Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1 Hakekat Kemampuan

2.1.1 Pengertian Kemampuan

Mampu adalah cakap dalam menjalankan tugas, mampu dan cekatan. Kata

kemampuan sama artinya dengan kecekatan. Mampu atau kecekatan adalah

kepandaian dalam melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Spencer

and spencer ( Hamzah Uno 2010:62) mendefinisikan kemampuan sebagai

karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan

kinerja efektif dan superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. Pendapat lain

dikemukakan juga oleh Nurhasanah (2007:552) bahwa mampu artinya dapat

melakukan sesuatu. Sehubungan dengan hal tersebut Didik Tuminto (2007:423)

menyatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan.

Menurut Mohammad Zain dalam Milman Yusdi (2010:10 dalam online)

mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kita

berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati

(2001:34 dalam online) mendefinisikan kemampuan sebagai suatu dasar

seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara

efekif atau sangat berhasil. Sementara itu, Robbin (2007:57 dalam online)

kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas

dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan

(ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

(Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai

keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam tugas dalam suatu

pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. Kemampuan adalah ciri

khusus dari diri seseorang yang berupa kesanggupan untuk melakukan sesuatu

dengan keinginan sendiri.

(http://milmanyusdi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kemampuan.html)

2.1.2 Pengertian Menceritakan (Bercerita)

Menurut Nurgiyantoro (2012:399) bercerita adalah aktivitas berbahasa

yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa setelah menyimak.

Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarkan itulah kemudian manusia

belajar mengucapkan dan akhirnya mampu bercerita. Dalam kegiatan bercerita

diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi yang berupa tanda visual yang

dibutuhkan dalam bercerita. Menurut Nurgiyantoro (2012:406) tugas pragmatik

dan otentik yang lebih dari kebebasan siswa, disamping juga lebih mengungkap

kemampuan berbahasa dan pemahaman kandungan makna secara logis, adalah

meminta mereka untuk bercerita sesuai gambar yang disediakan. Jika tugas itu

meminta siswa menceritakannya secara tertulis, tugas ini menjadi tugas menulis.

Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan

berbicara siswa yang bersifat pragmatis. Agar dapat bercerita, paling tidak ada dua

hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara

bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur "apa" yang diceritakan.

Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan


bercerita siswa (Nurgiyantoro 2001:289 dalam onine). Bercerita adalah

kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan, kemampuan bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan

dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan kemampuan

bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan

berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan

ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Menurut Handayu (2001 dalam onine) dalam Mulyantini (2002:35 dalam

online), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya

menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan kemampuan bercerita,

seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai

perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan

kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Kemampuan

menceritakan tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran bercerita, karena

bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran bercerita. Sesuai

dengan kedudukan dan fungsinya, pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam

berbagai peristiwa maupun kebutuhan komunikasi, baik secara lisan maupun

tulisan serta mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Selain itu ada juga pemikiran ahli bahasa, Brewster, Rixon, Halliwel,

Pedderson dkk, dalam buku Teaching English To Young Leaners bahwa

kemampuan menceritakan bukanlah membacakan cerita tanpa melihat buku,


artinya tidak menghafal cerita dan menyampaikan secara sederhana, melainkan

harus mengetahui cerita tersebut secara baik sehingga saat diceritakan akan

terlihat seperti nyata dan pendengarnya dapat membayangkan cerita tersebut.

Menceritakan pada hakekatnya merupakan suatu proses berkomunikasi

sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ketempat lain.

Menceritakan merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-

faktor fisik yaiu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh

seperti kepala, tangan dan mimik wajah dimanfaatkan dalam bercerita. Bercerita

sebagai salah satu unsur kemampuan berbahasa sering dianggap sebagai suatu

kegiatan yang berdiri sendiri, hal ini dibuktikan dari kegiatan pengajaran bercerita

yang selama ini dilakukan. Dengan bercerita juga dapat menjalin hubungan akrab,

ada 3 manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menceritakan yaitu memberikan

hiburan, mengajarkan kebenaran dan memberikan keteladanan atau model.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan menceritakan yaitu suatu kecakapan yang dimiliki seseorang untuk

menyampaikan suatu cerita kepada orang lain dan mengharapkan orang yang

mendengarkan cerita tersebut dapat ikut merasakan apa yang terjadi oleh

pembicara tersebut.

2.1.3 Pengertian Kemampuan Menceritakan

Mafrukhi (2003:4) mengemukakan pembelajaran bercerita yang

dikembangkan di kelas adalah kegiatan bercerita dalam suasana resmi. Hal ini

dikarenakan kegiatan bercerita dalam suasana tidak resmi sudah terbiasa

dilakukan. Lebih lanjut Mafrukhi (2003) memberikan alternatif pembelajaran


keterampilan bercerita. Pembelajaran itu antara lain diskusi kelompok,

mengajukan pendapat, berpidato, menceritakan secara lisan, presentasi,

bertelepon, wawancara, menceritakan pengalaman di dalam kelas dan lainnya.

Dalam kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, bentuk kegiatan

bercerita yang dibelajarkan adalah memperkenalkan diri dan orang lain didalam

forum resmi, menceritakann berbagai pengalaman, mendiskusikan masalah,

memberikan tanggapan, menyampaikan informasi dari berbagai sumber dan

mendiskusikannya serta memberi kritik dan dukungan.

Bercerita adalah salah satu unsur kemampuan berbahasa sering dianggap

sebagai suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Hal ini dibuktikan dari kegiatan

pengajaran bercerita yang selama ini dilakukan. Dalam praktiknya, pengajaran

bercerita dilakukan dengan meminta siswa berdiri depan kelas untuk bercerita,

misalnya bercerita pengalaman/peristiwa atau berpidato. Siswa yang lain diminta

mendengarkan dan tidak mengganggu. Akibatnya pengajaran bercerita di sekolah-

sekolah itu kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa tertekan sebab

disamping siswa itu harus mempersiapkan sebuah judul untuk disusun menjadi

sebuah cerita, sering kali guru memberikan kritik yang berlebihan. Sementara itu,

siswa yang lain merasa kurang terikat pada kegiatan itu kecuali mereka mendapat

giliran.

Bercerita adalah kemampuan untuk menyampaikan gagasan, ide, cerita,

atau peristiwa-peristiwa yang telah dialami dan sebagai alat untuk dapat

mengetahui apakah pembicara mempersiapkan diri dengan baik dalam

menyampaikan bahan pembicaraan di depan orang banyak. Bercerita juga


diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata

untuk mengekspresikan atau menyampaikan gagasan dan pikiran. Sebagai bagian

dari kemampuan berbahasa yang aktif produktif, kemampuan bercerita menuntut

penguasaan terhadap beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa. Topik

pembicaraan juga sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan bercerita.

Topik pembicaraan dinilai baik apabila menarik bagi pembicara dan pendengar,

misalnya aktual dan relevan dengan kepentingan partisipan.

Kegiatan bercerita didukung dengan persiapan tertulis baik berupa

reverensi yang harus dibaca maupun konsep yang akan disampaikan. Pokok

pembicaraan itu ada baiknya dipersiapkan dalam bentuk tertulis, misalnya berupa

naskah lengkap. Dengan demikian, keterpaduan keempat keterampilan berbahasa

dalam pengajaran bercerita harus diwujudkan secara alami seperti halnya yang

terjadi di tengah masyarakat.

Mafrukhi (dalam Yuzlan Gobel 2012 : 2006) bahwa pengajaran bercerita

perlu memperhatikan dua faktor yang mendukung kearah tercapainya

pembicaraan yang efektif, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor

kebahasaan yang perlu diperhatikan adalah pelafalan bunyi bahasa, penggunaan

informasi, pemilihan kata dan ungkapan, penyusunan kalimat dan paragrap.

Sementara itu, faktor non kebahasaan yang mendukung keefektifan bercerita

adalah ketenangan dan kegairahan, keterbukaan, keintiman, isyarat nonverbal, dan

topik pembicaraan.

Henry Tarigan (2008:16), tujuan utama dari bercerita adalah untuk

berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan cerita secara efektif, maka sang


pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.

Sri Wahyuni dkk (2012:31), tujuan dari bercerita yaitu komunikasi. Pembicara

harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik

secara umum maupun perorangan. Berkaitan dengan standar kompetensi mata

pelajaran bahasa dan sastra Indonesia SD, pada keterampilan bercerita bertujuan

agar siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan

secara lisan (Depdiknas 2004:5).

Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan tujuan dari bercerita adalah

mengkomunikasikan apa yang ada dipikiran kita dengan orang lain dan siapa yang

menjadi pembicara harus pula memahami semua aspek untuk menyampaikan

ceritanya dengan baik, bercerita juga dapat melatih daya tangkap siswa, daya pikir

siswa, membantu perkembangan imajinasi siswa, dan melatih daya konsentrasi

siswa, dengan kegiatan bercerita dapat membantu siswa untuk mengoptimalkan

kemampuan siswa dalam bahasa.

2.2 Menceritakan Peristiwa Yang Dialami

Peristiwa adalah serangkaian pengalaman hidup yang konstan tak pernah

berubah. Setiap peristiwa akan menjadi kenangan bagi seseorang yang

mengalaminya. Menceritakan suatu peristiwa yang dialami adalah kegiatan

berbicara yang dilakukan untuk menceritakan kesan pembicara tentang suatu

peristiwa. Menceritakan merupakan proses dalam mengekspresikan atau

menyampaikan informasi melalui suara kepada orang lain.

Menceritakan peristiwa merupakan instrumen untuk mengungkapkan

kepada penyimak secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak
bahan pembicaraan yang sedang dibicarakan oleh pembicara. Sebelum

menceritakan peristiwa yang dialami kepada teman-teman, siswa hendaknya

membaca 2 sampai 3 kali konsep cerita yang akan diceritakannya agar dapat

menceritakan peristiwa dengan baik dan secara berurut sesuai dengan waktu

kejadiannya, dengan bercerita siswa dapat mengapresiasikan karya sastra.

Langkah-langkah untuk menceritakan peristiwa yang dialami menurut

Paramita Hiala (dalam online blogspot 2012) sebagai berikut :

1. Mengingat peristiwa atau kejadian yang pernah dialami.

2. Mencatat hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa yang dialami.

3. Mengembangkan satu cerita agar dapat menarik perhatian pendengar.

4. Menyampaikan cerita peristiwa yang dialami dengan menggunakan

ekpresi, intonasi dan gaya yang tidak monoton.

5. Menyampaikan kesan yang dirasakan saat peristiwa tersebut berlangsung

Peristiwa yang dialami seseorang merupakan suatu hal yang sangat

mengesankan dan tidak dapat terlupakan, baik itu peristiwa yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan. Dalam menceritakan peristiwa, harus lebih

teliti dalam memilih tema cerita yang menarik seperti cerita yang menyenangkan.

Ketika menceritakan peristiwa, dituntut untuk mengungkapkan perasaan hati saat

kejadian atau peristiwa tersebut berlangsung, harus bisa mengingat setiap kejadian

yang terjadi dalam peristiwa itu, setiap menceritakan peristiwa harus ada bagian

pembukaan atau kata pembuka, bagian isi atau isi cerita yang akan disampaikan

dan terakhir bagian penutup. Setelah semua persiapan telah selesai, maka cerita

peristiwa yang disusun akan diceritakan di depan kelas.


(http://paramitahilala.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-bagaimana-
menceritakan.html)

2.3 Bentuk-Bentuk Kemampuan Menceritakan

Dalam kegiatan belajar mengajar peranan kemampuan baik instrinsik

maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan kemampuan, pelajar dapat

mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara

ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Sardiman (2009:92-95)

mengatakan, ada beberapa bentuk cara untuk menumbuhkan kemampuan dalam

kegiatan belajar di sekolah, yaitu sebagai berikut :

a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak

siswa yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik.

b. Hadiah

Dapat juga dikatakan sebagai kemampuan, tetapi tidaklah selalu demikian

karena hadiah hanya untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi

seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan

c. Saingan/kompetisi

Dapat digunakan sebagai alat kemampuan untuk mendorong belajar siswa.

d. Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan

menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan

mempertaruhkan harga diri, sebagai salah satu bentuk kemampuan yang cukup

penting.

e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh

karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan suatu kemampuan.

f. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan akan

mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik

hasil belajar meningkat, maka ada kemampuan pada diri siswa untuk terus

belajar dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.

g. Pujian

Apabila ada siswa yang sukses dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik

perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk yang positif dan sekaligus

merupakan kemampuan yang baik.

h. Hukuman

Hukuman kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat kemampuan.

i. Hasrat untuk belajar

Berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar.

j. Minat

Kemampuan sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Kemampuan

muncul karena adanya kebutuhan begitu juga minat sehingga tepatlah kalau

minat merupakan alat kemampuan yang pokok.

k. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan menerima baik oleh siswa akan merupakan

alat kemampuan yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang
harus dicapai karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan maka akan

timbul gairah untuk terus belajar.

2.4 Teknik Bercerita

Bercerita menggambarkan secara kronologis suatu kejadian atau peristiwa,

baik berdasarkan urutan waktu maupun tempat. Bercerita merupakan narasi atau

cerita tentang peristiwa masa lampau yang telah dialami oleh tokoh tertentu yang

meninggalkan bekas dan pesan yang bermakna. Cerita dapat berisi tentang

pengalaman yang menggembirakan, mengharukan, menyenangkan, menyedihkan

dan sebagainya. Cerita juga dapat berwujud dongeng cerita binatang dan

sebagainya.

Teknik bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar

siswa SD dengan menambahkan cerita secara lisan. Cerita yang dibawakan guru

harus menarik dan mengundang perhatian siswa. Ada beberapa macam teknik

bercerita yang dapat digunakan antara lain, guru dapat membaca langsung dari

buku, menggunakan ilustrasi dari gambar, menggunakan papan flanel, bermain

peran dalam suatu cerita. Dalam pelaksanaan pembelajaran, teknik bercerita

dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau

menjelaskan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang

dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar siswa.

Menurut Naswar widji (dalam blog 2010) manfaat teknik bercerita yaitu :

1. Melatih daya serap siswa, artinya siswa dapat dirangsang untuk mampu

memahami isi atau ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.


2. Melatih daya pikir siswa. Untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari

hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan sebab-akibat.

3. Melatih daya konsentrasi siswa, untuk memusatkan perhatiannya kepada

keseluruhan cerita karena dengan pemusatan perhatian tersebut anak dapat

melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap ide pokok dalam

cerita.

4. Mengembangkan daya imajinasi siswa.

5. Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana

yang akrab sesuai dengan tahap perkembangan siswa.

Ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat digunakan antara lain,

guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari gambar,

menggunakan papan flanel, bermain peran dalam suatu cerita.

Adapun teknik bercerita yang dapat digunakan adalah:

1) Membaca langsung dari buku cerita

Teknik bercerita dengan membaca langsung sangat bagus, bila guru

mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk membacakan kepada anak

SD. Ukuran kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan pada

pesan-pesan yang disampaikan dapat ditangkap oleh anak.

2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Bila cerita yang disampaikan pada siswa terlalu panjang dan terinci

dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku yang dapat menarik

perhatian siswa, maka teknik bercerita itu akan berfungsi dengan baik.

Penggunaan ilustrasi gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk


memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian

anak pada jalan ceritanya.

3) Menceritakan dongeng

Cerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama,

mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu

generasi kegenerasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk

menyampaikan pesan-pesan kebajikan kepada siswa.

4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel

Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi kain flanel yang

berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh yang mewakili

perwatakan dalam cerita.

5) Dramatisasi suatu cerita

Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu

cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat universal.

(dalam online http://naswarwidji.blogspot.com/2010makalah-kemampuan-

siswa-SD)

2.5 Rancangan Bercerita Bagi Siswa

Rancangan kegiatan bercerita, dibicarakan rancangan persiapan guru,

rancangan pelaksanaan kegiatan, dan rancangan penilaian.

1. Rancangan persiapan pengajaran dengan metode bercerita

Persiapan yang dilakukan untuk merancang kegiatan bercerita ada tiga,

yaitu menetapkan tujuan atau tema yang dipilih, menetapkan rancangan bentuk
bercerita yang dipilih, menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan

bercerita.

a. Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih

Langkah pertama yang dilakukan dalam menetapkan tujuan dan tema

sebagaimana yang telah dikemukakan tujuan penggunaan metode bercerita

terutama dalam rangka memberi pengalaman belajar melalui cerita guru

untuk mencapai tujun pengajaran. Tujuan pengajaran melalui bercerita ada

dua macam, yakni memberi informasi atau menanam nilai-nilai sosial,

moral atau keagamaan. Misalnya, kita menetapkan tujuan pengarang itu,

harus dikaitkan dengan tema yang dipilih. Tema itu harus ada kedekatan

hubungan dengan kehidupan siswa didalam keluarga, sekolah atau diluar

sekolah.

b. Menetapkan rancangan untuk bercerita yang dipilih

Yakni pekat dan tanggap terhadap penderitaan orang lain, suka menolong

dan cinta terhadap orang lain dengan tema. Bencana banjir, langkah

selanjutnya memilih salah satu diantara bentuk-bentuk bercerita antara

lain: bercerita tentang banjir dengan menggunakan ilustrasi gambar,

membaca cerita dengan rencana banjir dengan menggunakan ilustrasi

gambar.

c. Menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan bercerita

Sesuai dengan bentuk cerita yang akan dituturkan, ada dua macam bentuk

yang dipilih yaitu, bercerita menggunakan ilustrasi gambar dan bercerita

dengan menggunakan buku atau majalah. Misalnya ilustrasi rumah


penduduk yang terkena banjir, orang tua dan anak-anak tinggal ditenda-

tenda, karena sekolah mereka yang terendam banjir.

d. Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita

Sesuai dengan tema, maka ditetapkan enam langkah sebagai berikut:

- Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada

siswa. Tujuan bercerita sebagaimana telah ditetapkan adalah untuk

menanamkan dan tanggap terhadap penderitaan orang lain. Tema yang

dipilih yaitu bencana alam.

- Mengatur tempat duduk siswa, kemudian mengatur bahan dan alat yang

diperlukan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan cerita yang dipilih.

- Merupakan pembukaan kegiatan bercerita, guru menggali pengalaman-

pengalaman siswa dalam kaitannya dengan peristiwa banjir agar siswa

dapat melihat relevansinya dengan ilustrasi.

- Merupakan pengembangan cerita yang dituturkan guru. Guru menyajikan

fakta-fakta di sekitar kehidupan siswa tentang bencana banjir yang

melanda beberapa daerah melalui gambar.

- Bila guru menyajikan langkah ketiga dan keempat dengan lancar, maka

guru menetapkan cara-cara bercerita yang dapat mengantarkan perasaan

siswa dengan cara memberikan gambaran siswa yang bernasib baik yang

terhindar dari bencana banjir.

- Merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan menggunakan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita dalam gambar dan

apa yang dapat kita lakukan untuk membantu para korban banjir.
(dalam onlinehttp://persiapan/pengajaranbahasa/sekolahdasar.Blogspot.com/2010)

2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan metode bermain peran

sudah banyak dilakukan salah satunya oleh Moh. Qomarudin, NPM 0441007,

seorang mahasiswa prodi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia IKIP PGRI

semarang Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni Program Studi Pendidikan

Bahasa Dan Sastra Indonesia dengan judul Peningkatan kemampuan berbicara

melalui teknik bermain peran pada siswa kelas V MI Negeri Kudus tahun ajaran

2007/2008. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pada peningkatan kemampuan

berbicara dari kegiatan pre tes siklus I dan siklus II. Skor rata-rata yang diperoleh

pada kegiatan pre tes sebesar 63,875 dengan rincian bahwa nilai antara 60-69 ada

31 siswa (77,5 %) dan termasuk kategori kurang. Siswa yang memperoleh nilai

70-79 ada 9 siswa (22,5 %) termasuk kategori cukup. Adapun yang kategori baik

dengan nilai 80-89 dan kategori amat baik dengan nilai 90-100 belum dicapai

satu siswapun.

Setelah diadakan tindakan siklus I keadaan tersebut meningkat nilai rata-

rata menjadi 67,875 berkategori kurang dengan rincian siswa yang meraih

kategori kurang 60-69 diperoleh 21 siswa (52,5 %) sedang kategori cukup dengan

skor nilai 70-79 dicapai 16 siswa (40%) dan kategori baik dengan skor 80-89

dicapai 3 siswa (7,5%). Dilanjutkan dengan siklus II dari hasil tindakan diperoleh

peningkatan yakni nilai rata-rata siswa mencapai 75.5, dengan rincian siswa yang

memperoleh nilai antara 60-69 ada 6 siswa 12,5% dan termasuk kategori kurang.

Siswa yang memperoleh nilai 70-79 ada 17 siswa 42,5% kategori cukup, siswa
yang memperoleh nilai 80-89 ada 11 siswa 27,5% kategori baik dan siswa yang

memperoleh nilai 90-100 ada 7 siswa 17,5% kategori amat baik. Dari tindakan

siklus II 35 siswa dinyatakan tuntas. Hasil penelitian membuktikan bahwa

tindakan penerapan metode teknik bermain peran dapat diandalkan sebagai

metode pembelajaran untuk meningkatkan kemmpuan berbicara pada siswa kelas

V MI Negeri Kudus dengan sesuai standar kompetensi belajar minimum yang

telah ditentukan oleh sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini perlu dilakukan. Perbedaan

penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini yaitu jika

dalam penelitian di atas menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan

kemampuan belajar siswa dalam bercerita dengan baik. Kalau penelitian yang

dilakukan oleh peneliti tidak menggunakan metode pembelajaran, karena peneliti

hanya mengamati proses pembelajaran siswa di dalam kelas yang dilakukan oleh

guru kelas itu sendiri. Yang diamati oleh peneliti adalah bagaimana kemampuan

menceritakan peristiwa yang dialami siswa di kelas III SDN I Suwawa Kabupaten

Bone Bolango. Hasil dari penelitian ini cukup berhasil karena guru menggunakan

strategi dalam proses pembelajaran sehingga siswa bisa memahami apa yang

diberikan guru dan tanggap dalam menyusun suatu cerita dan menceritakannya di

depan kelas.

Anda mungkin juga menyukai