oleh
tentara sekutu, maka dibentuklah Syu Sangi Kai (sejenis parlemen tingkat
keresidenan) yang anggota-anggotanya berasal dari bangsa Indonesia dimana setiap
Gun mengirimkan dua orang wakilnya, yaitu Gunco sendiri ditambah satu orang yang
dipilih oleh suatu badan yang dibentuk.
2.2.2......................................................................Sikap Antipati Terhadap Jepang
Kebencian masyarakat terhadap Jepang dilakukan melalui perlawananperlawanan di beberapa tempat. Mulai dari orang-orang sakai melakukan
pemberontakan di daerah Mandau, yang berakibat pada banyaknya komunis Jeoang
yang menjadi korban. Selain itu bentuk perlawanan lainnya ditunjukkan oleh rakyat
Siak terhadap Jepang pada tahun 1944 berbentuk barisan zikir yang dipimpin oleh
Pakih Aris yang berasal dari Seremban Malaysia.
Barisan Zikir sendiri beranggotakan 40 orang termasuk Pakih Aris. Tempat zikir
diadakan dirumah Tengku Johan yaitu rumah tua di Siak Sri Indrapura tepatnya
dimuka Sungai Mempura. Zikir dilaksanakan kira-kira satu jam dengan bacaan
6
zikirnya,
Lailahaillallah
muhammadurrosulullah
fikulli,
lambatin
inilah yang digunakan Jepang untuk memungut pajak, merampas, dan memeras hasil
pertanian rakyat.
Kemudian di daerah Siak, Jepang mengatakan kepada Sultan Siak Sri Indrapura
bahwa mereka akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia jika
membantu Jepang dalam menghadapi serangan Sekutu (Sutrisno, 2002). Menurut
Maleha Aziz, untuk mengambil hati rakyat Siak Jepang memberikan perongkosan
bagi pemuda-pemuda yang mengikuti latihan kemeliteran di Palembang, Bukit
Tinggi, Medan dan lain-lain untuk kembali ke kampung halamannya.
Jepang melakukan politik balik untuk mendapat dukungan penduduk di daerah
Riau. Politik yang sebelumnya menyakiti hati rakyat berubah mendekati pemimpin
rakyat agar memperoleh kembali simpati rakyat. Jepang juga membujuk rakyat
dengan propagandanya menghidupkan semangat nasional berupa mengakui adanya
tanah air Indonesia. Namun semua usaha Jepang tidak mendapatkan respon yang baik
dari rakyat. Hal ini disebabkan tindak tanduk Jepang sendiri yang telah
mensengsarakan rakyat (Yusuf, 1944).
2.3.2 Perampasan Senjata dan Alat Logistik Jepang
Kekalahan Jepang sudah tersebar di Indonesia. Di Indragiri berita tersebut
diterima dari Fujima Sang selaku wakil resimen tentara Jepang yang berkedudukan di
Air Molek. Segera diadakan pertemuan antara kelompok pemuda dengan Fujima
Sang di Indragiri. Fujima Sang berjanji untuk membantu perjuangan rakyat Indragiri
mencapai bangsa yang berdaulat. Sebagai tanda persetujuan itu, ia menyerahkan
pedang samurai, pistol, dan ransel (Yusuf, 1994).
Untuk mendapatkan senjata, beberapa cara dilakukan yaitu mulai dari
pemberian, usaha sendiri, dan ada dengan cara merampas senjata langsung dari pihak
Jepang. Barisan pemuda pejuang yang tinggal di Pekanbaru melakukan secara
inisiatif sendiri, tombak, parang dan lain-lain. Selain itu sebagian pemuda ada yang
menggeledah gudang senjata di Padang Terubuk, di Gobah, di daerah Air Hangat
Marpoyan, dan dari gudang senjata di Teluk Lembu.
Menurut Maleha (1976) cara lainnya yang dilakukan oleh pejuang Indonesia di
Siak untuk mendapatkan persenjataan diantaranya yaitu :
10
11
seorang guru agama Islam. Oleh Raja Tambusai ayahnya diangkat menjadi imam dan
kemudian menikah dengan perempuan setempat. Ibunya berasal dari nagari Tambusai
yang bersuku Kandang Kopuh. Sesuai dengan tradisi Minang yang matrilineal, suku
ini diturunkannya kepada Tuanku Tambusai.
Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri,
termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara. Perjuangannya
dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu.
Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun
1824, ia memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas,
Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Dia sempat menunaikan
ibadah haji dan juga diminta oleh Tuanku Imam Bonjol untuk mempelajari
perkembangan Islam di Tanah Arab.
Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan
Belanda, sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat
kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan. Bonjol yang
telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak bertahan lama.
Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja
Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo, yang berpihak kepada
Belanda. Oleh Belanda beliau digelari De Padrische Tijger van Rokan (Harimau
Paderi dari Rokan) karena amat sulit dikalahkan, tidak pernah menyerah, dan tidak
mau berdamai dengan Belanda. Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak
ajakan Kolonel Elout untuk berdamai. Pada tanggal 28 Desember 1838, benteng
Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Lewat pintu rahasia, ia meloloskan diri dari
kepungan Belanda dan sekutu-sekutunya. Ia mengungsi dan wafat di Seremban,
Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12 November 1882.
Karena jasa-jasanya menentang penjajahan Hindia-Belanda, pada tahun 1995
pemerintah mengangkat beliau sebagai pahlawan nasional.
4. TENGKU SULUNG
12
13
14
Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19
keturunan Bugis dan Melayu.
Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat
buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu
standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan
Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.
Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada
zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus
ekabahasa pertama di Nusantara.
Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah,
dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam
penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga
tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena
tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan
peristiwa-peristiwa secara lengkap.
Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh
ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang
telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun
menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat
kerajaan. Kini, ia ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan
Nasional pada 5 November 2004 lalu.
7. DATUK TABANO
Dikenal dengan sebutan Gandulo menjadi Dubalang dari Datuk Tuo dan diberi
gelar Datuk Tabano. Gelar ini disematkan oleh Ninik Mamak suku Melayu Datuk Tua
dengan kesepakatan kaum persukuan, di Kabupaten Kampar.
Datuk Tabano dikenal memegang kekuasaan ketika negeri sedang carut marut.
Dengan memiliki ilmu kebal diri, Datuk Tabano mampu mempertahankan Limo
Koto dari serbuan Belanda yang datang dari hulu. Sementara pusat pertahanan
15
terletak ditepi sungai Kampar di wilayah batu dinding rantau berangin. Sedangkan
pelocuan tonggak di daerah pulau Ompek Kuok.
Istrinya bernama Halimah Siyam dikarunia dua anak masing masing bernama
Abdullah dan Habibah kesetian Halimah. Pada pertengahan tahun 1895, terjadi
perang antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat Limo Koto. Saat pasukan
Belanda memasuki kandang perairan, perahu kompeni tenggelam setelah dihajar
pasukan Tabano.
16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Adapun bentuk perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap komunisme
Jepang dapat dilihat dari banyaknya perlawanan di tiap daerah, yaitu mulai dari
daerah Kampar, Indragili Hulu, Kuansing, Mandau, Pasir Pangaraian,
Tembilahan, Siak Sri Indrapura, hingga Pekanbaru
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, H.M. Syafei., 1987, Korban Pembangunan Jalan Kereta Api Muat Muara
Sijunjung-Pekanbaru (Tahun 1943-1945), Yapsim, Pekanbaru.
Asmuni, M.R., 1982, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah, Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Depdikbud, Pekanbaru.
Depdikbuk, 1985, Korban Pembangunan Jalan Kereta Api Maut Muara SijunjungPekanbaru Tahun 1943-1945 dan Tragedi Pembangunan Rel Kereta Api, Unri
Press, Pekanbaru, 2002
Yusuf, A., 2004, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002, Pekanbaru : Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau atas kerjasama MSI Cabang Riau,
LVRI/DHD'45, dan LAMR.
18