Anda di halaman 1dari 19

Dasar Hukum dan Penerapan Bahasa Indonesia Hukum Sesuai

EYD KBBI

DOSEN PENGAMPU :
WULANDARI ANWAR, S.PD., M.PD

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :


KELOMPOK 3 KELAS A1 PAGI
M. NURHASAN (2206200002)
MIAFIZ NUR CHAIRANI NST (2206200014)
NORA SALSABILLAH (2206200047)
SULIS (2206200011)

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Kami juga memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat-Nya
makalah dengan judul “Dasar Hukum dan Penerapan Bahasa Indonesia Hukum Sesuai EYD
DAN KBBI” ini dapat diselesaikan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Hukum semester satu dari Ibu WULANDARI ANWAR, S.PD., M.PD Selain itu, penyusunan
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pembaca tentang perlindungan hukum
dalam layanan aplikasi pinjaman online.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu WULANDARI ANWAR, S.PD., M.PD
selaku dosen Bahasa Indonesia Hukum. Berkat tugas ini, kami dapat menambah wawasan
terkait topik yang diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon izin atas kesalahan dan ketidak sempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharapkan kritik, tambahan dan saran
dari pembaca jika menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Medan, Desember 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
Latar Belakang................................................................................................................................1
Rumusan Masalah...........................................................................................................................2
Tujuan Makalah..............................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Dasar Hukum Dalam Bahasa Indonesia Hukum......................................................................3
1. Semantik Hukum.....................................................................................................................3
2. Kaidah Hukum........................................................................................................................3
3. Sistematik Hukum...................................................................................................................3
4. Kontruksi Hukum....................................................................................................................3
5. Fiksi Hukum.............................................................................................................................5
6. Logika Hukum.........................................................................................................................5
2. Dasar Hukum dan Latar Belakang Historis Penerapan Bahasa Indonesia Sesuai EYD dan
KBBI.................................................................................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................................9
1. Kesimpulan..................................................................................................................................9
2. Saran.............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahasa hukum adalah bahasa yang dipergunakan untuk merumuskan dan menyatakan
hukum dalam suatu masyarakat tertentu (Mahadi, 1979:50).Hukum hanya dapat berjalan
efektif jika ia dirumuskan melalui Bahasa hukum yang tegas dan mencerminkan nilai-nilai
yang hidup dalam suatumasyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada
subjekhukum yang dituju.

Bahasa Indonesia ragam hukum adalah salah satu ragam Bahasa Indonesia yang
digunakan sebagai alat komunikasi dalam bidang hukum. Bahasa Indonesia hukum
digunakan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang hukum atau mendalami ilmu
hukum. Ragam bahasa hukum, seperti juga ragam-ragam bahasa lainnya merupakan bahasa
ilmiah, jadi harus memperhatikan struktur atau kaidah Bahasa Indonesia baku. Oleh karena
itu, bahasa hukum tidak mengutamakan gaya bahasa tetapi mengutamakan kepastian bahasa.
Tentu saja, harus dipastikan bahwa bahasa hukum itu tidak boleh bersifat ambigu
(mengandung dua atau lebih pengertian). Jika terjadi keambiguan penggunaan bahasa, maka
akan terjadi ketidakpastian hukum (Soelaeman B. Adiwidjaja & Lilis Hartini, 2003: 2)

Berdasarkan hal tersebut, bahasa hukum pun tetaplah Bahasa Indonesia yang
penggunaannya harus disesuaikan dengan rambu-rambu yang ada dalam pedoman EYD dan
KBBI, baik tulisan,ejaan, kosa kata, maupun tata bahasanya. Namun, antara bahasa hukum
dan bahasa Indonesia ada ciri-ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda, yaitu yang
menyangkut dengan konsep, makna dan peristilahan, perbedaannya di sini terletak pada
konsep bahasa itu sendiri. Di dalam bahasa Indonesia sesuai dengan konsepnya “satu kata”
dapat mempunyai beberapa arti, misalnya “dalil” (Ar) 1. keterangan sebagai bukti dan
pembenaran suatu pendapat; 2. pendapat yang mengukuhkan sesuatu yang dikemukakan; 3.
Patokan dasar dalam matematika, ilmu ukur. Sebaliknya di dalam bahasa hukum hal itu
sedapat mungkin dihindarkan. Jadi, dalam bahasa hukum prinsip monosemantik (kesatuan
makna) sangat menentukan, hal ini dimaksudkan supaya jangan timbul penafsiran yang

iii
berbeda yang mengandung bermacam-macam makna yang menyangkut dengan kaidah
hukum.

Dengan latar belakang tersebut maka dalam kesempatan kali ini, kami mengangkat judul
yaitu “Dasar Hukum dan Penerapan Bahasa Indonesia Hukum Sesuai EYD DAN KBBI”.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah dasar hukum dalam bahasa Indonesia hukum ?


2. Bagaimanakah dasar hukum dan latar belakang historis penerapan bahasa Indonesia
sesuai EYD dan KBBI ?

Tujuan Makalah

1. Untuk lebih mengetahui dasar hukum dalam bahasa Indonesia hukum.


2. Untuk lebih mengetahui dasar hukum dan latar belakang historis penerapan Bahasa
Indonesia sesuai EYD dan KBBI.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dasar Hukum Dalam Bahasa Indonesia Hukum

1. Semantik Hukum

Istilah semantik berasal dari


bahasa Inggris semantik atau
semasiology.
Semantik adalah pengetahuan
yang menyelidiki makna atau
arti kata-
kata dalam berbagai bahasa
tertentu dan perhubungan-
perhubungan
antara arti dan perubahan arti
kata-kata itu dari zaman ke
zaman (Hilman
v
Hadikusuma 2005, 10).
Dari pengertian tersebut,
dapat ditarik kesimpulan
bahwa semantik
hukum adalah ilmu
pengetahuan hukum yang
menyelidiki makna atau
arti kata-kata hukum,
perhubungan dan perubahan
arti kata-kata itu dari
zanan ke zaman menurut
keadaan waktu, tempat, dan
keadaan. Misalnya,
istilah “hukum perdata”
terjemahan dari istilah
hukum Belanda
vi
“privaatrecht”, berasal dari
bahasa Arab “hukum” dan
istlah Jawa
“pradata”.
Semantik sangat berguna
dalam penyusunan peraturan
perundang-
undangan.
Istilah semantik berasal dari
bahasa Inggris semantik atau
semasiology.
Semantik adalah pengetahuan
yang menyelidiki makna atau
arti kata-

vii
kata dalam berbagai bahasa
tertentu dan perhubungan-
perhubungan
antara arti dan perubahan arti
kata-kata itu dari zaman ke
zaman (Hilman
Hadikusuma 2005, 10).
Dari pengertian tersebut,
dapat ditarik kesimpulan
bahwa semantik
hukum adalah ilmu
pengetahuan hukum yang
menyelidiki makna atau
arti kata-kata hukum,
perhubungan dan perubahan
arti kata-kata itu dari
viii
zanan ke zaman menurut
keadaan waktu, tempat, dan
keadaan. Misalnya,
istilah “hukum perdata”
terjemahan dari istilah
hukum Belanda
“privaatrecht”, berasal dari
bahasa Arab “hukum” dan
istlah Jawa
“pradata”.
Semantik sangat berguna
dalam penyusunan peraturan
perundang-
undangan.
Istilah semantik berasal dari bahasa Inggris semantik atau semasiology. Semantik adalah
pengetahuan yang menyelidiki makna atau arti kata-kata dalam berbagai bahasa tertentu dan
perhubungan-perhubungan antara arti dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman
(HilmanHadikusuma 2005, 10).

ix
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semantic hukum adalah ilmu
pengetahuan hukum yang menyelidiki makna atau arti kata-kata hukum, perhubungan dan
perubahan arti kata-kata itu darizanan ke zaman menurut keadaan waktu, tempat, dan
keadaan. Misalnya, istilah “hukum perdata” terjemahan dari istilah hukum Belanda
“privaatrecht”, berasal dari bahasa Arab “hukum” dan istilah Jawa “pradata”.

Semantik sangat berguna dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.

2. Kaidah Hukum

Kaidah hukum lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana
manusia itu selayaknya berperilaku, bersikap didalam masyarakat agar kepentingannya dan
kepentingan orang lain terlindungi.

3. Sistematik Hukum

Dengan sistematik, hukum diarahkan untuk bersifat sistematis, artinya kebulatan


pengertian di mana yang satu bertautan dengan yang lain, ada hubungan fungsi antara yang
satu dengan yang lain, sehingga istilah-istilah yang dipakai itu memberikan kesatuan
pengertian yang mudah dipahami.

4. Kontruksi Hukum

Konstruksi hukum adalah membentuk pengertian-pengertian dari berbagai bahan hukum


dalam suatu isilah hukum, sehingga dengan istilah hukum itu terkadung pengertian yang luas.

Ada tiga sendi konstruksi hukum yaitu analogi, rechtsverfijning, dan argumentum
acontrario.

a. Analogi
Analogi adalah suatu cara penerapan suatu peraturan hukum sedemikian rupa di mana
peraturan hukum tersebut menyebut dengan tegas kejadian yang diatur kemudian
peraturan hukum itu dipergunakan juga oleh hakim terhadap kejadian yang lain yang tidak
disebut dalam peraturan hukum itu, tetapi di dalam kejadian itu ada anasir yang
mengandung kesamaan dengan anasir di dalam kejadian yang secara tegas diatur oleh
peraturan hukum dimaksud.
Misalnya, Pasal 1576 KUHPerdata hanya menyebut “penjualan” sebagai perbuatan
melawan hukum yang tidak memutuskan hubungan persewaan yang dibuat sebelumnya.

x
Dengan analogi dari “penjualan” ditarik asashukumnya, yaitu “pemindahan hak milik”.
Asas hukum ini kemudian diterapkan terhadap perbuatan-perbuatan yang lain, yaitu
memberi, menukar, dan memberi secara legat, yang mengandung anasir yang sama dengan
perbuatan “menjual”, yaitu pemindahkan hak milik. Jadi, perbuatan-perbuatan memberi,
menukar, dan memberi secara legat, sebagaimana perbuatan menjual, menurut
KUHPerdata, tidak memutuskan sewa menyewa.

b. Rechtsverfijning
Rechtsverfijning (Penghalusan Hukum) adalah suatu cara penerapan peraturan hukum
terhadap suatu kejadian, di mana kejadian ini padaumumnya jelas masuk dalam suatu
peraturan hukum, tetapi karena beberapa hal, dianggap kejadian tersebut dikecualikan
dari berlakunya peraturan hukum ini, selanjutnya hakim menyelesaikan kejadian itu
menurut peraturannya sendiri.
Misalnya, dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan, bahwa tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena
salahnya menimbulkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut. A pengendara mobil
menabrak B sehingga B luka-luka dan dirawat di rumah sakit dan karenanya
mengeluarkan biaya perawatan seluruhnya Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Akan tetapi
dalam peristiwa tabrakan ini A tidak sepenuhnya bersalah, B pun mempunyai
kesalahan, yang tidak melihat ke kiri dan ke kanan sebelum menyeberang jalan, artinya B
juga kurang hati-hati. Sekiranya B bersikap jati-hati, tabrakan itu tidak akan terjadi. Oleh
karena itu, dengan penghalusan hukum, A tidak dihukum untuk membayar seluruh
kerugian B Rp 1.000.000,00, tetapi sebagian saja.
Dengan melakukan penghalusan hukum tersebut, berarti hakim menyempurnakan sistem
hukum yang bersangkutan. Jika sistem undang-undang (sistem formil hukum) tidak dapat
menyeesaikan secara adil atau sesuai dengan werklijkheid sosial semua perkara yang
bersangkutan, hal itu berarti bahwa di dalam sistem undang-undang tersebut ada ruang
konsong.

c. Argumentum a contrario
Argumentum a contrario adalah cara penerapan suatu peraturan hukum dengan membuat
kebalikan dari peristiwa tertentu yang diatur secara khusus oleh suatu peraturan hukum.
Jadi, peraturan hukum yang mengatur secara khusus terhadap suatu peristiwa, tidak
diberlakukan terhadap peristiwa (kadan ) yang lain.
xi
Misalnya, Pasal 34 KUHPerdata menentukan, bahwa seorang perempuan tidak boleh
kawin sebelum lewat tiga ratus hari sesudah pecerainya dengan suaminya. Asas yang
menjadi dasar konstuiksi hukum disini adalah “seorang laki-laki tidak bisa hamil”,
sehingga dengan argumentum acontrario Pasal 34 tidak berlaku lagi.

5. Fiksi Hukum

Fiksi hukum adalah sesuatu yang khayal yang digunakan di dalam ilmu hukum dalam
bentuk kata-kata, istiah-istilah yang berdiri sediri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud
untuk memberikan suatu pengertian hukum.

Contoh, di dalam hukum perundang-undangan, misalnya, dipakai istilah badan hukum


(rechtspersoon) yang dikiaskan sebagai orang bukan manusia, maksudnya suatu badan
pendukung hak dan kewajiban yang bukan manusia. Sehingga di dalam ilmu pengetahuan
hukum terdapat pengertian orang (persoon) yang asli, yaitu manusia dan manusia semu, yaitu
badan hukum.

6. Logika Hukum

Dalam terminologi hukum atau bahasa hukum dikenal tiga bahasa yang lazim digunakan
yakni law of reasoning (hukum penalaran), legal reasoning (penalaran hukum), dan law and
logic (hukum dan logika).

Defenisi hukum yang lengkap dapat mengakomodasi semua aliran dalam hukum penalaran
adalah defenisi hukum yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Menurut
Kusumaatmadja Hukum adalah seperangkat aturan, kaidah-kaidah, asas-asas dan institusi
instutsi serta proses yang mengikat daya keberlakuannya. Sementara logika berasal dari kata
logos yng berarti kata, pertimbangan akal, dan percakapan. Atau dengan bahasa yang
sederhana logika_logos diartikan suatu pertimbangan perkataan berdasarkan akal yang sehat
atau sesuai dengan standar yang normal.

Contoh penggunaan logika hukum: dalam Pasal 362 KUHP menegaskan barang siapa
mengambil barang baik sebagian maupun secara keseluruhan secara melawan hukum dengan
maksud untuk memiliki diancam dengan pida penjara selama lima tahun atau pidana denda
sebanyak sembilan ratus rupiah.

Unsur dari pasal tersebut:

xii
1. Barang siapa yang dartikan setiap orang.
2. Mengambil barang.
3. Secara melawan hukum.
4. Maksud untuk memiliki.

Jika saja pasal di atas diterapkan pada pencurian barang seperti kendaraan bermotor.
Misalnya si A membawa motor si B tanpa sepengatahuan si B, dan kemudian dalam beberapa
jam kemudian Motor itu dikembalikan ditempatnya, dan baru si B mengetahuinya. Dengan
menerapakan ketentuan Pasal 362 berarti salah satu unsurnya tidak terpenuhi yakni si A tidak
memenuhi unsur perbuataannya “dengan maksud memilki Itu”. Maka bukan dalam kategori
pencurian.

Namun sebenarnya kalau ditinjau lebih jauh, dari pemakaian kendaraan bermotor tersebut
oleh si A, ada barang yang hilang yakni bensin kendaraan bermotor. Berarti pencurian yang
terjadi adalah pencurian bensin.

Dengan demikian logika hukum berfungsi untuk menalar hukum, menalar ketentuan
pasal-pasal terhadap peristiwa hukum (seperti peristiwa pidana) sehingga penalaran tersebut
sesuai dengan alur berpikir sistematis, metodik untuk menghasilkan preposisi hukum yang
benar serta imperatif.

2. Dasar Hukum dan Latar Belakang Historis Penerapan Bahasa Indonesia


Sesuai EYD dan KBBI

Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan


Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah yang pada tahun 2015 telah ditetapkan
menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Ditinjau dari sejarah penyusunannya, sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuijsen dengan
bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, telah
dilakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai nama dan bentuk.

xiii
Pada tahun 1938, pada Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo, disarankan agar
ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan. Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat
keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.A bahwa perubahan ejaan bahasa
Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru
itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik.

Sesuai dengan laju pembangunan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada
tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, kemudian pada tahun 1975 menjadi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia
secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September
1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di
seluruh tanah air selama beberapa tahun.

Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak
pada tahun 1972 dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia yang ditetapkan dengan
surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72,
pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu
berdasarkan keputusan Presiden, No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang
Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian
ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 menyusun
buku Pedoman Umum yang berisi pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.

Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua
diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan
pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46. Pada tahun
2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan,
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) diganti dengan

xiv
nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang penyempurnaan naskahnya disusun oleh
Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

xv
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Konsep dasar bahasa hukum dalam Bahasa Indonesia hukum mengandung dasar-dasar
yang terkandung dalam bahasa Indonesia hukum itu sendiri seperti semantik hukum
(pengetahuan yang menyelidiki makna atau arti kata-kata dalam berbagai bahasa tertentu dan
perhubungan-perhubungan antara arti dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman
(HilmanHadikusuma 2005, 10) ), kaidah hukum (sebagai peraturan hidup yang menentukan
bagaimana manusia itu selayaknya berperilaku, bersikap didalam masyarakat agar
kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi), sistematik hukum (kebulatan
pengertian di mana yang satu bertautan dengan yang lain, ada hubungan fungsi antara yang
satu dengan yang lain, sehingga istilah-istilah yang dipakai itu memberikan kesatuan
pengertian yang mudah dipahami), kontruksi hukum (membentuk pengertian-pengertian
dari berbagai bahan hukum dalam suatu isilah hukum, sehingga dengan istilah hukum itu
terkadung pengertian yang luas, fiksi hukum (sesuatu yang khayal yang digunakan di dalam
ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istiah-istilah yang berdiri sediri atau dalam bentuk
kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum), dan logika hukum
(untuk menalar hukum, menalar ketentuan pasal-pasal terhadap peristiwa hukum (seperti
peristiwa pidana) sehingga penalaran tersebut sesuai dengan alur berpikir sistematis, metodik
untuk menghasilkan preposisi hukum yang benar serta imperative).

Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan


Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah yang pada tahun 2015 telah ditetapkan
menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saran ias berisi kritik
atau saran terhadap penulisan juga ias untuk menanggapi. Penyelesaian makalah ini
memerlukan berbagai data, informasi serta pengarahan – pengarahan. Maka pada kesempatan
ini, penulis menyampaikan terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan

xvi
DAFTAR PUSTAKA

B. Adiwidjaja, Soelaeman & Hartini, Lilis. 2003. Bahasa Indonesia Hukum. Bandung:
Pustaka.

Mahadi & Ahmad, Sabaruddin. 1979. Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Bina
Cipta.

Hartini, Lilis. 2014. Bahasa dan Produk Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Bahasa Indonesia Hukum ( Pengantar), Pertemuan Ke-1 Ruang Lingkup Bahasa Indonesia
Hukum, Universitas Pamulang, https://www.studocu.com/id/document/universitas-
pamulang/mix-course/bahasa-indonesia-hukum-1-pengantar/20529437 , di akses 11
Desember 2022.

Mundiri. 2000. Logika. Yogyakarta: Rajawali Pers bekerjasama dengan Badan Penerbitan
IAIN Walisongo.

Nasution, Bahder Johan & Warjiyati, Sri. 2001. Bahasa Indonesia Hukum.Bandung: Citra
Aditya Bakti.

OFM, Alex Lanur. 1983. Logika Selayang Pandang. Yogyakarta: Kanisius.

Poespoprojo, W. 1999. Logika Ilmu Menalar. Jakarta: Pustaka Grafika.

Wijayanti, Asri. 2011. Strategi Belajar Argumentasi Hukum. Bandung:Lubuk Agung.

Zainuddin, Muhammad. 2006. Metode Sains. Bahan Kuliah Logika danMetode Sains
Universitas Airlangga.

Bahasa Indonesia Hukum (Pengantar), Pertemuan Ke-2 Dasar-Dasar Bahasa Hukum,


Universitas Pamulang, https://www.studocu.com/id/document/universitas-
pamulang/mix-course/bahasa-indonesia-hukum-2-dasar-dasar-bahasa-hukum/
20529429 , di akses 12 Desember 2022.

DAMANG, Logiaka Hukum 2012, http://www.damang.web.id/2012/02/logika-hukum.html ,


di akses 12 November 2022.

xvii
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA, Tim Pengembang Pedoman Bahasa
Indonesia Edisi Keempat 2016, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

xviii

Anda mungkin juga menyukai