Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Chapter 2
Teaching the Language Arts : Traditional and Nontraditional Approaches
Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembina Mata Kuliah
DR. MOH. ILYAS, M.Pd
Oleh :
KELOMPOK 2
HERLINA
SAMSUL ADIANTO
SUNARSIH

UNIVERSITAS
MULAWARMAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA S2 KEPENDIDIKAN
KONSENTRASI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Teaching the Language Arts : Traditional and Nontraditional
Approaches tanpa halangan dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen kami Dr. Moh. Ilyas, M.Pd yang telah membantu dalam penyusunan
dan penulisan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Kami sadar makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kami berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sendiri dan seluruh
pembaca pada umumnya.

Samarinda, April 2014


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bab ini membahas tentang seni mengajar bahasa yakni dengan melakukan
pendekatan traditional dan non-traditional. Seni bahasa itu sendiri terdiri dari
berpikir, mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Meskipun pemikiran sering
dianggap sebagai seni bahasa kelima, itu benar-benar berfungsi sebagai dasar untuk
menjalin bersama ke empat lainnya.
Dalam mengajar bahasa untuk anak-anak, guru dapat menggunakan
pendekatan tradisional atau model non-tradisional. Dalam pendekatan nontradisional, juga disebut pendekatan Whole Language.
B. Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka di buat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Seni bahasa yang terdiri dari berpikir, berbicara, mendengar, membaca
dan menulis (pendekatan tradisional).
2. Pendekatan non-tradisional yang juga disebut pendekatan whole language.
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka makalah ini
bertujuan :
1. Menjelaskan seni bahasa yang terdiri dari berpikir, mendengar, berbicara,
membaca dan menulis (pendekatan tradisional).
2.

Menjelaskan pendekatan non-tradisional yang juga disebut pendekatan


Whole Language.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Tradisional

1.

Berpikir
Proses Berfikir adalah kecakapan menggunakan akal dan menjalankan proses

pemikiran atau kemahiran berfikir. Seseorang yang memperoleh kemahiran berfikir


sanggup dan cakap dalam menyusun perbincangan, konsep atau ide secara teratur dan
dapat membuat kesimpulan atau keputusan yang tepat untuk tindakan yang terarah
dan sewajarnya. Berpikir adalah kombinasi dari pengetahuan, keterampilan atau
proses, dan tingkah laku (orlich, et al, 1990). Dengan demikian, berpikir dapat
diartikan sebagai dasar untuk menghubungkan struktur bahasa dengan senimendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Ketika membaca dengan anak,
orang tua harus meminta anak untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya,
hal ini nantinya akan membuat mereka berpikir atau menerka kejadian apa yang akan
terjadi selanjutnya, setelah membaca setengah atau sepertiga dari buku cerita atau
bacaan yang mereka baca. Setelah mereka selesai membaca, suruhlah mereka untuk
sejenak berfikir, barulah kemudian mereka menyimpulkan isi atau cerita yang telah
mereka baca dengan berbicara atau mengemukakan kesimpulan mereka dengan
menulis. Ini artinya proses berpikir merupakan salah satu proses penting dalam
mengajar bahasa pada siswa khususnya anak Sekolah Dasar.
2.

Berbicara
Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya

yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk
menciptakan dan memformulasikan ide baru. Pentingnya penguasaan keterampilan
berbicara untuk peserta didik Sekolah Dasar juga dinyatakan oleh Farris (Supriyadi,
2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai peserta didik
agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan
menyimak.

Kemampuan

berpikir

mereka

akan

terlatih

ketika

mereka

mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan, dan menyederhanakan


pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. Di dalam kelas berbicara

membutuhkan dorongan atau dukungan daripada tidak ada dukungan. Penelitian


membuktikan bahwa anak-anak tidak akan mendapat keuntungan dari membicarakan
tentang bahasa dan bagaimana seharusnya digunakan. Mereka harus lebih aktif
menggunakan bahasa untuk menguasainya 1990. Permainan bahasa merupakan
bagian dari anak-anak dan anak-anak memiliki banyak keuntungan untuk
mencobanya. Untuk contohnya Billy Joe berusia 6 tahun ia menggambarkan kekuatan
mobilnya yang berukuran sangat kecil didalam ransel, dia berkata saya yugoing.
Kamu tau apa yang saya maksud, seperti bapak yang sedang menjemput semua anak
seusai sekolah.
Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para peserta didik Sekolah Dasar
karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar
peserta didik di Sekolah Dasar. Keberhasilan belajar peserta didik dalam mengikuti
proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan
kemampuan berbicara mereka. Peserta didik yang tidak mampu berbicara dengan
baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
untuk semua mata pelajaran.
Seperti yang diungkapkan Galda (dalam Supriyadi, 2005: 178) keterampilan
berbicara di SD merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah, karena
dengan pembelajaran berbicara peserta didik dapat berkomunikasi di dalam maupun
di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya.
a. Faktor Penunjang dan Faktor Penghambat Keterampilan Berbicara
Dalam ketrampilan berbicara dalam proses pembelajaran memiliki faktor
penunjang yang mampu meningkatkan ketrampilan berbicara. Namun, memanglah
dipastikan akan mengalami kendala yang berarti dalam ketercapainnya. Berikut
faktor penunjang dan faktor penghambat dalam peningkatan ketrampilan berbicara
peserta didik sekolah dasar :
1)

Faktor Penunjang Ketrampilan Berbicara

Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam


usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga
audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada
audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang
keefektifan berbicara. Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar
kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan; a)
penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan
menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.
Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor kebahasaan
meliputi; a) ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang
sesuai, c) pilihan kata, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaringan suara, f)
kelancaran, g) relevansi dan penalaran, h) penguasaan topik.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor kebahasaan (linguistik) dan non
kebahasaan (non linguistik).
2)

Faktor Penghambat Ketrampilan Berbicara


Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan

pesan yang diterima oleh pendenganr tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
pembicara. Oleh karena itu, ada tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan
berbicara antar lain : 1. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan
faktor yang berasal dari luar partisipan. 2. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan
faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian
tubuh, dan 3. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya
dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.
3.

Mendengar
Kegiatan menyimak atau mendengarkan oleh Tompkins dan Hoskisson (dalam

Aminuddin, 1997:72) disebut sebagai most mysterious language process

dinyatakan demikian karena pelajar yang tampak dengan serius menyimak belum
tentu memahami isi simakan. Sementara itu, pelajar yang menyimak sambil
melakukan aktivitas lain, misalnya membaca, ternyata ketika diberi pertanyaan
mampu menanggapi secara tepat. Sebab itulah bagi Tompkins dan Hoskisson,
listening is more than just hearning. Dinyatakan demikian, karena hearning
mendengarkan sebenarnya hanya merupakan bagian dari menyimak. Dalam
percakapan sehari-hari , kita mendengar, mendengarkan, dan menyimak sering kita
gunakan. Mendengarkan setingkat lebih tinggi tarafnya dari mendengar. Bila dalam
peristiwa mendengar belum ada faktor kesengajaan, maka dalam peristiwa
mendengarkan faktor kesengajaan sudah ada. Di antara ketiga kegiatan, mendengar,
mendengarkan, dan menyimak, taraf tertinggi diduduki adalah kegiatan menyimak.
Dalam peristiwa menyimak sudah ada faktor kesengajaan. Faktor pemahaman
merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa menyimak. Bahkan lebih dari itu,
faktor perhatian dan penilaian pun selalu terdapat dalam peristiwa menyimak.
Menyimak, sebagai salah satu ketrampilan berbahasa, tidak kalah pentingnya
dengan berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis harus disajikan secara terpadu dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa di
SD. Peristiwa menyimak diawali dengan mendengarkan bunyi bahasa secara
langsung atau melalui rekaman radio, telepon atau televisi. Bunyi bahasa yang
ditangkap oleh telinga kita diidentifikasi menjadi suku kata, kata, frase, klausa,
kalimat dan wacana. Secara sederhana dapat dikatakan, menyimak

atau

mendengarkan merupakan proses memahami pesan yang disampaikan melalui lisan.

4. Membaca
Pada hakikatnya, tindakan membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca
sebagai proses dan membaca sebagai produk (Bums dan Roe, 1996:13, Syafiie

1993;42). Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas, baik yang bersifat mental
maupun fisik, sedang membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari
aktifitas dilakukan pada saat membaca.
Menurut Bums (1996:7-17) dan Syaifii (1993:42-45) proses membaca terdiri
atas delapan aspek yaitu:
1. Aspek sensori, yaitu kemampuan untuk memahami symbol-simbol tertulis
2. Aspek perseptual, yakni aspek kemampuan untuk menginterpretasi apa yang
dilihatnya sebagai symbol atau kata.
3. Aspek sekuensial, yakni kemampuan mengikuti pola-pola urutan, logika, dan
gramatikal teks.
4. Aspek asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara symbol dan
bunyi dan antara kata-kata dan yang dipresentasikan.
5. Aspek pengalaman, yakni aspek kemampuan menghubungkan kata-kata dengan
pengalaman yang telah dimiliki untuk memberikan makna.
6. Aspek berpikir, yakni kemampuan untuk membuat interferensi dan evaluasi dari
materi yang dipelajari.
7. Aspek belajar, yakni aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari
dan menghubungkannya dengan gagasan dan fakta yang baru dipelajari.
8. Aspek afektif, yakni aspek yang berkenan dengan minat pembaca.
a. Tujuan membaca
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD bertujuan meningkatkan kemampuan
siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Pengajaran bahasa
Indonesia di SD yang bertumpuh pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga
perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan pembelajaran membaca di SD
menjadi bagian penting dari pembelajaran bahasa Indonesia. Syafiie ( 999:2)
menyatakan
bahwa melalui pembelajaran membaca siswa diharapkan antara lain:

1) Memperoleh informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal


2) Mencari sumber, menyimpulkan, menyaring,dan menyerap informasi dari bacaan
3) Mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan
Aspek-aspek ketrampilan untuk memahami isi bacaan itu ada bermacam-macam
Bums dan Roe (1996:225), Rubin (19820; dan Syafiie (1993) menyebutkan empat
tingkatan atau katagori pemahaman membaca, yaitu: literal, inferensial, kritis, dan
kreatif. Pemahaman literal adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan
secara eksplisit dalam teks. Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami
informasi yang dinyatakan secara tidak langsung (tersirat) dalam teks. Memahami
teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimplikasikan oleh informasiinformasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman kritis merupakan
kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan
pemahaman

evaluative.

Pemahaman

kreatif

merupakan

kemampuan

untuk

mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan
standar pribadi dan standar professional. Penetapan tujuan membaca bagi siswa harus
memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Menggunakan pernyataan yang jelas dan tepat tentang apa yang harus diperhatikan
atau dicari oleh siswa ketika membaca.
2. Memberi gambaran yang mudah ditangkap oleh siswa tentang apa yang semestinya
mampu mereka lakukan setelah selesai membaca. Pembelajaran Membaca
Pemahaman (MP) dengan Strategi Aktivitas Membaca Berpikir Terbimbing (AMBT).
Upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran MP sebagai salah satu bentuk
pembelajaran membaca dan ketrampilan berbahasa di SD adalah menggunakan
strategi AMBT. Menurut Staufer dan Manso (dalam Eanes, 1997:127) strategi AMBT
merupakan strategi yang berguna untuk membimbing siswa berinteraksi dengan teks
yang berlandaskan pada pendekatan proses membaca. proses membaca tersebut
dimulai dengan tahap prabaca, saat baca, pascabaca. Sementara itu, menurut Stauffer

(dalam Bums, 1996:331) stategi AMBT dapat mendorong siswa mengembangkan


kemampuan berpikir melalui ketrampilan membaca.
1. Kegiatan Pembelajaran Prabaca
Aktivitas pada tahap prabaca memberi kesempatan kepada siswa untuk
berlatih dan mencoba kebiasaan untuk memecahkan suatu masalah dan langsung
termotivasi untuk menguji kebenarannya dari bacaan.
Aktivitas yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Guru mengelompokan siswa menjadi empat kelompok yang terdiri atas lima siswa
2) Guru memperkenalkan topik bacaan
3) Guru memberikan penjelasan tentang tujuan membaca yang akan dilaksanakn
4) Guru menjelaskan langkah-langkah belajar yang akan dilaksanakan
5) Guru mencatat di papan tulis semua prediksi yang dikemukakan siswa.
2.

Kegiatan Pembelajaran Saat Baca


Periode membaca dalam hati merupakan waktu yang ditetapkan guru yang

harus dilaksanakan. Pelaksanaannya dapat perorangan, berpasangan, maupun


kelompok. Membaca dalam hati biasanya untuk penikmatan atau kesenangan. Oleh
karena itu, membaca dalam hati sering juga disebut membaca rekrasional, yang
memerlukan ketenangan dan terbebas dari rasa tertekan. Guru harus turut membaca
karena ia sebagai model membaca bagi siswa.

3.

Kegiatan Pembelajaran Pascabaca


Aktivitas pascabaca adalah aktivitas pengajaran setelah siswa melakukan

kegiatan membaca. pengajaran pada tahap pascabaca dilakukan dengan cara

membaca ulang prediksi awal yang dikemukakan pada tahap prabaca, bertanya-tanya
untuk merevisi/menguji prediksi awal, melakukan sharing hasil dalam diskusi kelas,
serta menjawab pertanyaan tingkat literal, inferensial, kritis, dan kreatif secara
individu.
4. Menulis
Pembelajaran menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui
proses atau tahapan-tahapan. Proses yang dilakukan dalam pembelajaran menulis di
SD disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kesulitan, serta jenis atau bentuk
tulisan yang dibinakan Dalam KTSP menyatakan bahwa siswa hendaknya mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis, dan memiliki
kegemaran menulis. Jenis pembelajaran menulis di kelas 6 SD berdasarkan KTSP
antara lain adalah menulis/menyusun naskah pidato.
Strategi Menulis Naska Pidato
Naskah pidato seperti juga naskah dialog, ditulis untuk ditampilkan.
Perbedaannya, naskha dialog ditampilkan oleh beberapa orang, sedangkan pidato
ditampilkan oleh seorang saja, selain itu, komunikasi dalam dialog dilakukan diantara
pemeran, sedangkan didalam pidato, komunikasi terjadi antara yang berpidato dengan
pendengar
Jenis-jenis Pidato
Berdasarkan tujuannya, pidato dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu: 1).
Pidato informasi. 2). Pidato persuasi. 3). Pidato aksi
1)

Pidato informasi adalah pidato yang dilakukan dengan tujuan menginformasikan,


memberitahukan, atau menjelaskan sesuatu.

2)

Pidato persuasi adalah pidato yang bertujuan meyakinkan pendengar tentang


sesuatu.

3)

Pidato aksi adalah pidato yang bertujuan untuk menggerakkan.

B. Pendekatan Non-Traditional (Whole Languge)


Whole language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan
pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah - pisah (Edelsky, 1991; Froese, 1990;
Goodman, 1986; Weaver, 1992). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa
merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah- pisahkan (Rigg, 1991).
Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata
bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau
otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca seperti koma, semikolon, dan
kolon misalnya, diajarkan sehubungan dengan pelajaran menulis. Jangan mengajarkan
penggunaan tanda baca tersebut hanya karena materi itu tertera dalam kurikulum.
Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan
bahwa anak/ siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam
belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Roberts, 1996). Anak termotivasi
untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya itu diperlukan oleh
mereka. Orang dewasa, dalam hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan
lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik.
Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desiminator informasi menjadi
fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993 ).

1. Komponen Komponen Whole Language


Whole language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa,
tentang pembelajaran dan tentang orang orang yang terlibat dalam pembelajaran.
Whole language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan
secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis)
diajarkan secara terpadu. Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan
komponen whole language yaitu :

1)

Reading Aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk

siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau
buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang baik
sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Manfaat yang
didapat dari reading aloud, antara lain meningkatkan keterampilan menyimak,
memperkaya kosakata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang
tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa.
2)

Jurnal Writing
Jurnal writing atau menulis jurnal adalah komponen yang dapat dengan

mudah diterapkan. Jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk
mengungkapkan perasaannya, meceritakan kejadian disekitarnya, membeberkan hasil
belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Manfaat yang dapat
diperoleh dari kegiatan menulis jurnal antara lain sebagai berikut :
a.

Meningkatkan kemampuan menulis.

b.

Meningkatkan kemampuan membaca.

c.

Menumbuhkan keberanian menghadapi resiko.

d.

Memberi kesempatan untuk membuat refleksi.

e.

Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi.

f.

Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis.

g.

Meningkatkan kemampuan berpikir.

h.

Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis.

i.

Menjadi alat evaluasi

j.

Menjadi dokumen tertulis

3)

Sustained Silent Reading


Sustained silent reading adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan

oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku

atau materi yang akan dibacanya. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa
melalui kegiatan ini adalah :
a.

Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan;

b.

Membaca dapat dilakukan oleh siapa pun;

c.

Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut;

d.

Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang
cukup lama;

e.

Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca;

f.

Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya
setelah kegiatan sustained silent reading berakhir.

4)

Shared Reading
Shared reading adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa

dimana setiap orang

mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat

dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan
kegiatan ini, yaitu :
a.
b.

Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah);


Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada
buku;

c.

Siswa membaca bergiliran.

Maksud kegiatan ini adalah : a.

Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan

untuk memperhatikan guru membaca sebagai model; b.


untuk memperlihatkan keterampilan membacanya; c.

Memberikan kesempatan
Siswa yang masih kurang

terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.


5)

Guided Reading
Guided reading adalah kegiatan membaca dimana guru lebih berperan sebagai

model dalam membaca atau guru hanya sebagai pengamat atau fasilitator. Dalam
kegiatan ini semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru

melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan


sekedar pertanyaan pemahaman.
6)

Guided Writing
Guided writing adalah menulis terbimbing dimana peran guru adalah sebagai

fasilitator sehingga guru hanya membantu siswa menemukan apa yang ingin
ditulisnya dan bagaimana menulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Dan
dalam hal ini guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur.
7).

Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana

siswa berkesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Dalam
independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya
sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi
tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respons.
8)

Independent Writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan

menulis,

meningkatkan

kebiasaan

menulis,

dan

meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk
menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam
proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing, antara lain
menulis jurnal, dan menulis respons.
2.

Ciri Ciri Kelas Whole Language


Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language antara lain :

1)

Kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang cetakan.

2)

Di kelas whole language siswa belajar melalui model atau contoh.

3)

Di kelas whole language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat
kemampuannya.

4)

Di kelas whole language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran.

5)

Di kelas whole language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran


bermakna.

6)

Di kelas whole language siswa berani mengambil resiko dan bebas


bereksperimen.

7)

Di kelas whole language siswa mendapat balikan (feedback) positif dari guru

maupun temannya.
3. Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam kelas whole language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang
dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru
memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok
ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap cakap dengan temannya atau dengan
guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa
bermain selama waktu istirahat.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan traditional dalam mengajarkan bahasa itu meliputi berpikir,
mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara. Kelima seni ini saling berkaitan
antara satu sama lainnya, yang artinya saling mendukung dalam pembelajaran bahasa
bagi anak, khususnya di Sekolah Dasar. Adapun yag dimaksud dengan pendekatan
non-traditional adalah pendekatan whole language yang sejumlah para ahli
mengemukakan bahwasanya satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan
pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah - pisah (Edelsky, 1991; Froese, 1990;
Goodman, 1986; Weaver, 1992). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa
bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah- pisahkan (Rigg,
1991). Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa
seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi
nyata atau otentik.

DAFTAR PUSTAKA

Gathercok, Susan E. 2009. Memori Kerja dan Proses Belajar. Jakarta : PT INDEKS
Mulyati. 2010. Diagnosa Kesulitan Belajar. Semarang : IKIP PGRI PRESS
Mulyono, Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta :
PT Asdi Mahasatya
Orlich, D.C., Harder, R. J., Callahan, R.C., Kauchak. D.P., Pendergrass, R.A., Keogh,
A.J., & Gibson, H. (1990). Teaching strategies: A guide to better instruction
(3rd ed.). Lexington, MA: Heath.

Anda mungkin juga menyukai