Anda di halaman 1dari 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penguasaan Kosakata Siswa Sekolah Dasar


Bahan ajar bahasa Indonesia yang di berikan kepada siswa sesuai
dengan ilmu pengajaran dan tingkat pendidikan siswa. Salah satu bahan ajar
bahasa Indonesia adalah kosakata. Penambahan kosakata seseorang baik dari
proses pembelajaran bahasa maupun pengembangan kemampuan berbahasa
seseorang sangatlah penting (Alexander, 2013). Kosakata itu penting karena
(1) pemahaman seseorang bertambah ketika mengetahui arti sebuah kata, (2)
kata-kata adalah alat komunikasi. Menguasai kosakata dapat meningkatkan
keterampilan berbahasa baik itu menyimak, berbicara, membaca, maupun
menulis, dan (3) ketika pemelajar meningkatkan kosakata mereka,
kemampuan akademik dan kepercayaan diri serta kompetensinya meningkat
juga (Alexander, 2013).
Kosakata merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah yang menempati peran sangat penting sebagai dasar
siswa untuk menguasai materi mata pelajaran bahasa Indonesia dan
penguasaan mata pelajaran lainnya (Kasno, 2004 dalam Pramesta, 2015).
Penguasaan kosakata memengaruhi cara berpikir dan kreativitas siswa dalam
proses pembelajaran bahasa sehingga penguasaan kosakata dapat menentukan
kualitas seorang siswa dalam berbahasa (Kasno, 2004 dalam Pramesti, 2015).
Kualitas dan kuantitas kosakata yang dimiliki dapat membantu siswa dalam
menyerap berbagai informasi yang disampaikan para pengajar atau dari
berbagai sumber belajar lainnya. Penguasaan kosakata yang baik sangat
memengaruhi kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun
tulisan. Perbendaharaan kata yang cukup memudahkan siswa
mengungkapkan segala pendapat, gagasan, pikiran, dan perasaan kepada
orang lain yang tampak dalam empat kompetensi berbahasa, yakni membaca,
menyimak, berbicara, dan menulis.
Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung pada
kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata
yang dimiliki, semakin besar pula kemungkinan kita terampil berbahasa. Hal
ini berarti bahwa penguasaan kosakata seseorang menentukan kualitas
berbahasa orang tersebut. Hal ini berarti bahwa penguasaan kosakata
seseorang menentukan kualitas berbahasa orang tersebut. Tanpa memiliki
penguasaan kosakata yang memadai maka sangat sulit bagi orang tersebut
untuk mengadakan interaksi yang baik.
Standar penguasaan kosakata untuk tingkat SD beragam. Jumlah
kosakata SD  9.000 kata dalam “Pengajaran Bahasa dan Pendekatan
Pragmatik” (Nababan, 1998). Dalam kurikulum untuk sekolah dasar 1994
disebutkan bahwa penguasaan kosakata untuk lulusan SD adalah 3.500 kata
(Depdikbud, 1994 dalam Gafari, 2001). Pada kurikulum berbasis kompetensi
dinyatakan bahwa penguasaan kosakata untuk lulusan SD adalah 9.000 kata
(Depdiknas, 2000 dalam Gafari, 2001). Berdasarkan kurikulum 2004,
dinyatakan bahwa standar penguasaan kosakata untuk setiap tingat berbeda
karena standar penguasaan 500-1.500 kosakata (vocabulary) termasuk
kategori pembaca tingkat pemula dengan jenjangpendidikan sekolah dasar
(SD) sampai dengan sekolah menengah pertama/SMP (Departemen
Pendidikan Nasional, 2003)

2.2. Kosakata Siswa Sekolah Dasar


Kosakata peserta didik sangat mempengaruhi kemampuan
berbahasa anak, karena kosakata memiliki kedudukan yang paling penting
dalam melakukan komunikasi dan hubungan dalam masyarakat di kehidupan
sehari-hari. Kosakata peserta didik dapat dimaknai sebagai salah satu bagian
dalam proses perkembangan fragmatik. Perkembangan fragmatik merupakan
fase yang dialami anak untuk menggunakan bahasa yang sesungguhnya
dalam bentuk nyata. Pada usia 5-6 tahun, anak-anak telah memiliki
kemampuan untuk membuat cerita untuk mengungkapkan apa yang
dipikirkannya. Cerita yang dihasilkan terinsipirasi dari keadaan di lingkungan
sekitarnya, seperti pada lingkungan sekolah dan keluarga yang erat dengan
kehidupan sehari-hari dan tempat tinggal mereka. Pada usia ini, anak telah
mampu menggunakan kata konjungsi dengan baik, seperti: lalu, dan, serta
kata depan: di, ke dan dari.
Anak yang telah memasuki usia tujuh tahun cerita yang
disampaikan anak terkesan lebih teratur dibandingkan dengan kemampuan
diusia sebelumnya. Mereka telah mampu untuk menyampaikan cerita
berdasarkan masalah yang dihadapi dan merencanakan solusi dari masalah
tersebut. Ketika usia delapan tahun, mereka menggunakan kalimat pembuka
dan kalimat penutup pada cerita yang mereka sampaikan dengan
menggunakan satu atau dua kata, seperti “Pada suatu ....” dan “Akhirnya ....”
diakhir cerita.
Menurut teori perkembangan bahasa anak, M. Schaerlaekens
(1977), karakteristik utama anak di tingkat sekolah dasar khususnya pada
kelas rendah ialah anak-anak akan menunjukkan peningkatan dalam kosakata
yang dimiliki, dapat menyusun dan menyampaikan kalimat secra lengkap dan
mudah dimengerti, dan menguasai tingkat-tingkat kemampuan berbahasa
secara kompleks serta dapat memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Hurlock
(2009: 153) anak-anak yang berada di rentan usia sekolah dasar (6-13 tahun)
harus menguasai dua jenis kosakata yang berlaku, yaitu kosakata umum dan
kosakata khusus. Pertama, kosakata umum dikuasai untuk mengetahui kata-
kata yang telah dikenal secara luas oleh masyarakat dalam menjalani
kehidupan sosial. Kosakata umum terdiri atas kata kerja, kata benda, kata
sifat, kata keterangan, dan kata ganti orang. Sedangkan untuk
mengungkapkan tentang waktu, warna, uang dan sebagainya, diperlukan
penguasan jenis-jenis kosakata khusus.

2.3. Pengaruh Media Permainan Dalam Pembelajaran


"Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang diberi akal
untuk digunakan bermalar. Dengan alat nalar pemberian Tuhan inilah, walau
Tuhan yang Mahatahu tidak pernah memberi tahu secara langsung. manusia
harus berusaha sendiri melalui pengalaman. Kemampuan mencari tahu dari
pengalaman inilah yang menjadi pembeda utama manusia dan hewan,
sehingga manusia dapat memilih banyak pilihan tindakan yang harus
diambilnya. Kemampuan pengambil keputusan adalah kearifan manusia
memilih, Dikatakan dalam Qs al Baqarah (2 42). "Dan janganlah kamu
baurkan yang hak dan yang batil dan jangan kamu sembunyikan yang hak
itu." (Andi Hakim Nasution)
Pembentukan pribadi manusia menurut Peter L. Berger, pada
hakikatnya adalah manusia memproduksi dirinya sendiri melalui pe ngalaman
dalam realitas sosial. Permainan sebagai media pembelajaran melibatkan
siswa dalam proses pengalaman dan sekaligus menghayati tantangan,
mendapat inspirasi, terdorong untuk kreatif, dan berinteraksi dalam kegiatan
dengan sesama siswa dalam melakukan permainan ini. Setiap siswa walau
melakukan kegiatan yang sama dengan teman- temannya, tetapi proses
pengalaman batin dalam mengembangkan potensinya sendiri mungkin
berbeda-beda.
Kalau mereka bertukar pengalaman, mempertahankan pendapatnya
masing-masing mungkin timbul perdebatan yang hebat. Akan tetapi mereka
belajar bijaksana menggabungkan atau merumuskan kesimpulan yang lebih
mendekati kebenaran. Perilaku di dalam permainan, proses batin yang
dirasakan masing-masing dan ekspresi dalam bentuk kata dan perilaku akan
menjadi bahan pengamatan para pelakunya serta untuk memahami proses
pengembangan potensi dirinya, atau menimbulkan kesadaran akan kebenaran
atau keseluruhan sebagai bahan pembentukan kepribadian yang lebih
bermutu.
Jadi, permainan adalah fakta yang dianalisis untuk memahami
proses perilaku dalam permainan; pilihan keputusan masing-masing dalam
bertindak atau berkata menjadi kesimpulan sebagai pembelajaran
memproduksi diri sendiri. Menurut psikolog Kurt D. Lewin, orang belajar
dari pengalaman menurut struktur sebagai berikut:
Daur Belajar dari Pengalaman Berstruktur
Metode pembelajaran adalah DAUR BELAJAR DARI
PENGALAMAN. Suatu proses belajar bertahap dimulai dengan
MELAKUKAN, MENGUNGKAPKAN, MENGANALISIS,
MENYIMPULKAN.
Tahap MELAKUKAN adalah tahap melaksanakan tugas dalam
ben- tuk permainan kelompok, pekerjaan individu, simulasi atau tes. Para
peserta didorong untuk melakukan pelaksanaan acara dengan sepenuh potensi
dirinya, potensi fisik, akal/pikiran, emosi/nurani. Secara motorik, hal itu
melibatkan emosi dan menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Selain keterlibatan dirinya, ia juga berinteraksi dengan pe- serta lain dan
menimbulkan "pengalaman Permainan itu dilakukan sehingga secara
emosional mereka terhanyut dalam melakukan per- mainan tersebut.
Tahap MENGUTARAKAN adalah tahap mensistematiskan
pengalaman secara runtut dan logis. Inilah peristiwa pengalaman ilmiah:
peristiwa yang menyangkut dirinya atau teman sepengalaman. Pengalaman
yang diungkap berupa pengalaman fisik, pengalaman kejiwaan dan emosi.
Dengan pengungkapan ini diharapkan teridentifikasi kekuatan dan kelemahan
diri atau proses pengenalan diri.
Tahap MENGANALISIS adalah tahap menilai hubungan antar-
pengalaman, antara perilaku dan nilai-nilai acuan, antara emosi dan rasio dan
hubungan antarpribadi peserta. Proses analisis dapat dilaksanakan sebagai
presentasi pribadi atau diskusi kelompok. Analisis ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan "Mengapa terjadi seperti itu?" atau Mengapa saya
begini, sedangkan kamu begitu?"
Tahap KESIMPULAN adalah tahapan "Pengalaman AHA: Sesung-
guhnya secara alamiah, pribadi yang belajar selalu akan sampai pada
"Pengalaman AHA" yang lebih besar bila terjadi melalui diskusi, renungan
atau refleksi, sampai pada menyadari bahwa dirinya punya kelemahan, punya
kekuatan, berhasrat untuk meraih hasil, mempunyai dorongan untuk
melakukan perubahan atau membangun citra baru, integritas diri dan
performance organisasi. Aha atau oh, adalah ungkapan "memahami mengapa
sesuatu terjadi begitu atau kesimpulannya yang lain. Tiap tahapan berputar
dan berulang dalam daur belajar pengalaman berstruktur. (Sumber: Belajar
dari Pengalaman).

Anda mungkin juga menyukai