Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL T.A.

2022/2023
FAKULTAS HUKUM
Nama : Annisa Nur Jasmine
NIM : A1011221258
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Hari, Tanggal : Kamis, 13-10-2022
Waktu : 4—10 Oktober 2022, 23.00 WIB
Semester/Kelas : 1/E
Prodi : Fakultas Hukum
Program : Reguler/Nonreguler/PPAPK
Dosen : Dedy Ari Asfar, M.A.
Tipe Tes : Kerjakan di Rumah/Take Home
PERTANYAAN
1. Menurut pendapat Saudara bagaimana strategi dalam penginternasionalan bahasa Indonesia
dan pelestarian bahasa daerah? (Bobot: 15 %)
• Menurut saya strategi dalam penginternasional bahasa Indonesia dan pelestarian Bahasa
daerah sudah cukup baik bagi Indonesia. Konsekuensi bahsa Indonesia menjadi bahasa
internasional itu adalah jumlah kosakata yang harus ditingkatkan melalui kosakata bahasa
daerah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Bahasa, Kemendikbud, saat ini
terdapat 14 bahasa daerah yang cukup baik (potensial) untuk menjadi penyumbang kosakata
bahasa Indonesia. Apabila dari setiap 14 bahasa daerah itu menyumbang 3.000 kosakata, paling
tidak akan menyumbang 42.000 kosakata dan ini tentunya bentuk percepatan upaya bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional.
2. Bacalah artikel ilmiah dengan topik di bawah ini (pilih salah satu) lalu gambarkan hasil
temuan dalam artikel itu dengan bahasa yang baik dan benar (Bobot:15 %)
j) Tindak Tutur dalam Persidangan
• Saya mengambil artikel yang berjudul Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur di
Pengadilan Negeri Banjarbaru oleh Nazwa Mufidah dari FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, bahwa kekuasaan yang bersumber dari
paksaan, penghargaan, jabatan, kepakaran, dan charisma dapat direpresentasikan melalui tindak
tutur dipengadilan. Representasi kekuasaan yang muncul dari tindak tutur hakim ialah kekuasaan
jabatan, kekuasaan paksaan, kekuasaan kepakaran, kekuasaan penghargaan, dan kekuasaan
kharisma. Representasi kekuasaan yang muncul dari tindak tutur jaksa ialah kekuasaan
jabatan, kekuasaan pengetahuan, dan kekuasaan paksaan. Representasi kekuasaan yang
muncul dari tindak tutur penasihat hukum ialah kekuasaan jabatan. Representasi
kekuasaan yang muncul dari tindak tutur saksi ialah kekuasaan jabatan, kekuasaan paksaan,
kekuasaan kepakaran, dan kekuasaan kharisma. Representasi kekuasaan yang muncul dari
tindak tutur terdakwa ialah kekuasaan jabatan, kekuasaan paksaan, kekuasaan kepakaran, dan
kekuasaan kharisma.

3. Apa rekomendasi-rekomendasi yang harus dilakukan berkenaan dengan topik artikel yang
Saudara baca agar hasil dari pembahasan artikel tersebut lebih bermanfaat kepada masyarakat?
(Bobot: 10 %)
• Rekomendasi-rekomendasi yang bermanfaat dari penelitian ini dapat diimplikasikan
untuk Pendidikan. Pendidikan ini dapat Penelitian ini dapat dimasukkan sebagai bahan
alternatif pembelajaranidi sekolah. Selain itu, peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya agar meneliti representasi kekuasaan dari aspek-aspek lain.Penelitian ini juga
dapat dijadikan sumbanganipemikiran untuk penelitian selanjutnya. Selain itu kepada peneliti
selanjutnya agar meneliti representasi kekuasan dari aspek-aspek lain. Penelitian ini juga dapat
dijadikan sumbangan pemikiran untuk peneliti selanjutnya.
4. Berdasarkan topik artikel yang Saudara pilih buatlah latar belakang/pendahuluan sebuah
penelitian yang berisikan (alasan memilih topik penelitian tersebut, permasalahan yang akan
diteliti, urgensi penelitian dan alasan mengapa harus topik tersebut yang diangkat,gambarkan
hasil riset terdahulu yang relevan/artikel-artikel yang telah dibaca, bandingkan penelitian yang
pernah ada dengan topik terkait, perumusan mengenai pertanyaan penelitian,dan harapan setelah
penelitian dilakukan) (Bobot: 60 %)
• JUDUL :
EPRESENTASI KEKUASAAN DALAM TINDAK TUTUR DI PENGADILAN NEGERI
BANJARBARU
PENDAHULUAN
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi bermasyarakat adalah tuturan. Manusia menggunakan
tuturan untuk menjelaskan segala sesuatu yang ingin diungkapkannya terhadap mitra tuturnya.
Hal tersebut berlaku sebaliknya pada mitra tutur yaitu dengan memberikan umpan balik terhadap
penuturnya. Gejala yang hampir serupa diperlihatkan pada peristiwa percakapan antara guru
dengan siswa di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Menurut penelitian para ahli wacana,
telah ditemukan 17 jenis tindakan guru di kelas, di antaranya tindak prawacana pemula (preface
starting act), tindak memberi informasi (information act), tindak panggilan (summons), tindak
pemancinga (elicitation act), tindak pemeriksaan (checking act), dan sebagainya, dan masing-
masing direalisasikan ke dalam tuturan yang berbeda. Jika dalam peristiwa komunikasi di kelas
ditemukan 17 jenis tindakan guru, bagaimanakah halnya dengan tindakan hakim di persidangan.
Peristiwa komunikasi yang dilatarbelakangi oleh latar sosial dan tujuan yang berbeda ada
kemungkinan terdapat perbedaan dalam tindak wacana. Penggunaan tuturan dalam interaksi
bermasyarakat membuat manusia memiliki ciri khas yang berbeda denganya makhluk lainnya.
Setiap bahasa memiliki fungsi sesuai kepentingannya. Jumadi (2013:69) menyebutkan bahwa
salah satu fungsi bahasa yang cukup menonjol adalah sebagai alat kekuasaan. Eriyanto (2011:12)
mengatakan kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang
disebut sebagai kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat
wacana. Eriyanto juga menyebutkan bahwa bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat
bermacam-macam. Kontrol tersebut dapat berkaitan dengan konteks, yang secara mudah dapat
dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya bisa
mendengar dan mengiyakan.Wacana sangatt berkaitan dengan penggunaan bahasa. Bourdieu
(dalam Haryatmoko, 2016:4) menyatakan bahwa bahasa biasa dipahami sebagai alat untuk
komunikasi. Namun bahasa bukan hanya berhenti diigunakan untuk komunikasi, bahasa juga
dipakai untuk melakukanya sesuatu, bahkan bahasa dilihat sebagai instrumenj kekuasaan karena
hubungan sosial pada dasarnya adalah hubungan dominasi. Penggunaanya bahasa di pengadilan
tentu berbeda dengan penggunaan bahasa di rumah maupun di pasar. Pada percakapan di rumah
maupun di pasar, penutur dan mitra tutur dapat bebas berbicara tanpa ada yang mengatur giliran
berbicara. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku dalam percakapan di pengadilan. Setiap peserta
yang terlibat dalam persidanganj tidak dapat bebas berbicara. Hal tersebut karena percakapan di
persidangan bersifat institusional. Giliran berbicara peserta persidangan diatur oleh seseorang
yang berwenang, yaitu hakim. Penggunaan bahasa di pengadilan sangat menarik untuk dikaji.
Hal tersebut karena bahasa dalam persidangan merupakani kegiatan tindak tutur dan kegiatan
berbahasag yang tidak terlepas dari latar belakang pengetahuan peserta persidangan, yaitu hakim,
jaksa, penasihat hukum, saksi, dan terdakwa. Adanya profesi khusus tersebut berimplikasi pada
penggunaan bahasa yang khas yang bertujuan untuk menunjukkan identitas mereka. Berdasarkan
alasan tersebut, peneliti tertarik mengadakan penelitian ini untuk mengetahui representasi
kekuasaan yang muncul dari tindak tutur peserta persidangan. Superstruktur wacana di
pengadilan akan memperlihatkan lima jenis tindak tutur yang dikemukakan Searle (dalam
Jumadi, 2013:72), yakni: (1) tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang digunakan penutur
untuk membuat mitra tutur melakukan suatu tindakan; (2) tindak tutur asertif ataui representatif,
merupakan tindak tutur untuk menyatakan kebenaran; (3) tindak tutur ekspresif, yaitu tindaki
tutur yang menyatakan sikap dan perasaan penutur terhadap keadaan; (4) tindak tuturi deklaratif,
merupakan tindak tutur yang jika diucapkanj akan mengubah keadaan; (5) tindak tutur komisif,
yaitu tindak tutur yang berisi janji. Penelitian seperti ini juga pernah diangkat sebagai topik
penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan Jumadi (2005)
berjudul Representasi Kekuasaan dalam Wacana Kelas. Kedua, penelitian Nur (2010) dengan
judul Representasi Kekuasaan dalam Wacanai Politik. Ketiga, penelitian Hatimah (2014)
berjudul Representasi Kekuasaan dalam Tuturan para Tokoh Film Rectoverso. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari objek penelitian. Penelitian ini
menitik beratkan kajian terhadap tuturan para partisipan dalam percakapan di pengadilan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh simpulan bahwa kekuasaan yang
bersumber dari paksaan, penghargaan, jabatan, kepakaran, dan kharisma dapat direpresentasikan
melalui tindak tutur di pengadilan. Representasi kekuasaan yang muncul dari tindak tutur hakim
ialah kekuasaan jabatan, kekuasaan paksaan, kekuasaan kepakaran, kekuasaan penghargaan, dan
kekuasaan kharisma. Representasi kekuasaan yang muncul dari tindak tutur jaksa ialah
kekuasaan jabatan, kekuasaan pengetahuan, dan kekuasaan paksaan. Representasi kekuasaan
yang muncul dari tindak tutur penasihat hukum ialah kekuasaan jabatan. Representasi kekuasaan
yang muncul dari tindak tutur saksi ialah kekuasaan jabatan, kekuasaan paksaan, kekuasaan
kepakaran, dan kekuasaan kharisma. Representasi kekuasaan yang muncul dari tindak tutur
terdakwa ialah kekuasaan jabatan, kekuasaan paksaan, kekuasaan kepakaran, dan kekuasaan
kharisma.

DAFTAR RUJUKAN
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKis.
Haryatmoko. 2016. Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis). Jakarta: Rajawali Press
Jumadi. 2013. Wacana, Kekuasaan, dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad. 2016. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-uzz Media

Anda mungkin juga menyukai