Anda di halaman 1dari 20

1.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 597) definisi kosakata


adalah pembendaharaan kata. Adapun menurut Soedjito dalam Labib (2016: 13) kosakata
adalah : a. Semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa. b. Kekayaan kata yang dimiliki
seorang pembicara atau penulis. c. Kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. d.
Daftar kata yang disusun seperti kamus yang disertai penjelasan
secara singkat dan praktis. Dari beberapa pengertian tentang kosakata di atas, dapat
disimpulkan bahwa kosakata adalah kata-kata yang dipahami baik maknanya maupun cara
pengguanaannya oleh seseorang.
Penambahan kosakata seseorang baik dari proses pembelajaran bahasa maupun pengembangan

kemampuan berbahasa seseorang sangatlah penting (Alexander, 2013). Kosakata itu penting

karena (1) pemahaman seseorang bertambah ketika mengetahui arti sebuah kata, (2) kata-kata

adalah alat komunikasi. Menguasai kosakata dapat meningkatkan keterampilan berbahasa baik

itu menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis, dan (3) Ketika pemelajar meningkatkan

kosakata mereka, kemampuan akademik dan kepercayaan diri serta kompetensinya meningkat

juga (Alexander, 2013).

Kosakata merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang

menempati peran sangat penting sebagai dasar siswa untuk menguasai materi mata pelajaran

bahasa Indonesia dan penguasaan mata pelajaran lainnya (Kasno, 2004 dalam Pramesti, 2015).

Penguasaan kosakata memengaruhi cara berpikir dan kreativitas siswa dalam proses

pembelajaran bahasa sehingga penguasaan kosakata dapat menentukan kualitas seorang siswa
juga

dalam berbahasa (Kasno, 2004 dalam Pramesti, 2015). Kualitas dan kuantitas kosakata yang

dimiliki dapat membantu siswa dalam menyerap berbagai informasi yang disampaikan para

pengajar atau dari berbagai sumber belajar lainnya. Penguasaan kosakata yang baik sangat

memengaruhi kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan.


Perbendaharaan kata yang cukup memudahkan siswa mengungkapkan segala pendapat,

gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain yang tampak dalam empat kompetensi

berbahasa, yakni membaca, menyimak, berbicara, dan menulis.

(2) Tri (2014: 11) mendefinisikan kemampuan membaca adalah kesanggupan dan kecakapan serta
kesiapan seseorang untuk memahami gagasan-gagasan dan lambang atau bunyi bahasa yang
ada dalam sebuah teks bacaan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan si pembaca untuk
mendapatkan amanat atau informasi yang diinginkan. Membaca memerlukan pemahaman yang
baik, karena membaca memerlukan kemampuan yang baik agar dapat memahami teks bacaan
dan memknai isi bacaan dengan baik.
Menurut Tarigan (2015: 7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media
kata-kata atau bahasa tulis.
Membaca pemahaman sering disebut dengan istilahmembaca intensif atau membaca cermat.
Menurut Tarigan (2015: 58) “membaca pemahaman reading for understanding yang
dimaksudkandi sini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:

Standar-standar/norma-norma (literary standards)


Resensi Kritis (critical review)
Drama Tulis (printed drama)
Pola-pola fiksi (patterns of fiction)
Membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca yang dilakukan dengan hati-hati dan
teliti. Biasanya cara membacanya lambat dengan tujuan untuk memahami keseluruhan bahan
bacaan sampai ke bagian-bagian yang paling kecil. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah aktivitas membaca yang dilakukan dalam hati
untuk memahami isi pokok wacana secara tepat dan mendalam

Literasi
Budaya membaca dan menulis (literasi) masyarakat Indonesia masih

sangat rendah. Hal ini terbukti dari beberapa hasil survei beberapa lembaga

internasional yang menunjukkan budaya literasi masyarakat Indonesia masih

kalah dengan negara lain. Hasil penelitian Progres In Internasional Reading

Literacy Study (PIRLS 2011) dan Programme for Internasional Students


Assesment (PISA 2009 & 2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta

didik, Indonesia menduduki peringkat bawah (Buku Saku Gerakan Literasi

Sekolah, 2015). Hal ini diperkuat juga dengan data statistic UNESCO 2012 yang

menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,0001. Artinya

setiap 1000 penduduk, hanya satu orang saja yangmemiliki minat baca (Petunjuk

Teknis Kampung Literasi, 2016). Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya


minat baca pada anak. Diantara faktor yang paling berpengaruh adalah televisi,

dan gadget.

Rendahnya literasi membaca menuntut semua elemen pendidikan turut

serta berupaya meningkatkan motivasi dan mendorong siswa agar lebih giat lagi

untuk membaca. Langkah awal yang dilakukan oleh sekolah untuk melatih siswa

gemar membaca, yaitu pembiasaan membaca buku non pelajaran. Guru sebaiknya

menyediakan dan memilihkan bahan bacaan dari berbagai sumber dengan

memilih bahan bacaan yang variatif, tidak hanya dari buku teks atau buku paket

materi pelajaran saja, sehingga pengetahuan dan wawasan yang diperoleh siswa

menjadi luas (Rahim, 2009). Gerakan literasi sekolah ini haruslah mendapat

dukungan dari berbagai pihak sekolah, yaitu dengan melengkapi fasilitas seperti

ruang baca atau perpustakaan yang memadai dan sekolah mampu menyediakan

buku-buku dari berbagai sumber. Literasi saat ini tak lagi bermakna sebagai pemberantasan
buta aksara,

namun sebuah praktis sosial yang melibatkankegiatan berbicara, menulis,

membaca, menyimak dalam proses memproduksiide, dan mengkonstruksikan


makna yang terjadi dalam konteks budaya yang spesifik menurut Gee dan Heath

dalam Dewayani (2017:12)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Minat Baca

a. Pengertian minat baca

Minat atau interest merupakan gambaran sikap seseorang ketika

menginginkan sesuatu. Minat erat kaitannya dengan perasaan, oleh

sebab itu melakukan suatu kegiatan dengan keterpaksaan dapat

menghilangkan minat dalam diri seseorang tersebut termasuk dalam

kegiatan membaca. Minat dapat menumbuhkan rasa senang ketika

dilakukan, dan begitu pun sebaliknya jika tidak dapat melakukan maka

akan timbul rasa kecewa dalam hati.

Pengertian minat menurut bahasa Etimologi, ialah usaha dan

kemauan untuk mempelajari Learning dan mencari sesuatu. Secara

tertminologi, minat adalah keinginan, kesukaan dan kemauan terhadap

sesuatu hal. Minat baca adalah kecenderungan jiwa seseorang secara

mendalam yang ditandai dengan perasaan senang serta berkeinginan

kuat untuk membaca tanpa adanya paksaan (Anjani, Dantes, dan


Arawan, 2019: 75). Minat baca memerluka perhatian yang

meneyeluruh serta perasaan senang untuk membaca selain itu minat

baca disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca.


Menurut Mansyur (2019: 3) minat baca merupakan kesadaran

individu untuk membaca yang berawal dari dorongan diri masing-

masing yang didukung dengan lingkungan. Anak yang membaca

dengan minat akan lebih memahami bacaan yang sedang dibaca, karena

anak akan membaca dengan sepenuh hati. Agar siswa dapat mengetahui

makna bacaan dibutuhkan minat yang baik dalam membaca.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, minat baca dapat diartikan

sebagai ketertarikan untuk membaca terhadap suatu hal dengan

menaruh perhatian pada suatu pembelajaran tertentu dan disertai hasrat

untuk mengetahui, mempelajari, dan membuktikannya melalui

partisipasi aktif juga keinginan besar untuk membaca. Kemauan juga

keinginan yang tinggi untuk membaca dan didorong dengan kesadaran

siswa akan pentingnya keinginan membaca sangat diperlukan demi

tercapainya tujuan dan hasil yang diinginkan oleh pembaca.

b. Faktor yang mempengaruhi minat baca

Menurut Triatma (Anjani, Dantes, dan Artawan, 2019: 75) Minat

baca dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa dan faktor luar diri siswa.

Faktor dari dalam diri siswa meliputi perasaan, motivasi, dan perhatian.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi minat baca dari luar terdiri dari

peranan guru, lingkungan, keluarga dan fasilitas. Seorang guru

hendaknya harus mampu memberikan motivasi, dan perhatian secara

terus menerus kepada siswa. Juga mampu menggunakan teori atau

komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip pembelajaran sehingga dalam proses


pembelajaran dapat berlangsung dengan baik

juga dapat diterima dengan mudah oleh siswa.

Agar siswa memliki minat baca tinggi maka membutuhkan beberapa

hal diantaranya: lingkungan yang mendukung, bahan bacaan yang

menarik, dan bimbingan terhadap bacaan yang sesuai dengan tingkatan

umur siswa menurut (Anjani, Dantes, dan Artawan, 2019: 75).


2 Teks Eksplanasi

Teks eksplanasi merupakan salah satu materi baru yang dipelajari dalam

Kurikulum 2013 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini membuat

beberapa guru kesulitan dalam mengajarkan materi ini. Teks eksplanasi adalah

teks yang menjelaskan tentang proses terjadinya atau terbentuknya suatu

fenomena alam atau sosial (Isnatun dan Farida, 2013: 80). Sependapat dengan

Isnatun dan Farida, Kosasih (2013: 85) mengatakan bahwa teks eksplanasi adalah

teks yang menerangkan atau menjelaskan mengenai proses atau fenomena alam

maupun sosial.
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2014: 4) secara implisit mengatakan

bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,

video kamera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik,

televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar

atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa

yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Suryaman (2012: 123—124)

mengatakan bahwa secara bahasa, media pembelajaran dapat diartikan sebagai

perantara atau pengantar. Secara terminologis, media pembelajaran dapat

diartikan sebagai seluruh perantara (dalam hal ini bahan atau alat) yang dapat

dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, media radio, televisi,

buku, majalah, surat kabar, internet, dan sebagainya. Di sisi lain, media

pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang memungkinkan

siswa dapat memperoleh pengetahuan atau menciptakan pengetahuan, kecakapan, dan sikap.
Sudjana dan Rivai (dalam Arsyad, 2014: 28) berpendapat bahwa ada

empat manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa. Berikut manfaat

media pembelajaran.

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Hal terpenting di dalam pemilihan media adalah siswa dipermudah,

diperkonkret, disenangkan, dan dimotivasi untuk belajar berbahasa dan bersastra.

Artinya, di dalam pemilihan media, yang pertama-tama diperhatikan adalah

apakah siswa memerlukannya dan dipermudah di dalam belajarnya (Suryaman,

2012: 145). Syarat-syarat pemilihan media pembelajaran menurut Suryaman

adalah sebagai berikut.

a. Media haruslah dapat digunakan untuk mempermudah siswa belajar. Media

yang akan digunakan oleh guru haruslah sesuai dan diarahkan untuk

mengembangkan kompetensi berbahasa dan bersastra siswa.

b. Media yang digunakan haruslah sesuai dengan kompetensi-kompetensi

berbahasa dan bersastra.

c. Media pembelajaran haruslah sesuai dengan minat, keperluan, dan kondisi

siswa.

d. Media yang akan digunakan haruslah diperhatikan dari segi efektivitas dan

efisiensinya. Media tidak harus mahal atau sulit didapat.

e. Media yang akan digunakan juga harus diperhatikan dari segi kepraktisannya.

f. Media yang akan digunakan haruslah diperhatikan dari segi kemenarikannya.


Arsyad (2014: 119) mengatakan gambar yang merupakan rangkaian
kegiatan atau cerita disajikan berurutan. Siswa berlatih mengungkapkan adegan

dan kegiatan-kegiatan tersebut yang apabila dirangkaikan akan menjadi suatu

cerita. da sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa

media gambar seri merupakan rangkaian gambar yang berisi tentang suatu

kejadian. Rangkaian gambar pada media gambar seri diharapkan dapat membantu

siswa dalam menulis teks eksplanasi. Hal ini disebabkan oleh teks eksplanasi

merupakan teks yang menjelaskan proses terjadinya suatu fenomena alam atau

sosial.
Adapun

kelemahan metode Ceramah ini yaitu:

1. Rumusan Tujuan Instruksional

yang sesuai hanya sampai dengan

tingkat comprehension. 2. Hanya cocok untuk kemampuan

kognitif.

3. Komunikasi cenderung satu arah

(one way).

4. Sangat bergantung pada

kemampuan komunikasi verbal

penyaji.

5. Ceramah yang kurang inspiratif


akan menurunkan antusias belajar

peserta.3

Meskipun metode ceramah sering

dianggap biang keladi yang menimbulkan

SHQ\DNLW ³YHUEDOLVPH¥ GDQ EXGD\D

³EXQJNDP¥ GL NDODQJDQ peserta didik,

namun kenyataannya metode tersebut

masih populer di mana-mana. Hanya,

sebelum metode tersebut digunakan guru

tentu perlu melakukan modifikasi atau

penyesuaian seperlunya. Langkahlangkah yang dapat ditempuh dalam

memodifikasi atau menyesuaikan metode

ceramah, antara lain ialah dengan kiat

pemaduan (kombinasi) antara metode

tersebut dengan metode-metode lainnya. (INOVASI PENDIDIKAN: METODE PEMBELAJARAN


MONOTON KE

PEMBELAJARAN VARIATIF)
Menurut Salman Rusdie (2011), manajemen kelas adalah segala usaha yang dilakukan untuk
mewujudkan terciptanya suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan, serta dapat
memotivasi peserta didik untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan mereka.
Metode bercerita menurut Fadlillah, (2014:172) adalah metode yang

mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian kepada peserta didik.Kejadian atau

peristiwa tersebut disampaikan kepada peserta didik melalui tutur kata,


ungkapan dan mimik wajah yang unik yang mampu menarik perhatian peserta

didik untuk mendengarkan dan mencerna isi cerita.


Kekurangan metode bercerita adalah: 1) anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak
mendengarkan dan menerima pesan, 2) kurang merangsang perkembangan kreativitas anak
untuk mengutarakan pendapatnya, 3) daya serap dan daya tangkap anak didik berbeda dan
masih lemah sehingga suka memahami tujuan pokok isi cerita dan 4) cepat menumbuhkan rasa
bosan bila penyajiannya kurang menarik.
(https://alaksamana.blogspot.com/2018/11/kelebihan-dan-kekurangan-metode.html?m=1)
1) pembelajaran berpusat pada siswa, 2) pembelajaran terkait

dengan kehidupan nyata, 3) pembelajaran mendorong anak untuk berpikir

tingkat tinggi, 4) pembelajaran melayani gaya belajar anak yang berbeda-

beda, 5) pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multi arah

(siswa-guru), 6) pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media

atau sumber belajar, 7) pembelajaran berpusat pada anak, 8) penataan

lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar,

9) guru memantau proses belajar siswa, dan 10) guru memberikan umpan

balik terhadap hasil kerja anak

(Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2012: 76).

Hamzah B. Uno dan Nurdin Muhamad (2012: 76) juga

mengungkapkan bahwa untuk menciptakan pembelajaran yang aktif salah

satunya adalah anak belajar dari pengalamannya, selain anak harus belajar

memecahkan masalah yang dia peroleh.

Permasalahan yang sering dihadapi dunia pendidikan

adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses kegiatan


belajar mengajar, siswa lebih banyak belajar secara teori.

Pembelajaran di kelas lebih diarahkan pada kemampuan anak

untuk memahami materi pelajaran. Sedangkan teori yang di

pelajari siswa kurang adanya penerapan dalam kehidupan sehari-

hari. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengerti lebih dalam

dari materi suatu pelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar,

kehadiran guru diharapkan dapat mengembangkan potensi dan

kreativitas siswa. Sehingga siswa dapat mempunyai pengetahuan

tidak hanya teori, namun bisa mempraktekannya guna untuk

masa yang akan datang dalam perkembangan zaman.

Media pembelajaran merupakan unsur yang penting

dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran merupakan

sumber belajar yang dapat membantu guru dalam memperkaya

wawasan siswa, dengan berbagai jenis media pembelajaran oleh

guru maka dapat menjadi bahan dalam memberikan ilmu

pengetahuan kepada siswa. Pemakaian media pembelajaran dapat

menumbuhkan minat siswa untuk belajar hal baru dalam materi

pembelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga dapat dengan

mudah dipahami. Media pembelajaran yang menarik bagi siswa

dapat menjadi rangsangan bagi siswa dalam proses pembelajaran.

Pengelolaan alat bantu pembelajaran sangat dibutuhkan dalam


lembaga pendidikan formal. Media pembelajaran dapat

digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.

Sebagai guru harus dapat memilih media pembelajaran yang

sesuai dan cocok untuk digunakan sehingga tercapai tujuan

pengajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Media pembelajaran sangat penting dalam proses

pembelajaran karena guru dapat menyampaikan materi kepada

siswa menjadi lebih bermakna. Guru tidak hanya menyampaikan

materi berupa kata-kata dengan ceramah tetapi dapat membawa

siswa untuk memahami secara nyata materi yang di sampaikan

tersebut. Menurut Wina Sanjaya, ada beberapa fungsi dari

penggunaan media pembelajaran yaitu:

1) Fungsi komunikatif

Media pembelajaran digunakan untuk memudahkan

komunikasi antara penyampai pesan dan penerima pesan.

Sehingga tidak ada kesulitan dalam menyampaikan bahasa

verbal dan salah persepsi dalam menyampaikan pesan.

2) Fungsi motivasi

Media pembelajaran dapat memotivasi siswa dalam

belajar. Dengan pengembangan media pembelajaran tidak

hanya mengandung unsur artistic saja akan tetapi


memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran sehingga

dapat meningkatkan gairah siswa untuk belajar.

3) Fungsi kebermaknaan

Penggunaan media pembelajaran dapat lebih

bermakna yakni pembelajaran bukan hanya meningkatkan

penambahan informasi tetapi dapat meningkatkan

kemampuan siswa untuk menganalisis dan mencipta.

4) Fungsi penyamaan persepsi

Dapat menyamakan persepsi setiap siswa sehingga

memiliki pandangan yang sama terhadap informasi yang di

sampaikan.

5) Fungsi individualitas

Dengan latar belakang siswa yang berbeda, baik itu

pengalaman, gaya belajar, kemampuan siswa maka media

pembelajaran dapat melayani setiap kebutuhan setiap individu

yang memiliki minat dan gaya belajar yang berbeda.


Media pembelajaran juga mempunyai fungsi yang lain

yaitu sebagai berikut:

1) Menangkap suatu obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu

Dapat diabadikan dengan foto, film atau direkam

melalui video atau audio


2) Memanipulasi keadaan atau obyek tertentu

Melalui media pembelajaran guru dapat menyajikan

bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret

sehingga mudah dipahami

3) Menambah gairah dan motivasi belajar siswa

Dengan penggunaan media, perhatian siswa terhadap

materi pembelajaran dapat lebih meningkat.19

Dari pendapat di atas dapat dianalisis bahwa media

pembelajaran berfungsi sebagai salah satu sumber belajar bagi

siswa untuk memperoleh pesan dan informasi yang berikan oleh

guru sehingga materi pembelajaran dapat lebih meningkat dan

membentuk pengetahuan bagi siswa.

(Pengembangan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa | ykat, Volume
03, Nomor 01, Juni 2018)
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga

diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. model

pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode

pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model

pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit

karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.


bagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang
tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru

harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-

sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan

secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. (Seminar Nasional Pendidikan Dasar
Universitas Negeri Medan 2017 - PERANAN GURU MEMILIH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN)
pengertian model pembelajaran

berdasarkan Permendikbud Nomor 103

Tahun 2014 tentang “Pembelajaran

adalah kerangka konseptual dan

operasional pembelajaran yang memiliki

nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan

budaya”
Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama (Permendikbud No. 103
Tahun 2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta
mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning), model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based
Learning), dan model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry
Learning). Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi
pembelajaran. Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran
tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika
menggunakan model pembelajaran tertentu.Oleh karenanya guru harus menganalisis rumusan
pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada pembelajaran penyingkapan (Discovery/Inquiry
Learning) atau pada pembelajaran hasil karya (Problem Based Learning dan Project Based
Learning).
Komponen AKM Literasi Membaca yakni mengukur berbagai konten, berbagai konteks dan
berbagai proses kognitif peserta didik.

Konten pada Literasi Membaca menunjukkan jenis teks yang digunakan. Literasi membaca
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Teks informasi merupakan
jenis teks yang bertujuan untuk memberikan fakta, data, dan informasi dalam rangka
pengembangan wawasan serta ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah. Sementara Teks Fiksi
merupakan teks yang bertujuan untuk memberikan pengalaman mendapatkan hiburan,
menikmati cerita, dan melakukan perenungan kepada pembaca. Asesmen Literasi Membaca
Tingkat SMA memiliki 2 level pembelajaran. Level pembelajaran 1 untuk kelas 9 dan 10. Pada
level ini peserta didik akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca. Peserta didik
pada kelas 9 dan 10 akan menggunakan konten yang terus meningkat sesuai dengan jenjangnya.
Kajian literatur
Jurnal ilmiah terindeks
Prosiding seminar
Laporan hasil penelitian
Buku Ajar

LIHAT KE HALAMAN ASLI


Khafidah syairoh
pendidikan dan seni

TERVERIFIKASI
seorang mahasiswa

FOLLOW
Perlunya Peningkatan Kompetensi Literasi Numerasi Peserta Didik Sekolah Dasar dalam
Pembelajaran Abad 21

9 Desember 2020 09:30 |Diperbarui: 9 Desember 2020 09:34

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik
Tuntutan abad 21 dalam pendidikan menyiapkan peserta didik yang memiliki keterampilan
literasi dasar, kompetensi dan karakter yang dibutuhkan pada saatnya nanti. Salah satu
kecakapan yang harus dikembangkan adalah keterampilan literasi numerasi. Literasi numerasi
adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan berbagai macam angka dan simbol-
simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam
berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan menganalisis informasi dalam berbagai
bentuk (grafik, tabel, bagan) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk
memprediksi dan mengambil keputusan. (Han, 2017: 3)

Menurut Mulyasa (2013: 25) berpendapat bahwa, pada hakikatnya standar kompetensi guru
adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya,
sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.
Minimnya literatur untuk mengembangkan inovasi dalam pelaksanaan program literasi, serta
ketersediaan buku-buku koleksi bahan bacaan pada perpustakaan sekolah yang belum
memadai.

Belum adanya pelatihan literasi numerasi untuk guru, yang berdampak pada rendahnya
pengetahuan dan kemampuan guru dalam merancang dan mengelola kelas yang melibatkan
unsur literasi numerasi.

Minimnya pengawasan guru terhadap praktik literasi numerasi dalam kehidupan sehari-hari,
yang berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan program literasi numerasi. (Ibrahim, 2017:
14) (https://www.kompasiana.com/khafidahsyairoh6302/5fd0366ad541df742239ed03/
perlunya-peningkatan-kompetensi-literasi-numerasi-peserta-didik-sekolah-dasar-dalam-
pembelajaran-abad-21)

Pengembangkan pembelajaran berorientasi pada HOTS merupakan suatu upaya dalam

mengembangkan mutu pembelajaran dan lulusan. Pada Tahun 2018 arah kebijakan Kemdikbud

dengan mensinergikan penguatan pendidikan karakter terhadap pembelajaran berorientasi


HOTS sehingga diharapkan peserta didik mencapai kompetensi-kompetensi HOTS.

Sejalan dengan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson,

kemampuan yang perlu dicapai oleh peserta didik yaitu pengembangan HOTS (Higher Order

Thinking Skills) pada mengevaluasi, menganalisis dan mengkreasi bukan hanya LOTS (Lower

Order Thinking Skills) dan MOTS (Middle Order Thinking Skills) yakni melingkupi mengetahui,

memahami dan mengaplikasikan. Pembelajaran berbasis HOTS juga dijadikan proses tingkat

tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom, dengan membagi kemampuan menjadi dua yakni

LOTS yang penting dalam proseskegiatan belajar mengajar, yaitu mengingat, memahami, dan

menerapkan serta HOTS meliputi ketrampilan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Wena,
2020).

Proses kegiatan belajar


mengajar dalam mempersiapkan peserta didik cakap abad 21 dengan perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi kegiatan belajar mengajar yang mana pembelajaran terpusat pada peserta didik

dengan penguasaan materi ajar dari berbagai sumber referensi dan pendidik hanya sebagai

fasilitator.

Integrasi teknologi sebagai media pembelajaran dalam mengembangkan keterampilan

belajar. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan abad 21 mengarahkan untuk perubahan yang

signifikan dalam bahan ajar, media pembelajaran, fasilitas, ataupun membekali peserta didik

dalam menghadapi persaingan global yang semakin meningkat. Menganalisis kompetensi dasar,

Indikator, karakteristik peserta didik, merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan


materi

dan strategi kegiatan pembelajaran, mengembangkan perangkat pembelajaran,


mengembangkan

penilaian berbasis prinsip HOTS, serta merevisi semua aspek yang berhubungan dengan

pembelajaran merupakan prototip model pengembangan pembelajaran yang dikembangkan

dalam pembelajaran berbasis Higher order thinking skill (HOTS).

(Seminar Nasional SAINSTEKNOPAK Ke-5

LPPM UNHASY TEBUIRENG JOMBANG 2021

PEMBELAJARAN BERORIENTASI HOTS SEBAGAI INOVASI

PEMBELAJARAN ABAD 21)

Anda mungkin juga menyukai