Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PENGEMBANGAN ASESMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN


SASTRA INDONESIA

TES KOMPETENSI BERBICARA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Asesmen Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
yang diampu oleh:
Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro

Disusun oleh:
Dini Eka Wijayanti
22215251048

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA, SENI DAN BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
A. Pendahuluan
Keterampilan berbahasa memegang peranan yang penting dalam kehidupan.
Seseorang setiap hari dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut untuk
berinteraksi dan komunikasi dengan orang lain, sehingga keterampilan berbicara
sangat dibutuhkan. Berbicara dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa yang
bersifat produktif. Kompetensi berbahasa yang bersifat aktif produktif yakni
kemampuan yang menuntut encoding, menyampaikan bahasa kepada pihak lain,
baik secara lisan maupun tertulis. Kegiatan bahasa yang produktif adalah kegiatan
menyampaikan gagasan, pikiran, perasaan, pesan atau informasi oleh pihak penutur
(Nurgiyantoro, 2017).
Berbicara merupakan aktivitas berbahasa kedua yang dapat dilakukan
seseorang dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-
bunyi yang didengarkan itulah kemudian seseorang dapat belajar dan mampu
berbicara. Untuk berbicara dengan baik dalam suatu bahasa, pembicara harus
menguasai lafal, struktur, dan kosa kata. Berbicara merupakan salah satu aspek
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, keterampilan mengubah wujud
pikiran menjadi bunyi bahasa yang bermakna (Shihabuddin (Hilaliyah, 2017).
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan
kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan sesuatu, baik itu perasaan, ide, atau
gagasan.

Kegiatan memergunakan bahasa dapat dibagi menjadi dua macam, yakni


berbicara dan menulis. Kegiatan berbicara dan menulis, walaupun sama-sama
bersifat aktif produktif memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut yaitu sarana yang
digunakan, lisan dan tertulis, kegiatan berbicara umumnya adalah aktivitas memberi
dan menerima bahasa, komunikasi dua arah secara langsung antara penutur dan
mitra tutur. Kegiatan berbicara biasanya terjadi timbal balik dalam satu kesatuan
waktu. Kegiatan menulis yaitu penulis secara sepihak menyampaikan gagasan dan
pesannya yang dituangkan dalam tulisannya, tidak dapat langsung diterima dan
mendapatkan reaksi langsung oleh pembaca.
B. Konsep Dasar
1. Hakikat Tes Kompetensi Berbicara

Tes kompetensi berbicara yaitu tes yang menuntut peserta uji untuk berunjuk
kerja bahasa atau dapat disebut doing-something melalui bahasa, peserta uji diberi
kesempatan untuk berunjuk kerja bahasa, praktik berbahasa dengan menerapkan
kompetensi bahasa dan pengetahuannya. Tes kompetensi berbicara menuntut
peserta uji tidak hanya sekadar memilih, mengkreasi, dan mengonstruksi bahasa,
tetapi juga memilih, mengkreasi dan mengonstruksi apa yang dituturkan melalui
bahasa.

Diperlukan penguasaan lambang bunyi yang baik dalam kegiatan berbicara


untuk menyampaikan maupun menerima gagasan. Orang melakukan kegiatan
berbicara karena ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin
memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi
yang demikian, kejelasan penutur tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan
bahasa (verbal) yang digunakan saja, melainkan dibantu oleh unsur-unsur
paralinguistic seperti gerak tertentu, ekspresi, nada suara, dan sebagainya. Hal lain
yang dapat memengaruhi pembicaraan adalah masalah apa yang menjadi topik
pembicaraan dan lawan bicara. Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial,
dan harus diperhitungkan dalam tes kemampuan berbicara peserta didik ( Oller
(Nurgiyantoro, 2017). Berikut contoh berbagai bentuk tes kompetensi berbicara.
Akan tetapi, tugas-tugas tes yang ditekankan yaitu tugas-tugas pragmatik atau
otentik, sedangkan tugas-tugas yang bersifat diskret atau mungkin integratif sengaja
ditinggalkan.

2. Tugas Berbicara Otentik


Pemberian tugas berbicara otentik perlu dikemukakan kembali karena pada
praktiknya pemberian tugas berbicara di sekolah belum tentu otentik. Misalnya,
pembelajaran pelafalan bahasa target, pengucapan kata, tekanan kata, pola dan
tekanan kalimat, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut dalam sudut pandang
pendekatan komunikatif disebut sebagai tugas prakomunikatif, terdapat dua hal
pokok yang tidak boleh dihilangkan dalam tugas berbicara otentik, yakni tampil
berbicara (kinerja bahasa) dan isi pembicaraan mencerminkan kebutuhan
realitas kehidupan yang bermakna. Hal inilah yang kemudian diangkat dalam
asesmen otentik kompetensi berbahasa lisan: berbicara dalam konteks yang
jelas. Konteks tersebut menunjuk pada siapa yang berbicara, situasi
pembicaraan, isi dan tujuan pembicaraan, dan sebagainya.
Jadi, tugas berbicara dalam asesmen otentik berupa tugas yang ditemukan
dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Tugas berbicara otentik dapat
mengambil model aktivitas berbicara sehari-hari sehingga kompetensi yang
dikuasai peserta didik bersifat aplikatif.
3. Bentuk Tugas Kompetensi Berbicara
Banyak bentuk tugas kompetensi berbicara yang dapat dipiih dan diberikan
kepada peserta didik untuk mengukur kompetensi berbicaranya. Bentuk-bentuk
tugas yang dipilih hendaknya memungkinkan peserta didik untuk
mengekspresikan kemampuan berbahasanya, mengungkapkan gagasan, pikiran,
perasaan dan menyampaikan informasi. Pemberian tugas juga hendaknya
dilakukan secara menarik dan menyenangkan agar peserta didik tidak tertekan
dan dapat mengungkapkan kompetensi berbahasa dengan maksimal. Adapun
beberapa bentuk tugas kompetensi berbicara yang dapat digunakan sebagai
berikut.
a. Berbicara berdasarkan Gambar
Rangsang berupa gambar sangat baik digunakan untuk anak-anak usia
sekolah dasar atau pembelajar bahasa asing tahap awal. Tidak hanya dapat
diterapkan pada anak-anak usia sekolah dasar dan pembelajar asing tahap
awal, rangsang gambar dapat digunakan pada pembelajar yang kemampuan
berbahasanya lebih tinggi, tergantung pada keadaan gambar yang
digunakan.
1) Gambar Objek

Gambar objek yaitu gambar-gambar lepas yang antara satu dengan


yang lainnya kurang ada kaitannya, dengan maksud untuk mengungkap
kemampuan berbicara, misalnya, peserta didik diminta untuk menyebutkan,
menemukan nama-nama gambar tersebut, bahkan mendeskripsikan gambar
tersebut. Misalnya, guru mengajukan pertanyaan seperti “gambar apakah
ini?” , “apa fungsi teko?” , dan sebagainya. Sebagai contoh misalnya
gambar berikut.

Gambar 1
Contoh Gambar Objek
Tugas seperti di atas tidak memaksa peserta didik untuk
menunjukkan kemampuan berbicaranya, baik yang menyangkut ketepatan
aspek linguistik maupun ekstralinguistik. Oleh karena itu, penggunaan
gambar objek dengan maksud merangsang peserta didik untuk berbicara
sebaiknya dibatasi.

2) Gambar Cerita
Gambar cerita merupakan rangkaian gambar yang membentuk sebuah alur
cerita, mirip dengan komik atau buku gambar (wordless picture books).
Gambar cerita berisi suatu aktivitas, yang mencerminkan maksud atau
gagasan tertentu, bermakna dan menunjukkan situasi tertentu.

Gambar 2.1 Gambar 2.2


Contoh Gambar Cerita Contoh Gambar Cerita
b. Berbicara berdasarkan Rangsang Suara
c. Berbicara berdasarkan Rangsang Visual dan Suara
d. Bercerita
e. Wawancara
1) Model Penilaian Wawancara
2) Model Penilaian The Foreign Service Institute

f. Berdiskusi dan Berdebat


g. Berpidato
C. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

Hilaliyah, T. (2017). Tes Keterampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran. Jurnal


Membaca (Bahasa Dan Sastra Indonesia), 2(1), 83.
https://doi.org/10.30870/jmbsi.v2i1.1559
Nurgiyantoro, B. (2017). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi (Kedua).
BPFE-Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai