Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Membaca

Menurut Dalman (janawati, 2020) menjelaskan bahwa membaca

adalah suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk

menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Sedangkan

Menurut Rahayu (2014) mendefinisikan membaca merupakan

kesanggupan dan kecakapan serta kesiapan seseorang untuk memahami

gagasan-gagasan atau lambang bunyi bahasa yang ada dalam sebuah teks

bacaan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan si pembaca untuk

mendapatkan amanat atau informasi yang di inginkan. Dan menurut

Satrijono dkk (2019) mengemukakan membaca dapat diartikan sebagai

kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dari suatu tulisan,

dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh

tentang suatu bacaan.

Taufina (2016: 156) berpendapat membaca adalah suatu proses

interaksi memahami lambang bahasa melalui berbagai strategi untuk

memahami makna dari yang tertulis, melibatkan aktivitas visual, berfikir,

psikolinguistik, dan metakognitif. Dari Pembahasan di atas, penulis

menyimpulkan bahwa kemampuan membaca merupakan kemampuan

dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk memperoleh

keberhasilan belajar disekolah dasar. Banyak pelajaran yang akan dicapai

dengan baik, apabila kemapuan membaca perserta didik baik. Kemampuan


membaca sebagai modal awal selama memahami materi lanjutan, dalam

proses pembelajaran membaca menjadi hal yang sangat pokok, karena

dengan membaca siswa bisa memahami suatu infomasi yang di inginkan.

Kemampuan membaca bagi peserta didik di sekolah dasar menjadi

kemampuan yang kompleks, yang dapat dikuasai melalui proses bertahap

selama masa perkembangan anak. Mengajarkan kemampuan membaca

kepada peserta didik menjadi suatu keharusan bagi orang tua dan guru.

Kegiatan membaca bukan hanya perlu dilakukan dilingkungan sekolah,

melainkan juga untuk banyak tugas fungsional dilingkungan luar sekolah.

Oleh karena itu, belajat membaca hendaknya sudah mulai ditanamkan

sejak usia dini dengan harapan mereka kelak memiliki kegemaran

membaca.

2.1.2 Tujuan membaca

Menurut Anderson (Dalman, 2013:11), ada tujuh macam tujuan

dari kegiatan membaca :

1. Membaca untuk memperoleh fakta dan perincian

2. Membaca untuk memperoleh ide ide utama

3. Membaca untuk mengetahui urutan/susunan struktur karangan

4. Membaca untuk menyimpulkan

5. Membaca untuk mengelompokan/mengklasifikasikan

6. Membaca untuk menilai atau mengevaluasi

7. Membaca untuk memperbandingkan/mempertentangkan.


Sedangkan menurut Taufina (2016: 160) menyatakan tujuan

membaca adalah :

1. Memperoleh pengetahuan atau informasi factual yang bersifat kognitif

dan intelektual tentang suatu topik guna menginfromasikan penolakan

terhadap prediksi.

2. Memperoleh keterangan atau cara praktis mengatasi masalah tentang

suatu yang spesifik dan problematis.

3. Mendapat hasil berupa prestise yaitu agar mendapat rasa lebih bila

dibandingkan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulan

4. Menampilkan suatu eksprimen atau mengaplikasikan infomasi yang

diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara dan mempelajari struktur

kalimat.

5. Mengetahui pristiwa penting yang terjadi dimasyarakat sekitar dan

seluruh dunia.

Sedangkan menurut Kartono, dkk (2014:3.3) Setiap individu yang

membaca tentang sesuatu perihal atau kejadian, tetntunya mempunyai

tujuan. Adapun tujuan mambaca adalah sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan

maupun tertulis;

b. Dengan membaca seseorang dapat:

1) Memperoleh informasi;

2) Mencari sumber, menyimpulkan, menyaring, dan menyerap informasi

dari bacaan;
3) Mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik mamfaat dari

bacaan

Pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam tujuan

membaca seseorang bisa mendapatkan informasi dan memperoleh

pengetahuan yang di baca, serta dari tujuan membaca juga seseorang bisa

berkomunikasi dengan baik, menilai, memperbandingkan, menyimpulkan,

dan mengevaluasi dari hasil yang telah di baca dan dipahami. Maka dari

itu kemampuan membaca sangat penting untuk bisa di pelajari.

2.1.3 Pengertian membaca permulaan

Menurut Slamet (2017:24) membaca permulaan merupakan ilmu

yang mendasari kemampuan-kemampuan membaca berikutnya. Maka,

kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian

khusus dari guru dan orang tua. Oleh karena itu, guru perlu merancang

pembelajaran secara menyenangkan. Pada tingkat membaca permulaan,

siswa belum memiliki kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi

masih pada tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan baca dan tulis.

Melalui membaca permulaan siswa akan memperlajari mengenai lambang

tulisan, huruf, penguasaan kosakata, dan memberi arti. Menurut Rasto

(2018) “ Membaca permulaan didefinisikan sebagai aktivitas visual yang

merupakan proses menerjamahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Simbol

tulis tersebut berupa huruf, suku kata, kata, dan kalimat”.

Membaca permulaan adalah membaca teknis yang diajarkan pada

siswa kelas rendah yang mana lebih menekankan pada upaya guru untuk

menjadikan siswa lebih mengenal dan mengubah lambing-lambang seperti:


huruf, suku kata, kata, serta kata yang terdapat pada teks tulisan sederhana

dan bermakna (Rahman & Haryanto, 2014). Sedangkan menurut (Pratiwi

et al., 2014), membaca permulaan merupakan salah satu aspek

keterampilan berbahasa yang dilaksanakan pada tahun pertama dan kedua

untuk jenjang sekolah dasar. Pada tingkat membaca permulaan mula-mula

siswa dituntut untuk mengenal bahasa tulis dan menyuarakan lambang-

lambang bunyi dalam bahasa. Maka dalam hubungan ini peran guru sangat

penting dalam merencanakan, melaksanakan dan mengetahui program

seperti apa yang dapat menumbuhkan cara belajar siswa pada pembelajaran

bahasa Indonesia khususnya pada hal membaca permulaan.

Pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Kemampuan

membaca permulaan akan sangat berdampak pada kemampuan membaca

lanjut. Apabila kemampuan membaca permulaan peserta didik pada kelas 1

dan 2 masih kurang baik. Maka dapat mengakibatkan siswa memiliki

keterlambatan dalam pencapaian kemampuan membaca lanjut dan semakin

mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran yang tertuang

dalam bentuk tulisan.

2.1.4 Tujuan membaca permulaan

Pembelajaran membaca permulaan yang diberikan kepada kelas I

dan II SD. Tujuannya ialah agar siswa memiliki kemampuan memahami

dan menyuarakan tujuan dengan intonasi yang wajar, Sebagai dasar untuk

dapat membaca lanjut. Pada dasarnya kegiatan membaca permulaan

bertujuan untuk mencari dan memperoleh pesan atau memahami makna

melalui bacaan. Tujuan membaca permulaan tersebut akan berpengaruh


kepada jenis bacaan yang dipilih, minsalnya fiksi atau nonfisi. Tujuan

pembelajaran membaca permulaan pada dasarnya ialah memberi bekal

pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk mengenalkan tentang

teknik-teknik membaca permulaan dan mengenalkan menangkap isi bacaan

dengan baik (Kuntarto, 2013:8).

Sedangkan menurut Herusantosa (Misriana, 2016:26), tujuan

membaca permulaan yakni:

1) Pembinaan dasar-dasar mekanisme membaca;

2) Memahami dan menyuarakan kalimat sederhana; dan

3) Membaca kata maupun kalimat sederhana dengan waktu yang singkat.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan membaca permulaan yang

digunakan dalam pembelajaran di kelas II adalah sebagai berikut:

1. Melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal huruf-

huruf;

2. Melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengubah

tulisan menjadi bunyi bahasa;

3. Memupuk dan mengembangkan keterampilan siswa untuk memahami

dan mengenalkan cara membaca dengan benar;

4. Melatih keterampilan siswa untuk memahami kata-kata yang dibaca

didengar, dan mengingatnya dengan baik;

5. Melatih keterampilan siswa untuk dapat menetapkan arti tertentu dari

sebuah kata dalam suatu konteks;


6. Memahami dan menyuarakan kalimat sederhana; dan

7. Membaca kata maupun kalimat sederhana dengan waktu yang singkat.

Sedangkan menurut slamet (2017: 47) Tujuan membaca permulaan

adalah sebagai berikut : 1. Memupuk dan mengembangkan

kemampuananak untuk memahami dan mengenalkan cara membaca

permulaan dengan benar, 2. Melatih dan mengembangkan kemampuan

anak untuk mengubah tulisan menjadi bunyi bahasa; 3. Memperkanlkan

dan melatih anak agar mampu membaca sesuai dengan teknik-teknik

tertentu; 4. Melatih ketrampilan anak untuk memahami kata-kata yang

dibaca, didengar atau ditulisnya dan juga mengingatnya dengan baik; dan

5. Melatih ketrampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari

sebuah kata dalam suatu konteks.

Pembahasan di atas, penulisan menyimpulkan bahwa ,Tujuan utama

dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenal tulisan sebagai

lambang atau simbol Bahasa sehingga anak dapat mengenal tulisan sebagai

lambang atau simbol Bahasa sehingga anak anak dapat menyuarakan

tulisan tersebut. Disamping tujuan tersebut. Pembentukan sikat positif serta

kebiasaan rapi dan bersih dalam membaca juga perlu diperhatikan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa tujuan dari membaca permulaan yaitu agar

peserta didik dapat mengenal tulisan sebagai lambang atau simbol Bahasa

serta dapat menyuarakan tulisan tersebut.


2.1.5 Jenis jenis membaca permulaan

Pada umumnya siswa yang duduk dikelas 1, 2, 3, dan 4 proses membaca

yang dilakukan menurut depdiknas (dalam irdawati 2015;5) adalah :

1. Membaca bersuara (membaca nyaring). Yaitu membaca yang dilakukan

dengan bersuara, biasanya dilakukan oleh kelas tinggi/besar.

Pelaksanaan membaca keras bagi siswa Sekolah Dasar dilakukan

seperti berikut:

a. Membaca Klasikal yaitu membaca yang dilakukan secara Bersama sama

dalam satu kelas.

b. Membaca berkelompok yaitu membaca yang dilakukan oleh sekelompok

siswa dalam satu kelas.

c. Membaca Perorangan yaitu membaca yang dilakukan secara individu.

d. Membaca perorangan diperlukan keberanian siswa dan mudah dikontrol

oleh guru. Biasa dilaksanakan untuk mengadakan penilaian.

2. Membaca dalam hati Membaca dalam hati yaitu membaca dengan tidak

mengeluarkan kata-kata atau suara.

3. Membaca teknik Membaca teknik hampir sama dengan membaca keras.

Membaca teknik ialah cara membaca yang mencakup sikap, dan intonasi

bahasa. Latihan-latihan yang diperlukan diantaranya :

a. Latihan membaca di tempat duduk.

b. Latihan membaca di depan kelas.

c. Latihan membaca di mimbar.

d. Latihan membacakan.

Sedangkan menurut taufani (2016: 167) menyatakan membaca


permulaan terdiri atas membaca nyaring dan membaca lancar.

1. Membaca nyaring

Membaca dengan cara menyuarakan, salah satunya dapat

dilakukan dengan membaca nyaring. Membaca nyaring adalah suatu

aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, siswa ataupun

pembaca Bersama sama dengan orang lain atau pendengar untuk

menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan prasaan seorang

pengarang.

2. Membaca lancar

Membaca lancer adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan

tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar

pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan

oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun

pengalaman penulis.

2.1.6 Tahapan membaca permulaan

Menurut Asmonah (2019:31-32) Kemampuan membaca permulaan

untuk anak berlangsung dalam beberapa tahapan sebagai berikut: (1) Tahap

Fantasi (magical stage), yaitu anak mulai belajar menggunakan buku,

melihat dan membalik lembaran buku atupun membawa buku

kesukaannya. Tahap Pembentukan konsep diri (self-concept stage), yaitu

Anak mulai memandang dirinya sebagai ‘pembaca’ terlihat keterlibatan

anak dalam kegiatan membaca, berpura-pura membaca buku, memaknai

gambar berdasarkan pengalaman yang diperoleh sebelumnya, dan

menggunakan bahasa baku yang tidak sesuai dengan tulisan; (3) Tahap
membaca gambar (bridging reading stage), yaitu anak mulai tumbuh

kesadaran akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang pernah

ditemui sebelumnya, dapat mengungkapkan kata-kata yang bermakna dan

berhubungan dangan dirinya, sudah mengenal tulisan kata-kata puisi, lagu,

dan sudah mengenal abjad; (4) Tahap pengenalan bacaan (take off reader

stage), anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponik, sematik,

dan sintaksis). Juga sudah mulai tertarik pada bacaan, dapat mengingat

tulisan dalam konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada

lingkungan, serta membaca berbagai tanda seperti pada papan iklan, kotak

susu, pasta gigi dan lainnya. Dan (5) Tahap membaca lancar (independent

reader stage), yaitu anak dapat membaca berbagai jenis buku secara bebas.

Orang tua dan guru masih harus tetap membacakan buku pada anak.

Tindakan tersebut dimaksudkan dapat mendorong anak untuk memperbaiki

bacaannya. Bantu anak memilih bacaan yang sesuai. Pendapat-pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penyampaian pembelajaran dalam

kemampuan membaca permulaan harus sesuai dengan tahap

perkembangan. Tahapan anak berbeda-beda walaupun umurnya sama,

tergantung dari kesiapan anak. Apabila anak belum siap untuk belajar

membaca, jangan dipaksakan untuk membaca. Pendidik /orangtua harus

mengenal tahapan membaca peserta didik atau anaknya

2.1.7 Hakikat kesulitan membaca

Menurut Riskiana (2016) terkait dengan membaca permulaan,

mengemukakan bahwa tampaknya memiliki banyak kesulitan yang

berhubungan dengan membaca permulaan pada anak usia dini. Kesulitan


tersebut berkaitan dengan ketidakmampuan dalam mengenal huruf,

mengenal angka, dan merangkai suku kata menjadi kata. Kesulitan

membaca dapat dianalisis, salah satunya dengan melihat kesiapan anak

dalam membaca. Kesiapan membaca sering kali disebut dengan istilah

reading readiness.

2.1.8 Pengertian metode scramble

Menurut shoimin (2014) menyebutkan scramble merupakan salah

satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi dan

kecepatan berpikir siswa.metode scramble ini dapat digunakan untuk

melatih pengembangan dan peningkatan wawasan pemikiran kosa kata.

Menurut kaharuddin (2020: 69) mengemukakan definisi metode scramble.

Scramble merupakan pembelajaran yang mengajak siswa untuk

menemukan jawaban dan menyelesaikan permasalahan yang ada dengan

cara membagikan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban

yang tersedia.

Menurut jatmiko (2019: 58-59) menjelaskan scramble merupakan

metode mengajar dengan membagikan lembar soal dan lembar jawaban

yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia. Siswa diharapkan

mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal yang ada.

Scramble dipakai untuk jenis permainan anak anak yang merupakan latihan

pengembangan dan peningkatan wawasan pemikiran kosa kata.

Berdasarkan uraian diatas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa metode

scramble merupakan bentuk permainan membentuk kosa kata dari huruf-

huruf yang tersedia dan telah diacak susunannya untuk menemukan


jawaban disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia yang dapat

meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir peserta didik.

2.1.9 Langkah Langkah metode scramble

Scramble merupakan pembelajaran kooperatif. Dan seperti juga

model pembelajaran kooperatif lainnya, siswa yang terlibat dalam metode

scramble ini dikelompokkan secara acak berdasarkan tingkat kemampuan,

jika memungkinkan anggota kelompok berdasarkan pertimbangan ras,

budaya, suku, jenis kelamin.

Adapun langkah-langkah Metode Scramble menurut Syaiful Bahri

Djamarah dan Aswan Zain (dalam wahyuni, 2019: 13) yang perlu

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Guru menyiapkan sebuah wacana yang akan disajikan dalam

pembelajaran.

b. Guru membuat kartu soal beserta kartu jawaban yang di acak nomornya

sesuai materi bahan ajar teks yang telah dibagikan sebelumnya.

c. Guru mulai membagikan kartu soal tersebut.

d. Siswa dalam kelompok masing-masing mengerjakan soal dan mencari

kartu soal untuk jawaban yang cocok, sebelumnya jawaban telah di

acak sedemikian rupa.

e. Siswa diharuskan dapat menyusun kata jawaban yang telah tersedia

dalam waktu yang telah ditentukan.

f. Setelah selesai mengerjakan soal, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan

dan dilakukan pemeriksaan


Dapat saya simpulkan, langkah langkah yang tepat dalam menggunakan

metode scramble dalam pembelajaran di kelas II sebagai berikut :

1. Guru menyiapkan sebuah rancangan pembelajaran yang akan disajikan

kepada peserta didik.

2. Guru membuat kartu yang berisikan huru huruf abjad

3. Guru membagikan kartu huruf tersebut kepada siswa

4. Guru memberikan sebuah kata yang hurufnya di acak kepada peserta

didik.

5. Siswa diharapkan dapat menyusun kartu huruf tersebut dengan

membentuk sebuah kata yang benar setelah kata tersebut di acak.

6. Setelah selesai mengerjakannya, peserta didik dapat mempresentasikan

kedepan dan dikumpulkan kepada guru untuk pemeriksaa.

2.1.10 Macam macam metode scramble

Menurut Shilphy Octavia (2020: 70) metode scramble teridiri atas

bermacam macam bentuk, yakni :

1. Scramble kata

Sebuah permainan menyusun kata kata dengan huruf huruf yang telah

dikacaukan letaknya sehingga membentuk suatu kata tertentu yang

bermakna. Contoh : kata SEPATU di acak menjadi TAPUES

2. Scramble kalimat

Sebuah permianan menyusun kalimat dari kata kata yang di acak. Bentuk

kalimat hendaknya logis, bermakna, tepat dan benar. Contoh : “SAYA

MEMBACA BUKU DI SEKOLAH” di acak menjadi “BUKU

MEMBACA DI SEKOLAH SAYA”


3. Scramble wacana/paragraf

Sebuah permainan menyusun wacana logis berdasarkan kalimat. Contoh :

a. saya ikut kepasar bersama ibu membeli sayur.

b. Setiap hari minggu aku membantu ibu.

c. Sehabis makan, saya mencuci piring di dapur.

d. Setelah pulang dari pasar, saya membantu ibu memasak di dapur.

Dari kalimat wacana yang sudah di acak tadi, kalimat wacana tersebut di

susun kembali secara logis sesuai alur cerita.

4. Kalimat kalimat acak

Hasil susunan wacana hendaknya logis dan bermakna. Contoh : dari hasil

kalimat wacana yang sudah di susun secara logis, maka kalimat tersebut

disusun kembali dalam bentuk paragraf yang berisikan sebuah kalimat

yang bermakna dan dapat dipahami.

2.1.11 Kelebihan dan kelemahan metode scramble

Menurut Marlina (2017) mengatakan bahwa keunggulan dan

kelemahan metode scramble adalah :

A. Kelebihan metode scramble dalam pembelajaran ;

1. Peserta didik akan sangat terbantu dalam mencari jawaban.

2. Mendorong peserta didik untuk belajar mengerjakan soal tersebut.

3. Kegiatan pembelajaran ini mendorong pemahaman peserta didik

terhadap materi pelajaran dengan bantuan teman temannya sesama

peserta didik.
B. Kelemahan metode scramble dalam pembelajaran :

1. Dengan materi yang telah disiapkan, membuat peserta didik kurang

berpikir kritis.

2. Besar kemungkinan peserta didik mencotek jawaban temat sejawatnya.

3. Menghilangkan sikap kreatif peserta didik.

4. Peserta didik tinggal menerima bahan mentah.

Menurut kaharuddin (2020) bahwa metode scramble memiliki

kelebihan, sebagai berikut :

1. Memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain.

2. Mereka dapat berkreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari

sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stress atau tertekan.

3. Memupuk rasa solidaritas

4. Materi yang diberikan biasanya mengesankan dan sukit dilupakan

sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa berlomba

lomba untuk maju.

Menurut Octavia (2020: 69) mengemukakan kelemahan dari metode

scramble adalah sebagai berikut :

1. Siswa bisa mencotek jawaban teman.

2. Siswa tidak dilatih untuk berpikir kreatif.

2.2 Penelitian Relevan

Penelitian metode scramble dan kesulitan membaca permulaan

telah banyak dikaji dan dilakukan. Akan tetapi, hal tersebut masih menarik

untuk diadakan penelitian lebih lanjut lagi, baik penelitian yang bersifat

melengkapi maupun yang bersifat baru. Ada beberapa penelitian terdahulu


yang relevan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

(Afif Masuroh, 2016) yang berjudul “Upaya Meningkatkan

kemampuan membaca pemahaman siswa dengan menggunakan teknik

scramble mata pelajaran bahasa indonesia pada kelas VA SD Nurul Islam

Purwoyoso Semarang Tahun Pelajaran 2015/2016”. Hasil penelitian

tindakan kelas yang dilaksanakan pada kelas Va SD Nurul Islam

Purwoyoso semarang tahun 2015/2016 dapat disimpulkan bahwa :

Penerapan metode Scramble dapat meningkatkan kemampuan membaca

pemahaman siswa mata pelajaran bahasa indonesia Va SD Nurul Islam

Purwoyoso semarang tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan

dengan meningkatnya rata rata nilai hasil tes evaluasi pada siklus I

sebesar 74,5 %, sedangkan tes evaluasi pada siklus II mencapai nilai rata-

rata sebesar 86,25% telah melampaui indikator pencapaian yaitu hasil

belajar peserta didik lebih besar 70.

Pada penelitian yang diteliti oleh Afif Masuroh dengan judul “

upaya meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa dengan

teknik scramble mata pelajaran bahasa indonesia pada kelas Va SD “

Perbedaannya terletak pada teknik/metode yang diterapkan dalam

mengatasi atau meningkatkan kemampuan membaca permulaan, pada

penelitian Afif Masuroh tujuan dalam menerapkan teknik scramble adalah

untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman, sedangkan pada

penelitian saya penerapan metode scramble bertujuan untuk mengatasi

kesulitan membaca permulaan, perbedaannya juga terletak pada kelas yang

ditelisi, pada penilitian Afif Masuroh melakukan penelitian pada kelas V,


sedangkan penelitian saya dilakukan pada kelas II, dan perbedaannya juga

terletak pada metode penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat

penelitian, serta teknik pengumpulan data. Dapat disimpulkan juga dalam

penelitian ini menguatkan bahwa metode scramble dapat digunakan

untuk meningkatkan kemampuan membaca p a d a anak SD di

karenakan langkah penggunaan metode scramble yang sangat sesuai

dengan materi membaca.

( Sri Octa Fiana ( 2017 ) yang berjudul “penerapan metode

scramble dalam meningkatkan konsentrasi belajar mata pelajaran PAI

materi misi Nabi Muhammad Saw kelas VII di SMP Jihadiyah

Palembang“. Hasil penelitian menunjukan Dari hasil kegiatan

pembelajaran yang sudah dilakukan selama penelitian dan berdasarkan

pembehasan serta analisis maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.

Konsentrasi belajar siswa sebelum pada mata pelajaran PAI sebelum

menggunakan metode scramble di SMP Jihadiyah Palembang tergolong

dalam kategori rendah. Hal ini terlihat dari distribusi frekuensi skor dan

persentasi TSR dimana ada 14 siswa ( 41%) yang menjawab tinggi, 5

siswa (15 %) yang menjawab sedang dan ada 15 siswa (44 %) yang

menjawab rendah. Oleh karena itu dari uraian di atas dapat diperoleh

kesimpulan bahwa konsenterasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI

sebelum diterapkan metode scramble tergolong rendah. 2. Konsenterasi

belajar siswa sesudah pada mata pelajaran PAI materi misi Nabi

Muhammad SAW di SMP Jihadiyah Palembang tergolong dalam kategori

sedang. Hal ini terlihat dari distribusi frekuensi skor dan persentasi TSR
dimana ada 6 siswa (17,64 %) yang menjawab tinggi, 24 siswa (70,58 %)

yang menjawab sedang dan ada 4 siswa (11,76 %) yang menjawab rendah.

Oleh karena itu dari uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa

konsenterasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI materi misi Nabi

Muhammad SAW di SMP Jihadiyah Palembang tergolong dalam kategori

sedang. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan konsenterasi belajar siswa

sebelum menggunakan metode scramble dan sesudah menggunakan

metode scramble pada mata pelajaran PAI materi misi Nabi Muhammad

SAW karena berdasarkan perbandingan nilai “t” yang terdapat pada t0

adalah lebih besar dari pada “t” tabel baik pada taraf signifikansi 5%

maupun pada taraf signifikansi 1% (2,72 2,03). Dengan demikian dapat

dipahami bahwa metode pembelajaran scramble dapat meningkatkan

konsentrasi belajar siswa kelas VII di SMP Jihadiyah Palembang. Hasil

analisis data menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi belajar siswa

sebelum digunakannya metode pembelajran scramble.

Pada penelitian yang diteliti oleh Sri Octa Fiana dengan judul “

penerapan metode scramble dalam meningkatkan konsentrasi belajar mata

pelajaran PAI materi misi Nabi Muhammad Saw kelas VII di SMP

Jihadiyah Palembang “ Perbedaannya terletak pada tujuan dalam

menggunakan teknik/metode scramble, pada penelitian Sri Octa Fiana

tujuan dalam menerapkan teknik scramble adalah untuk meningkatkan

konsentrasi belajar, sedangkan pada penelitian saya penerapan metode

scramble bertujuan untuk mengatasi kesulitan membaca permulaan,

perbedaannya juga terletak pada kelas yang ditelisi, pada penilitian Sri
Octa Fiana melakukan penelitian pada kelas VII, sedangkan penelitian saya

dilakukan pada kelas II, dan perbedaannya juga terletak pada metode

penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, serta teknik

pengumpulan data. Dapat disimpulkan juga dalam penelitian ini

menguatkan bahwa metode scramble dapat digunakan dalam mengatasi

permasalahan pada peserta didik di sekolah.

(Veni Melia Sya,ban 2016) Yang Berjudul “ Pengaruh Metode

Scramble terhadap Minat Belajar IPS siswa kelas V SD Negeri

Rejowinangun 1 Yogyakarta“ Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diajar dengan

menggunakan metode scramble memiliki minat belajar IPS lebih tinggi

daripada kelompok yang diajar dengan menggunakan metode ceramah

pada siswa kelas V SD Negeri Rejowinangun 1Yogyakarta tahun ajaran

2015/2016. Hal ini terlihat dari besarnya skor rata-rata skala minat belajar

IPS pada kondisi akhir kelas eksperimen yang lebih besar dibanding kelas

kontrol. Pada kondisi akhir, skor rata-rata di kelas eksperimen yaitu 79,36

sedangkan skor rata-rata di kelas kontrol yaitu 75,83”

Pada penelitian Veni Melia Sya’ban dengan judul “ pengaruh

metode scramble terhadap minat belajar ips siswa kelas V SD Negeri

Rejowinangun 1 Yogyakarta “Perbedaannya terletak pada Perbedaannya

terletak pada tujuan dalam menggunakan teknik/metode scramble, pada

penelitian Veni Melia Sya’ban tujuan dalam menerapkan metode scramble

adalah untuk meningkatkan minat belajar IPS, sedangkan pada penelitian

saya penerapan metode scramble bertujuan untuk mengatasi kesulitan


membaca permulaan, perbedaannya juga terletak pada kelas yang ditelisi,

pada penilitian Veni Melia Sya’ban melakukan penelitian pada kelas V,

sedangkan penelitian saya dilakukan pada kelas II, dan perbedaannya juga

terletak pada metode penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat

penelitian, serta teknik pengumpulan data. Dapat disimpulkan juga dalam

penelitian ini menguatkan bahwa metode scramble dapat digunakan

dalam mengatasi permasalahan pada peserta didik di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai