Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Dalam buku Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik yang


disunting oleh Kushartanti dkk. terdapat satu bahasan yang tergolong baru di Indonesia
berkaitan dengan bidang ilmu interdisipliner. Ilmu interdispliner tersebut dinamakan
linguistik forensik (forensic linguistics). Linguistik forensik adalah salah satu cabang
linguistik (ilmu bahasa) yang bersifat terapan (aplikatif) yang berkaitan dengan ranah
hukum. Di Indonesia, cabang ilmu bahasa ini berkembang pada tahun 1980-an dan
mencapai titik kemapanan sekitar tahun 1990-an. Sayangnya, pakar bidang ini di
Indonesia masih relatif sedikit.
Perkembangan berbagai kasus hukum, baik di ranah pidana maupun perdata
dirasa perlu untuk menerima sumbangsih atau kehadiran pakar bahasa sebagai tenaga
ahli dalam mengungkap berbagai kasus hukum, seperti pencemaran nama baik hingga
persoalan-persoalan korupsi. Apabila selama ini investigasi atas sebuah kasus hukum
lebih banyak ditumpukan pada hasil penyidikan maupun penyelidikan pada aspek
tertentu, barangkali sudah saatnya kehadiran linguistik forensik dapat menjadi salah satu
aspek penunjang yang sangat berarti. Kehadiran pakar linguistik, khususnya linguistik
forensik akan sangat membantu dalam memberikan pembuktian sebuah perkara di
pengadilan (Teguh Santoso, 2015. Linguistik Forsenik (Sebuah Catatan Kecil):
https://www.academia.edu/8446951/Linguistik_Forensik_Sebuah_Catatan_Kecil_
diunduh tanggal 28 April 2016).
Linguistik forensik juga berurusan dengan masalah identifikasi penutur
berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala menganalisis
tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya, mencocokkan rekaman suara
tertuduh dengan sejumlah tersangka, menganalisis ciri-ciri sidik suara seseorang,
memastikan bahwa rekaman suara yang ada adalah asli dan bukan merupakan rekayasa,
serta menyaring dan memilah berbagai kebisingan yang ikut terekam untuk mengetahui
latar di mana rekaman itu dibuat. Semua analisis ahli linguistik forensik itu menjadi
bahan pertimbangan di pengadilan. Ahli linguistik forensik sering kali dimintai
pendapat

sebagai

saksi

ahli

(Teguh

Santoso,

2015:

https://www.academia.edu/8446951/Linguistik_Forensik_Sebuah_Catatan_Kecil_
diunduh tanggal 28 April 2016).

LINGUISTIK FORENSIK
A. Pengertian Linguistik Forensik
Forensik ilmu (sering disingkat menjadi forensik) adalah aplikasi spektrum yang
luas dari ilmu untuk menjawab pertanyaan yang menarik bagi sistem hukum. Hal ini
mungkin berkaitan dengan kejahatan atau tindakan sipil. Kata forensik berasal dari
fornsis Latin, yang berarti dari pertama adalah sebelum atau forum, di zaman Romawi,
tuduhan kriminal berarti penyajian kasus sebelum sekelompok individu publik di forum.
Kedua orang yang dituduh telah melakukan kejahatan dan penuduh itu akan
memberikan pidato berdasarkan sisi mereka dari cerita. Individu dengan argumen
terbaik dan pengiriman akan menentukan hasil dari kasus tersebut. Asal Ini adalah
sumber dari dua penggunaan modern kata forensik - sebagai bentuk bukti hukum dan
sebagai

kategori

presentasi

publik

(Wikipedia,

2015:

http://en.wikipedia.org/wiki/Forensic_linguistics, diunduh tanggal 28 April 2015).


Dalam penggunaan modern, istilah "forensik" di tempat "ilmu forensik" dapat
dianggap benar sebagai istilah "forensik" adalah efektif sinonim untuk "hukum" atau
"berhubungan dengan pengadilan". Namun istilah ini sekarang begitu erat terkait
dengan bidang ilmiah yang banyak termasuk kamus arti yang menyamakan kata
"forensik"

dengan

"ilmu

forensik"

(Wikipedia,

2015:

http://en.wikipedia.org/wiki/Forensic_linguistics, diunduh tanggal 28 April 2015).


Ungkapan linguistik forensik pertama kali muncul pada tahun 1968 ketika Jan Svartvik,
seorang profesor linguistik, yang digunakan dalam analisis laporan oleh Timothy John
Evans (Wikipedia, 2015: www.wikipedia.com diunduh tanggal 26 April 2015).
Menurut Kushartanti (2005: 225) linguistik forensik adalah salah satu cabang
linguistik terapan yang sangat berkaitan dengan hukum. Ahli bahasa diperlukan untuk
menyediakan atau menganalisis bukti berupa komponen bahasa demi kepentingan
investigasi pidata dan pidana. Cabang ilmu linguistik forensik ini baru mulai berkibar
sekitar tahun 1980-an, dan pada tahun 1990-an cabang ini sudah mapan seiring dengan
makin banyaknya pengacara yang mengakui keberadaan para ahli linguistik forensik
yang sangat membantu dalam memberikan pembuktian dalam persidangan.
Linguistik forensik adalah penerapan pengetahuan linguistik, metode dan
wawasan untuk konteks forensik hukum, bahasa, investigasi kejahatan, percobaan, dan
2

prosedur peradilan. Ini adalah cabang linguistik terapan (Wikipedia, 2015:


www.wikipedia.com diunduh tanggal 26 April 2015). Disiplin linguistik forensik tidak
homogen, melainkan melibatkan berbagai ahli dan peneliti di berbagai wilayah
lapangan. Ada terutama tiga bidang aplikasi untuk ahli bahasa bekerja dalam konteks
forensik yakni :
1. pemahaman bahasa hukum tertulis,
2. pemahaman penggunaan bahasa dalam proses forensik dan
3. peradilan dan penyediaan bukti linguistik.
Selain itu pengertian linguistik forensik menurut Purnomo (2011) kajian ini
membahas penggunaan bahasa dalam bidang hukum, yang mencakup identifikasi
penutur atau penulis asli sebuah dokumen, interpretasi produk hukum, kesaksian ahli
bahasa, bagaimana bahasa dipergunakan dalam proses hukum (peradilan) sejak polisi
memeriksa terdakwa dan saksi sampai bahasa oleh hakim, jaksa, dan penasehat hukum
dalam ruang sidang pengadilan. Linguistik forensik digunakan menentukan keaslian
penulis dari suatu tulisan, seperti apakah sebuah surat wasiat benar-benar asli atau
tiruan, atau keaslian sebuah dokumen dilihat dari ejaan yang berlaku dan gaya penulisan
saat itu. Sehingga dia menyimpulkan bahwa kajian ini adalah bahasa hokum dalam
linuistik terapan.
Menurut Saifullah (2009) linguistik forensik adalah bidang linguistic terapan
yang melibatkan hubngan antara bahasa, hukum dan kejahatan sehingga kajian
linguistik linguistik lazim disebut dengan studi bahasa teks- teks hukum. Selain itu
linguistik forensik juga untuk mempelajari bahasa yang mana digunakan dalam
pemerisaksaan silang, bukti presentasi, arah hakim, menyimpulkan pada juri, peringatan
pilisi, wawancara teknik, dan introgasi pengadilan dan polisi.
Menurut Azis (2011) dalam Pembukaan Kongres Internasional Masyarakat
Linguistik Indonesia, bahwasanya linguistik forensik adalah bidang ilmu yang dapat
mendeteksi kebohongan keterangan yang dibuat seseorang dan ini berguna dalam
mengungkapkan berbagai kasus tindak pidana seperti korupsi hingga kasusu criminal
lainnya.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwsanya
linguistik forensik bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengungkap kasus- kasus
kriminal dan tentunya berhunbungan dengan hukum. Bagaimana bahasa berperan dalam

bidang hukum dan peradilan serta wacana yang ada pada kasus- kasus kriminal tersebut
dianalisis dengan kajian linguistik.

B. Tataran Linguistik Forensik


Linguistik forensik memiliki beberapa tataran atau pembagian ke dalam
beberapa subdomain yang memiliki pertalian dengan pembuktian sebuah perkara
hukum (Kushartanti, 2005: 56). Tataran tersebut yaitu fonetik akustik, analisis wacana,
dan semantik.
Fonetik akustik merupakan bidang kajian yang menggabungkan antara ilmu
bunyi bahasa dengan warna suara manusia (timbre). Salah satu substansi di dalam
fonetik akustik ini meliputi gaya tuturan seseorang sebagai pembuktian atas sebuah
kasus hukum. Akhir-akhir ini dengan semakin canggihnya teknologi, beberapa kasus
hukum memanfaatkan kehadiran perangkat teknologi tersebut. Salah satunya yaitu
teknologi komunikasi, seperti telepon seluler. Sebagai alat komunikasi, telepon seluler
seringkali menjadi sarana perhubungan yang efektif bagi pelaku-pelaku tindak
kejahatan/ kriminal. Pembuktian akan seseorang atas hasil investigasi berupa rekaman
percakapan dapat dilakukan melalui analisis terhadap warna suara orang tersebut yang
disandingkan dengan suara aslinya. Apabila tingkat akurasi atas investigasi ini tinggi,
otomatis orang tersebut tidak akan mengelak atau menyangkal. Pada satu sisi, seseorang
tersebut tidak dapat lagi melakukan kebohongan atas perbuatan melanggar hukum yang
dituduhkan

kepadanya

(Teguh

Santoso,

2015:

https://www.academia.edu/8446951/Linguistik_Forensik_Sebuah_Catatan_Kecil_
diunduh tanggal 28 April 2016). .
Menurut Wijana dkk. (2010) analisis wacana merupakan salah satu tataran
linguistik forensik. Analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik
bahasa. Analisis ini lebih tinggi tatarannya tidak hanya terbatas pada persoalan kalimat
semata. Akan tetapi, analisis wacana ini memiliki korelasi menyeluruh atas isi sebuah
dokumen. Biasanya, analisis wacana ini digunakan untuk membuktikan keabsahan
dokumen pada sebuah perkara hukum. Seringkali dokumen sebagai alat bukti sebuah
perkara hukum dibedakan atas dua golongan besar berdasarkan sifatnya, yakni dokumen
yang informal dan dokumen formal. Analisis wacana memungkinkan para ahli hukum
untuk melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan, dan dipahami oleh
4

mereka-mereka yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Di samping itu, analisis


wacana dapat pula digunakan dan dimungkinkan untuk melacak variasi cara yang
digunakan oleh seseorang (komunikator) dalam upaya mencapai tujuan atau maksudmaksud tertentu melalui pesan-pesan yang terdapat di dalam sebuah wacana. Termasuk
di dalam analisis wacana ini yaitu pesan-pesan yang bersifat simbolik.
Semantik secara umum bermakna ilmu tentang makna bahasa. Semantik menjadi
ranah yang menarik dalam kasus-kasus hukum di Indonesia karena keunikan dari
pengertian yang tercakup di dalamnya. Sebuah makna bahasa, terkadang akan tersamar
atau lugas dalam pemakaiannya (Eugene, 1979). Oleh karena itu, kita mengenal apa
yang dinamakan makna leksikal dan makna gramatikal. Bagi sebuah pembuktian sebuah
kasus atau perkara hukum, para ahli hukum tidak dapat hanya bertumpu pada satu
pengertian makna saja. Justru makna gramatikal-lah yang paling banyak ditemukan
pada kasus-kasus hukum di Indonesia. Sebut saja ketika kasus Proyek Hambalang
menghadirkan bukti-bukti percakapan melalui BBM (blackberry massenger). Masih
segar dalam ingatan kita muncul istilah seperti apel malang, durian monthong, dll. Kita
tidak dapat begitu saja menelan apa yang terkandung di dalam terminologi atau istilah
tersebut. Harus disadari bahwa terminologi tersebut pastilah mengacu pada makna atau
pengertian lain. Untuk itu, pemahaman akan makna bahasa harus dilakukan secara
komprehensif dengan melibatkan juga konteks, bukan saja tekstual semata.

PENUTUP
Dengan adanya ilmu linguistik forensik sehingga dapat menentukan dan mencari
kebenaran dari suatu kasus dengan melakukan analisis bahasa. Karena sebagai mana
diketahui bahasa adalah suatu hal yang dinamis dimana bahasa merupakan gambaran
dari pemikiran seorang penuturnya. Dengan bahasa orang bisa mempermainkan makna
sehinga hal yang benar bis menjadi salah serta yang salah bisa dibalikkan menjadi hal
yang benar. Tegantung seberapa cerdik dan lincahnya seorang penutur berperan untuk
memproduksi bahada yang dikelurakannya. Berdasarkan hal inilah seorang linguis harus
mampu mengungkap kebenaran dari tuturan serta wacana yang dikelurkan oleh
seseorang dalam kajian linguistik forensik. Singkatnya, kebohongan dalam kasus yang
ada di ranah publik akan mampu terkuak dengan para linguis yang mendalami linguistik
forensik ini.
Perkembangan ilmu bahasa saat ini bahkan telah melampaui apa yang
terkandung dalam semantik. Sekarang semantik bahkan telah ditunjang oleh ilmu
bahasa lain yang lebih rinci melibatkan banyak indikator, seperti ilmu pragmatik.
Pragmatik relatif lebih maju karena di dalamnya terkandung maksim-maksim yang
dapat digunakan dalam pembuktian sebuah perkara terutama dari aspek bahasanya.
Di dalam teori linguistik disebutkan bahwa bahasa ibarat organisme. Ia bukanlah
organisme, tetapi bahasa mengalami proses hidup dan mati. Hidup matinya sebuah
bahasa inilah yang bergantung pada penuturnya. Semakin penutur sebuah bahasa
kreatif, semakin luas celah bahasa tersebut masuk ke dalam segala lini kehidupan. Hal
ini perlu kita antisipasi supaya tidak terjadi manipulasi bahasa, penyelewengan bahasa,
dan distorsi bahasa sebagai alat oleh pihak-pihak tertentu memperoleh keuntungan,
menindas yang lemah, dan mengebiri hukum di Indonesia. Semoga linguistik secara
umum dan linguistik forensik secara khusus dapat terus memberikan kontribusi
khususnya bagi penegakan hukum di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Eugene, Nida. 1979.Componential Analysis of Meaning: An Introduction to


Semantic Structures. Mouton De Gruyter
Kushartanti, Untung Yuwono dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wijana, I Dewa Putu dan Muhamad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik.
Yogyakarta: Yuma Pustaka
Saifullah, Aceng Ruhendi. 2009. Analisis Linguistik Forensik terhadap Tindak
Tutur yang Berdampak Hukum.Universitas Pendidikan Indonesia. di
unduh
tanggal
10
maret
2012.
file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS.../cover.pdf
Azis, Aminudin. 2011. Linguistik Forensik Ungkap Deteksi Kebohongan
Koruptor.
Di
unduh
tanggal
9
maret
2011
www.jurnas.com/halaman/9/2011-10-11/185134
Purnomo, Mulyadi Eko. 2011 AWK untuk Menemukan Ideologi yang
Tersembunyi. Di unduh tanggal 10 Maret 2012 www.unsri.ac.id/?
act=info_detil&id=263
http://en.wikipedia.org/wiki/Forensic_linguistics Di unduh tanggal 28 April 2015
www.wikipedia.com Diunduh tanggal 26 April 2016
Yola Merina. Linguistik Forensik. 2010
https://www.academia.edu/12008819/LINGUISTIK_FORENSIK
diunduh pada tanggal 28 April 2016
Teguh Santoso, 2010. Linguistik Forensik:
https://www.academia.edu/8446951/Linguistik_Forensik_Sebuah_Catata
n_Kecil_ Diunduh pada tanggal 28 April 2015 pukul 03.54 WITA

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
TENTANG

LINGUISTIK FORENSIK

SUTIYANTI
1551141015
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
8

Anda mungkin juga menyukai