Chapter 2
Teaching the Language Arts : Traditional and Nontraditional Approaches
Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembina Mata Kuliah
DR. MOH. ILYAS, M.Pd
Oleh :
KELOMPOK 2
HERLINA
SAMSUL ADIANTO
SUNARSIH
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA S2 KEPENDIDIKAN
KONSENTRASI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Teaching the Language Arts : Traditional and Nontraditional
Approaches tanpa halangan dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen kami Dr. Moh. Ilyas, M.Pd yang telah membantu dalam penyusunan
dan penulisan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Kami sadar makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kami berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sendiri dan seluruh
pembaca pada umumnya.
Bab ini membahas tentang seni mengajar bahasa yakni dengan melakukan
pendekatan traditional dan non-traditional. Seni bahasa itu sendiri terdiri dari
berpikir, mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Meskipun pemikiran sering
dianggap sebagai seni bahasa kelima, itu benar-benar berfungsi sebagai dasar untuk
menjalin bersama ke empat lainnya.
Dalam mengajar bahasa untuk anak-anak, guru dapat menggunakan
pendekatan tradisional atau model non-tradisional. Dalam pendekatan nontradisional, juga disebut pendekatan Whole Language.
B. Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka di buat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Seni bahasa yang terdiri dari berpikir, berbicara, mendengar, membaca
dan menulis (pendekatan tradisional).
2. Pendekatan non-tradisional yang juga disebut pendekatan whole language.
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka makalah ini
bertujuan :
1. Menjelaskan seni bahasa yang terdiri dari berpikir, mendengar, berbicara,
membaca dan menulis (pendekatan tradisional).
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Tradisional
1.
Berpikir
Proses Berfikir adalah kecakapan menggunakan akal dan menjalankan proses
Berbicara
Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya
yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk
menciptakan dan memformulasikan ide baru. Pentingnya penguasaan keterampilan
berbicara untuk peserta didik Sekolah Dasar juga dinyatakan oleh Farris (Supriyadi,
2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai peserta didik
agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan
menyimak.
Kemampuan
berpikir
mereka
akan
terlatih
ketika
mereka
pesan yang diterima oleh pendenganr tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
pembicara. Oleh karena itu, ada tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan
berbicara antar lain : 1. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan
faktor yang berasal dari luar partisipan. 2. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan
faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian
tubuh, dan 3. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya
dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.
3.
Mendengar
Kegiatan menyimak atau mendengarkan oleh Tompkins dan Hoskisson (dalam
dinyatakan demikian karena pelajar yang tampak dengan serius menyimak belum
tentu memahami isi simakan. Sementara itu, pelajar yang menyimak sambil
melakukan aktivitas lain, misalnya membaca, ternyata ketika diberi pertanyaan
mampu menanggapi secara tepat. Sebab itulah bagi Tompkins dan Hoskisson,
listening is more than just hearning. Dinyatakan demikian, karena hearning
mendengarkan sebenarnya hanya merupakan bagian dari menyimak. Dalam
percakapan sehari-hari , kita mendengar, mendengarkan, dan menyimak sering kita
gunakan. Mendengarkan setingkat lebih tinggi tarafnya dari mendengar. Bila dalam
peristiwa mendengar belum ada faktor kesengajaan, maka dalam peristiwa
mendengarkan faktor kesengajaan sudah ada. Di antara ketiga kegiatan, mendengar,
mendengarkan, dan menyimak, taraf tertinggi diduduki adalah kegiatan menyimak.
Dalam peristiwa menyimak sudah ada faktor kesengajaan. Faktor pemahaman
merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa menyimak. Bahkan lebih dari itu,
faktor perhatian dan penilaian pun selalu terdapat dalam peristiwa menyimak.
Menyimak, sebagai salah satu ketrampilan berbahasa, tidak kalah pentingnya
dengan berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis harus disajikan secara terpadu dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa di
SD. Peristiwa menyimak diawali dengan mendengarkan bunyi bahasa secara
langsung atau melalui rekaman radio, telepon atau televisi. Bunyi bahasa yang
ditangkap oleh telinga kita diidentifikasi menjadi suku kata, kata, frase, klausa,
kalimat dan wacana. Secara sederhana dapat dikatakan, menyimak
atau
4. Membaca
Pada hakikatnya, tindakan membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca
sebagai proses dan membaca sebagai produk (Bums dan Roe, 1996:13, Syafiie
1993;42). Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas, baik yang bersifat mental
maupun fisik, sedang membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari
aktifitas dilakukan pada saat membaca.
Menurut Bums (1996:7-17) dan Syaifii (1993:42-45) proses membaca terdiri
atas delapan aspek yaitu:
1. Aspek sensori, yaitu kemampuan untuk memahami symbol-simbol tertulis
2. Aspek perseptual, yakni aspek kemampuan untuk menginterpretasi apa yang
dilihatnya sebagai symbol atau kata.
3. Aspek sekuensial, yakni kemampuan mengikuti pola-pola urutan, logika, dan
gramatikal teks.
4. Aspek asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara symbol dan
bunyi dan antara kata-kata dan yang dipresentasikan.
5. Aspek pengalaman, yakni aspek kemampuan menghubungkan kata-kata dengan
pengalaman yang telah dimiliki untuk memberikan makna.
6. Aspek berpikir, yakni kemampuan untuk membuat interferensi dan evaluasi dari
materi yang dipelajari.
7. Aspek belajar, yakni aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari
dan menghubungkannya dengan gagasan dan fakta yang baru dipelajari.
8. Aspek afektif, yakni aspek yang berkenan dengan minat pembaca.
a. Tujuan membaca
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD bertujuan meningkatkan kemampuan
siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Pengajaran bahasa
Indonesia di SD yang bertumpuh pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga
perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan pembelajaran membaca di SD
menjadi bagian penting dari pembelajaran bahasa Indonesia. Syafiie ( 999:2)
menyatakan
bahwa melalui pembelajaran membaca siswa diharapkan antara lain:
evaluative.
Pemahaman
kreatif
merupakan
kemampuan
untuk
mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan
standar pribadi dan standar professional. Penetapan tujuan membaca bagi siswa harus
memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Menggunakan pernyataan yang jelas dan tepat tentang apa yang harus diperhatikan
atau dicari oleh siswa ketika membaca.
2. Memberi gambaran yang mudah ditangkap oleh siswa tentang apa yang semestinya
mampu mereka lakukan setelah selesai membaca. Pembelajaran Membaca
Pemahaman (MP) dengan Strategi Aktivitas Membaca Berpikir Terbimbing (AMBT).
Upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran MP sebagai salah satu bentuk
pembelajaran membaca dan ketrampilan berbahasa di SD adalah menggunakan
strategi AMBT. Menurut Staufer dan Manso (dalam Eanes, 1997:127) strategi AMBT
merupakan strategi yang berguna untuk membimbing siswa berinteraksi dengan teks
yang berlandaskan pada pendekatan proses membaca. proses membaca tersebut
dimulai dengan tahap prabaca, saat baca, pascabaca. Sementara itu, menurut Stauffer
3.
membaca ulang prediksi awal yang dikemukakan pada tahap prabaca, bertanya-tanya
untuk merevisi/menguji prediksi awal, melakukan sharing hasil dalam diskusi kelas,
serta menjawab pertanyaan tingkat literal, inferensial, kritis, dan kreatif secara
individu.
4. Menulis
Pembelajaran menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui
proses atau tahapan-tahapan. Proses yang dilakukan dalam pembelajaran menulis di
SD disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kesulitan, serta jenis atau bentuk
tulisan yang dibinakan Dalam KTSP menyatakan bahwa siswa hendaknya mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis, dan memiliki
kegemaran menulis. Jenis pembelajaran menulis di kelas 6 SD berdasarkan KTSP
antara lain adalah menulis/menyusun naskah pidato.
Strategi Menulis Naska Pidato
Naskah pidato seperti juga naskah dialog, ditulis untuk ditampilkan.
Perbedaannya, naskha dialog ditampilkan oleh beberapa orang, sedangkan pidato
ditampilkan oleh seorang saja, selain itu, komunikasi dalam dialog dilakukan diantara
pemeran, sedangkan didalam pidato, komunikasi terjadi antara yang berpidato dengan
pendengar
Jenis-jenis Pidato
Berdasarkan tujuannya, pidato dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu: 1).
Pidato informasi. 2). Pidato persuasi. 3). Pidato aksi
1)
2)
3)
1)
Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk
siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau
buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang baik
sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Manfaat yang
didapat dari reading aloud, antara lain meningkatkan keterampilan menyimak,
memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang
tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.
2)
Jurnal Writing
Jurnal writing atau menulis jurnal adalah komponen yang dapat dengan
mudah diterapkan. Jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk
mengungkapkan perasaannya, meceritakan kejadian disekitarnya, membeberkan hasil
belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Manfaat yang dapat
diperoleh dari kegiatan menulis jurnal antara lain sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3)
oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku
atau materi yang akan dibacanya. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa
melalui kegiatan ini adalah :
a.
b.
c.
d.
Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang
cukup lama;
e.
f.
Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya
setelah kegiatan sustained silent reading berakhir.
4)
Shared Reading
Shared reading adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa
dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan
kegiatan ini, yaitu :
a.
b.
c.
Memberikan kesempatan
Siswa yang masih kurang
Guided Reading
Guided reading adalah kegiatan membaca dimana guru lebih berperan sebagai
model dalam membaca atau guru hanya sebagai pengamat atau fasilitator. Dalam
kegiatan ini semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru
Guided Writing
Guided writing adalah menulis terbimbing dimana peran guru adalah sebagai
fasilitator sehingga guru hanya membantu siswa menemukan apa yang ingin
ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Dan
dalam hal ini guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur.
7).
Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana
siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Dalam
independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya
sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi
tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respons.
8)
Independent Writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan
menulis,
meningkatkan
kebiasaan
menulis,
dan
meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk
menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam
proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing, antara lain
menulis jurnal, dan menulis respons.
2.
1)
2)
3)
Di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat
kemampuannya.
4)
5)
6)
7)
Di kelas whole language siswa mendapat balikan (feedback) positif dari guru
maupun temannya.
3. Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam kelas whole language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang
dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru
memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok
ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap cakap dengan temannya atau dengan
guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa
bermain selama waktu istirahat.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan traditional dalam mengajarkan bahasa itu meliputi berpikir,
mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara. Kelima seni ini saling berkaitan
antara satu sama lainnya, yang artinya saling mendukung dalam pembelajaran bahasa
bagi anak, khususnya di Sekolah Dasar. Adapun yag dimaksud dengan pendekatan
non-traditional adalah pendekatan whole language yang sejumlah para ahli
mengemukakan bahwasanya satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan
pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah - pisah (Edelsky, 1991; Froese, 1990;
Goodman, 1986; Weaver, 1992). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa
bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah- pisahkan (Rigg,
1991). Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa
seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi
nyata atau otentik.
DAFTAR PUSTAKA
Gathercok, Susan E. 2009. Memori Kerja dan Proses Belajar. Jakarta : PT INDEKS
Mulyati. 2010. Diagnosa Kesulitan Belajar. Semarang : IKIP PGRI PRESS
Mulyono, Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta :
PT Asdi Mahasatya
Orlich, D.C., Harder, R. J., Callahan, R.C., Kauchak. D.P., Pendergrass, R.A., Keogh,
A.J., & Gibson, H. (1990). Teaching strategies: A guide to better instruction
(3rd ed.). Lexington, MA: Heath.