Disusun oleh:
Noreka Elisabeth Febriyanti
(K1217051)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
1. Hakikat Bahasa
Bahasa dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, hal itu
dikarenakan bahasa memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat.
Bahasa tidak dipandang sebagai gejala individu, tetapi merupakan gejala sosial. Di
dalam masyarakat seseorang tidak dapat dipandang sebagai individu yang terpisah
dari yang lain. Individu merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Bahasa dan dan
pemakainya tidaklah bisa diamati secara individual, tetapi bahasa selalu berkaitan
dengan pemakaian bahasa di masyarakat (Saddhono, 2012:9). Melalui bahasa manusia
dapat berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain untuk menyampaikan ide,
gagasan, ungkapan yang dapat saling membantu dan bekerjasama dalam
kehidupannya sebagai makhluk sosial. Kegiatan berbahasa merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Pandangan mengenai bahasa muncul dari linguistik struktural
Bloomfield yang menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat
untuk saling berhubungan dan berinteraksi (Sumarsono, 2004:18). Bahasa adalah
sebuah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat
bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada
budaya yang mereka miliki bersama (Djardjowidjojo, 2008:10). Interaksi dan
komunikasi antarbudaya dan masyarakat multibu-daya dapat terjalin dengan
menggunakan bahasa karena bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dapat
menyatukan keragaman dalam diri masyarakat (Depdiknas, 2002:7). Oleh karena itu,
bahasa memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial.
2. Keterampilan Berbahasa
Ketika manusia melakukan kegiatan berbahasa, maka mereka harus memiliki
keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dibagi menjadi empat bagian
yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Saddhono, 2012:53). Bahasa
memiliki empat keterampilan yang saling berkaitan dan berkorelasi erat satu sama lain.
Adapun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di
sekolah mencakup empat segi, yaitu: (1) keterampilan menyimakmendengarkan
(listening skills), (2) keterampilan berbicara (speaking skills), (3) keterampilan
membaca (reading skills), (4) keterampilan menulis (writing skills) (Tarigan, 2008:1).
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995) . Hal ini relevan dengan
kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat sub
aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan (Soyli dkk, 2015:4).
3. Keterampilan Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media
kata-kata/bahasa tulis. Selanjutnya, dipandang dari segi linguistik, membaca adalah
suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding
process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian
(encoding), sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-
kata tulis (written word)dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang
mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca dapat
pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan
diri kita sendiri dan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau
tersirat pada lambang-lambang tertulis (Tarigan, 2008:7). Membaca adalah suatu
interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari
rangkaian huruf tertentu. Ini menunjukkan bahwa membaca adalah pekerjaan
mengidentifikasi simbol-simbol dan mengasosiasikan kedalam makna (Pateda,
1989:92). Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bromley bahwa “reading
is an active process of interacting with print and monitoring comprehension to
estabilish meaning” (Bromley, 1992: 200). Membaca adalah proses kognitif yang
melibatkan bacaan dan membutuhkan pemahaman untuk memperoleh maksud dari
bacaan tersebut. Ketika siswa membaca, siswa akan memperoleh berbagai informasi
yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan memotivasi siswa untuk berfikir secara
kritis (Yarmi dan Widyastuti, 2014:90). Pengertian membaca juga dikemukakan oleh
Harjasujana yang menyatakan bahwa membaca merupakan kegiatan merespon
lambang-lambang tertulis dengan menggunakan pengertian yang tepat (Saddhono,
2012:65). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian membaca tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan kegiatan melafalkan huruf yang
merupakan interpretasi lambang-lambang maupun simbol-simbol tertulis untuk
mencapai tujuan tertentu.
4. Tujuan Membaca
Membaca memiliki tujuan utama yaitu mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali
berhubungan dengan maksud/tujuan atau intensif kita dalam membaca. Selain itu,
membaca bertujuan memberikan wawasan yang lebih luas dalam segala hal, dan
membuat belajar lebih mudah (Hartini, 2009:5). Membaca pemahaman merupakan
salah satu aspek kemampuan berbahasa yang harus dikuasi oleh siswa sekolah dasar
terutama pada kelas lanjut. Melalui kegiatan ini siswa dapat memperoleh informasi
secara aktif reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan
memperoleh informasi, memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman baru (Zuchdi,
2001:56). Selain itu, membaca adalah suatu aktifitas yang rumit atau kompleks karena
tergantung pada ketrampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat
penelarannya. Tujuannya adalah untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang
terkandung dalam satu bacaan seefisien mungkin serta untuk mencari informasi
diantaranya: (1) kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk
menambah keilmiahannya sendiri, (2) referensial dan faktual, yakni yang digunakan
seseorang untuk mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini, (3)
afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan
dalam membaca. (Nababan, 1993:164-165). Selain itu, membaca diartikan sebagai
suatu kegiatan interaktif yang bertujuan untuk memetik serta memahami arti atu
makna yang terkandung di dalam bahan tulis (Sumadyo, 2011:4). Adapun tujuan
membaca sebagai upaya menumbuhkembangkan suatu keterampilan, pembelajaran
membaca akan lebih efektif apabila didukung oleh faktor-faktor baik yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri maupun dari luar siswa. Faktor dari dalam diri siswa
yang dapat mendorong siswa aktif membaca adalah tumbuhnya motivasi. Ini
dapat dibangkitkan dengan cara pemberian minat dan motivasi siswa (Harsono dkk,
2012:2).
5. Tahapan Membaca
Setelah mengetahui tujuan membaca, hal yang perlu diketahui selanjutnya ialah
tahapan membaca. Tahapan membaca merupakan salah satu komponen yang penting
dalam kegiatan membaca karena dengan mengetahui tahapannya, maka pembaca akan
dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan dari bahan bacaan tersebut. Adapun
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membaca, yaitu: menentukan tujuan
membaca, preview artinya membaca selayang pandang, membaca secara
keseluruhan isi bacaan dengan cermat sehingga kita dapat menemukan ide pokok
yang tertuang dalam setiap paragrafnya, mengemukakan kembali isi bacaan dengan
menggunakan kalimat dan kata-kata sendiri (Soyli dkk, 2015:5). Ada tiga kriteria
dalam kegiatan membaca, yaitu: (1) kegiatan pra membaca, (2) kegiatan membaca,
dan (3) kegiatan pasca membaca. Kegiatan pra membaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang
dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan membaca sebagai jembatan untuk dapat
memahami bacaan dan agar dapat melaksanakan kegiatan pasca membaca dengan
cepat dan mudah. Kegiatan membaca, yaitu kegiatan memahami teks yang dibaca.
Kegiatan pasca membaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan setelah
melaksanakan kegiatan membaca untuk mengecek atau menguji pemahaman terhadap
bacaan yang telah dibaca (Suyatmi, 2000:45). Dengan demikian, apabila telah
mengetahui tahap-tahap membaca, maka tujuan membaca akan lebih mudah dicapai.
6. Proses Membaca
Seorang pembaca dapat memahami dan menilai teks yang dibaca dengan mengaktifkan
skema prosedur dan isi skema yang terdapat di dalam dirinya. Proses membaca
merupakan proses kognitif yang dialami secara individu. Proses kognitif ini penting
untuk membantu meningkatkan daya baca (Nambiar, 2005). Membaca pada hakikatnya
adalah proses yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan
tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menerjemahkan
simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata lisan (Tristiantari, 2016:1). Sebagai suatu
proses berpikir, membaca mencakup aktivitas mengenal kata, pemahaman literal,
interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata dapat berupa
aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley, 1995). Oleh
sebab itu, proses memahami teks yang dibaca melibatkan aktivitas-aktivitas
kognitif, khususnya yang melibatkan kesadaran metakognitif. Jika dipandang dari
segi penguasaan membaca, pada dasarnya hubungan antara penguasaan
kemampuan membaca dengan strategi metakognitif yang digunakan mempunyai
hubungan. Pandangan ini berdasarkan pada hubungan yang erat antara bahasa
dengan pikiran, seperti yang dikemukakan oleh Vygotsky dan Luria (Suhor, 1984) .
Selain itu, kemampuan membaca dipandang sebagai proses mental yang aktif
melibatkan pengajaran untuk mendapatkan makna teks (Tristiantari, 2016:1). Selain
itu, dalam proses membaca, minat baca sangat diperlukan. Sebab, siswa akan
membaca dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki minat yang
tinggi diharapkan akan mencapai kemampuan pemahaman yang tinggi. Dengan
minat baca diharapkan mampu menggugah semangat membaca, terutama bagi
siswa yang malas membaca sebagai akibat negatif dari luar diri siswa. Selanjutnya
dapat membentuk kebiasaan membaca siswa yang baik, sehingga kemampuan
membaca intensif siswa semakin baik dan hasil belajarnya dapat meningkat
(Saddhono, 2012:53).
7. Jenis-jenis Membaca
Jenis-jenis membaca ada dua macam, yaitu: 1) membaca nyaring, dan 2) membaca
dalam hati. Membaca nyaring terdiri atas: (a) membaca ekstensif, yang dibagi lagi
menjadi: membaca survey, membaca sekilas, dan membaca dangkal, dan (b) membaca
intensif, yang terdiri dari: membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca
telaah isi terdiri dari: membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan
membaca ide-ide. Membaca telaah bahasa terdiri dari: membaca bahasa dan membaca
sastra. Membaca survey merupakan kegiatan membaca untuk mengetahui secara
sekilas terhadap bahan bacaan yang akan dibaca secara mendalam. Kegiatan membaca
survey meliputi memeriksa judul, daftar isi, abstrak, memeriksa kesimpulan,
memeriksa indeks dan apendiks. Membaca sekilas merupakan membaca dengan
mengandalkan kecepatan gerak mata dengan tujuan mendapatkan informasi secara
cepat. Membaca dangkal merupakan membaca dengan tujuan mendapatkan
pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran tidak mendalam dari bacaan tersebut
(Tarigan, 2008:11-13). Adapun jenis-jenis membaca menurut Nurhadi yang dibedakan
menjadi tiga yaitu, membaca literal, membaca kritis , dan membaca kreatif (Nurhadi,
1987). Dengan demikian, salah satu jenis membaca adalah membaca nyaring.
8. Membaca Nyaring
Membaca nyaring merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang termasuk di
dalam retorika seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis).
Dalam kegiatan membaca, pembaca memerlukan dasar pengetahuan yang tersusun
baik dan kemahiran yang telah dikuasai. Pengetahuan yang berkaitan dengan
kebahasaan meliputi pengetahuan tentang huruf (fonem), suku kata, kata, frase, klausa,
kalimat, wacana, semantik, dan intonasi. Pengetahuan nonkebahasaan meliputi
pengetahuan tentang tema atau judul bacaan, setting, suasana, alur, organisasi tulisan,
dan sebagainya (Harjasudjana, 2008:4). Dalam membaca nyaring terdapat kegiatan
memvokalisasikan simbol-simbol bahasa, yang terlepas dari persoalan tentang
pemahaman isi dalam simbol-simbol bahasa tersebut (Tampubulon, 1987). Ada
beberapa aspek yang yang harus diperhatikan dalam membaca bersuara, yaitu
pelafalan, intonasi,pemahaman tenang frase, dan kelompok kata, kelancaran, dan
kejelasan (Rahim, 2005: 123). Artinya pada kegiatan membaca bersuara ini belum
mengutamakan pemahaman siswa terhadap bacaan, namun lebih menekankan pada
bagaimana siswa menyuarakan tulisa secara lisan dengan lafal dan intonasi yang tepat
(Yarmi dan Widyastuti, 2014:90).
Anggraeni, K. (2016). Efektivitas Metode Steinberg dengan Media Big Book Terhadap
Keterampilan Membaca Nyaring. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1), 83-94.
Ariningsih, N. E., & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dalam
Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. BASASTRA Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(1), 40-53.
Bromley, Karen D’Angelo. 1992. Language Arts Second Edition: Exploring Connections.
NewYork: Allyn and Bacon.
Bruck, M., & Waters, G. (1990). Effects of Reading Skill on Component Spelling Skills.
Applied Psycholinguistics, 11(4), 425-437. 10.1017/S0142716400009668
Crawley, S.J. & Mountain, L. (1995). Strategies for Guiding Content Reading.
Boston: Allyn and Bacon.
Harsono, A. S. R., Fuady, A., & Saddhono, K. (2012). Pengaruh Strategi Know Want To
Learn (Kwl) Dan Minat Membaca Terhadap Kemampuan Membaca Intensif Siswa
Smp Negeri Di Temanggung. Pengaruh Strategi Know Want To Learn (Kwl) Dan
Minat Membaca Terhadap Kemampuan Membaca Intensif Siswa Smp Negeri Di
Temanggung, 1(1), 53-64.
Jamila, J. (2014). Meningkatkan Kemampuan Membaca Nyaring dengan Lafal dan
Intonasi yang Benar dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Menggunakan Metode
Drill Pada Siswa Kelas 1 B SDN Tanggul Wetan 02 Jember. Pancaran Pendidikan,
3(3), 145-156.
Mirasanthi, K. G., Suarjana, I. M., Garminah, N. N., & Hum, M. (2016). Analisis
Kemampuan Siswa dalam Membaca Pemahaman Pada Wacana Narasi Kelas V SD
Negeri 1 Penarukan.Mimbar PGSD Undiksha, 4(1), 1-10.
Nababan, P. W. J. (1993). Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Nambiar, R. (2005). Language Learning and Language Use Strategies For Academic
Letracy: Towards A Theoretical and Pedagogical Model Of Language
Learning. Tesis. Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi.
Nurhadi. (2008). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suhor, C. (1984). Report on Trends and Issues in English: A summary of report from
the NCTE Commisions. 10pp. ED 239-290.