Anda di halaman 1dari 32

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai pemerolehan bahasa sebelumnya telah dilakukan oleh

Agustina Saraswati (2012) dan Betty Utami (2013). Agustina Saraswati meneliti

pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 1-3 tahun sedangkan Betty Utami

meneliti pemerolehan bahasa lisan pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini berbeda

dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Letak perbedaan tersebut pada sumber data

dan kajian yang dibahasnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina Saraswati berjudul Pemerolehan

Bahasa Pertama pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Purwanegara Kecamatan

Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas (Suatu Tinjauan Psikolinguistik).Penelitian

tersebut mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan

Purwanegara Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas. Penelitian ini

meliputi pemerolehan dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data pada

penelitian ini berjumlah 3 anak. Data pada penelitian ini berupa ujaran anak usia 1-3

tahun di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan, pemerolehan fonologi

meliputi pemerolehan vokal, konsonan, diftong, dan gejala fonologi bahasa.

Pemerolehan morfologi meliputi pemerolehan afiks dan reduplikasi. Pemerolehan

sintaksis meliputi pemerolehan pada ujaran satu kata, ujaran dua kata, ujaran tiga kata,

bentuk deklaratif, bentuk imperatif, bentuk interogratif, bentuk negatif, deiksis,

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


8

pronominal dan kata-kata penyedap. Pemerolehan semantik meliputi pemerolehan

semantik pada usia 1 tahun, pemerolehan semantik usia 2 tahun, pemerolehan

semantik usia 3 tahun.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Betty Utami berjudul Pemerolehan

Bahasa Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di PAUD Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran

Kabupaten Banyumas (Kajian Psikolinguistik). Penelitian tersebut mendeskripsikan

pemerolehan bahasa yang terkandung dalam tuturan anak usia 3-5 tahun yang meliputi

pemerolehan fonologi, morfologi, simtaksis, dan semantik. Penelitian ini

menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dari penelitian ini adalah

anak usia 3-5 tahun di PAUD Aisyiyah Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten

Banyumas, datanya berupa tuturan anak usia 3-5 tahun di PAUD tersebut. Tuturan

anak tersebutmengandung komponen bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan

semantik. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini dapat disimpulkan,

pemerolehan fonologi meliputi pemerolehan vokal, konsonan, diftong, dan gejala

fonologi bahasa. Pemerolehan morfologi meliputi pemerolehan afiks dan reduplikasi.

Pemerolehan sintaksis meliputi pemerolehan pada ujaran satu kata, ujaran dua kata,

ujaran tiga kata, bentuk deklaratif, bentuk imperatif, bentuk interogratif, bentuk

negatif, deiksis, pronominal dan kata-kata penyedap. Pemerolehan semantik meliputi

pemerolehan pada usia tiga tahun yang terjadi pada tahap generalisasi berlebihan serta

pemerolehan semantik pada usia empat dan lima tahun yang terjadi pada tahap

hipotesis generalisasi.

Penelitian yang akan dilaksanakan memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian di atas. Perbedaanya terletak pada sumber data dan bidang yang akan

dikaji.Sumber data penelitian ini, yaitu Ayu berusia 3 tahun dan Isna berusia 5 tahun

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


9

siswa di PAUD Diroosatul Uula Purbalingga. Selain itu, penelitian ini hanya

menggunakan tinjauan fonologi dan semantik, berbeda dengan penelitian sebelumnya

yang menggunakan tinjauan fonologi, morfologi, semantik dan sintaksis.

Persamaannya, yaitu sama-sama menganalisis mengenai pemerolehan bahasa pada

anak menggunakan bidang fonologi dan semantik.

B. Landasan Teori

1. Definisi Bahasa

Menurut Kridalaksana (2008:24) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang

arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok kelompok sosial untuk bekerja

sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Keraf (2004:1), mendefinisikan

bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa simbol bunyi

yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan Menurut Dardjowidjojo

(2014:16), bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh

anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar

sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Berdasarkan

beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah simbol

atau lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan

digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi, bekerja sama, berinteraksi dan

mengidentifikasi diri.

2. Psikolinguistik

a. Pengertian

Secara etimologi psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik,

yakni dua bidang ilmu berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri dengan prosedur

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


10

yang berlainan. Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek

formalnya. Hanya kajian materinya berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa,

sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa (Chaer,

2009:5). Dardjowidjojo (2014:7), mendefinisikan psikolingistik adalah ilmu yang

mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbicara.Levelt

(dalam Mar‟at, 2005:1), mendefinisikan psikolinguistik adalah suatu studi mengenai

penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa manusia.

Menurut Dardjowidjojo (2014:7), secara rinci psikolinguistik mempelajari

empat topik utama: (1) komprehensi, yakni, proses-proses mental yang dilalui oleh

manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami

apa yang dimaksud, (2) produksi, yakni, proses-proses mental pada diri kita yang

membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis serta

neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (4) pemerolehan bahasa,

yakni, bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.

Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa,

psikolinguistik merupakan gabungan dari dua bidang ilmu psikologi dan linguistik

yang mempelajari tentang hubungan antara bahasa dengan sikap perilaku manusia,

proses mental dalam penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa pada anak-anak dan

penggunaan bahasa orang dewasa.

b. Jenis-Jenis Psikolinguistik

Levelt (dalam Mar‟at, 2005:1-3) membagi psikolinguistik ke dalam tiga

bidang utama, yaitu psikolinguistik umun, psikolinguistik perkembangan, dan

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


11

psikolingiustik terapan. Secara rinci bidang utama psikolinguistik dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Psikolinguistik Umum

Psikolinguistik umum adalah suatu studi mengenai bagaimana pengamatan

atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa.

Selain itu psikologi umum juga mempelajari mengenai proses kognitif yang mendasari

seseorang ketika menggunakan bahasa. Ada dua cara dalam presepsi dan produksi

bahasa ini, yakni secara auditiv dan visual. Persepsi bahasa secara auditif adalah

mendengarkan dan persepsi bahasa secara visual adalah membaca. Kegiatan dalam

produksi bahasa adalah berbicara (auditif) dan menulis (visual). Proses kognitif terjadi

pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan, yaitu mengingat apa yang baru

didengar, mengenal kembali apa yang didengar sebagai kata-kata yang ada artinya,

berfikir, mengungkapkan apa yang sudah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk

ujaran atau tulisan.

2) Psikolinguistik Perkembangan

Psikolinguistik perkembangan, yaitu suatu studi psikologi mengenai perolehan

bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik pemerolehan bahasa pertama (bahasa

ibu) maupun bahasa kedua. Jadi, dalam psikolinguistik perkembangan dibahas

mengenai persoalan yang dialami oleh anak yang harus belajar dua bahasa secara

bersamaan, bagaimana seorang anak memperoleh bahasa pertamanya, apakah orang

dewasa dalam mempelajari bahasa keduanya sama seperti anak belajar bahasa

pertamanya, dan teknik pengajaran bahasa yang bagaimana yang dapat mengurangi

terjadinya interferensi antar dua bahasa pada murid.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


12

3) Psikolinguistik Terapan

Psikolinguistik terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam

kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang

terapan dibedakan antara Applied General Psycholinguistics dengan Applied

Developmental Psycholinguistics.

Applied General Psycholinguistics dibagi menjadi dua bagian dalam

penerapannya, yaitu bidang abnormal dan normal. Normal Applied General

Psycholinguistics membahas pengaruh ejaan terhadap persepsi kita mengenai ciri

visual dari kata-kata. Abnormal Applied General Psycholinguistics mempelajari

misalnya tentang kesukaran pengucapan yang dialami oleh orang gagap atau penderita

aphasia.

Applied Developmental Psycholinguistics juga dibagi menjadi dua yaitu

Normal Applied Developmental Psycholinguistics dan Abnormal Applied

Developmental Psycholinguistics. Normal Applied Developmental Psycholinguistics

membicarakan antara lain bagaimana membuat program(kurikulum) belajar membaca

dan menulis, apakah lebih baik mempergunakan metode global atau metode sintesis

atau mungkin ada metode lain. Abnormal Applied Developmental Psycholinguistics

membahas mengenai apa yang dilakukan untuk membantu anak-anak yang mengalami

keterlambatan dalam perkembangan bahasanya yang disebabkan oleh adanya kelainan

yang bersifat bawaan pada alat artikulasinya atau yang disebabkan oleh faktor emosi

dan sebab lainnya (Mar‟at, 2005:3).

Pada penelitian ini menggunakan jenis psikolinguistik Perkembangan karena

peneliti melakukan penelitian yang di dalamnya membahas mengenai bagaimana

persoalan yang dialami oleh seorang anak dalam memperoleh bahasa beserta tahap-

tahapannya.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


13

3. Pemerolehan Bahasa

Chaer (2009:167) menjelaskan pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa

adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh

bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Menurut Kiparsky (dalam Tarigan, 1984:243),

pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan

oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah

rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin

sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orangtuanya sampai dia memilih, berdasarkan

suatu ukuran atau tataran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling

sederhana dari bahasa tersebut. Sedangkan menurut Dardjowidjojo (2003:225), istilah

pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses

pemerolehan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar

bahasa ibunya (native language). Dengan demikian, prosesanak belajar menguasai

bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses orang (umumnya dewasa)

belajar bahasa di kelas adalah pembelajaran.

Menurut Chaer (2009:167) ada dua proses ketika seorang anak memperoleh

bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Proses

kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak

sadar. Proses ini menjadi syarat terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua

buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses

menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau

kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar.

Penerbitan melibatkan kemampuan menerbitkan kalimat-kalimat sendiri.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


14

Selain itu, Chomsky (dalam Chaer, 2009:168) membagi kompetensi menjadi

tiga komponen tata bahasa, yaitu komponen sintaksis, komponen semantik, dn

komponen fonologi. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa dibagai menjadi

pemerolehan sintaksis, pemerolehan semantik, dan pemerolehan fonologi. Menurut

Dardjowidjojo (2014:18-20), komponen sintaksis yakni komponen bahasa yang

menangani ikhwal yang berkaitan dengan kata, farasa, dan kalimat. Komponen

semantik, yakni komponen bahasa yang membahas ihwal makna sedangkan

komponen fonologi, yakni komponen bahasa yang menangani ihwal yang berkaitan

dengan bunyi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa pada anak

merupakan proses penguasaan secara alamiah (natural) ketika belajar bahasa ibunya.

Proses penguasaan bahasa ini melalui dua proses, yakni kompetensi dan performansi.

Komponen kompetensi tersebut mencakup komponen fonologi, semantik dan

sintaksis, sedangkan performansi terdiri dari dua proses yaitu pemahaman dan

penerbitan kalimat.

a. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi

Pada pemrolehan bahasa dalam bidang fonologi meliputi, universal dalam

pemerolehan bahasa, proses pemerolehan bahasa dan tahap-tahap pemeroleh bahasa.

1) Universal dalam Pemerolehan Bahasa

Dardjowidjojo (2014:237-238) menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa

seorang anak berkaitan erat dengan konsep universal. Sejauh mana konsep universal

itu mempengaruhi pemerolehan, kelihatannya tergantung pada sifat kodrati komponen

bahasa. Komponen fonologi, yang lebih banyak terkait dengan neurobiologi manusia,

tampaknya yang paling universal. Sementara itu, komponen sintaksis dan semantik

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


15

memiliki kadar universal yang lebih rendah. Berikut penjelasan mengenai universal

pada komponen fonologi.

Universal pada Komponen Fonologi

Dardjowidjojo (2014:238-239) menjelaskan bahwa pemerolehan bunyi

berjalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang keluar waktu

anak mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal vokal,

hanya bunyi [a], [i], dan [u] yang akan keluar duluan. Dari tiga bunyi ini, [a] akan

keluar lebih dahulu daripada [i] dan [u]. Mengenai konsonan, Jakobson (1970:8-20)

mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral

dengan bunyi nasal ([p-b] dan [m-n]) dan kemudian disusul oleh kontras antara

bilabial dengan dental ([p]-[t]). Sistem kontras ini dinamakan Sistem Konsonantal

Minimal (Minimal Consonantal System). Pada umunya, bunyi yang letaknya di bagian

depan mulut lebih mudah daripada yang di bagian belakang mulut. Dengan demikian,

[p] dan [b] adalah lebih mudah daripada [k] dan [g].

Urutan pemunculan bunyi ini bersifat genetik dan karena perkembangan

biologi manusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur

dengan tahun atau bulan kalender. Patokannya adalah bahwa suatu bunyi tidak akan

melangkahi bunyi yang lain. Tidak akan ada anak Indonesia yang sudah dapat

mengucapkan [r] tetap belum dapat mengucapkan [p], [g], dan [j].

Menurut Verhaar (2012:38) menyatakan bahwa bunyi diselidiki oleh fonetik

dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut pelafalannya sedangkan ilmu

fonologi meneliti bunyi bahasa menurut fungsinya. Fonologi mempelajari tentang

vokal dan konsonan. Menurut Marsono (1993:16) bunyi disebut vokal, bila terjadi

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


16

tidak ada hampatan pada alat bicara, tidak ada artikulasi. Sedangkan bunyi disebut

konsonan, bila terjadinya dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat

bicara, jadi ada artikulasi. Berikut penjelasaan mengenai vokal dan konsonan:

(1) Vokal

Menurut Alwi, dkk. (2010:50), vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya

tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi

rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada

pembentukan vokal itu. Bunyi vokal dibagi menjadi tiga, yaitu:

(a) Vokal tinggi: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah terletak tinggi di dalam

rongga mulut.

Contoh : Fonem [i] adalah vokal tinggi-depan dengan kedua bibir agak terentang

kesamping. Fonem [u] juga merupakan vokal tinggi, tetapi yang meninggi adalah

belakang lidah (Alwi, dkk., 2010:58).

(b) Vokal sedang: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah dalam posisi tidak

tinggi, tidak rendah.

Contoh : fonem [e] adalah sedang-depan, dengan bentuk bibir yang netral, artinya

tidak terentang dan tidak membundar. Fonem [ə] adalah vokal sedang-tengah,

dengan bagian lidah yang agak dinaikkan dan bentuk bibir juga netral. Fonem [o]

adalah fonem sedang-belakang dengan bentuk bibir kurang bundar dibandingkan

dengan [u] (Alwi, dkk., 2010: 58).

(c) Vokal rendah: bunyi vokal yang dihasilkan dengan lidah dibagian bawah mulut.

Vokal rendah dalam bahasa Indonesia adalah [a] (Alwi, dkk., 2010:58)

Vokal tersebut terklasifikasi dalam tabel 1. Fonem Vokal dan bagan 1. Fonem

Vokal berikut:

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


17

Tabel 1. Fonem Vokal Bahasa Indonesia

Depan Tengah Belakang


Tinggi I u
Sedang E ə o
Rendah a
(Muslich, 2009:95)

Bagan 1. Fokal Vokal Bahasa Indonesia

tinggi i u

sedang ə o

bawah a

(Alwi, dkk. 2010:56)

(2) Konsonan

Selain bunyi vokal terdapat fonem konsonan. Berdasarkan artikulator dan

artikulasi konsonan dibagi atas (Alwi, dkk., 2010:67-71):

(a) Konsonan hambat bilabial pada bunyi [p] dan [b]: bunyi yang dilafalkan dengan

bibir atas dan bibir bawah berkatup rapat sehingga udara dari paru-paru tertahan

untuk sementara waktu sebelum katupan itu dilepaskan.

(b) Konsonan hambat alveolar pada bunyi [t] dan [d]: bunyi yang dilafalkan dengan

ujung lidah ditempelkan pada gusi.

(c) Konsonan hambat velar pada bunyi [k] dan [g]: bunyi yang dilafalkan dengan

menempelkan belakang lidah pada langit-langit lunak.

(d) Konsonan frikatif labiodental pada bunyi [f]: bunyi yang dilafalkan dengan bibir

bawah didekatkan pada bagian gigi atas sehingga udara dari paru-paru dapat

melewati lubang yang sempit antara gigi dan bibir menimbulkan bunyi desis.

(e) Konsonan frikatif alveolar pada bunyi [s] dan [z]: bunyi yang dilafalkan dengan

menempelkan lidah pada gusi atas sambil melepaskan udara lewat samping lidah

sehingga menimbulkan bunyi desis.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


18

(f) Konsonan frikatif palatal pada bunyi [š]: bunyi yang dibentuk dengan melewati

arus udara diantara pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi

desis, tampa dihambat tempat lain.

(g) Konsonan frikatif glotal pada bunyi [h]: bunyi yang dibentuk dengan melewati

arus udara diantara pita suara yang menyempit sehingga menimbulkan bunyi

desis, tampa dihambat tempat lain.

(h) Konsonan arikat palatal pada bunyi [c] dan [j]: bunyi yang dilafalkan dengan

daun lidah ditempelkan pada langit-langit keras dan kemudian delepas secara

perlahan sehingga udara dapat lewat dengan menimbulkan bunyi desis, pita suara

dalam keadaan tidak bergetar.

(i) Konsonan nasal bilabial pada bunyi [m]: bunyi yang dilafalkan dengan kedua

bibir dikatupkan, kemudian udara dilepas melalui rongga hidung.

(j) Konsonan nasal alveolar pada bunyi [n]: bunyi yang dihasilkan dengan cara

menempelkan ujung lidah pada gusi untuk menghambat udara dari paru-paru.

(k) Konsonan nasal palatal pada bunyi [ń]: bunyi yang dibentuk dengan

menempelkan depan lidah pada langit-langit keras untuk menahan udara dari

paru-paru.

(l) Konsonan nasal velar pada bunyi [ŋ]: bunyi yang dibentuk dengan menempelkan

belakang lidah pada langit-langit lunak dan udara kemudian dilepas melalui

hidung.

(m) Konsonan getar alveolar pada bunyi [r]: bunyi yang dibentuk dengan

menempelkan ujung lidah pada gusi, kemudian menghembuskan udara dan pita

suara dalam keadaan getar.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


19

(n) Konsonan lateral alveolar pada bunyi [l]: bunyi yang dihasilkan dengan

menempel daun lidah pada gusi dan mengeluarkan udara melewati samping lidah.

(o) Semivokal bilabial pada bunyi [w]: bunyi yang dilafalkan dengan mendekatkan

kedua bibir tampa menghalangi udara yang dihembuskan dari paru-paru.

(p) Semivokal palatal pada bunyi [y]: bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan

depan lidah pada langit-langit keras, tetapi tidak sampai menghambat udara yang

keluar dari paru-paru.

Tabel 2. Fonem Konsonan Bahasa Indonesia

Titik/Cara Dental/ Alveo-


Bilabial Labiodental Velar Glottal
Artikulasi Alveolar Palatal
Hambat p t k
b d g
Afrikatif c
j
frikatif f s š x h
v z
Nasal m n ń ŋ
Getar r
Lateral l
Semi vokal w y
(Alwi, dkk., 2010:72)

2) Proses Pemerolehan Bahasa

Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa anak dimana pun memperoleh

bahasa ibunya dengan strategi yang sama. Dardjowidjojo (2014:243) menjelaskan

bahwa strategi yang sama pada anak ketika memperoleh bahasa pertamanya tidak

hanya dilandasi oleh faktor biologis dan neurologi manusia yang sama tetapi bekal

kodrati pada saat anak dilahirkan. Selain itu, dalam bahasa juga terdapat konsep

universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat universal ini.

Dalam bahasa ada tiga komponen, yakni, fonologi, sintaksis, dan semantik. Pada

penelitian ini peneliti hanya membahas mengenai pemerolehan bahasa dalam bidang

fonologi pada anak usia 3 dan 5 tahun.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


20

Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi

Pemerolehan fonologi merupakan proses atau cara anak mengenal dan

menghasilkan bunyi-bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi bahasa tadi

membentuk suatu sistem dalam bahasa (Dardjowidjojo, 2014:20). Dardjowidjojo

(2014:244) melakukan penelitian pemerolehan fonologi pada Echa (cucunya).

Munculnya kata pertama pada Echa agak “terlambat”, yakni mendekati umur 1;6 bila

dibandigkan dengan anak Barat yang sudah mulai muncul pada usia 1 tahun.

Argumentasi untuk menjelaskan keterlambatan ini adalah bahwa anak Indonesia

memerlukan waktu yang lebih lama untuk menentukan suku mana yang akan diambil

sebagai wakil dari kata itu.

Dalam mengucapkan kata, Echa hanya mengambil suku kata

terakhir.Pemilihan suku terakhir ini mempunyai latar belakang universal, yakni anak

di mana pun cenderung untuk memperhatikan akhir dari suatu bentuk. Misalnya,

ketika Echa ingin mengucapkan kata mobil, yang diujarkan hanya suku akhir yaitu

[bi] karena konsonan pada akhir kata banyak yang tidak diucapkan.

Menurut Dardjowidjojo (2014:246), anak mula-mula menguasai bunyi

konsonan bilabial dengan vokal [a], kemudian alveolar dan velar. Sampai dengan

umur sekitar 2;0 Echa memanggil kakeknya Eyang [tatʊŋ], bukan Eyang [kakʊŋ].

Bunyi afrikat [tʃ] dan [dЗ] dikuasai lebih belakangan lagi, sekitar umur 4;0. Pada umur

sekitar 2;6 kata [jam] diucapkan sebagai [tam] atau [dam]. Waktu “dipaksa” untuk

mengatakannya dengan benar, Echa berkata “Ndak bisa, Eyang!”. Bunyi [r] muncul

pada saat Echa berusia 4;9.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


21

3) Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa pada Anak

Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak menurut Tarigan (1984:262-268)

dibagi menjadi tujuh tahapan. Tahap-tahapan tersebut yaitu tahap pralinguistik

pertama (meraban), tahap pralinguistik kedua (meraban), tahap linguistik pertama

(holofrasis), tahap ucap-ucapan dua-kata, tahap pengembangan tata bahasa, tahap tata

bahasa menjelang dewasa, dan kompetensi lengkap. Secara rinci tahapan-tahapan

pemerolehan bahasa anak tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a) Tahap Pralinguistik Pertama (Meraban)

Pada tahap pralinguistik pertama, selama bulan awal kehidupan, bayi-bayi

menangis, mendekut, mendeguk, menjerit, dan tertawa. Mereka seolah-olah

menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat. Suara bayi yang masih kecil

itu secara linguistik tidaklah merupakan bunyi-bunyi ujaran; tetapi barulah merupakan

tanda-tanda akuistik yang diturunkan oleh bunyi-bunyi kalau mereka menggerakkan

alat-alat bicaranya dalam setiap susunan atau bentuk yang mungkin dibuatnya

(Tarigan, 1984:263-264).

b) Tahap Pralinguistik Kedua (Meraban)

Tahap ini disebut tahap kata omong-kosong atau tahap kata tampa makna.

Awal tahap meraban kedua ini biasanya pada permulaan pertengahan kedua tahun

pertama kehidupan. Anak menghasilkan suatu kata yang tidak dapat dikenal, tetapi

sesuai dengan pola suku kata. Banyak kerikan (suara mengerik) yang aneh-aneh serta

“dekutan-dekutan” menghilangnya vokal dari output para bayi, dan mereka mulai

menghasilkan urutan-urutan KV (konsonan-vokal, biasanya konsonan letus), dengan

satu kata yang sering diulang berulang-kali. Ciri-ciri pada periode ini ialah bahwa

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


22

rabanan dihasilkan dengan intonasi kalimat, kadang-kadang dengan tekanan menurun

yang ada hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan (Tarigan, 1984:264).

c) Tahap Linguistik Pertama (Holofrastik)

Tahap linguistik pertama ini adalah tahap satu kata, yang dimulai sekitar usia

satu tahun. Ucapan-ucapan satu kata pada tahapan ini disebut holofrase karena anak-

anak akan menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang

diucapkan. Misalnya ketika anak mengatakan susu dapat diartikan bahwa dia ingin

meminum susu atau mungkin melaporkan bahwa susunya tumpah. Banyak sekali

terdapat kedwimaknaan dalam ujaran anak-anak selama tahap ini. Maka dari itu,

sering kali perlu diamati benar-benar apa yang dilakukan anak-anak, barulah kita

dapat menentukan apa yang dia maksudkan melalui apa yang dia ucapkan itu

(Tarigan, 1984:265-266).

d) Tahap Linguistik Kedua: Ucapan-Ucapan Dua Kata

Tahap linguistikkedua ini biasanya dimulai ketika anak menjelang usia dua

tahun, tetapi terdapat sejumlah variasi perorangan diantara anak-anak yang normal.

Anak-anak memasuki tahap ini pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam

rangkaian yang cepat. Misalnya, anak-anak yang mempergunakan holofrase-holofrase

“kucing” dan “papa” mungkin memberi tahu tentang seekor kucing kepada

papa.Ucapan kata kucing dan papa disela dengan jeda. Maknanya akan terlihat dari

urutan “kucing papa”, dengan begitu terlihat jelas bahwa anak telah dapat

mempergunakan dua buah holofrase untuk menyatakan maksudnya tersebut. Setelah

itu, anak-anak mulai memakai ucapan-ucapan dua kata seperti “baju mama”, “pisang

nenek”, “saya mandi”, dan sebagainya (Tarigan, 1984:266).

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


23

e) Tahap Linguistik Ketiga:Pengembangan Tata Bahasa

Usia keluarnya anak-anak dari tahap ucapan-ucapan dua kata sangat berbeda-

beda. Ada anak-anak yang memasuki tahap pengembangan tata bahasa pada usia dua

tahun, ada pula yang tetap mempergunakan ucapan-ucapan dua kata secara eksklusif

sampai melewati usia yang ketiga. Selama tahap pengembangan tata bahasa ini, anak-

anak mengembangkan sejumlah sarana ketatabahasaan. Panjang kalimat mereka

bertambah, tetapi hal ini tidaklah begitu penting karena ucapan-ucapan mereka

semakin bertambah rumit. Jamak dan beberapa kata tugas pun mulai muncul, tetapi

masih banyak yang dihilangkan (Tarigan, 1984:266-267).

f) Tahap Linguistik Keempat: Tata Bahasa Menjelang Dewasa

Pada tahap tata bahasa menjelang dewasa, struktur-struktur tata bahasa pada

anak lebih rumit. Banyak diantaranya yang melibatkan gabugan kalimat-kalimat

sederhana dengan komplementasi, relatifisasi dan konjungsi. Liber (dalam Trigan,

2005:267) melaporkan perkembangan kalimat-kalimat kompleks pada annak yang

berusia dua dan tiga tahun. Mereka telah menggunakan konstruksi-konstruksi

kompleks seperti NP objek (nomina-predikat) misalnya pada kalimat “saya melihat

kamu duduk”, tetapi tidak ada satu contoh tunggal suatu komplemen yang bertindak

sebagai NP subjek sebelum usia tiga tahun (Tarigan, 1984:267).

g) Kompetensi Lengkap

Pada akhir masa kanak-kanak, setiap orang yang tidak mendapat rintangan

apa-apa, sebenarnya telah mempelajari semua sarana sintaksis bahasa ibunya dan

keterampilan-ketermpilan performansi yang memadai untuk memahami dan

menghasilakan bahasa yang biasa. Tentu perbendaharaan kata-kata seseorang terus-

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


24

menerus bertambah selama masa kanak-kanak dan bahasa seseorang berubah dalam

gaya dan (diharapkan) bertambah lancar serta fasih setelah melewati anak-anak. Akan

tetapi, tidak terdapat fakta-fakta yang menyatakan bahwa keterampilan kompetensi

atau informasi sintaksis mengalami suatu perubahan lebih lanjut melebihi di luar masa

remaja (Tarigan, 1984:268).

b. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik

Pada pemrolehan bahasa dalam bidang semantik meliputi, Universal dalam

pemerolehan bahasa dan proses pemerolehan bahasa. Pada penelitian ini peneliti

membahas mengenai pemerolehan bahasa dalam bidang semantik pada anak usia 3

dan 5 tahun.

1) Universal pada Komponen Sintaksis dan Semantik

Komponen sintaksis dan semantik memiliki derajat keuniversalan yang lebih

rendah. Pada komponen fonologi, urutan pemunculan bunyi terkait langsung dengan

pertumbuhan biologi dan neurologi anak. Pada komponen sintaksis dan semantik

kaitan ini tidak langsung. Namun, pada komponen sintaksis dan pola-pola kalimat

yang diperoleh secara universal anak selalu memulai dengan ujaran yang berupa satu

kata, kemudian berkembang menjadi dua kata, setelah itu tiga kata atau lebih. Anak

kalimat relatif yang terletak pada akhir kalimat lebih dulu diperoleh daripada anak

kamilat relatif yang diselipkan di tengah kalimat.

Semantik merupakan cabang linguistik yang meneliti arti atau makna

(Verhaar, 2012:13). Semantik diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti

(Chaer, 2013:2). Sedangkan menurut Dardjowidjojo (2014:21), komponen semantik

membahas ihwal makna. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

semnatik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna suatu bahasa.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


25

Dalam komponen ini kata tidak hanya diberi makna seperti yang terdapat pada

kamus, tetapi juga diberi rincian makna yang disebut fitur semantik. Kata jejaka,

misalnya, memiliki fitur semantik : [+N], [+manusia], [+lelaki], [+dewasa], dan

[+belum pernah nikah]. Kataperawan memiliki [+N], [+manusia], [-pria], [+dewasa],

[+belum pernah nikah], dan juga [+selaput dara masih utuh].

Seperti halnya komponen fonologi, komponen semantik juga bersifat

interpretif. Komponen semantik dipakai untuk menentukan apakah masukan dari

komponen sintaktik itu memenuhi kaidah semantik yang ada pada bahasa tersebut.

Bila penerapan aturan itu menghasilkan ketidakserasian semantik maka kalimat tadi

akan bersifat anomulus, artinya tidak dapat diterima dari segi makna. Kalimat Tutiek

akan mengawini Achmad minggu depan akan ditolak oleh komponen semantik karena

salah satu fitur semantik untuk verba mengawini, yakni, [+pelaku pria], telah

dilanggar.

2) Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik

Chaer dalam bukunya Psikolinguistik (2009:194) menjelaskan bahwa pada

tahun pertama dalam kehidupannya seorang bayi menghabiskan waktunya untuk

mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada di sekitar

kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui seluruh panca-indranya. Apa yang

diamati dan dikumpulkan menjadi “pengetahuan dunianya”. Berdasarkan pengetahuan

dunianya inilah si bayi memperoleh semantik bahasa dunianya dengan cara

melekatkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa tertentu. Untuk dapat

mengkaji pemerolehan semantik kanak-kanak, kita perlu terlebih dahulu memahami

maksud dari makna atau arti itu sendiri. Ada beberapa teori mengenai makna pada

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


26

semantik itu. Makna dapat dijelaskan dengan fitur-fitur atau penanda-penanda

semantik. Dalam perkembangan psikolinguistik ada beberapa teori mengenai proses

pemerolehan semantik, yaitu teori hipotesis fitur semantik, teori hubungan-hubungan

gramatikal, dan teori hipotesis generalisasi.

a) Teori Hipotesis Fitur Semantik

Menurut para ahli psikolinguistik perkembangan, anak-anak memperoleh

makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu

sampai semua fitur semantik itu dikuasai. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar

hipotesisi fitur-fitur semantik adalah:

(a) Fitur-fitur makna yang digunakan anak-anak dianggap sama dengan beberapa

fitur makna yang digunakan oleh orang dewasa.

(b) Pengalaman anak-anak mengenai dunia ini dan mengenai bahasa masih sangat

terbatas bila dibandingkan dengan pengalaman orang dewasa, maka anak-anak

hanya akan menggunakan dua atau tiga fitur makna saja untuk sebuah kata

sebagai masukan leksikon.

(c) Karena pemilihan fitur-fitur yang berkaitan ini didasarkan pada pengalaman anak-

anak sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan pada informasi

persepsi atau pengamatan.

Secara umum pemerolehan semantik dapat disimpulkan menjadi empat tahap.

Tahap tersebut, yaitu tahap penyempitan makna kata, tahap generalisasi berlebihan,

tahap medan semantik, dan tahap generalisasi (Chaer, 2009:196).

(a) Tahap Penyempitan Makna Kata

Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun (1:0-1:6).

Pada tahap ini anak-anak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


27

makna menjadi nama dari benda itu. Misalnya, yang disebut [guguk] hanyalah anjing

yang ada di rumah saja, tidak termasuk yang berada di luar rumah si anak(Chaer,

2009:197)

(b) Tahap Generalisasi Berlebihan

Tahap ini berlangsung antara usia satu tahun setengah sampai dua tahun

setengah (1:6-2:6). Pada tahap ini anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu

kata secara berlebihan. Misalnya, yang dimaksud anjing atau guguk dan kucing atau

meong adalah semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau

(Chaer, 2009:197)

(c) Tahap Medan Semantik

Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun

(2:6-5:0). Pada tahap ini anak-anak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan

ke dalam satu medan semantik. Proses ini berlangsung jika makna yang

digeneralisasikan secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru untuk

benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh anak-anak. Misalnya,

kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat. Namun, setelah mengenal

kata kuda, kambing, dan harimau, maka kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja

(Chaer, 2009:197).

(d) Tahap Generalisasi

Tahap ini berlangsung setelah anak-anak berusia lima tahun. Pada tahap ini

anak-anak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi,

bahwa benda-benda itu mempunya fitur-fitur semantik yang sama. Ketika anak-anak

berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun (5:0-7:0). Misalnya, mereka telah

mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan yaitu semua makhluk yang termasuk

hewan (Chaer, 2009:197).

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


28

b) Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal

Menurut Mc. Neil (dalam Chaer, 2009:197-198), pada waktu dilahirkan anak-

anak dilengkapi dengan hubungan-hubungan gramatikal dalam nurani. Oleh karena

itu, anak-anak pada awal proses pemerolehan bahasanya telah berusaha membentuk

satu “kamus makna kalimat” (sentences-meaning-dictionary), yaitu setiap butir

leksikal dicantumkan dengan semua hubungan gramatikal yang digunakan secara

lengkap pada tahap holofrasis. Pada tahap holofrasis ini anak-anak belum mampu

menguasai fitur-fitur semantik karena terlalu membebani ingatan mereka. Jadi, pada

awal pemerolehan semantik hubungan-hubungan gramatikal inilah yang paling

penting karena telah terjadi secara nurani sejak lahir.

c) Teori Hipotesis Generalisasi

Menurut Anglin (dalam Chaer, 2009:198), perkembangan semantik anak-anak

mengikuti satu proses generalisasi, yakni kemampuan anak-anak meihat hubungan-

hubungan semantik antara nama-nama benda (kata-kata) mulai dari yang konkret

sampai pada yang abstrak. Misalnya, pada awal perkembangan pemerolehan semantik

anak-anak telah mengetahui kata-kata melati dan mawar melalui hubungan konkret

antara kata itu dengan bunga-bunga tersebut. Pada tahap berikutnya mereka akan

menggolongkan kata-kata tersebut dengan butir leksikal yang lebih tinggi kelasnya

atau superordinatnya melalui generalisasi, yaitu bunga.

4. Pemerolehan Bahasa Anak Usia 3 dan 5 tahun

Pemerolehan bahasa anak usia 3 dan 5 tahun dibagi menjadi pemerolehan

fonologi, pemerolehan morfologi, dan pemerolehan sintaksis. Pada penelitian ini

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


29

peneliti hanya memfokuskan pada pemerolehan fonologi dan semantik. Pemerolehan

fonologi digunakan untuk menganalisis pemerolehan fonologi usia tiga tahun maupun

lima tahun. Begitupula dengan pemerolehan semantik yang digunakan untuk

menganalisis pemerolehan semantik usia tiga dan lima tahun.

a. Pemerolehan Fonologi Usia Tiga Tahun

Menurut Dardjowidjojo (2000:101), pemerolehan bahasa pada anak usia tiga

tahun meliti pemerolehan vokal, pemerolehan konsonan dan pemerolehan diftong.

1) Pemerolehan Vokal

Setelah usia 2:0 tidak banyak yang harus dikuasai Echa dalam hal vokal.

Semua vokal telah secara distingtif dia bedakan dan tidak ada kegagalan komunikasi

karena pemakaian vokal kurang tepat. Echa telah mampu menguasai bunyi vokal

dengan baik. Namun, penjejeran vokal yang membentuk diftong, seperti [ai], [au],

[ia], dan [ii] merupakan hal yang baru bagi Echa. Hal tersebut terjadi karena tidak ada

orang-orang di sekitar Echa yang menggunakan penjejeran vokal tersebut dalam

berkomunikasi (Dardjowidjojo 2000: 101).

2) Pemerolehan Diftong

Disamping bunyi-bunyi vokal yang telah dikuasai dengan baik, urutan vokal

yang tidak bersifat diftong juga mulai dikuasainya. Tidak hanya [a-i] seperti baik yang

dikuasainya sebelumya, tetapi sekitar 2:2:0 deretan vokal [a-u] seperti pada bau, [e-a]

seperti pada kecapean, [i-a] seperti pada sialan, dan [i-i] seperti pada diikat dengan

jelas diucapkan. Namun, diftong asli [au] dan [ai] seperti pada kata kalau dan sungai

belum muncul bahkan sampai usia 3:0. Demikian pula diftong asli [ↄi] yang jarang

kita temukan (Dardjowidjojo 2000: 101).

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


30

3) Pemerolehan Konsonan

Pada usia 2;0 Echa telah menguasai [p], [b], [t], [d], [h], [m], [n], [l], [w] [y],

[k] [s] [n], meskipun ketiga yang terakhir ini hanya pada posisi akhir suku kata. Pada

usia 2;2;0 bunyi velar hambat ringan (viceless velar stop) [k] sudah dikuasai dengan

lebih baik, tetapi padanan beratnya (voiced velar stop) [g], masih sering diucapkan

sebagai [d], meskipun sesekali muncul pula sebagai [g]. Bunyi [z] tidak banyak

terdapat dalam bahasaIndonesia dan oleh Echa bunyi ini masih diucapkan sebagai [d]

seperti pada kata [dudu] Zuzu (nama binatang dalam buku cerita “Lion King”). Bunyi

afrikatif [f], yang jarang pada bahasa kita sering diucapkan sebagai [p], meskipun

kadang-kadang muncul sebagai [f] seperti pada kata [pamiŋo] “flaminggo” dan [poto]

foto.

Dari bunyi-bunyi yang mulai dikuasai sejak usia 2;0 ini tampak sekali adanya

gradasi kesukaran pada bunyi-buny itu. Sementara bunyi-bunyi [g], [s], [ń], [ĉ] ,[ŋ]

sedikit demi sedikit mendekati bunyi penutur dewasa, bunyi getar [r] masih tetap

diucapkan sebagai lateral [l] sampai usia 3;0. Demikian pula bunyi afrikatif [Ĵ] sampai

usia 3;0 masih sering diucapkan sebagai [d] atau [dz]. Pada usia 2;5, fenomena yang

dinamakan oleh Dardjowidjojo (2000:104) “fenomena Dadah” ini muncul kembali.

Kali ini Echa sudah mendekati ucapan orang dewasa dan [g]-nya sudah lebih jelas.

Bahkan sampai usai 2;10 bunyi afrikat masih sering muncul. Bunyi afrikiat muncul

sebagai [d] seperti pada ucapan [dahat] untuk kata [jahat]. Namun, sampai usia 3;0

gugus konsonan, kecuali [mb], [nd], dan [ŋg] pada kata [mba], [ndak], dan [nggak]

belum ada yang muncul. Semua gugus diucapkan sebagai komponen tunggal

(Dardjowidjojo 2000: 102-105).

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


31

a) Inventori Fonem Usia Tiga Tahun

Sebagian besar fonem telah dikuasai Echa dengan sempurna, meskipun

mengenai konsonan, ada fonem yang dikuasainya dan ada yang masih berfluktuasi

dengan bunyi lain, dan bahkan ada bunyi yang sama sekali belum pernah diucapkan.

Hal tersebut dapat dilihat pada bagan konsonan usia tiga tahun. Fonem-fonem yang

telah mantap diucapkan oleh Echa ditulis dengan cetak biasa, yang masih berfluktuasi

dalam ujaran Echa dicetak dengan huruf miring dan yang belum diucapkan

ditempatkan dalam kurung. Adapun bagan konsonan usia tiga tahun yaitu sebagai

berikut:

Tabel 3. Fonem Konsonan Usia Tiga Tahun


Titik/Cara Alveo-
Bilabial Labiodental Alveolar Velar Glottal
Artikulasi Palatal
Hambat p t k ?
b d g
Frikatif f s (x) h
(z)
Afrikat (ĉ)
(ĵ)
Nasal m n ń ŋ
Getar (r)
Lateral l
Semi vokal w y
(Dardjowidjojo, 2000: 105).

b) Aturan Fonologi Usia Tiga Tahun

Dardjowidjojo (2000: 105-107) menjelaskan bahwa dari substitusi-substitusi

yang dilakukan Echa antara usia 2;0 sampai 3;0 tahun dapat dibuat suatu aturan

fonologis yang tampaknya berlaku untuk anak Indonesia, dan mungkin anak manapun.

Aturan ini merupakan aturan yang dibuat dari pemerolehan bahasa pada Echa sebagai

gambaran mengenai aturan fonologis pada Echa dan mungkin juga pada anak

Indonesia lainnya.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


32

Aturan I : Velar hambat berat pada awal suku menjadi laminoalveolar hambat

berat atau tidak berubah. Contohnya pada aturan ini terlihat pada kata

[garpu]. Kata [garpu] oleh Echa diucapkan [dalpu]. Begitu juga kata

[gorila] yang diucapkan [golila].

Aturan II : Labiodental frikatif ringan pada awal suku menjadi bilabial hambat

ringan atau tidak berubah pada awal suku. Contoh pada aturan ini

terlihat pada kata [flamiŋgo] yang diucapkan [pamiŋo] dan pada kata

[foto] yang diucapkan [poto] atau [foto] oleh Echa.

Aturan III : Dental frikatif ringan pada awal suku menjadi dental stop ringan, dental

stop ringan plus dental frikatif ringan, atau tidak berubah. Contohnya

aturan ini terlihat pada kata [sampah] yang diucapkan [tampah], begitu

juga kata [sambal] yang diucapkan [tambal].

Aturan IV : Dental frikatif berat menjadi laminoalveolar hambat berat. Contoh

aturan ini terlihat pada kata [zuzu], kata ini diucapkan Echa dengan

[dudu].

Aturan V : Alveopalatal nasal menjadi dental nasal atau tidak berubah. Contoh

kata pada aturan ini adalah [ńańi] yang diucapkan [nani].Contoh kata

yang lainyaitu [ńapu], kata ini oleh Echa diucapkan dengan [napu] dan

terkadang diucapkan [ńapu].

Aturan VI : Velar nasal pada awal suku kata menjadi dental nasal atau tidak

berubah. Contoh kata pada aturan ini yaitu [ŋumpətin] oleh Echa

diucapkan [numpətin], sedangkan kata [ŋəpɛl] diucapkan [ŋəpɛl] atau

[ŋəpɛl].

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


33

Aturan VII : Getar akan diucapkan menjadi lateral. Cotoh pada aturan ini yaitu

terlihat pada kata [ratu] yang diucapkan [latu]. Kata [pura-pura] yang

memiliki bunyi getar [r] juga diucapkan menjadi lateral [l] yaitu [pula-

pula].

Aturan VIII : Gugus C1 C2 - menjadi C2 -. Contoh pada aturan ini yaitu pada kata

[prↄsↄtan] dan kata [putri]. Kata [prↄsↄtan] diucapkan [pↄsↄtan]

sedangkan kata [putri] diucapkan [puti].

c) Pemerolehan Fonologi Usia Lima Tahun

Dardjowidjojo (2000:114-115) menjelaskan bahwa hampir semua bunyi B1

telah dikuasai oleh anak menjelang usia lima tahun. Hanya ada beberapa bunyi masih

“bandel”, terutama bunyi [r]. Di samping itu ada pula bunyi [š], [ń], dan [x] yang

masih berfluktuasi. Sampai dengan umur 4;6 bunyi [r] pada anak sering terdengar [l],

tetapi sejak itu lidah anak sudah mulai lepas dari titik alveolar, meskipun belum

terdengar dengan jelas adanya getaran berulang. Bunyi lain yakni [š], yang belum

muncul pada anak mungkin disebabkan oleh jarangnya bunyi ini dalam bahasa

Indonesia (Dardjowidjojo, 2000:114). Bunyi [ń] pada anak umur 4;0 yang terkadang

masih beralternasi dengan [n] kini saat anak berumur 4;9 sudah mulai dipisahkan.

Kata punya dan nyanyi, misalnya sudah jelas diucapkan [puńa] dan [ńańi], tidak

beralternasi dengan [puna] dan [nani]. Dengan telah dikuasainya bunyi-bunyi tersebut,

maka pada umur 4;9 anak (Echa) telah menguasai fonem-fonem dalam bahasa

Indonesia. Inventori fonemik untuk vokal dan konsonan pada umur 5;0 dapat dilihat

pada bagan berikut :

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


34

Bagan 2. Fonem Vokal Usia Lima Tahun

tinggi i u

mid e ə o

bawah ɛ a ↄ

(Dardjowidjojo, 2000:115)

Dari bagan di atas tampak bahwa pada usia lima tahun anak (Echa) telah

menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia. Variasi alofonik untuk masing-

masing sudah mulai terdengar. Adapun fonem konsonan yang telah dikuasai anak

pada usia 5;0 dapat dilihat pada bagan berikut :

Tabel 4. Fonem Konsonan Usia Lima Tahun

Titik/cara Alveo-
Bilabial Labiodental Alveolar Velar Glotal
Artikulasi Palatal
Hambat p t k ?
b d g
Frikatif f s š x h
z
Afrikat č
ĵ
Nasal m n ń ŋ
Lateral l
Getar r
Semi vokal w y
(Dardjowidjojo, 2000:115)

C. Pendidikan Prasekolah

Pendidikan prasekolah merupakan dasar bagi perkembangans ikap,

pengetahuan, daya cipta, dan penyesuaiannya dengan lingkungan sosial. Menurut

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal

12 Ayat (2), pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk

mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasi pendidikan

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


35

dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini

mungkin dan seumur hidup” (Patmonodewo, 2003:24). Dapat disimpulkan bahwa

pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang membantu pola pertumbuhan dan

perkembangan jasmani, kognitif, sosial, emosi anak didik di luar lingkungan keluarga

sebelum anak memasuki pendidikan dasar.

Salah satu pemenuhan hak pendidikan pada anak sejak dini yang dilakukan

oleh pemerintah dan masyarakat yaitu dengan diadakannya Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang

diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak

usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Pada usia ini

anak-anak masih sangat rentan. Apabila penanganannya tidak tepat justru dapat

merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD harus

memperhatikan tahap-tahap perkembangan anak. Jenjang pendidikan ini memberikan

fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak agar anak memiliki kesiapan baik secara

fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam rangka memasuki pendidikan lebih

lanjut (Latif, 2013:3).

Menurut Peraturan UU No. 20 Tahun 2003 tentang istem Pendidikan Nasional,

Bab 1, pasal 1, butir 14, yang menyatakan “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan

usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sementara itu, menurut kajian

rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraanya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan

sejak usia 0-8 tahun. Ruang lingkup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


36

sebagai berikut: (1) Infant (0-1 tahun), (2) Toddler (2-3 tahun), (3) Preschool

kindergarten children (3-6 tahun), dan (4) Early primary school (SD kelas awal) (6-8

tahun).

D. Pofil PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Diroosatul Uula Purbalingga

Pendirian PAUD Diroosatul Uula Purbalingga pada awalnya digagas oleh Ibu

Siti Aliminah, A. Ma. Pd. Beliau adalah seorang pencinta anak-anak. Ditinjau dari

pengalaman, beliau telah mendedikasikan dirinya sebagai guru TK (Taman Kanak-

Kanak) sejak tahun 1964. Berbekal ilmu dan pengalaman serta keinginan untuk

mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini, beliau mendirikan PAUD Diroosatul

Uula pada tahun 2006. Tujuan didirikannya PAUD Diroosatul Uula untuk

menghasilkan peserta didik yang cerdas, ceria, kreatif, aktif, dan berbudi pekerti luhur

serta membuahkan tenaga pendidikan yang memiliki keahlian tepat guna, berwawasan

luas dan professional dalam memberikan bimbingan terbaik bagi peserta didik (Anak

Usia Dini).

PAUD Diroosatul Uula, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bergerak

di bidang Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, selain memiliki tujuan untuk

membentuk anak yang cerdas, ceria dan berakhlak mulia juga ikut dalam

pengembangan kualitas Pendidian Anak Usia Dini di Lingkungan Pemerintahan

Purbalingga.

PAUD Diroosatul Uula terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas kecil dan kelas besar.

Kelas kecil terdiri dari anak yang berusia 2-4 tahun dengan jumlah siswa 8, sedangkan

kelas besar tersdiri dari 5 anak yang berusia 5-6 tahun.

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


37

E. Pola Pikir

Verhaar (2001:9) menyatakan bahwa linguistik sebagai ilmu bahasa memiliki

berbagai komponen atau bidang yang mendasari. Bidang yang mendasari pada

struktur bunyi adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Berkaitan dengan

ujaran anak yang digunakan dalam berkomunikasi, peneliti melakukan penelitian

tentang bahasa yang digunakan anak pada usia 3 dan 5 tahun. Penelitian tersebut,

yaitu bagaimana penguasaan fonologi dan semantik. Pada pemerolehan bahasa anak

dapat dianalisis melalui psikolinguistik perkembangan yang di dalamnya membahas

mengenai pemerolehan bahasa anak beserta tahapan-tahapannya. Dari penjelasan

tersebut untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada bagan kerangka pikir berikut:

Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018


38

Bagan 3. Kerangka Pikir


Pemerolehan Bahasa pada Anak

Bahasa Psikologi
Psikolinguistik

Psikolinguistik Umum Psikolinguistik Perkembangan Psikolinguistik Terapan

Pemerolehan Bahasa

Bidang Fonologi Bidang Semantik

Usia 3 tahun Usai 5 Tahun Usia 3 Tahun Usia 5 Taun

Vokal Konsonan Diftong


Tahap hipotesis Hipotesis hubungan- Hipotesis
fitur semantik hubungan gramatikal Generalisai

38
Tuturan Bahasa Anak Pemerolehan Fonem Dan..., Yuli Agustin, FKIP UMP, 2018

Anda mungkin juga menyukai