BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Relevan
Agustina Saraswati (2012) dan Betty Utami (2013). Agustina Saraswati meneliti
pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 1-3 tahun sedangkan Betty Utami
meneliti pemerolehan bahasa lisan pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini berbeda
Bahasa Pertama pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Purwanegara Kecamatan
tersebut mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data pada
penelitian ini berjumlah 3 anak. Data pada penelitian ini berupa ujaran anak usia 1-3
sintaksis meliputi pemerolehan pada ujaran satu kata, ujaran dua kata, ujaran tiga kata,
Bahasa Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di PAUD Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran
pemerolehan bahasa yang terkandung dalam tuturan anak usia 3-5 tahun yang meliputi
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dari penelitian ini adalah
anak usia 3-5 tahun di PAUD Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten
Banyumas, datanya berupa tuturan anak usia 3-5 tahun di PAUD tersebut. Tuturan
semantik. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini dapat disimpulkan,
Pemerolehan sintaksis meliputi pemerolehan pada ujaran satu kata, ujaran dua kata,
ujaran tiga kata, bentuk deklaratif, bentuk imperatif, bentuk interogratif, bentuk
pemerolehan pada usia tiga tahun yang terjadi pada tahap generalisasi berlebihan serta
pemerolehan semantik pada usia empat dan lima tahun yang terjadi pada tahap
hipotesis generalisasi.
penelitian di atas. Perbedaanya terletak pada sumber data dan bidang yang akan
dikaji.Sumber data penelitian ini, yaitu Ayu berusia 3 tahun dan Isna berusia 5 tahun
siswa di PAUD Diroosatul Uula Purbalingga. Selain itu, penelitian ini hanya
B. Landasan Teori
1. Definisi Bahasa
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok kelompok sosial untuk bekerja
bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa simbol bunyi
(2014:16), bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh
beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah simbol
atau lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan
digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi, bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasi diri.
2. Psikolinguistik
a. Pengertian
yakni dua bidang ilmu berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri dengan prosedur
empat topik utama: (1) komprehensi, yakni, proses-proses mental yang dilalui oleh
manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami
apa yang dimaksud, (2) produksi, yakni, proses-proses mental pada diri kita yang
membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis serta
neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (4) pemerolehan bahasa,
psikolinguistik merupakan gabungan dari dua bidang ilmu psikologi dan linguistik
yang mempelajari tentang hubungan antara bahasa dengan sikap perilaku manusia,
proses mental dalam penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa pada anak-anak dan
b. Jenis-Jenis Psikolinguistik
sebagai berikut:
1) Psikolinguistik Umum
atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa.
Selain itu psikologi umum juga mempelajari mengenai proses kognitif yang mendasari
seseorang ketika menggunakan bahasa. Ada dua cara dalam presepsi dan produksi
bahasa ini, yakni secara auditiv dan visual. Persepsi bahasa secara auditif adalah
mendengarkan dan persepsi bahasa secara visual adalah membaca. Kegiatan dalam
produksi bahasa adalah berbicara (auditif) dan menulis (visual). Proses kognitif terjadi
pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan, yaitu mengingat apa yang baru
didengar, mengenal kembali apa yang didengar sebagai kata-kata yang ada artinya,
berfikir, mengungkapkan apa yang sudah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk
2) Psikolinguistik Perkembangan
bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik pemerolehan bahasa pertama (bahasa
mengenai persoalan yang dialami oleh anak yang harus belajar dua bahasa secara
dewasa dalam mempelajari bahasa keduanya sama seperti anak belajar bahasa
pertamanya, dan teknik pengajaran bahasa yang bagaimana yang dapat mengurangi
3) Psikolinguistik Terapan
kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang
Developmental Psycholinguistics.
misalnya tentang kesukaran pengucapan yang dialami oleh orang gagap atau penderita
aphasia.
dan menulis, apakah lebih baik mempergunakan metode global atau metode sintesis
membahas mengenai apa yang dilakukan untuk membantu anak-anak yang mengalami
yang bersifat bawaan pada alat artikulasinya atau yang disebabkan oleh faktor emosi
persoalan yang dialami oleh seorang anak dalam memperoleh bahasa beserta tahap-
tahapannya.
3. Pemerolehan Bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Menurut Kiparsky (dalam Tarigan, 1984:243),
pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan
rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin
suatu ukuran atau tataran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling
pemerolehan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar
Menurut Chaer (2009:167) ada dua proses ketika seorang anak memperoleh
kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak
sadar. Proses ini menjadi syarat terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua
buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses
menangani ikhwal yang berkaitan dengan kata, farasa, dan kalimat. Komponen
komponen fonologi, yakni komponen bahasa yang menangani ihwal yang berkaitan
dengan bunyi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa pada anak
merupakan proses penguasaan secara alamiah (natural) ketika belajar bahasa ibunya.
Proses penguasaan bahasa ini melalui dua proses, yakni kompetensi dan performansi.
sintaksis, sedangkan performansi terdiri dari dua proses yaitu pemahaman dan
penerbitan kalimat.
seorang anak berkaitan erat dengan konsep universal. Sejauh mana konsep universal
bahasa. Komponen fonologi, yang lebih banyak terkait dengan neurobiologi manusia,
tampaknya yang paling universal. Sementara itu, komponen sintaksis dan semantik
memiliki kadar universal yang lebih rendah. Berikut penjelasan mengenai universal
berjalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang keluar waktu
anak mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal vokal,
hanya bunyi [a], [i], dan [u] yang akan keluar duluan. Dari tiga bunyi ini, [a] akan
keluar lebih dahulu daripada [i] dan [u]. Mengenai konsonan, Jakobson (1970:8-20)
mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral
dengan bunyi nasal ([p-b] dan [m-n]) dan kemudian disusul oleh kontras antara
bilabial dengan dental ([p]-[t]). Sistem kontras ini dinamakan Sistem Konsonantal
Minimal (Minimal Consonantal System). Pada umunya, bunyi yang letaknya di bagian
depan mulut lebih mudah daripada yang di bagian belakang mulut. Dengan demikian,
[p] dan [b] adalah lebih mudah daripada [k] dan [g].
biologi manusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur
dengan tahun atau bulan kalender. Patokannya adalah bahwa suatu bunyi tidak akan
melangkahi bunyi yang lain. Tidak akan ada anak Indonesia yang sudah dapat
mengucapkan [r] tetap belum dapat mengucapkan [p], [g], dan [j].
dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut pelafalannya sedangkan ilmu
vokal dan konsonan. Menurut Marsono (1993:16) bunyi disebut vokal, bila terjadi
tidak ada hampatan pada alat bicara, tidak ada artikulasi. Sedangkan bunyi disebut
konsonan, bila terjadinya dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat
bicara, jadi ada artikulasi. Berikut penjelasaan mengenai vokal dan konsonan:
(1) Vokal
Menurut Alwi, dkk. (2010:50), vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya
tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi
rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada
(a) Vokal tinggi: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah terletak tinggi di dalam
rongga mulut.
Contoh : Fonem [i] adalah vokal tinggi-depan dengan kedua bibir agak terentang
kesamping. Fonem [u] juga merupakan vokal tinggi, tetapi yang meninggi adalah
(b) Vokal sedang: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah dalam posisi tidak
Contoh : fonem [e] adalah sedang-depan, dengan bentuk bibir yang netral, artinya
tidak terentang dan tidak membundar. Fonem [ə] adalah vokal sedang-tengah,
dengan bagian lidah yang agak dinaikkan dan bentuk bibir juga netral. Fonem [o]
(c) Vokal rendah: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah dibagian bawah mulut.
Vokal rendah dalam bahasa Indonesia adalah [a] (Alwi, dkk., 2010:58)
Vokal tersebut terklasifikasi dalam tabel 1. Fonem Vokal dan bagan 1. Fonem
Vokal berikut:
tinggi i u
sedang ə o
bawah a
(2) Konsonan
(a) Konsonan hambat bilabial pada bunyi [p] dan [b]: bunyi yang dilafalkan dengan
bibir atas dan bibir bawah berkatup rapat sehingga udara dari paru-paru tertahan
(b) Konsonan hambat alveolar pada bunyi [t] dan [d]: bunyi yang dilafalkan dengan
(c) Konsonan hambat velar pada bunyi [k] dan [g]: bunyi yang dilafalkan dengan
(d) Konsonan frikatif labiodental pada bunyi [f]: bunyi yang dilafalkan dengan bibir
bawah didekatkan pada bagian gigi atas sehingga udara dari paru-paru dapat
melewati lubang yang sempit antara gigi dan bibir menimbulkan bunyi desis.
(e) Konsonan frikatif alveolar pada bunyi [s] dan [z]: bunyi yang dilafalkan dengan
menempelkan lidah pada gusi atas sambil melepaskan udara lewat samping lidah
(f) Konsonan frikatif palatal pada bunyi [š]: bunyi yang dibentuk dengan melewati
arus udara diantara pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi
(g) Konsonan frikatif glotal pada bunyi [h]: bunyi yang dibentuk dengan melewati
arus udara diantara pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi
(h) Konsonan arikat palatal pada bunyi [c] dan [j]: bunyi yang dilafalkan dengan
daun lidah ditempelkan pada langit-langit keras dan kemudian delepas secara
perlahan sehingga udara dapat lewat dengan menimbulkan bunyi desis, pita suara
(i) Konsonan nasal bilabial pada bunyi [m]: bunyi yang dilafalkan dengan kedua
(j) Konsonan nasal alveolar pada bunyi [n]: bunyi yang dihasilkan dengan cara
menempelkan ujung lidah pada gusi untuk menghambat udara dari paru-paru.
(k) Konsonan nasal palatal pada bunyi [ń]: bunyi yang dibentuk dengan
menempelkan depan lidah pada langit-langit keras untuk menahan udara dari
paru-paru.
(l) Konsonan nasal velar pada bunyi [ŋ]: bunyi yang dibentuk dengan menempelkan
belakang lidah pada langit-langit lunak dan udara kemudian dilepas melalui
hidung.
(m) Konsonan getar alveolar pada bunyi [r]: bunyi yang dibentuk dengan
menempelkan ujung lidah pada gusi, kemudian menghembuskan udara dan pita
(n) Konsonan lateral alveolar pada bunyi [l]: bunyi yang dihasilkan dengan
menempel daun lidah pada gusi dan mengeluarkan udara melewati samping lidah.
(o) Semivokal bilabial pada bunyi [w]: bunyi yang dilafalkan dengan mendekatkan
(p) Semivokal palatal pada bunyi [y]: bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan
depan lidah pada langit-langit keras, tetapi tidak sampai menghambat udara yang
Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa anak dimana pun memperoleh
bahwa strategi yang sama pada anak ketika memperoleh bahasa pertamanya tidak
hanya dilandasi oleh faktor biologis dan neurologi manusia yang sama tetapi bekal
kodrati pada saat anak dilahirkan. Selain itu, dalam bahasa juga terdapat konsep
universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat universal ini.
Dalam bahasa ada tiga komponen, yakni, fonologi, sintaksis, dan semantik. Pada
penelitian ini peneliti hanya membahas mengenai pemerolehan bahasa dalam bidang
Munculnya kata pertama pada Echa agak “terlambat”, yakni mendekati umur 1;6 bila
dibandigkan dengan anak Barat yang sudah mulai muncul pada usia 1 tahun.
memerlukan waktu yang lebih lama untuk menentukan suku mana yang akan diambil
terakhir.Pemilihan suku terakhir ini mempunyai latar belakang universal, yakni anak
di mana pun cenderung untuk memperhatikan akhir dari suatu bentuk. Misalnya,
ketika Echa ingin mengucapkan kata mobil, yang diujarkan hanya suku akhir yaitu
[bi] karena konsonan pada akhir kata banyak yang tidak diucapkan.
konsonan bilabial dengan vokal [a], kemudian alveolar dan velar. Sampai dengan
umur sekitar 2;0 Echa memanggil kakeknya Eyang [tatʊŋ], bukan Eyang [kakʊŋ].
Bunyi afrikat [tʃ] dan [dЗ] dikuasai lebih belakangan lagi, sekitar umur 4;0. Pada umur
sekitar 2;6 kata [jam] diucapkan sebagai [tam] atau [dam]. Waktu “dipaksa” untuk
mengatakannya dengan benar, Echa berkata “Ndak bisa, Eyang!”. Bunyi [r] muncul
(holofrasis), tahap ucap-ucapan dua-kata, tahap pengembangan tata bahasa, tahap tata
menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat. Suara bayi yang masih kecil
itu secara linguistik tidaklah merupakan bunyi-bunyi ujaran; tetapi barulah merupakan
alat-alat bicaranya dalam setiap susunan atau bentuk yang mungkin dibuatnya
(Tarigan, 1984:263-264).
Tahap ini disebut tahap kata omong-kosong atau tahap kata tampa makna.
Awal tahap meraban kedua ini biasanya pada permulaan pertengahan kedua tahun
pertama kehidupan. Anak menghasilkan suatu kata yang tidak dapat dikenal, tetapi
sesuai dengan pola suku kata. Banyak kerikan (suara mengerik) yang aneh-aneh serta
“dekutan-dekutan” menghilangnya vokal dari output para bayi, dan mereka mulai
satu kata yang sering diulang berulang-kali. Ciri-ciri pada periode ini ialah bahwa
Tahap linguistik pertama ini adalah tahap satu kata, yang dimulai sekitar usia
satu tahun. Ucapan-ucapan satu kata pada tahapan ini disebut holofrase karena anak-
anak akan menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang
diucapkan. Misalnya ketika anak mengatakan susu dapat diartikan bahwa dia ingin
meminum susu atau mungkin melaporkan bahwa susunya tumpah. Banyak sekali
terdapat kedwimaknaan dalam ujaran anak-anak selama tahap ini. Maka dari itu,
sering kali perlu diamati benar-benar apa yang dilakukan anak-anak, barulah kita
dapat menentukan apa yang dia maksudkan melalui apa yang dia ucapkan itu
(Tarigan, 1984:265-266).
Tahap linguistikkedua ini biasanya dimulai ketika anak menjelang usia dua
tahun, tetapi terdapat sejumlah variasi perorangan diantara anak-anak yang normal.
Anak-anak memasuki tahap ini pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam
“kucing” dan “papa” mungkin memberi tahu tentang seekor kucing kepada
papa.Ucapan kata kucing dan papa disela dengan jeda. Maknanya akan terlihat dari
urutan “kucing papa”, dengan begitu terlihat jelas bahwa anak telah dapat
itu, anak-anak mulai memakai ucapan-ucapan dua kata seperti “baju mama”, “pisang
Usia keluarnya anak-anak dari tahap ucapan-ucapan dua kata sangat berbeda-
beda. Ada anak-anak yang memasuki tahap pengembangan tata bahasa pada usia dua
tahun, ada pula yang tetap mempergunakan ucapan-ucapan dua kata secara eksklusif
sampai melewati usia yang ketiga. Selama tahap pengembangan tata bahasa ini, anak-
bertambah, tetapi hal ini tidaklah begitu penting karena ucapan-ucapan mereka
semakin bertambah rumit. Jamak dan beberapa kata tugas pun mulai muncul, tetapi
Pada tahap tata bahasa menjelang dewasa, struktur-struktur tata bahasa pada
kamu duduk”, tetapi tidak ada satu contoh tunggal suatu komplemen yang bertindak
g) Kompetensi Lengkap
Pada akhir masa kanak-kanak, setiap orang yang tidak mendapat rintangan
apa-apa, sebenarnya telah mempelajari semua sarana sintaksis bahasa ibunya dan
menerus bertambah selama masa kanak-kanak dan bahasa seseorang berubah dalam
gaya dan (diharapkan) bertambah lancar serta fasih setelah melewati anak-anak. Akan
atau informasi sintaksis mengalami suatu perubahan lebih lanjut melebihi di luar masa
pemerolehan bahasa dan proses pemerolehan bahasa. Pada penelitian ini peneliti
membahas mengenai pemerolehan bahasa dalam bidang semantik pada anak usia 3
dan 5 tahun.
rendah. Pada komponen fonologi, urutan pemunculan bunyi terkait langsung dengan
pertumbuhan biologi dan neurologi anak. Pada komponen sintaksis dan semantik
kaitan ini tidak langsung. Namun, pada komponen sintaksis dan pola-pola kalimat
yang diperoleh secara universal anak selalu memulai dengan ujaran yang berupa satu
kata, kemudian berkembang menjadi dua kata, setelah itu tiga kata atau lebih. Anak
kalimat relatif yang terletak pada akhir kalimat lebih dulu diperoleh daripada anak
(Verhaar, 2012:13). Semantik diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti
membahas ihwal makna. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
semnatik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna suatu bahasa.
Dalam komponen ini kata tidak hanya diberi makna seperti yang terdapat pada
kamus, tetapi juga diberi rincian makna yang disebut fitur semantik. Kata jejaka,
komponen sintaktik itu memenuhi kaidah semantik yang ada pada bahasa tersebut.
Bila penerapan aturan itu menghasilkan ketidakserasian semantik maka kalimat tadi
akan bersifat anomulus, artinya tidak dapat diterima dari segi makna. Kalimat Tutiek
akan mengawini Achmad minggu depan akan ditolak oleh komponen semantik karena
salah satu fitur semantik untuk verba mengawini, yakni, [+pelaku pria], telah
dilanggar.
melekatkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa tertentu. Untuk dapat
maksud dari makna atau arti itu sendiri. Ada beberapa teori mengenai makna pada
makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu
sampai semua fitur semantik itu dikuasai. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar
(a) Fitur-fitur makna yang digunakan anak-anak dianggap sama dengan beberapa
(b) Pengalaman anak-anak mengenai dunia ini dan mengenai bahasa masih sangat
hanya akan menggunakan dua atau tiga fitur makna saja untuk sebuah kata
(c) Karena pemilihan fitur-fitur yang berkaitan ini didasarkan pada pengalaman anak-
anak sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan pada informasi
Tahap tersebut, yaitu tahap penyempitan makna kata, tahap generalisasi berlebihan,
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun (1:0-1:6).
Pada tahap ini anak-anak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu
makna menjadi nama dari benda itu. Misalnya, yang disebut [guguk] hanyalah anjing
yang ada di rumah saja, tidak termasuk yang berada di luar rumah si anak(Chaer,
2009:197)
Tahap ini berlangsung antara usia satu tahun setengah sampai dua tahun
setengah (1:6-2:6). Pada tahap ini anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu
kata secara berlebihan. Misalnya, yang dimaksud anjing atau guguk dan kucing atau
meong adalah semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau
(Chaer, 2009:197)
Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun
(2:6-5:0). Pada tahap ini anak-anak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan
ke dalam satu medan semantik. Proses ini berlangsung jika makna yang
benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh anak-anak. Misalnya,
kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat. Namun, setelah mengenal
kata kuda, kambing, dan harimau, maka kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja
(Chaer, 2009:197).
Tahap ini berlangsung setelah anak-anak berusia lima tahun. Pada tahap ini
anak-anak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi,
bahwa benda-benda itu mempunya fitur-fitur semantik yang sama. Ketika anak-anak
berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun (5:0-7:0). Misalnya, mereka telah
mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan yaitu semua makhluk yang termasuk
Menurut Mc. Neil (dalam Chaer, 2009:197-198), pada waktu dilahirkan anak-
itu, anak-anak pada awal proses pemerolehan bahasanya telah berusaha membentuk
lengkap pada tahap holofrasis. Pada tahap holofrasis ini anak-anak belum mampu
menguasai fitur-fitur semantik karena terlalu membebani ingatan mereka. Jadi, pada
hubungan semantik antara nama-nama benda (kata-kata) mulai dari yang konkret
sampai pada yang abstrak. Misalnya, pada awal perkembangan pemerolehan semantik
anak-anak telah mengetahui kata-kata melati dan mawar melalui hubungan konkret
antara kata itu dengan bunga-bunga tersebut. Pada tahap berikutnya mereka akan
menggolongkan kata-kata tersebut dengan butir leksikal yang lebih tinggi kelasnya
fonologi digunakan untuk menganalisis pemerolehan fonologi usia tiga tahun maupun
1) Pemerolehan Vokal
Setelah usia 2:0 tidak banyak yang harus dikuasai Echa dalam hal vokal.
Semua vokal telah secara distingtif dia bedakan dan tidak ada kegagalan komunikasi
karena pemakaian vokal kurang tepat. Echa telah mampu menguasai bunyi vokal
dengan baik. Namun, penjejeran vokal yang membentuk diftong, seperti [ai], [au],
[ia], dan [ii] merupakan hal yang baru bagi Echa. Hal tersebut terjadi karena tidak ada
2) Pemerolehan Diftong
Disamping bunyi-bunyi vokal yang telah dikuasai dengan baik, urutan vokal
yang tidak bersifat diftong juga mulai dikuasainya. Tidak hanya [a-i] seperti baik yang
dikuasainya sebelumya, tetapi sekitar 2:2:0 deretan vokal [a-u] seperti pada bau, [e-a]
seperti pada kecapean, [i-a] seperti pada sialan, dan [i-i] seperti pada diikat dengan
jelas diucapkan. Namun, diftong asli [au] dan [ai] seperti pada kata kalau dan sungai
belum muncul bahkan sampai usia 3:0. Demikian pula diftong asli [ↄi] yang jarang
3) Pemerolehan Konsonan
Pada usia 2;0 Echa telah menguasai [p], [b], [t], [d], [h], [m], [n], [l], [w] [y],
[k] [s] [n], meskipun ketiga yang terakhir ini hanya pada posisi akhir suku kata. Pada
usia 2;2;0 bunyi velar hambat ringan (viceless velar stop) [k] sudah dikuasai dengan
lebih baik, tetapi padanan beratnya (voiced velar stop) [g], masih sering diucapkan
sebagai [d], meskipun sesekali muncul pula sebagai [g]. Bunyi [z] tidak banyak
terdapat dalam bahasaIndonesia dan oleh Echa bunyi ini masih diucapkan sebagai [d]
seperti pada kata [dudu] Zuzu (nama binatang dalam buku cerita “Lion King”). Bunyi
afrikatif [f], yang jarang pada bahasa kita sering diucapkan sebagai [p], meskipun
kadang-kadang muncul sebagai [f] seperti pada kata [pamiŋo] “flaminggo” dan [poto]
foto.
Dari bunyi-bunyi yang mulai dikuasai sejak usia 2;0 ini tampak sekali adanya
gradasi kesukaran pada bunyi-buny itu. Sementara bunyi-bunyi [g], [s], [ń], [ĉ] ,[ŋ]
sedikit demi sedikit mendekati bunyi penutur dewasa, bunyi getar [r] masih tetap
diucapkan sebagai lateral [l] sampai usia 3;0. Demikian pula bunyi afrikatif [Ĵ] sampai
usia 3;0 masih sering diucapkan sebagai [d] atau [dz]. Pada usia 2;5, fenomena yang
Kali ini Echa sudah mendekati ucapan orang dewasa dan [g]-nya sudah lebih jelas.
Bahkan sampai usai 2;10 bunyi afrikat masih sering muncul. Bunyi afrikiat muncul
sebagai [d] seperti pada ucapan [dahat] untuk kata [jahat]. Namun, sampai usia 3;0
gugus konsonan, kecuali [mb], [nd], dan [ŋg] pada kata [mba], [ndak], dan [nggak]
belum ada yang muncul. Semua gugus diucapkan sebagai komponen tunggal
mengenai konsonan, ada fonem yang dikuasainya dan ada yang masih berfluktuasi
dengan bunyi lain, dan bahkan ada bunyi yang sama sekali belum pernah diucapkan.
Hal tersebut dapat dilihat pada bagan konsonan usia tiga tahun. Fonem-fonem yang
telah mantap diucapkan oleh Echa ditulis dengan cetak biasa, yang masih berfluktuasi
dalam ujaran Echa dicetak dengan huruf miring dan yang belum diucapkan
ditempatkan dalam kurung. Adapun bagan konsonan usia tiga tahun yaitu sebagai
berikut:
yang dilakukan Echa antara usia 2;0 sampai 3;0 tahun dapat dibuat suatu aturan
fonologis yang tampaknya berlaku untuk anak Indonesia, dan mungkin anak manapun.
Aturan ini merupakan aturan yang dibuat dari pemerolehan bahasa pada Echa sebagai
gambaran mengenai aturan fonologis pada Echa dan mungkin juga pada anak
Indonesia lainnya.
Aturan I : Velar hambat berat pada awal suku menjadi laminoalveolar hambat
berat atau tidak berubah. Contohnya pada aturan ini terlihat pada kata
[garpu]. Kata [garpu] oleh Echa diucapkan [dalpu]. Begitu juga kata
Aturan II : Labiodental frikatif ringan pada awal suku menjadi bilabial hambat
ringan atau tidak berubah pada awal suku. Contoh pada aturan ini
terlihat pada kata [flamiŋgo] yang diucapkan [pamiŋo] dan pada kata
Aturan III : Dental frikatif ringan pada awal suku menjadi dental stop ringan, dental
stop ringan plus dental frikatif ringan, atau tidak berubah. Contohnya
aturan ini terlihat pada kata [sampah] yang diucapkan [tampah], begitu
aturan ini terlihat pada kata [zuzu], kata ini diucapkan Echa dengan
[dudu].
Aturan V : Alveopalatal nasal menjadi dental nasal atau tidak berubah. Contoh
kata pada aturan ini adalah [ńańi] yang diucapkan [nani].Contoh kata
yang lainyaitu [ńapu], kata ini oleh Echa diucapkan dengan [napu] dan
Aturan VI : Velar nasal pada awal suku kata menjadi dental nasal atau tidak
berubah. Contoh kata pada aturan ini yaitu [ŋumpətin] oleh Echa
[ŋəpɛl].
Aturan VII : Getar akan diucapkan menjadi lateral. Cotoh pada aturan ini yaitu
terlihat pada kata [ratu] yang diucapkan [latu]. Kata [pura-pura] yang
memiliki bunyi getar [r] juga diucapkan menjadi lateral [l] yaitu [pula-
pula].
Aturan VIII : Gugus C1 C2 - menjadi C2 -. Contoh pada aturan ini yaitu pada kata
telah dikuasai oleh anak menjelang usia lima tahun. Hanya ada beberapa bunyi masih
“bandel”, terutama bunyi [r]. Di samping itu ada pula bunyi [š], [ń], dan [x] yang
masih berfluktuasi. Sampai dengan umur 4;6 bunyi [r] pada anak sering terdengar [l],
tetapi sejak itu lidah anak sudah mulai lepas dari titik alveolar, meskipun belum
terdengar dengan jelas adanya getaran berulang. Bunyi lain yakni [š], yang belum
muncul pada anak mungkin disebabkan oleh jarangnya bunyi ini dalam bahasa
Indonesia (Dardjowidjojo, 2000:114). Bunyi [ń] pada anak umur 4;0 yang terkadang
masih beralternasi dengan [n] kini saat anak berumur 4;9 sudah mulai dipisahkan.
Kata punya dan nyanyi, misalnya sudah jelas diucapkan [puńa] dan [ńańi], tidak
beralternasi dengan [puna] dan [nani]. Dengan telah dikuasainya bunyi-bunyi tersebut,
maka pada umur 4;9 anak (Echa) telah menguasai fonem-fonem dalam bahasa
Indonesia. Inventori fonemik untuk vokal dan konsonan pada umur 5;0 dapat dilihat
tinggi i u
mid e ə o
bawah ɛ a ↄ
(Dardjowidjojo, 2000:115)
Dari bagan di atas tampak bahwa pada usia lima tahun anak (Echa) telah
menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia. Variasi alofonik untuk masing-
masing sudah mulai terdengar. Adapun fonem konsonan yang telah dikuasai anak
Titik/cara Alveo-
Bilabial Labiodental Alveolar Velar Glotal
Artikulasi Palatal
Hambat p t k ?
b d g
Frikatif f s š x h
z
Afrikat č
ĵ
Nasal m n ń ŋ
Lateral l
Getar r
Semi vokal w y
(Dardjowidjojo, 2000:115)
C. Pendidikan Prasekolah
dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini
perkembangan jasmani, kognitif, sosial, emosi anak didik di luar lingkungan keluarga
Salah satu pemenuhan hak pendidikan pada anak sejak dini yang dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat yaitu dengan diadakannya Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang
usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Pada usia ini
anak-anak masih sangat rentan. Apabila penanganannya tidak tepat justru dapat
merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD harus
fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak agar anak memiliki kesiapan baik secara
Bab 1, pasal 1, butir 14, yang menyatakan “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sementara itu, menurut kajian
sejak usia 0-8 tahun. Ruang lingkup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
sebagai berikut: (1) Infant (0-1 tahun), (2) Toddler (2-3 tahun), (3) Preschool
kindergarten children (3-6 tahun), dan (4) Early primary school (SD kelas awal) (6-8
tahun).
Pendirian PAUD Diroosatul Uula Purbalingga pada awalnya digagas oleh Ibu
Siti Aliminah, A. Ma. Pd. Beliau adalah seorang pencinta anak-anak. Ditinjau dari
Kanak) sejak tahun 1964. Berbekal ilmu dan pengalaman serta keinginan untuk
Uula pada tahun 2006. Tujuan didirikannya PAUD Diroosatul Uula untuk
menghasilkan peserta didik yang cerdas, ceria, kreatif, aktif, dan berbudi pekerti luhur
serta membuahkan tenaga pendidikan yang memiliki keahlian tepat guna, berwawasan
luas dan professional dalam memberikan bimbingan terbaik bagi peserta didik (Anak
Usia Dini).
PAUD Diroosatul Uula, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bergerak
di bidang Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, selain memiliki tujuan untuk
membentuk anak yang cerdas, ceria dan berakhlak mulia juga ikut dalam
Purbalingga.
PAUD Diroosatul Uula terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas kecil dan kelas besar.
Kelas kecil terdiri dari anak yang berusia 2-4 tahun dengan jumlah siswa 8, sedangkan
E. Pola Pikir
berbagai komponen atau bidang yang mendasari. Bidang yang mendasari pada
struktur bunyi adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Berkaitan dengan
tentang bahasa yang digunakan anak pada usia 3 dan 5 tahun. Penelitian tersebut,
yaitu bagaimana penguasaan fonologi dan semantik. Pada pemerolehan bahasa anak
tersebut untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada bagan kerangka pikir berikut:
Bahasa Psikologi
Psikolinguistik
Pemerolehan Bahasa
38
Tuturan Bahasa Anak Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018